"Mei, Meizura. Kau mau kemana?" Eliana sahabat dekat Meizura berlari mendekati gadis itu. Meizura menghentikan langkahnya dan menoleh dengan senyuman manisnya.
"Aku harus pulang. Ayahku sepertinya ingin bicara serius denganku."
"Kau yakin itu ayahmu yang mengirim pesan padamu?" tanya Eliana dengan wajah nyinyirnya. Dia sudah hapal dengan semua drama di keluarga sahabatnya itu.
"Tentu saja," jawab Meizura dengan masih memasang senyum cantiknya. Eliana berdecak kesal. Meski pintar, tapi Meizura itu terlalu naif. Jelas-jelas keluarganya tak pernah menginginkan dirinya. Meizura hanya sering dimanfaatkan oleh keluarga ayahnya itu.
"Kau itu ...! Ku harap kau gunakan kepintaran yang kau miliki itu sesekali. Jangan cuma jadi gadis baik terus. Setiap kau bilang ayahmu meminta kau pulang, kau selalu saja mendapat masalah. Masih belum kapok juga?"
Meizura tersenyum dan bergelayut di lengan Eliana. Sahabat yang tak pernah lelah selalu ada di sampingnya kapan pun dia butuhkan.
"Kan ada dirimu yang bisa menghiburku jika aku bersedih," ujar Meizura sesekali menggosokkan kepalanya di lengan Eliana. Kedua gadis itu pun tertawa.
"Kau persis seperti anak kucing jika begini," kata Eliana. Meizura akhirnya berpamitan pada Eliana. Mereka pun berpisah setelahnya.
Meizura Azalea adalah seorang gadis berusia 25 tahun. Dia anak dari istri kedua Tuan Joseph Hill. Sejak kecil ibu kandung Meizura sudah meninggal, sejak dia dibawa tinggal dengan ayahnya, dia selalu mendapat perundungan dari saudara-saudaranya, lebih tepatnya anak dari istri pertama Tuan Hill.
Meski selalu diperlakukan buruk, Maizura yang memang berhati lembut, tak pernah sedikit pun menaruh dendam. Dia baru saja tiba di kediaman ayahnya. Sebagai informasi, Meizura sudah lama tidak tinggal bersama ayahnya sejak dirinya mulai masuk ke perguruan tinggi. Alasannya dia ingin mandiri. Namun, ada alasan lain yang mendasari kenapa Meizura memilih tinggal terpisah dari ayah kandungnya.
Saat Meizura masuk ke rumah ayahnya, dia di sambut oleh kepala pelayan. Meizura pun tersenyum hangat pada pria paruh baya itu.
"Halo uncle Bill. Di mana ayahku?"
"Tuan belum pulang, Nona. Hanya ada nyonya Ariana dan nona Stella. Mereka ada di ruang keluarga," kata Bill.
"Oh, baiklah. Aku akan menemui bibi Ariana dulu." Meizura masuk semakin dalam menuju ruang keluarga. Dia memang tak pernah memanggil Ariana dengan panggilan ibu. Karena baginya ibu yang dia punya hanya satu, yaitu ibu yang melahirkan dirinya.
Saat memasuki ruang keluarga, Meizura menyapa Ariana dan juga Stella.
"Bibi, Stella apa kabar?"
"Untuk apa kau ke sini?" Sarkas Stella. Gadis itu sangat tidak menyukai Meizura.
"Ayah menghubungiku dan memintaku datang," jawab Meizura.
Tanpa Meizura tahu, Ariana menyeringai tipis. Beberapa hari yang lalu dia dan juga Joseph Hill suaminya sedang pusing karena ditagih hutang oleh tuan Armano Davies. Mereka tidak sanggup membayar hutang yang begitu banyak itu dan kemarin tuan Armano ingin mereka menyerahkan salah satu putri mereka sebagai penebus hutang. Tentu saja Ariana langsung menyetujui syarat yang diberikan oleh tuan Armano.
Awalnya, Joseph menolak permintaan tuan Armano itu. Namun, Ariana berkata jika dia akan memberikan satu anak gadisnya untuk tuan Armano. Ariana berpikir mungkin pria itu butuh sugar baby dan dia sudah punya kandidat yang tepat, yang akan dia berikan pada tuan Armano.
"Apa maksudmu menyetujui keinginan tuan Armano? Apa kau ingin menggadaikan salah satu anak kita?" tanya Joseph kesal.
"Tenang dulu sayang. Kau jangan marah-marah dulu. Tentu saja aku tidak mau anak-anakku menjadi peliharaan si Armano itu. Kau tahu sendiri betapa kejamnya Stevia istrinya, aku tidak mau anak kita hanya tinggal nama."
"Lalu bagaimana kau bisa dengan mudah menyetujui permintaannya, Ariana?" Joseph terlihat sangat emosi, Ariana selalu bertindak semaunya sendiri.
Ariana tersenyum licik. Dia memang tidak berniat menyerahkan kedua putrinya pada Armano, melainkan dia akan mengorbankan Meizura, anak haram suaminya.
"Kau itu tenanglah! Kita masih punya Meizura. Jadi kita berikan saja Meizura pada tuan Armano. Gampang, kan?"
Joseph tampak memikirkan usul Ariana, lalu seulas senyum terbit dari bibirnya. "Kau benar-benar pintar. Baiklah, besok aku akan undang Meizura. Kita akan bicarakan ini dengan dia, nanti."
Dengan ide dari Ariana, Joseph sangat percaya masalahnya telah terselesaikan. Dia juga akan menemui tuan Armano besok. Sebelum dia nantinya bicara pada Maizura.
Saat ini Joseph memasuki rumahnya. Namun, wajahnya tidak sebahagia kemarin karena di belakangnya ada dua bodyguard tuan Armano mengikutinya.
Mereka berdua ditugaskan untuk mengawasi Joseph. Sebelumnya, Armano menyerahkan selembar amplop coklat pada Joseph. Pria berkuasa itu sudah memperingati Joseph agar tidak membuka amplop itu. Amplop itu dikhususkan untuk anak Joseph yang akan jadi penebus hutang.
Meski sangat penasaran dengan isi amplop itu, Joseph benar-benar tak berani mengintipnya. Bisa bisa jika dia lakukan hal itu maka nyawanya terancam.
"Ayah." Meizura terkejut melihat ayahnya digiring 2 orang pria berbadan tegap dan berwajah sangar. Tak hanya Meizura yang terkejut, tapi Ariana dan Stella pun juga sama.
"Me_mei, kau sudah sampai." Joseph tampak grogi melihat Meizura tersenyum padanya.
"Sudah, Ayah. Apa yang ingin ayah bicarakan denganku?" tanya Meizura penasaran.
"Tu_tunggu sebentar." Joseph memberi isyarat agar Ariana mengusir Stella. Karena ini adalah rahasia.
"Stella, pergilah ke kamarmu. Ada urusan yang ingin daddy dan mommy sampaikan pada Meizura."
"Aku juga mau dengar, Mom," rengek Stella.
"Kau tidak boleh mendengarnya atau menguping secara diam-diam. Sekarang, masuklah ke kamarmu!" ujar Ariana tegas, Stella berdiri dan menghentakkan kakinya. Dia menatap Meizura dengan tajam.
"Dasar anak haram menyebalkan." Stella mendengus di dekat Meizura. Dua anak buah Armano menatap Stella dengan tajam. Nyali gadis itu seketika menciut. Dia pergi meninggalkan ruangan itu. Joseph memanggil Bill untuk mengawasi Stella.
Setelah memastikan kondisi aman. Ariana langsung membuka suara. Dia akan membuat Meizura jauh dari dari hidupnya. Hingga nanti hanya anak-anaknya lah yang menguasai seluruh harta keluarga Hill.
"Mei, untuk kali pertama, kami mohon bantuanmu. Selama ini kau sudah kami besarkan hingga sekarang. Kami ingin kau membalas kebaikan kami selama ini," kata Ariana. Meizura mengerutkan alisnya.
"Maksud bibi apa?"
"Begini, Mei. Ayahmu sedang terlilit hutang pada Tuan Armano. Tuan Armano meminta anak gadis ayahmu untuk dijadikan tebusan dan ayahmu memilihmu."
"Ma_maksudnya apa?" Meizura menatap ayahnya dan tak lama Joseph berlutut di depan Meizura.
"Ayah mohon, Mei. Hanya kamu satu-satunya yang bisa membantu, Ayah."
"Tapi, Ayah .... "
"Mei, ayah mohon." Joseph mengatupkan kedua tangannya di depan Meizura. Ariana tersenyum tipis. Dia tahu Meizura pasti tak akan tega melihat ayahnya memohon seperti itu.
"Ayah, aku tidak .... "
...****************...
Meizura menatap ayahnya dengan sendu. Rasanya ini terlalu tak adil baginya. Apakah dia juga yang harus berkorban untuk keluarga yang hampir tidak pernah memikirkan nasibnya?
"Ayah, aku tidak mau," ujar Meizura lirih. Suaranya nyaris tak terdengar karena dia langsung menunduk setelah mengatakan kalimat itu. Ada pergolakan batin dalam diri Meizura. Di sisi lain, dia tidak mau jika hanya dijadikan wanita simpanan. Namun, di sisi lain, dia tak tega melihat ayahnya sampai memohon di hadapannya seperti ini
Joseph tak kehabisan akal. Dia akan bersujud di depan Meizura agar dia bisa segera terbebas dari jeratan hutangnya pada tuan Armano.
"Ayah mohon, kali ini dengan sangat. Selamatkan ayah." Joseph hampir saja bersujud di kaki Meizura. Gadis itu langsung berdiri dan memegangi bahu ayahnya.
"Tidak perlu bersujud padaku, Ayah. A_aku akan jadi penebus hutang untuk kalian."
"Benarkah kau setuju? Kau tidak akan lari, kan?" tanya Ariana memastikan. Wajahnya yang cantik terpoles make up tebal itu tak dapat menyembunyikan raut bahagianya. Meizura merasa miris sendiri dengan nasibnya.
"Jika kau sudah setuju maka kau bisa membuka amplop ini." Joseph langsung menyodorkan sebuah amplop coklat pada Meizura. Tak ada pelukan terima kasih ataupun sedikit rasa simpati pada Meizura. Pria paruh baya itu kelihatan sekali tidak peduli dengan perasaan Meizura.
Meizura membuka amplop itu ragu. Namun, perlahan dia mengambil kertas putih yang ada di dalamnya. Meizura membacanya dengan seksama lalu tak lama tubuhnya terasa lemas.
Kertas itu berisi aturan-aturan dari tuan Armano. Isi dari aturan itu antara lain, Meizura dilarang keras berhubungan dengan keluarga Hill. Kelak dimasa depan dia tidak boleh membantu keluarga Hillapapun yang terjadi. Ada larangan bekerja dan dia juga harus selalu mematuhi aturan yang mereka tetapkan.
"Ayah, tapi ini .... "
"Sudah tanda tangani saja. Mereka nanti akan membawamu pada Armano," ujar Joseph dengan wajah santai. Dia tak tahu isi perjanjian itu. Kelak suatu saat dia akan menyesali keputusannya sendiri.
Meizura akhirnya membubuhkan tanda tangannya. Dua anak buah Armano langsung membawa Meizura pergi. Meizura tak dapat mengelak. Dia menatap ayah dan ibu tirinya dengan sendu.
"Bisakah kita ke apartemenku dulu. Aku ingin mengambil beberapa bajuku," ujar Meizura canggung. Kedua pria berwajah sangar itu pun mengangguk tanpa mengucap sepatah kata pun. Meizura memberitahu alamat apartemennya meski dua pria menyeramkan itu tak berbicara apapun padanya.
Sesampainya di apartemen, Meizura tetap dikawal oleh kedua orang pria tersebut. Meizura merasa seperti tahanan, tapi dirinya bisa apa? Dia sudah menandatangi surat itu yang artinya dia setuju dengan semua syarat dari tuan Armano.
Setelah mengambil beberapa potong baju dan surat-surat pentingnya. Meizura langsung mengikuti dua pengawal tersebut. Selama dalam perjalanan, Meizura tampak melamun menatap jalanan yang dia lewati.
Sebentar lagi hidupnya akan berubah. Semua cita-citanya harus dia tunda atau mungkin bisa saja harus dia kubur dalam-dalam. Meizura tak tahu sudah seberapa jauh mobil mereka berjalan. Yang jelas, kini tak terlihat lagi bangunan-bangunan tinggi seperti sebelumnya. Yang ada hanya rindangnya pepohonan di kanan kirinya.
Saat mobil mulai menapaki jalan yang menyempit, Meizura melihat gerbang besar menjulang. Itu adalah Villa the Davies. Jantung Meizura berdebar keras. Saat mobil kembali bergerak memasuki gerbang, darah Meizura berdesir. Setelah ini kehidupan barunya akan dimulai. Meizura berharap di dalam sana ada kehidupan yang lebih baik untuknya.
Dua pengawal tuan Armano berjalan di depan. Salah satu dari mereka membawakan tas milik Meizura. Seorang wanita paruh baya menuruni tangga dan menatap Meizura dengan tajam.
"Siapa dia?" tanya wanita itu.
"Dia putri dari keluarga Hill. Kami membawanya kemari atas perintah tuan Armano, Nyonya Stevia."
Armano berjalan santai menyusul sang istri tercinta. Dia mengecup puncak kepala istrinya sesaat. Armano melihat penampilan Meizura dari atas hingga bawah. Matanya begitu jeli memindai.
"Siapa kau?"
"Sa_saya, Meizura Azalea, Tuan."
"Maksudku, kau bukan putri Joseph. Yang aku tahu kedua putri Joseph berpenampilan glamour dan tidak sepertimu."
"Ma_maaf, Tuan, tapi aku benar-benar putri Joseph. Aku putri dari istri keduanya. Orang-orang memang tidak tahu pernikahan kedua ayahku."
Mendengar ucapan Meizura, Armano yang semula memasang wajah datar, seketika tertawa terbahak-bahak. Stevia dan Meizura menatap bingung ke arah Armano.
"Dia benar-benar licik," ujar Armano kesal. Mulanya dia ingin menyiksa putri Joseph, tapi melihat penampilan gadis di depannya ini, Armano berubah pikiran.
Salah satu pengawal menyerahkan amplop yang tadi ditandatangani oleh Meizura. Armano melihatnya sekilas lalu memasukkannya lagi ke dalam amplop itu.
"Jika begitu mari kita bicarakan kesepakatan antara kita," ujar Armano. Pria paruh baya yang masih terlihat tampan itu tampak membisikkan sesuatu di telinga istrinya. Tak lama mata Stevia terbelalak.
"Apa kau serius, Honey? Ini sangat beresiko."
"Serahkan semuanya padaku, kau cukup lihat saja. Penilaianku tidak pernah salah." kata Armano lirih hingga Meizura tak dapat mendengar perkataan mereka.
Stevia hanya manut saja pada suaminya. Mereka akhirnya berjalan ke halaman belakang diikuti oleh Meizura.
"Kau sudah terikat dengan surat pernyataan ini. Itu artinya kau harus tutup mulut dan tidak menyebarluaskan apapun yang kau lihat di tempat ini. Atau aku akan membuat perhitungan denganmu, jika kau melanggarnya."
Meizura hanya mengangguk dengan perasaan yang tak menentu. Rasanya ini lebih mendebarkan dari menaiki wahana rollercoaster. Mereka kini menuju ke sebuah rumah yang tak terlalu besar. Namun, sekelilingnya tampak lebih menakutkan. Rumah itu bisa dikatakan berada di pinggir hutan.
"Setelah ini kau harus bersumpah untuk menutup mulutmu. Lalu aku akan mengurus pernikahan ini secepatnya." Armano menoleh dan menatap Meizura dengan tajam.
"Mak_maksudnya pernikahan apa?"
"Kau akan menjadi bagian dari keluarga Davies sebentar lagi."
Kaki Meizura terasa lemas. Stevia secara reflek memegangi pundak Meizura.
"Tenanglah, aku bisa menjamin hidupmu akan jauh lebih baik nanti."
'Jadi aku juga akan dijadikan istri kedua? Kenapa nasibku dan ibu begitu buruk.'
Armano membuka pintu rumah itu. Di dalam sana ada seseorang yang duduk di sebuah kursi roda dan sedang menatap ke luar jendela.
"Liam. Ini Meizura calon istrimu."
Pria yang dipanggil Liam itu memutar kursi roda otomatisnya. Dia menatap Meizura dengan datar. Mata Meizura terbelalak kaget.
"K_kau masih hidup?" tanya Maizura tak percaya. Dia mengerjap beberapa kali untuk menyakinkan penglihatannya.
William Davies menatap Meizura tajam. Dia tak suka wanita yang cerewet. "Diam! Jangan banyak bertanya. Kau hanyalah gadis penebus hutang," kata William penuh penekanan.
Meizura langsung menutup mulutnya. Dia benar-benar masih belum mempercayai apa yang dilihatnya saat ini. Gadis itu bahkan tak menaruh dendam mendengar ucapan pedas William.
...****************...
William Davies adalah pria berusia 32 tahun, dia satu-satunya pewaris kerajaan bisnis Davies Company. Perusahaan yang bergerak di bidang properti dan real estate.
Namun, bukan itu poin yang membuat Meizura masih terus terpaku pada pria di depannya. William Davies dikabarkan meninggal beberapa bulan yang lalu. Bahkan beritanya masuk ke halaman utama majalah dan koran, tapi bagaimana bisa? Sekarang pria tampan rupawan itu duduk di depan Meizura dan menatap Meizura dengan tatapan tajamnya.
"Kau tahu putraku ini, kan?"
"Ya, aku tahu, tapi bagaimana bisa?" tanya Meizura, wajahnya masih terlihat syok. Jujur saja dia semakin takut dan cemas berhadapan dengan 3 anggota keluarga Davies yang terkenal sangat kaya raya itu.
"Kabar yang kau dengar di media bukanlah kabar bohong. Awalnya memang William sudah dinyatakan meninggal oleh dokter di rumah sakit. Akan tetapi setelah kabar berita meninggalnya putraku tersiar, saat petinya dibawa pulang. Aku melihat dia masih bernapas, dadanya bergerak meskipun lemah. Aku akhirnya memutuskan memanggil dokter pribadiku. Dia menyatakan William masih hidup meski kondisinya sangat kritis, lalu aku memutuskan merawat Willam di tempat ini."
"Kau tidak perlu menjelaskan apapun padanya, Dad." William menyela pembicaraan ayahnya dan Meizura. Rasanya tidak perlu memberikan statemen apapun pada gadis itu. Toh dia bukan siapa-siapa.
"Dia perlu tahu segalanya tentangmu. Karena bagaimana pun juga, dia yang nantinya akan menjadi istrimu, Liam." Tuan Armano terlihat begitu tenang. Tatapan mata tajamnya yang tadi sempat ditujukan pada Meizura, perlahan melunak. Meizura sedikit merasa tenang, tapi tunggu ... tadi apa katanya? Dia akan menikah dengan siapa?
Meizura mengangkat wajahnya dan menatap tuan Armano dengan dahi berkerut. Tuan Armano tertawa melihat wajah Meizura yang kebingungan. Wajahnya terlihat sangat lucu.
"Ada apa? Apa kau ingin bertanya sesuatu, Mei?"
"Ti_tidak. Aku hanya bingung. Ja_jadi aku harus menikah dengan tuan William, bukan dengan ...." pertanyaan Meizura terputus, Tuan Armano menyelanya.
"Bukan denganku, Mei. Aku tidak mungkin menambah istri lagi," ujar Armano berkelakar dan Stevia langsung mencubit pinggang suaminya.
"Berani kau menambah istri. Aku akan mencincang pusakamu itu," Stevia melirik bagian inti suaminya sambil mendengus.
"Jadi, Liam, untuk sekarang Meizura akan tinggal di sini dan merawatmu. Jika berkas pernikahan kalian selesai diurus baru kalian akan menikah," kata Armano.
"Tapi, Dad. Aku tidak mau menikah. Aku tidak butuh siapa pun untuk mengurusku," kata William berkeras menolak. "Biar dia jadi pembantu saja di sini. Aku tidak butuh istri."
"Ini perintah, Liam. Kau tidak boleh menolak dan membantah keputusanku," Armano mulai menunjukkan superioritasnya sebagai kepala keluarga. Keputusannya sudah bulat.
"Terserah kau saja, Dad." William menekan tombol di kursi rodanya, lalu dia pergi dari ruangan itu. Stevia tampak menghela napasnya. Lalu dia menoleh menatap Meizura. Senyum Stevia terbit saat Meizura menatap kepergian William dengan tatapan sendu.
"Tidak perlu bersedih. William memang seperti itu. Dia memang menjadi sedikit temperamen, sejak dia tahu kedua kakinya lumpuh. Dokter sebenarnya sudah menyarankan untuk melakukan terapi, tapi William selalu menolak.
Aku berharap setelah kalian menikah, William akan menemukan semangat barunya. Aku sangat yakin William akan bisa berjalan seperti dulu lagi. Mulai sekarang aku percayakan Liam padamu, Mei." Stevia menggenggam tangan Meizura dan mengusap punggung tangannya dengan lembut. Meizura hanya membalasnya dengan senyuman. Dia masih mencerna semua kejadian dan kenyataan yang harus dia terima hari ini.
Armano hanya mengamati interaksi antara istrinya dan Meizura dengan tatapan yang sulit diartikan. Meizura Azalea adalah gadis berusia 25 tahun, yang membuat Armano akhirnya memiliki rencana sedikit ekstrim. seperti itu. Dia menukar semua uangnya yang telah dipinjam Joseph dengan Meizura.
Armano saat itu sudah sangat yakin, Joseph dan istrinya tidak mungkin mau mengorbankan putri mereka. Dan pastinya mereka akan menyerahkan Meizura padanya. Meski sedikit terkesan kejam, tapi sebenarnya Armano sudah mengetahui siapa Meizura dan seperti apa keluarga Hill memperlakukan gadis malang itu.
Yang membuat Armano tertarik pada pribadi Meizura adalah gadis itu terlihat selalu optimis dan tidak pernah terlihat putus asa, meskipun berkali-kali dirinya disakiti. Mental seperti inilah yang dicari Armano untuk menjadi menantunya. Dan tebakannya sama sekali tidak meleset. Saat itu dia yakin keluarga Hill akan menumbalkan Meizura demi kesenangan mereka.
Malam harinya Armano dan Stevia meninggalkan rumah itu. Rumah yang menjadi kediaman William sejak dia mengalami kelumpuhan. William seperti enggan untuk bersosialisasi dengan siapa pun. Dia menutup dirinya, bahkan dari Armano dan juga Stevia.
Meizura telah diberi kebebasan untuk melakukan apapun. Rumah itu cukup luas dan nyaman. Kamar Meizura tepat berada di samping kamar William. Meizura bahkan di perbolehkan memasak di rumah itu. Stevia yakin lama kelamaan William pasti akan menerima keberadaan Meizura.
Malam ini setelah mandi, Meizura langsung bergegas ke dapur. Dia membuka kulkas besar yang ada di depannya dan melihat isinya dengan tatapan takjub.
"Wah, orang kaya memang beda." Meizura bergumam sembari mengambil satu per satu bahan yang akan dia masak. Malam ini dia akan membuatkan pasta carbonara dengan udang
Meizura memasak sambil bernyanyi dengan suaranya yang merdu. Dia tak menyadari sejak tadi William menatap dirinya dengan tajam seperti biasanya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya William.
"Aku sedang membuat makan malam untuk kita. Bibi Stevia mengatakan jika mulai sekarang aku yang harus menyiapkan makanan untukmu. Pelayan dilarang kemari selain untuk mengantar bahan makanan dan mengurus keperluanmu."
William diam tak bereaksi mendengar penuturan Meizura. Dia yakin gadis ini pasti memiliki niat terselubung. William sama sekali tidak melihat Meizura terlihat tertekan. Padahal jelas-jelas keluarganya telah menjadikannya sebagai alat penebus hutang
"Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku?" tanya William dengan mata memicing. Meizura mematikan kompornya dan menoleh menatap William. Gadis itu selalu memiliki tatapan teduh, dia sesaat tersenyum dan menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan William. Terdengar meremehkan, tapi Meizura tidak akan ambil hati karena dia sudah terbiasa mendapat perlakuan seperti itu.
"Aku tidak punya maksud apapun. Aku hanya menjalani takdirku saja. Aku berada di sini karena seperti ucapanmu tadi. Aku hanyalah gadis penebus hutang. Jadi aku akan berusaha sebaik mungkin agar tidak mengecewakan keluargamu karena telah membeliku."
Meski ucapan Meizura terdengar getir, tapi senyum Meizura tak pernah surut. William justru benci dengan senyum itu.
"Jangan memasang senyum jelekmu itu padaku. Cepat siapkan makanannya, aku sudah lapar."
"Ya, tunggulah di meja makan. Sebentar lagi aku akan menyajikannya."
'Dasar gadis aneh. Bisa-bisanya dia tersenyum padahal dia sudah dijual oleh keluarganya.'
Entah mengapa William merasa Meizura hanya menampilkan senyum palsu saja.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!