“Kau terluka!”
Itulah kalimat samar yang pertama kali kudengar dari seorang gadis yang menyelamatkan diriku yang memiliki lebam, luka gigitan, sayatan dan kaki kiri yang patah sehingga terlihat lemas saat merangkak di jalan tepi sungai pada sebuah desa.
Gadis yang memiliki simpati dengan kondisi tubuhku itu langsung mencoba mengangkat tubuh beratku yang tidak mampu berdiri lagi.
Namun beberapa kali mencoba dari nafasnya yang berat dan terengah-engah sepertinya di tidak sanggup mengangkat tubuhku.
“Ayah!” teriak gadis itu memanggil ayahnya yang sedang mengambil beberapa tanaman di sebuah kebun kemudian menjatuhkannya begitu saja saat berlari ke arahku.
Dibantu dengan gadis itu si ayah mengangkat tubuhku yang tergopoh-gopoh tak berdaya menuju sebuah rumah kecil miliknya yang memiliki sebuah klinik kecil di dalamnya.
“Karen! cepat buka pintu kliniknya!” Kata sang ayah memerintah anaknya yang bernama Karen sembari menambah kecepatan saat membopong tubuhku.
Saat melewati pintu masuk yang dibukakan oleh gadis bernama Karen, sosok wanita yang terlihat seumuran dengan ayah Karen ikut masuk pada klinik kecil itu.
“Ambil peralatan ayah!" Ayah Karen memerintah kemudian membaringkan tubuhku pada matras pasiennya yang terlihat kusut dan lusuh.
Si ibu dibantu dengan Karen pun tak lama kemudian mengangkat satu baskom penuh air hangat dan meletakkannya tepat disebelah diriku yang berbaring.
Betapa sibuknya satu keluarga itu hanya untuk membantu tentara bayaran yang baru saja selesai melakukan misi genosida pada sebuah desa negeri tetangga yang letaknya berada pada perbatasan negara seperti aku.
Sebenarnya misi itu tidak sepenuhnya selesai karena saat itu aku melarikan diri sebelum tim tentara bayaran kami menghabisi semua orang pada desa itu.
Apa yang telah aku lakukan, kalimat seperti itu muncul pada otakku yang menyesali kehidupan pilihanku karena terjebak godaan uang banyak sampai-sampai rela bekerja menghabisi satu desa tak berdosa dengan alasan genosida.
Aku pun memilih melarikan diri dari misi itu dan dengan beruntung sampai sekarang tidak ada yang menyadarinya, berkat diriku yang sudah berminggu-minggu lari sembari bersembunyi melewati lembah, hutan dan sungai agar tak ketahuan dari rekan-rekanku.
Akhirnya setelah terjatuh, digigit hewan buas dan tanpa makanan di hutan aku akhirnya tiba pada desa kecil di pinggiran sebuah negeri tempat kelahiran ku dulu dan diselamatkan satu keluarga kecil ini yang memiliki klinik pribadi.
Ayah gadis bernama Karen itu sepertinya seorang dokter terlihat dari setelan pakaian serta keahliannya saat merawat aku dengan begitu lembut dan teliti untuk menyelamatkan nyawaku.
Aku mengira setelah menyelamatkanku mereka akan keberatan membiarkan diriku tinggal di rumah mereka setelah aku memberi penjelasan tentang siapa sebenarnya diriku dan kenapa aku melarikan diri hingga tiba pada desa bernama Fin ini.
Namun ternyata dengan alasan melindungi diriku dari rekan-rekanku yang diluar sana mungkin mencari keberadaan Keluarga Karen menyuruhku tinggal sementara ditempat mereka dan menjadikan aku asisten sang ayah sampai aku memiliki pekerjaan pribadi dan bisa hidup mandiri.
Karena aku tidak memiliki identitas tetap yang asli dan memiliki berbagai nama saat menjadi tentara bayaran, keluarga Karen pun aku bebaskan untuk memberikan nama untuk memanggilku dan Karen anak semata wayang mereka pun memberikan nama Rene padaku.
"Apakah ada sebuah arti dari nama Rene?" Tanyaku dengan senyuman saat sedang memetik tomat pada kebun Karen setelah tinggal hampir setengah tahun dengan mereka.
Karen bergumam saat tangan-tangan putihnya yang kurus memasukkan perlahan tomat-tomat itu kedalam keranjang.
"Saat kecil aku memiliki teman bernama Rena, gadis seumuran aku yang sempat tinggal desa ini" Karen memberhentikan sebentar perkataannya saat memberikan sebagian tomat pada keranjangnya yang penuh pada ibunya yang sedang memetik tomat juga.
"Dia pindah saat kelas 3 SD, entah kenapa saat melihatmu aku teringat dia" Karen menoleh ke arahku sembari menepuk-nepuk seragam putih abu-abu SMA miliknya.
"Karena kau laki-laki jadi aku merubahnya sedikit dari Rena menjadi Rene" setelah mengatakan itu Karen tersenyum hangat dengan begitu manis padaku dan kusadari jika hatiku berdebar saat melihatnya.
Karen yang sekarang kelas 1 SMA hanya lebih muda dua tahun dariku yang tidak pernah sekolah karena hanya ikut latihan sebagai militer sejak diadopsi oleh organisasi tentara bayaran 'Larc' tempat aku tinggal.
Karena umur kami tidak jauh berbeda tanpa sadar aku sudah sangat dekat dengan Karen, kami bermain ke game center bersama, jalan-jalan ketempat kesukaan dan paling sering menonton serial kartun gadis penyihir favoritnya di televisi, sehingga akhirnya membuat rasa misterius di hatiku semakin meluap.
Ya, benar, aku jatuh cinta.
Aku tahu jika sekarang Karen adalah gadis yang kucintai dan sudah jelas sampai kapanpun dirinya yang aku cintai dan keluarganya yang ku sayangi akan ku lindungi selamanya.
***
Aku menjinjing kantung plastik berisi obat-obatan yang aku beli pada pusat Kota Bernama South Java malam ini karena membantu ayah Karen yang kehabisan stok dan saat ini sedang menungguku di desa.
Setelah agak lama berjalan kaki aku pun tiba di desa dan langsung menuju rumah keluarga Karen, namun seketika aku membisu dan hanya bisa terpaku saat menatap pada teras rumah itu ketika sadar jika jendela rumah gadis itu ternyata terbuka lebar dan seakan memancarkan suasana suram yang sunyi dan hening.
Perasan tidak enak akhirnya muncul dari dalam batinku ngga membuat diriku berlari cepat untuk masuk ke rumah sederhana itu, cemas dan panik pun muncul pada pikiran juga perasaanku dan semakin menguat ketika mencium aroma yang familiar untukku selama menjadi tentara bayaran.
Bau darah. rumah yang tadinya sangat harum itu sekarang hanya ada bau darah yang memenuhi seluruh ruangan rumah itu sehingga membuat jantungku yang ketakutan terpompa sampai-sampai membuat tanganku gemetaran.
Dan benar, Aku menemukan pemandangan yang paling tidak diinginkan pada ruang tamu rumah itu, karena melihat kedua orang tua Karen tergeletak bersimbah darah dengan penuh luka tusuk.
Sembari mengusap keringat dingin pada dahi aku kemudian memutar kepala untuk segera mencari Karen, kemudian berlari menuju kamar gadis itu dan langsung masuk begitu saja karena tak tertutup dan menemukan tubuh tak bernyawa Karen yang tergantung pada seutas tali tambang yang mencekik lehernya dengan tubuh penuh sayatan serta luka tusuk yang lebih banyak dari orang tuanya.
Bibir dan kakiku tentu saja gemetar, tangisan pada kantung mata ku tak terbendung akibat jiwa yang begitu hancur, diriku yang kehilangan orang-orang yang telah aku anggap keluarga, hanya bisa berlutut dengan kepala yang tertunduk saat menumpuk berbagai perasaan.
“Sial, hal yang tidak kuinginkan terjadi" aku bergumam kemudian menggeram kesal sehingga membuat gigiku mengerat kuat.
Kemarahanku menggerakkan diriku untuk membulatkan keputusan agar melakukan balas dendam dengan membunuh orang-orang yang telah membunuh Karen bersama dengan kedua orang tuanya.
Wargadi desa yang menyaksikan secara gamblang aksi keji itu untungnya bisa memberitahuku ciri-ciri mereka dan mengetahui jenis mobil dan senjata orang-orang itu sehingga dari sedikit informasi yang kudapati dari mereka aku bisa mencari tahu dari mana mereka mendapatkan mobil dan senjata nya, sebagai seorang tentara bayaran mencari hal seperti ini bukan perkara sulit bagiku.
Setelah satu bulan lamanya melakukan pencarian aku pergi kepusat kota south java yang merupakan wilayah kekuasaan para mafia Raven yang ku ketahui telah membunuh Karen.
Selama setengah tahun dengan pengalaman dan mental ku yang sudah terlatih di medan pertempuran aku akhirnya membunuh 12 orang dari 20 dari mereka yang menyerang rumah Karen.
“Ka_kami hanya disuruh!”
Dengan kepala yang bercucuran darah, korban ku selanjutnya berkata tergagap saat menjawab pertanyaanku yang ingin mengetahui apa motifnya membunuh Karen.
“Siapa yang menyuruh?" aku bertanya lagi kemudian kembali memukul kepalanya dengan sebilah balok panjang nan tebal.
Korban ku mengerang kesakitan kemudian berkata “Keluargaku akan mati jika aku memberitahumu."
"Jawaban yang sama lagi" karena kesal tidak ada petunjuk apapun darinya sama seperti korban-korban sebelumnya aku pun mengakhiri hidupnya dan dengan bertubi-tubi menghantamkan balok ke kepalanya sampai dia mati dengan kepala yang hancur.
Aku pun menggunakan kebiasaan ku untuk menggantung tubuh mereka karena akibat saat itu Karen juga digantung secara sadis oleh mereka.
Setelah kejadian itu aku pun kembali mencari pelaku selanjutnya, namun naas ditengah rencana yang telah aku susun, aku menjadi tupai yang terjatuh karena polisi telah mengetahui posisiku dan tepat hari itu aku yang terkecoh dengan strategi anggota mafia Raven terjebak pada gedung organisasi mafia Raven yang telah kosong dan mereka pun berada diluar gedung semua dan memanggil polisi untuk menangkap ku.
“Menyerah lah Rene kau tidak bisa ke mana-mana” dari luar sana aku mendengar suara dalam nana berat seorang polisi melalu pengeras suara yang mencoba mengintimidasi ku.
“Kau sudah terkepung” polisi itu melanjutkan, aku yang penasaran dengan perkataan polisi itu langsung memastikan untuk mengintip melalui jendela dan menemukan jika puluhan orang juga belasan mobil polisi dengan kelap-kelip yang menyilaukan mata sudah mengelilingi ku.
Mungkin sudah seharusnya aku mengalah dan mengakhiri tindakan yang telah membuat diriku sudah dicap sebagai pembunuh berantai seperti yang dikatakan oleh pembawa berita pada televisi yang masih berbunyi disekitar gedung ini.
Arwah Karen juga kurasa akan kecewa jika tahu tindakan yang aku lakukan ini.
Lagi pula orang-orang yang jelas masuk Ke rumah dan membunuh Karen sekeluarga sebagian besar telah aku bunuh.
Segera aku memutuskan untuk mengakhiri semuanya kemudian mengangkat kedua tangan untuk menyerahkan diri dan memunculkan diri dari balik jendela tanpa tirai yang ada di belakangku.
Tetapi baru saja sedikit kepalaku muncul saat mulai berdiri, aku langsung bisa merasakan jika ada sebuah peluru yang melesak masuk kedalam kulit kemudian tengkorak dan menghancurkan otakku kemudian seketika membuat seluruh penglihatan ku menjadi gelap.
Akibat tembakan yang ku tebak berasal dari ahli sniper para polisi tadi, saat ini aku hanya bisa melihat pemandangan gelap dari sebuah tempat yang aku yakini sebagai transisi untuk diriku menuju alam abadi setelah kematian.
.
.
.
"Rena”
Namun, beberapa saat kemudian secara misterius aku mendengar ada suara pelan seorang gadis yang seakan memanggil diriku dan menggema diantara kegelapan pekat yang ada di hadapanku.
"Rena"
Aku coba mendengarkan sekali lagi suara gadis itu dengan seksama, dan mengetahui jika nama yang gadis itu panggil bukanlah namaku melainkan sebuah mama yang sama dari seorang teman masa kecil Karen.
Sekejap dalam pandangan gelap gulita muncul gambaran-gambaran ingatan pertarungan melawan mahluk berukuran besar dan sosok maskot kecil misterius.
Entah mengapa aku merasa jika sekarang sedang berbicara didalam hati bukannya didalam kegelapan alam baka seperti yang aku kira.
Mataku pun hanya sedang tertutup karena terjebak diantara alam bawah sadar dan kenyataan, terlebih suara gadis yang memanggilku itu benar-benar nyata seperti seorang manusia biasa tidak megah ataupun menyeramkan seperti malaikat yang akan menuntunku ke alam sesudah kematian.
“Rena!”
“Bangunlah"
Suara gadis itu yang tersengal karena terisak sekali lagi muncul dan seakan bersikeras memanggilku meskipun nama yang ia sebutkan salah, aku juga bisa merasakan jika tubuhku di guncang olehnya dengan cukup kuat.
“Aku belum mati...” Aku merasa mulutku terasa nyata menggerakkannya begitu mengatakannya dengan bergumam.
Aku membuka kelopak mata dan terbangun, kemudian langsung mengangkat tubuh untuk duduk di atas aspal jalan raya yang tadi kurasakan menopang punggungku yang berbaring.
Segera mataku berputar memastikan sekeliling dan pertama aku menoleh pada seorang gadis di sebelahku yang duduk sembari mengusap air matanya dan sepertinya dialah yang memanggilku dengan nama yang salah barusan.
“Syukurlah, aku takut kau tidak bangun karena terpental sampai ke jalan raya ini” ucap gadis dengan rambut panjang berwarna putih dengan hiasan kelap-kelip bintang yang tak biasa aku lihat itu yang masih mengusap bola mata merah muda nya yang pada pupil nya terukir pola bintang yang bercahaya.
“Kau siapa?” Aku bertanya saat merasa begitu banyaknya keanehan pada gadis asing yang tak ku kenal itu.
“Hah?” gadis itu memasang ekspresi kebingungan.
“Sudah jelas aku ini Rea” sembari menunjuk dirinya sendiri gadis itu berkata dengan air muka yakin untuk menanggapi perkataanku.
Siapa? Tentu saja aku tidak mengenalnya. Namun gadis dengan tampang yang cantik itu dari wajahnya terlihat sangat yakin mengenal aku meski aku memasang wajah kebingungan dihadapannya.
“Pakaiannya...”
Aku bergumam saat memperhatikan baju yang mirip penari balet dengan warna keseluruhan putih dengan dihiasi sedikit warna pink bersama ornamen-ornamen kerlap kerlip bintang serta kalung kristal yang bentuknya sama dengan rok pendek yang mengembang indah yang gadis itu kenakan.
“Cosplay?” Tanggapan wajar muncul dari mulutku pada malam itu saat melihat penampilan gadis di depanku yang baru saja menangis karena melihat aku bangun.
Selanjutnya aku menoleh lagi ditengah kebingunganku untuk memperhatikan sekitar hingga tanpa sengaja Aku melihat plang sebuah toko dengan alamat yang menunjukkan tulisan Batavia.
Mataku terbelalak semakin tak mengerti karena kenapa bisa aku yang sudah mati di kota South Java berada dan duduk di kota Batavia yang jaraknya sangat jauh.
Aku kembali melihat sekeliling untuk memastikan banyak hal lagi dan ketika mataku terarah pada sebuah kaca etalase toko pakaian di belakangku, meskipun buram aku bisa memastikan jika ada sosok seorang gadis bertubuh mungil dengan rambut pendek berwana biru langit yang ter kuncir dengan pupil mata biru berpola kilauan matahari yang bersinar pada cermin itu.
Aku melambaikan tangan beberapa kali dan gadis dari pantulan cermin itu mengikuti, aku tak sengaja melihat jika telapak tangan yang aku lambaikan terbungkus sebuah sarung tangan lembut dan tebal menyerupai telapak kucing dengan hiasan sayap malaikat pada pergelangan dan gadis pada pantulan cermin itu juga memakai sarung tangan yang sama.
Aku menjadi sangat kebingungan ketika mengetahui fakta jika ternyata tubuh seorang gadis yang aku lihat itu adalah tubuh yang bisa aku gerakkan dan sepertinya aku mengalami reinkarnasi pada tubuh gadis ini setelah mengalami kematian.
“Baju yang sama...” Aku bergumam lagi saat memandangi gaun biru langit putih bersama rok pendek dengan banyak hiasan renda dan ornamen ornamen kilauan matahari dan awan yang dikenakan oleh tubuhku.
Sembari menyentuh pita putih berbentuk awan dengan pelangi pada rambut kuncir dua pendek berwarna biru langit yang senada dengan bajunya, Aku sedikit melirik gadis bernama Rea tadi karena tak menyangka jika aku juga mengenakan pakaian unik seperti gadis itu.
“Ayo kita lari” gadis bernama Rea itu menarik lenganku agar berdiri kemudian berlari menyusuri jalan raya.
Muncul sebuah bunyi jeritan dan dentuman terus menerus dibelakang kami, sembari berlari aku menyempatkan diri untuk menoleh sehingga bisa melihat sebuah monster raksasa seukuran mobil truk berbentuk gurita yang melesat kearah kami.
“Less sebesar itu tidak mungkin bisa kita lawan” kata Rea tanpa menoleh saat berlari.
“Less?” kening ku mengerut menanggapi jenis mahluk yang dikatakan Rea, dan sedikit memelankan langkah karena pikiranku mencerna hal asing yang dikatakannya.
“Dia mendekat” Rea menarik lenganku semakin kuat dengan nada membentak.
“Ayo cepat!”
Namun sialnya monster yang disebut Less itu sekejap telah mencapai belakang punggungku dan menghantamkan salah satu tentakelnya ke aspal begitu kuat sehingga membuat aku dan Rea terpental ke bahu jalan dan seketika membuat sebagian jalan raya nya hancur berhamburan.
Diantara hujan pecahan aspal dan debu yang menyeruak dengan mata menyipit aku mampu melihat jika dari kejauhan ada sekitar 4 sampai 5 gadis yang berpakaian sepertiku mendekat dan menyerang mahluk bernama Less itu dengan sinar-sinar yang mirip seperti sihir pada film-film fantasi.
“Sepertinya tidak ada pilihan lain selain membantu mereka" Rea merasa lega saat bantuan datang, Rea pun bangkit setelah mengalami hantaman tadi, kemudian dia ikut menyerang dengan tongkat yang memiliki ujung berbentuk bintang kemudian menembakan sinar putih yang membuat Less itu menjerit kesakitan, sembari menoleh pada Rea pun berteriak padaku "Rena! bantu kami!”
“Gunakan sarung tangan sihirmu”
Rea menunjuk kearah sarung tangan yang aku kenakan.
“Sarung tangan?” tanyaku saat kembali berdiri setelah berbaring.
“Sepertinya benturan tadi membuatmu lupa banyak hal” Rea menghela nafas dan sesaat menghentikan serangan dan mendekat padaku.
Rea menggenggam telapak tanganku yang terbungkus sarung.
Sambil menatap mataku, Rea berkata “Bayangkan senjata apapun yang mampu melawannya dengan menjadikan sarung tangan ini perantara.”
Aku mengangguk karena langsung memahami instruksi Rea, dan membayangkan sebuah AK-47 senjata favorit ku saat menjadi tentara bayaran, kemudian menguatkan imajinasiku pada sarung tangan itu sehingga membuat sarung tangan tersebut memancarkan cahaya biru yang terang bersama simbol matahari.
Sesaat kemudian senjata AK-47 pun muncul di telapak tanganku.
Kostum imut, alat sihir dan kekuatannya, aku tersenyum tipis saat tahu sering melihat hal-hal semacam ini saat menonton acara kartun di televisi bersama Karen.
Benar, gadis penyihir!
Aku memandang riang gadis penyihir lain dengan pakaian lucu yang sedang terbang di langit ketika menyerang Less dengan sihir itu, kemudian terperangah karena tak percaya bisa melihat gadis penyihir di dunia nyata sekaligus hidup kembali menjadi gadis penyihir.
Seringai lebar otomatis muncul pada wajahku saat menembaki Less itu karena terpukau melihat peluru beruntun yang menjadi besar dan bercahaya karena sihir saat aku menembaki Less nya.
Cahaya seperti laser, hentakan pukulan, tebasan pedang yang bercahaya, panah yang bersinar dari para gadis penyihir semuanya juga muncul bersama tembakan senjata api AK-47 dengan energi sihir yang mengeluarkan cahaya dari setiap peluru milikku menghujam cepat tubuh Less raksasa berbentuk gurita itu dan hampir membuatnya goyah.
Tetapi selama dan sebanyak apapun diserang Less raksasa itu hanya tersungkur, sesaat kemudian kembali bangkit dan semakin mengamuk, 5 gadis penyihir lain yang ikut menyerang bersama aku dan Rea menghindar, sehingga susunan serangan kami menjadi buyar dan menguntungkan Less Raksasa itu untuk kembali menyerang dengan hempasan tentakelnya yang juga mengeluarkan cahaya penghancur.
Aku yang baru saja menjadi gadis penyihir beberapa menit yang lalu tentu saja kewalahan dengan amukan monster raksasa itu, karena tidak tahu harus melakukan apalagi aku melirik Rea serta para gadis penyihir lain yang ikut menyerang bersamanya, dan paham jika mereka mengganti variasi serangan yang lebih ajaib.
Namun belum sempat mengikuti mereka untuk mengganti serangan dengan cara menciptakan senjata lain, Less raksasa itu langsung dikalahkan namun yang mengakhirinya seorang gadis penyihir dengan kostum gaun yang memiliki armor seorang kesatria abad pertengahan yang baru saja tiba dan terjun untuk memberikan serangan tebasan pedang pamungkas langsung pada kepala Less nya.
Aku hanya bisa terperangah menyaksikan karisma gadis penyihir yang baru saja mengeluarkan serangan dan seketika mengalahkan Less raksasa itu dan dengan tenang menyarungkan pedangnya dengan elegan.
“Yap benar yang bisa mengakhirnya hanya Gadis Penyihir Pedang” salah satu gadis penyihir di sebelahku berkata dengan nada kesal kemudian langsung berbalik meninggalkan medan pertempuran.
Less yang tumbang itu pun langsung lenyap dengan menjadi debu-debu yang bersinar jalanan dan bangunan-bangunan yang rusak karena Less itu pun dengan ajaib kembali seperti semula seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
Aku menggeleng tak percaya karena melihat hal ajaib seperti itu serta hal ajaib lain ketika senjata yang aku ciptakan dari sarung tangan tadi menghilang perlahan seakan-akan menandakan jika pertempuran berakhir.
Rea pun mengajakku pulang saat itu kebetulan karena ingin mencari tahu lebih dalam siapa 'Rena' dan apa itu gadis penyihir, aku pun menurutinya dan pulang bersama.
Entah mengapa saat berjalan ingatan Rena yang asli membaur dengan ingatan asli ku sehingga membuatku tanpa sadar hafal dengan jalan menuju rumah Rena.
Setelah berpisah dengan teman Rena yang bernama Rea itu di depan gerbang rumah kecil yang tampak sangat sepi dengan lampunya yang tak dihidupkan meskipun malam ini, aku pun langsung masuk dan menemukan suasana sunyi tanpa bisa merasakan kehadiran manusia di rumah itu.
Karena kelelahan aku pun tidak sempat berpikir kenapa rumah gadis bernama Rena ini sepi dan langsung berjalan menuju sofa yang terlihat empuk didepan mataku.
"...menjadi gadis penyihir yang sangat disukai Karen" Aku yang setengah mengantuk mengoceh, dan tersenyum saat teringat wajah Karen yang selalu bahagia saat melihat gadis penyihir.
“Selanjutnya apa yang akan kulakukan dengan tubuh gadis penyihir ini?” setelah mengakhiri ocehan sendiri itu aku tertidur lelap pada sofa di ruang tamu rumah Rena itu.
***
Aku masih mengenakan kostum gadis penyihir saat terbangun pada pagi hari dan dari dalam ruang tamu itu aku berjalan keluar pintu rumah dengan masih mengenakan kostum gadis penyihir karena ingatan Rena tentang bagaimana cara menghilangkan kostum gadis penyihir ini agar kembali ke wujud gadis manusia biasa tidak muncul di kepalaku.
Belum sempat mencari tahu tiba-tiba dari langit muncul gadis penyihir dengan kostum bintangnya yang familiar saat terbang kemudian memilih turun mendarat untuk mendekatiku setelah menyapa.
Entah mengapa aku merasa akan direpotkan kembali karena bisa membaca niat Rea yang sedang dalam wujud gadis penyihir itu dan sudah jelas mau mengajakku mengalahkan Less lagi hari.
Padahal hari ini aku masih ingin memahami lebih dalam tentang kehidupan Rena yang asli dirumahnya ini.
Rea tersenyum saat memperhatikan lekat diriku yang masih dalam wujud gadis penyihir, Rea kemudian berkata yakin “Rena sudah siap bertempur rupanya.”
Aku menanggapi dengan melirik sekujur tubuhku sendiri yang belum menemukan cara untuk kembali ke wujud semula kemudian berkata jujur “Tidak , aku hanya tidak tahu cara kembali seperti semula.”
“Ha? Kau itu sudah hampir satu tahun menjadi gadis penyihir Rena!” Rea yang aneh dengan perkataanku berkata dengan nada tinggi bersama wajahnya yang kebingungan.
“Saat terlempar oleh Less gurita kemarin beberapa ingatanku sepertinya benar-benar menghilang" Aku berdalih agar Rea bisa menjelaskan cara kembali ke wujud semula padaku.
"Oke" Rea menanggapi dengan anggukan kuat dengan air muka percaya pada perkataanku.
"Setelah bertarung, aku akan jelaskan bagaimana kembali ke wujud semula" dengan segera Rea pun menarik kuat lenganku.
“Ayo Rena, ikut aku, katanya ada Less raksasa di sekitar sini.” kata Rea lagi sembari berlari dengan diriku dibelakangnya yang sedeng mengikuti.
"Itu dia" Tunjuk Rea pada sebuah tower dan langsung melompat untuk mulai menyerang Less itu tanpa pikir panjang.
"Baiklah ayo kita serang juga sebelum mereka menemukan manusia!" Teriak beberapa gadis penyihir lainnya yang kudengar serentak saat menghampiri Less raksasa berbentuk lebah itu.
"Ayo Cepat Rena!" Rea melambaikan tangan padaku sebagai aba-aba agar ikut menyerang. Aku tidak ada pilihan lain selain mengikuti perintah Rea dan ikut bertarung melawan Less, sembari membayangkan senjata pada sarung tahan sihir.yang berbentuk kucing.
Dari yang kulihat, cukup banyak gadis penyihir disini, ada sekitar 10 gadis penyihir yang secara kebetulan ikut menyerang Less yang jadi incaran aku dan Rea.
"Gadis Penyihir Pedang ada pertarungan di tempat lain hari ini, jadi jangan khawatir direbut" Kata seorang gadis penyihir berkostum koboy yang menyerang dengan revolver sihirnya.
Aku pun tertantang karena melihat semangat membara para gadis penyihir saat menyerang Less berbentuk lebah itu, karena itu aku menggunakan 100% kekuatanku karena tidak mau kalah.
Aku menggabungkan pengalamanku yang sering bertarung sebagai tentara bayaran sampai menjadi pembunuh berantai, dengan mencampurkan sedikit pengalaman menjadi gadis penyihir kemarin malam sehingga membuatku dengan cepat beradaptasi dan seketika menjadi lincah, cepat dan kuat demi mengalahkan Less di hadapanku.
Dengan waktu yang singkat aku pun mengalahkan Less itu duluan disaat para gadis penyihir lain sedang terdiam karena melihat aksiku yang membuat mereka terpana.
"Itu Rena kan?"
Kata salah satu gadis penyihir di sekitar sana sembari melirik bingung ke arahku.
"Yang sering menangis itu?" Seorang gadis penyihir lainnya menambahkan.
"Sial! dia yang mendapatkan Less raksasanya" Gadis penyihir berkostum koboy mengumpat ketika melihat Less lebah raksasa di hadapannya sudah menjadi debu.
"Selamat 10.000 Hope Point Telah Terkumpul"
Setelah suara dengan bunyi seperti itu terdengar di sekitarku setitik cahaya pun muncul tepat di hadapanku dan berubah menjadi sebuah benda yang mirip seperti handphone dengan desain yang lucu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!