"Ternyata anak semata wayang sudah pulang," ucap Pak Alam selaku Ayah Awan.
"Kenapa tidak ucap salam saat pulang? Ayah menunggu kamu dari tadi," ucap Pak Alam.
"Emang ada apaan Yah, tumben banget Ayah masih ada di rumah di jam segini, biasanya juga udah di terminal. Gak narik hari ini?" tanya Awan.
"Ayah sengaja gak narik hari ini, soalnya nanti sore ada acara pertemuan dengan calon besan. Jadi harus disiapin dulu dari sekarang. Ayah mau antar Mamamu di salon juga," jawab Pak Alam sambil tersenyum bahagia.
"Besan? besan siapa Yah? tumben banget Mama ke salon apa Awan gak salah dengar?" ucap Awan bertanya.
"Besan Ayahlah, calon mertuamu," sahut Pak Alam.
"Siapa juga yang mau menikah? menikahnya dengan siapa Awan gak tau tiba-tiba aja suruh menikah," Awan jadi kesal.
"Awan, apa kamu mau nasib kita gini-gini aja? ingat Awan kesempatan tidak datang dua kali. Kapan lagi punya besan kaya raya seperti Pak Agung. Mumpung ada kesempatan jangan di sia-siakan," ucap Pak Alam.
"Pak agung? siapa dia?" tanya Awan.
"Pak agung teman Ayah waktu SMA saat di kampung dulu," jawab Pak Alam.
"Awan gak mau Yah," tolak Awan dengan datar.
"Jangan asal bicara kamu ya, sekarang Pak Agung tinggalnya di kota di rumah gedung, sudah tidak lagi kayak dulu. Sudah jadi pengusaha sukses dan ia punya anak gadis yang sangat cantik cocok untuk kamu."
"Hem, tetap aja Awan gak mau Yah, Awan gak kenal sama dia," ucapnya cuek.
"Heh, sudah berani melawan ya kamu Awan! mau jadi anak durhaka ya? Kalau gak kenal kan bisa kenalan dulu," cetus Pak Alam langsung memanas mendengar Awan menolak untuk di jodohkan.
"Awan belum kepikiran mau menikah Yah, Awan mau pokus kuliah dulu."
"Heh bocah! tau tidak Ayah sudah tidak mampu lagi buat membiayai sekolah mu itu, mau dapat uang dari mana kamu mau meneruskan kuliahmu?" tanya Pak Alam.
"Ayah tenang saja, Awan akan segera melamar pekerjaan buat membiayai kuliah Awan sendiri," ucap Awan.
"Tidak Awan, kamu harus segera menikah! buat apa kuliah buang-buang waktu aja. Pokoknya kamu harus mau menikahi anak Pak Agung, Ayah ada foto anak gadisnya itu. Pasti kamu suka. Nih, kamu lihat dulu fotonya cantik kok Ayah yakin kamu gak nolak," ujar Pak Alam sambil menyodorkan selembar foto pada Awan. Tapi awan menepiskan tangan ayahnya ia tidak mau melihatnya dan segera berlalu di hadapan Ayahnya. Foto itu jatuh telungkup di dilantai. Awan tidak peduli dengan hal itu.
"Awan lihat dulu kenapa?" seru Pak Alam.
"Tidak mau Ayah!" teriak Awan, ia menuju ke arah kamarnya.
"Dasar anak bandel, melawan terus kerjaannya! Kamu tunggu nanti saat Ayah pulang. Awas kamu Awan! Ayah akan kasi kamu pelajaran, enak saja dia main tolak aja di kasi jodoh cantik, kaya malah nolak," omel Pak alam sendirinya.
"Yah, apa kamu sudah siap?" ujar Mama Andin Mamanya Awan tiba-tiba nongol menemui suaminya. Ia tidak tau apa yang sedang terjadi saat itu antara Awan dan suaminya.
"Sudah siap dari tadi Ma, ayo kita berangkat!" ajak Pak Alam pada istrinya.
"Bagaimana dengan Awan Yah, apa dia mau kita jodohkan?" tanya Mama Andin ragu.
"Pasti maulah, dia tidak akan menolak kalau Ayah sudah bertindak."
"Bertindak bagaimana? jangan paksa Awan Yah, kasian dia kalau dianya tidak mau tidak usah di paksa. Oya, apa dia sudah melihat foto anaknya Pak Agung?" tanya Mama Andin.
"Belum Ma. Itu soal gampang yang penting kita harus ketemu dulu sama Pak Agung malam ini."
"Iya Yah, Mama juga sudah tidak sabar pengen ketemu Pak Agung sama Jeng Lita," ucap Mama Andin semangat.
Pak Alam terseyum ia segera menghubungi taksi yang di pesannya kalau mereka sudah siap di jemput. Saat itu mereka akan pergi ke salon dan membeli baju baru seolah-olah mereka orang kaya. Agar Pak Agung mau besanan dengan mereka. Pak Alam mengaku kalau dirinya adalah Bos angkot dari Ratusan angkot yang ada di kota itu, padahal ia adalah seorang supir angkot biasa yang kerjanya keliling kota mencari penumpang.
Awan yang saat itu sudah punya pacar kehidupan asmaranya mulai terganggu dengan ucapan ayahnya barusan. Dari tadi ia hilir mudik tidak karuan ia tidak bisa berpikir jernih apalagi kemauan Ayahnya yang selalu tidak dapat di bantahnya karena tidak mau dikatakan anak durhaka.
"Ayah selalu bikin pusing. Kalau aku turuti kemauannya bagaimana dengan Senja? aku sangat mencintai dia dan tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun termasuk anak Pak Agung itu!" ucapnya kesal.
Awan merasa takut bagaimana kalau Ayah nya benar-benar menyuruhnya berhenti kuliah sedangkan ia masih mau meneruskan. Tapi, ia masih bingung dapat duit dari mana, karena saat itu juga dia belum punya duit buat kuliahnya, ia pun jadi serba salah.
Kring ...! Ponsel berbunyi membuat lamunannya terhenti. Awan melirik layar ponselnya dan melihat Senja yang menelponnya. Ia pun dengan semangat nya mengangkat ponselnya.
📞"Halo Senja, barusan aku mau telpon kamu eh kamu duluan yang telpon. Ternyata filing kita sama ya ...," ucap Awan basa-basi.
📞"Hem, kamu gitu memang, giliran aku tak telpon diam saja, gak pernah hubungi dulu, pasti aku yang telpon duluan. Gimana sih jadi cowok gitu amat. Dasar pelit gak mau telpon," cetus Senja.
📞"Iya itu, karna aku sibuk kuliah Sayang, bukannya pelit, jangan ngambek gitu dong ...," rayu Awan pada pacarnya.
📞"Gak ngambek kok. Oya, malam ini aku ada acara keluarga. Nonton nya di tunda malam besok aja boleh gak?" tanya Senja.
📞"Hem, acara apaan?"
📞"Gak tau, Papa cuma bilang kalau di rumah ada acara, dia suruh aku pulang cepat katanya ada pertemuan gitu deh."
📞"Oh, ya sudah. Gak apa-apa kok. Jadi, nontonnya malam besok?"
📞"Iya, kamu gak marah kan?"
📞"Nggak kok, itu kan acara keluarga mu pasti penting kamu harus hadir."
📞"Iya gak apa-apa ya, jangan marah."
📞"Aku gak marah kok."
📞"Kamu memang pacar terbaikku Awan, aku beruntung punya pacar sebaik kamu, kamu paling mengerti aku deh," puji Senja.
📞"Iya dong, akukan sangat mencintai kamu Senja."
📞"Ya aku juga cinta kamu Alam, udah dulu ya. Ntar malam, sebelum tidur aku telpon lagi."
📞"Oke deh Sayang muach...," ucap Senja sambil mencium ponselnya seolah-olah itu Awan.
📞"Yah aku tunggu," sahut Awan datar, ia pun mematikan ponselnya.
Awan kembali kepikiran pada perjodohan yang akan di lakukan Ayahnya. "Kenapa Ayah begitu semangat menjodohkan aku, apa dia tidak memikirkan perasaanku?" lirih Awan dengan sedihnya.
Di saat Awan tengah memerangi pikiran suntuknya Ayah dan Ibunya datang dari Salon. Mama Andin terlihat beda dan cantik memakai Kebaya ia berjalan bergandengan tangan dengan Pak Alam.
Awan yang merasa lapar sengaja pergi kedapur untuk melihat makanan apa yang dimasak ibunya hari ini. Tiba-tiba ia dikagetkan oleh kedatangan Ayah dan ibunya sontak ia menoleh ke arah pintu melihat mereka dari kejauhan tampak aneh. Awan tidak menyangka kalau itu adalah ayah dan ibunya.
Ia menggosok-gosok matanya seakan ia bermimpi melihat ayahnya memakai Jas dan mamanya memakai Kebaya. Apa mereka akan menikah? batin Awan.
"Awan ...! Awan ... coba kamu lihat penampilan kita apa sudah menyakinkan, tampak seperti orang kaya sungguhankan?" seru Pak Alam meminta komentar dari Awan.
"Ayah dan Mama ngapain pakai beginian norak banget kalian, gak cocok pakai beginian. Mau menikah lagi kalian?" cibir Awan.
"Kamu yang norak, dasar anak kurang pergaulan! gak tau apa ini fashion kekinian malah gak bisa nilai kita dengan baik," omel Mama Andin.
"Mama sudah tampak cantik apa belum nih?" tanya Mama Andin sambil memutar badannya.
"Cantik si Ma, cantik banget malah. Tapi, sayang, semuanya penuh dengan kepalsuan. Kalian ada-ada saja kenapa juga pake ngaku-ngaku jadi orang kaya si Ma?" Awan kesal.
Pak Alam dan Mama Andin bergaya di depan cermin. Mereka sudah siap memakai baju baru dan berdandan. Sultan hanya bisa geleng kepala melihat kelakuan ke dua orang tuanya yang berpura-pura jadi orang kaya saat itu.
Mama Andin mengipasi wajahnya ala orang ningrat, sungguh pandai ia meniru sikap orang kaya. Memakai kebaya mahal lengkap dengan susuk konde menghiasi rambutnya, dengan tas di bincingnya nampak mahal tapi barang KW yang biasa di jual di pasar. Penampilannya sudah perpeck. Pak Alam juga tidak mau kalah ia jauh lebih Keren lagi dari Awan yang hanya tampak biasa saja.
"Awan. Ayo kamu sudah siap apa belum?" teriak Mama Andin.
Awan tersentak dari lamunannya yang saat itu ia tengah melamun kalau ia akan menikah dengan Senja. Itu karena efek melihat Ayah dan Mamanya memakai pakaian seperti itu ia pun menghayal kalau Senja juga ada di tengah-tengah Ayah dan Mamanya juga memakai kebaya pengantin.
"Kok melamun sih, bukannya buru-buru bersiap. Kayak kita dong Awan, jangan diam saja. Seharusnya kamu lebih semangat lagi dari kita karena sebentar lagi kamu akan jadi menantu orang kaya. Hidupmu akan berubah Awan semangatlah! jangan loyo kayak gini iya kan Yah," ujar Mama Andin menoleh ke arah suaminya yang sibuk mempoles-poles rambutnya dari tadi.
"Kalian sungguh keterlaluan, kenapa tidak mau mengerti perasaan Awan, Awan tidak mau menikah dengan anak Pak Agung Yah," lirih Awan.
"Jangan membantah dan turuti kemauan Ayah jika kamu tidak mau disebut anak durhaka," ucap Pak Alam memandang sinis ke arah Awan. Dengan terpaksanya Awan memakan baju batik yang biasa di pakainya saat ke undangan sebenarnya ia tidak mau tapi ia takut di katakan sebagai anak durhaka.
"Ya ampun Yah, Awan kok cuma pakai batik sih? Mana jas nya?" tanya Mama Andin histeris.
"Astaga! kita lupa membelikan Awan Ma. Bagaimana ini?" Pak Alam merasa panik karna sudah tidak punya uang lagi buat membeli baju untuk Awan.
"Ya sudahlah gak apa-apa biar aku tampil gini aja, buat apa juga pakai jas segala ini kan cuma makan malam bukan mau pesta ujar Awan penuh percaya diri dengan penampilannya.
"Ini gak lucu Awan, kamu kan yang mau menikah masa cuma pakai begituan pokok nya kamu harus pakai jas seperti Ayah biar tampak kompak dengan Ayahmu," timpal Mama Andin.
"Kemana lagi kita mau beli Ma, duit dari mana?"
"Tunggu bentar Mama mikir!" ujar Mama Andin mencari solusi.
"Hem, Mama lupa kalau di butik sebelah kampung kita ada tempat sewa baju. Mama kesana dulu ya Yah, ayo Awan kita pergi!" ajak Mama Andin langsung menarik tangan Awan.
"Gak mau Ma, Awan gak mau sewa baju hanya karena acara yang tidak penting ini," lirih Awan menolak.
"Kamu harus mau, ayo cepetan!" Mama Andin menyeret Awan.
"Aduh Mama lepas! ih bikin malu saja, dasar orang tua aneh kalian memaksa terus kerjaannya!" gerutu Awan.
"Jangan ngeyel kamu Awan, cepetan! ini perintah Mama mau jadi anak durhaka kamu! melawan terus?" cetus Mama Andin selalu mengancam lagi.
"Mama plis, Awan malu Ma, lihat kelakuan kalian yang berpura-pura jadi orang kaya itu," lirih Awan merasa jengkel.
"Awan ...!" bentak Mama Andin.
Sontak Awan kaget dan terdiam tiada pilihan lain lagi selain mengikuti kehendak Mamanya. Ia pun pergi ke butik ujung kampung mereka.
Beberapa saat kemudian mereka sudah kembali ke rumah. Pak Alam tampak tersenyum melihat anak dan istrinya sudah di depan rumah. Ia kagum melihat penampilan Awan yang di luar dugaan itu, ia tampak gagah perkasa memakai kemeja di lengkapi dengan jas persis CEO yang kaya raya yang sering ia lihat di film-film.
"Wah, Alam. Kamu tampan sekali, Ayah bangga padamu," puji Pak Alam sambil memperhatikan sekujur tubuh anaknya.
"Iya dong, siapa dulu Mamanya," sambung Mama Andin tidak mau kalah ikut menyombongkan diri.
"Hem, Ayahnya aja tampan apalagi anaknya," Pak Alam menimpali ikut membanggakan dirinya.
"Yuk, kita berangkat ini baru kompak. Mana Taksi yang kau pesan kenapa belum sampai?" tanya Mama Andin pada suaminya.
"Sudah di perjalanan kok Ma, ayo Awan kita tunggu Taksi di depan aja."
Awan menarik napas dalam dan menghembuskannya secara kasar, ia hanya bisa menurut dan ikut apapun kemauan Ayah dan Mamanya. "Nasib, nasib kenapa aku punya orang tua seaneh begini Tuhan?" lirih Awan dalam hatinya.
Pak Awan menelpon sahabatnya kalau mereka akan segera tiba di rumahnya.
Di tempat lain Mama Lita dan Pak Agung tengah sibuk mempersiapkan diri mereka juga untuk menyambut kedatangan calon besan yang merupakan sahabatnya itu. Mereka juga sudah siap dengan jamuan untuk keluarga Pak Alam.
Senja yang sedang meratapi nasibnya masih di kamar enggan untuk keluar sejak semalam. Air matanya terus saja mengalir karena ia tidak mau di jodohkan dengan sahabat Papanya karena ia sudah punya pacar dan ia sangat mencintai pacarnya.
Terdengar suara Mama Lita terus memanggilnya dan merayu-rayunya agar mau keluar. Tapi, Senja tetap tidak mau keluar.
Azan telah berkumandang berarti sebentar lagi malam akan tiba. Saat itulah keluarga Pak Alam akan datang. Mereka sudah tampak tidak sabar untuk segera datang dan bertemu calon besan. Lain halnya dengan Awan yang tampak tidak tenang ia tampak murung, mau melawan tiada berdaya kemauan orang tuanya harus dituruti. Tidak lama kemudian, mereka pun telah sampai depan rumah Pak Agung.
"Yah, apa ini benar alamat rumahnya? gimana kalau kita nyasar, kita tidak punya ongkos lagi buat bayar Taksi lho," ujar Mama Andin setengah berbisik pada suaminya.
"Iya, benaran kok ini rumahnya. Ayah gak mungkin salah," sahut Pak Alam menyakinkan istrinya.
"Hah, berlagak seperti orang kaya, ongkos Taksi saja tidak punya gimana sih kalian!" ledek Awan sambil tertawa.
"Hus ... diam kamu Awan!" bentak Mama Andin.
"Ntar kedengaran Pak Agung dan keluarganya bisa malu kita. Asal bicara saja moncongmu itu, Mama sodok baru tau rasa," omel Mama Andin merasa geram pada Awan yang meledek.
Awan menelan liur dan membuang muka malasnya. Ia merasa malu punya ayah dan ibu seorang penipu.
"Permisi, Assalamualaikum Agung ...! kami sudah datang," seru Pak Alam.
Mama Andin tampak tersenyum. Berharap akan segera di bukakan pintu tapi lama mereka menunggu dan telah memanggil bahkan menggedor juga. Tapi, tidak juga di bukakan pintu. Ia pun memasang wajah cemberut dan kecewa.
"Dasar kampungan kalian! gaya orang kaya tapi, tidak tau cara bertamu di rumah orang kaya. Sekeras apapun kalian berteriak tidak akan ada yang mendengar," Awan segera memencet Bel yang terpasang di dinding rumah mewah itu.
Beberapa saat kemudian, seseorang pun membuka pintu untuk mereka.
"Mari silahkan masuk Pak, Buk, Aden," ucap seseorang yang mungkin itu ART di rumah itu, ia mempersilahkan mereka semua masuk.
Mama Andin dan Pak Alam bergandengan tangan mereka mengikuti perempuan setengah baya itu. Mereka di suruh duduk di ruang tamu dulu sambil menunggu Pak Agung dan Bu Lita yang masih di dalam.
"Tuan dan Nyonya masih di dalam Ibu dan Bapak menunggu saja dulu di sini sambil minum," ujar perempuan setengah baya itu. Lupaya di meja sudah tersedia minuman untuk mereka. Mereka pun di suguhkan minuman oleh perempuan setengah baya itu.
Di kamarnya Senja masih sugukan. Berkali-kali di rayu Mama Lita untuk segera keluar, tapi ia masih belum mau keluar. Mama Lita sudah panik karna tidak enak sama keluarga Pak Alam yang sudah menunggu di depan. Akhirnya Pak Agung yang bertindak ia menggedor pintu kamar Senja sekuat mungkin, karna sudah panas hati melihat Senja yang begitu keras kepala gak mau mendengar ucapan mereka.
"Kamu jangan bikin malu keluarga Senja, Papa dan Mama tidak akan memaksa kamu kalau kamu memang tidak mau di jodohkan. Papa cuma ingin kamu hadir dan menemui keluarga Pak Alam saja. Jika tidak mau, kami tidak akan memaksa!" seru Pak Agung.
"Iya Senja, di depan sudah ada mereka. Kita tidak enak kalau tidak menemui mereka tanpamu," sambung Mama Lita.
"Beneran kalian gak akan memaksa?" tanya Senja masih sugukan.
"Iya benaran Nak, ayo buka pintunya!" Pinta Mama Lita dengan lembut agar Senja luluh.
Senja membuka pintu kamarnya dengan pelan ia melihat Papa dan Mamanya dengan tatapan ragu.
"Ayo Senja tunggu apalagi?" ajak Mama Lita.
"Mama dan Papa duluan aja, Senja mau nenangin diri dulu Senja malu harus keluar dengan kondisi masih berantakan," ucapnya.
"Ya ampun Senja, harus berapa lama lagi mereka akan menunggu kita, gak enak sama tamunya," ucap Mama Lita.
"Bilang saja, Senja belum siap gampang kan?" sahut Senja tidak mau tau.
Pak Agung dan Mama Lita saling pandang memandang.
"Ayolah Pa, kita keluar dulu biar Senja menyusul," ajak Mama Lita pada suaminya.
"Ya sudah ayo, gak enak kita sudah di tunggu. Senja, kamu nyusul belakangnya. Jangan sampai gak keluar loh kamu, itu tidak sopan tidak menghargai tamu namanya. Mau tidak mau, ya harus temui gak enak juga sama keluarga Pak Alam jauh-jauh sudah datang ke sini," ujar Pak Agung panjang lebar.
"Iya Pa, duluan aja ntar Senja menyusul," sahut Senja masuk kembali ke kamarnya sambil berbenah diri.
Pak Agung dan Mama Lita pun menemui keluarga Pak Alam di ruang tamu.
"Maaf sudah menunggu lama," ujar Pak Agung sungkan.
"Iya tidak apa-apa kok Gung, hajat kami datang kesini cuma ingin bersilaturahmi saja kok, sekalian akan memperkenalkan anak kami Awan, pada Pak Agung dan Bu Lita," ujar Pak Alam langsung memulai.
Mama Lita menoleh ke arah Awan yang juga menatap kearah Mama Lita.
"Apa kabar Awan?" ucap Mama Lita sambil bersalaman dengan Awan.
"Kabar baik Tante," sahut Awan sambil tersenyum ramah pada Mama Lita.
"Jadi ini yang namanya Awan, tampan juga anaknya," puji Mama Lita melirik suaminya.
Awan menunduk malu mendengar pujian Mama Lita.
Selanjutnya Mama Lita bersalaman dengan Mama Andin mereka tampak akrab Mama Andin terseyum menyambut ramah istri sahabat suami itu.
"Lama suami kita bersahabat baru kali ini mereka memperkenalkan kita Jeng," ujar Bu Lita.
"Iya Jeng, ternyata Mas Alam benar. Istri Mas Agung sangat cantik baru ini bisa lihat secara nyata. Selama ini cuma taunya di foto," ucap Mama Andin terseyum.
"Hem, Jeng Andin juga cantik kok," ujar Mama Lita.
Keduanya saling memuji. Sedangkan Pak Alam dan Pak agung saling bercerita juga. Awan yang tidak ada lawan untuk mengobrol hanya diam mendengar orang tuanya saling mengobrol.
Tetapi dalam hati Awan selalu mencibir ia tidak suka berada di situ lama-lama. Mudah-mudahan aja anaknya itu gak ada dirumah, biar aku bisa keluar saja. Buat apa juga di sini gerah dan suntuk banget, ujar Awan dalam hatinya.
Awan berbisik dengan mamanya kalau ia ijin keluar sebentar. Sontak Mama Andin memijak kaki Awan, agar tidak berbuat konyol seperti itu.
"Apa kamu tidak tau aturan yah, acaranya belum aja selesai sudah mau keluar," bisik Mama Andin memanas.
"Tapi Awan ge ...," Awan berhenti berbisik saat melihat siapa yang datang.
Suara langkah seorang datang dari kamar atas ia melangkahkan kakinya dengan pelan dengan pandangan di depan. Awan ikut terpukau dengan berpenampilan anggun namun sederhana itu dialah putri Pak Agung, yang bernama Senja.
"Senja?" ucap Awan seolah tidak percaya apa yang diihatnya.
"Senja?" Mama Andin bingung mendengar Awan menyebut sebuah nama itu.
"Kamu mengenalinya Awan?" tanya Mama Andin pada anaknya.
"Kalau dia orangnya Awan mau di jodohkan Ma," ucap Awan semangat. Ia langsung bangun dan menatap Senja.
Senja ikut histeris melihat Awan.
"Mas Awan ternyata kamu orangnya?" serunya histeris.
Keduanya sama-sama terseyum ternyata mereka tidak salah menjalani hubungan selama ini karena mereka ternyata akan di jodohkan. Ternyata Senja adalah wanita yang akan di jodohkan dengan nya Awan merasa senang, Senja pun mengalami hal yang sama.
"Aku tidak menyangka kalau anak Pak Alam ternyata kamu," ucapnya Senja bahagia.
"Aku juga tidak menyangka kamu anak nya Pak Agung itu Sayang, selama ini aku tidak tau ternyata kamu yang dimaksud Ayah. Kalau dengan kamu tentu aku mau dengan senang hati aku mau banget," ujar Awan sambil tersenyum.
Keduanya saling menatap satu sama lain cuma mereka yang tau apa yang sedang terjadi di dalam hati mereka masing-masing saat itu. Sedangkan orang tua mereka saling berpandangan mereka juga bingung melihat anak mereka ternyata sudah saling mengenal bahkan tampak sangat akrab bahkan sudah menjalani hubungan khusus.
Pak Alam memandang dengan senyum manisnya di dalam hatinya penuh dengan kebahagiaan karna ia tidak akan susah payah lagi memaksa Awan.
Ini sebuah keberuntungan yang di luar dugaan aku sangat senang. Awan sebentar lagi kamu akan jadi orang kaya, batin Pak Alam sambil menghayal kalau Awan jadi seorang CEO di perusahaan Pak Agung.
"Yah, itu di ajak ngobrol sama Pak Agungnya kenapa senyum-senyum sendiri?" ucap Mama Andin tiba-tiba.
Pak Alam tersentak dari lamunannya ia pun merasa malu karna ketahuan melamun.
"Aku tidak menyangka kalau anak kita sudah saling mengenal," ujar Pak Agung.
"Itu dia yang aku rasakan juga. Sekarang tunggu apa lagi. Kita tetapkan tanggal nya saja," timpal Pak Alam.
"Ayah ...!" Mama Andin memukul kaki suaminya.
"Loh kenapa kamu tidak suka? Bukan kah lebih cepat itu lebih baik bukan iya kan Gung?" tanya Pak Alam dengan raut berseri-seri.
"Hahaha iya Lam, kalau dari kami berdua tinggal menunggu keputusan dari Senja saja. bukan begitu Ma," ucap Pak Agung meminta pendapat istrinya.
"Iya benar Pa, samua nya tergantung pada Senja." Mama Lita menimpali.
Senja yang mendengarkan obrolan orang tuanya hanya diam sambil tersenyum menatap Awan yang juga diam sibuk dengan pikirannya.
"Kita tanyakan saja sama mereka berdua," ujar Mama Lita memberi pendapat.
"Iya itu benar," sahut Mama Andin merasa senang. Tidak ku sangka urusannya bakal semudah ini, batin Mama Andin merasa bahagia.
"Bagaimana Awan apa kalian sudah siap untuk melakukan pertunangan," tanya Pak Agung dengan mantap.
"Hem, kalau saya tergantung sama Senja saja," ujar Awan terseyum. Senja menatap kedua orang tuanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!