Seorang gadis dengan Hoodie putihnya tengah berjalan sendirian ditengah malam, ia terus melangkah melewati jembatan gantung yang dibawahnya terdapat sungai dengan arus yang sangat deras.
Glorva berhenti sejenak, ia memandangi sungai dibawahnya dengan pikiran kosong, "Aku dengar banyak yang memilih tempat ini untuk bunuh diri" Batinnya, ia terus merenung sambil melihat sungai yang mengalir dibawah jembatan.
Glorva adalah seorang gadis berusia 18 tahun, ia sangat gemar membaca novel terutama novel bertema fantasi. Saat ini Glorva sudah habis membaca novel favoritnya yang akhirnya tamat di bulan ini, ending novel yang bahagia justru membuatnya sedih karna tokoh pendukung prianya mati.
Novel tersebut berjudul Sinar Bulan Sabit, tokoh favorit Glorva bernama Nean yang harus mati demi menyelamatkan gadis yang ia cintai, Nean dituduh sebagai penjahat karna kelicikan yang dibuat oleh pamannya sendiri demi merebut kekuasaan yang dimiliki oleh Nean, sayangnya novel ini tidak memilih Nean sebagai pemeran utamanya sehingga ia direlakan untuk mati demi kebahagiaan para tokoh utama novel, yaitu putra mahkota dan putri bangsawan yang dicintai oleh Nean.
Glorva menutup matanya saat kembali mengingat ending novel yang membuat tokoh favoritnya mati, suara arus sungai yang deras semakin terdengar di kesunyian malam, "Pengorbanan untuk mewujudkankan kebahagiaan? Bukankah itu hanya menumbalkan kebahagiaan satu orang demi mewujudkan kebahagiaan orang yang lainnya? Menyedihkan" Lirihnya, lalu ia menutupi kepalanya dengan tudung hoodienya, saat ia akan beranjak seseorang mendekapnya dari belakang.
"Kenapa ragu? Haruskah aku membantu?" Ujar sosok tersebut sambil tertawa, ia kemudian mendorong tubuh Glorva ke pembatas jembatan, posisi tubuh Glorva saat ini membelakangi pelaku dengan kedua tangannya yang dipegang dari belakang.
"Siapa?!!! Lepasss!!" Teriak Glorva kencang, ia berusaha melepaskan tangannya dan melihat sang pelaku, namun si pelaku semakin memegang erat tangannya.
"Sungai dibawah itu menunggumu" Ujarnya ketawa, ia mendorong kepala Glorva hingga keluar dari pembatas jembatan.
Glorva melihat arus sungai dibawahnya, ia menangis ketakutan, "Aku akan mati dibunuh? Konyol sekali'' Batinnya, ia berhasil membalikan tubuhnya sebelum akhirnya ia terdorong hingga tubuhnya keluar dari batas jembatan, ia merasakan dirinya melayang.
Glorva menatap kosong langit malam tanpa bintang tersebut, "Paman? Kenapa dia mendorongku" Batinnya sebelum akhirnya ia jatuh dengan keras kedalam sungai.
Byurrrr!!
Suara keras berbunyi saat tubuh Glorva terhempas ke dalam sungai, tekanan keras yang ia rasakan karna jatuh dari ketinggian membuat dadanya remuk, ditambah lagi saat ini ia tenggelam dan kehabisan nafas, ia sungguh tersiksa.
"Jadi saat ini aku yang ditumbalkan untuk kebahagiaan keluargaku?" Batin Glorva sebelum ia kehilangan kesadarannya.
Hidupnya sangat menyedihkan, kedua orang tuanya yang menikah kontrak memilih bercerai dan meninggalkan Glorva saat usianya masih 4 tahun, ia dititipkan bersama keluarga pamannya. Ayahnya membekali Glorva rumah mewah beserta perusahaan cabang yang saat ini dikelola oleh pamannya untuk membiayai hidupnya.
Setelah meninggalkan anaknya, ayah Glorva memilih menikah lagi dan tinggal bersama keluarga barunya di Amerika, sedangkan Ibu Glorva juga sudah memiliki keluarga barunya dan hidup bahagia tanpa pernah mengunjungi Glorva sekalipun.
Paman Glorva yang semakin tamak akan kekayaan ingin menguasai harta milik Glorva, ia pun mencari segala cara agar semua aset yang ditinggalkan Ayah Glorva beralih menjadi atas namanya, dan cara yang paling tepat hanyalah menghilangkan Glorva dari dunia ini, tak akan ada yang akan menuntut jika Glorva mati, karna tidak ada yang membutuhkannya di dunia ini.
...----------------...
Sinar matahari yang muncul lebih terik dari biasanya, Padang rumput yang disapu oleh angin membuatnya bersentuhan dengan kulit putih seorang anak kecil yang tengah tidur tergeletak, suara serangga yang mengganggu pendengaran anak kecil tersebut membuat anak itu bangun dari tidur lelapnya.
"Jadi surga seperti ini? Tidak aku sangka aku yang seperti ini bisa masuk ke surga" Ujar nya sembari menguap
"Surga? Apa itu Surga?" Sahut seorang anak laki laki dari atas pohon, anak tersebut lalu meloncat dan menghampiri temannya yang mengucapkan hal aneh setelah bangun tidur.
Glorva tergelak, baru kali ini ia melihat anak kecil yang sangat lucu dengan warna rambut yang coklat terang.
"Hai dik, kamu penghuni surga ini ya? pantas saja wajahmu sangat tidak manusiawi" Ujar Glorva terpesona, ia menggenggam kedua tangan anak kecil dihadapannya dengan mata yang berbinar, disisi lain anak kecil tersebut memasang wajah kebingungan.
"Glorva? Perlukah kita memanggil tabib? coba katakan dikepala bagian mana yang sakit?" Tanya anak kecil dihadapannya dengan khawatir, mendengar pertanyaan tersebut, Glorva baru menyadari bahwa tangannya juga ikut mengecil, bahkan lebih kecil dari tangan anak kecil yang digenggamnya.
"Kaca! Aku butuh kaca! sepertinya aku beneran sakit!" Teriak Glorva yang heboh, ia juga panik karna baru kali ini ada penyakit yang seperti ini, ia melihat sekujur tubuh yang mengecil, ia memegangi rambutnya yang juga berubah, dari yang awalnya panjang kini menjadi pendek.
"Sebentar, aku akan mengambilnya" Jawab anak kecil yang kini berlari ke sebuah rumah kecil tak jauh dari tempatnya berada.
Glorva mulai menenangkan kan diri, berusaha mencerna apa yang sebenarnya nya terjadi.
"Padang rumput yang luas, pohon besar yang seperti pohon peri, rumah kecil di tengah tengah padang rumput, anak kecil yang tampan, dan tubuhku yang mengecil? Bagaimana ini bisa masuk akal? Bukanya harusnya aku mati?" Ucap Glorva yang berbicara sendirian, kedua tangannya memegangi kepalanya yang sakit akibat berfikir sambil mondar mandir.
Dari kejauhan, anak kecil dengan sebuah kaca ditangannya berlari menghampiri Glorva.
"Glorvaa!! I-ni hhhh, kacanya hhh" Ujar Anak itu dengan terengah engah sembari meyerahkan sebuah kaca kepada Glorva.
Glorva dengan cepat mengambil kaca tersebut lalu berkaca, dan benar saja, ia benar benar berubah, bahkan wajahnya ikut menjadi tidak manusiawi seperti wajah anak kecil di depannya. Rambut pendek yang berwarna putih terang dengan bola mata yang berwarna biru, dan gaun dengan model yang tidak seperti di tempat nya, Glorva benar benar kebingungan saat ini.
"Hei kamu, siapa namamu?" Tanya Glorva kepada anak kecil didepanmya, ia benar benar frustasi dengan keadaannya saat ini.
"Aku? Aku Mevin, kenapa kamu menanyakan itu, kamu lupa padaku?" Jawab Mevin sedih.
Glorva menarik nafasnya dalam, lalu menghembuskannya kasar.
"Mevin, sepertinya kepalaku habis kebentur, jadi aku mengalami hilang ingatan sementara, mungkin? Jadi bisakah kamu memperkenalkan semuanya termasuk tentang diriku?" Pinta Glorva, tentu saja Mevin dengan senang hati menjelaskannya.
"Kamu adalah Glorva Dirvanda, usiamu adalah 10 tahun, aku lebih tua dua tahun diatasmu, kita berdua berteman sejak kamu lahir dan sekarang kita tinggal serumah. Tadi kita berdua sedang berlatih pedang, dan kamu tidur karna kelelahan, aku tidak sadar kapan kamu terbentur hingga ingatanmu hilang, maaf." Jelas Mevin dengan wajah yang menyesal karna merasa dirinya tidak bisa menjaga Glorva dengan baik.
"Ah tidak, aku terbentur saat akan tidur tadi ahahaha jadi ini bukan salahmu. selain itu, tempat ini, kita berada dimana?" Tanya Glorva lagi.
"Ini Padang rumput tempat para pekebun dan petani tinggal, letaknya diluar ibukota Chandel" Jelas Mevin lagi.
"Chandel? Ibu kota Chandel katamu? tidak mungkin kan?" Tanya Glorva meyakinkan Mevin dengan mengguncang guncangkan pundaknya.
"Tentu saja, ada apa denganmu Glorva, aku harus melaporkannya pada ibu agar bisa memanggilkanmu tabib" Ucap Mevin hendak beranjak, namun segera ditahan oleh Glorva.
"Jangan Mevin, aku mohon. Saat ini aku sangat sehat, hanya ingatanku saja yang sedikit bermasalah hahahaha" Jelas Glorva yang berusaha meyakinkan Mevin. Mevin hanya mengangguk pelan walaupun sebenarnya ia masih ragu, tapi apa boleh buat.
"Ibu Kota Chandel? Bukankah itu tempat yang ditinggali oleh tokoh tokoh di novel Sinar Bulan Sabit?" Batin Glorva.
"Ah ya satu lagi, apakah negara ini dipimpin oleh seorang raja? emmm raja itu bernama Arnold Delarus?" Tanya Glorva lagi.
Mevin mengangguk, ''Benar! Apakah ingatan mu kini mulai membaik?" Tanyanya girang.
Glorva terkekeh, "Ahahaha sepertinya iya" Ujarnya.
"Bagaimana mungkin? Ini kan persis seperti yang ada di novel Sinar Bulan Sabit, apakah aku lahir kembali didunia novel itu? mungkin itu yang lebih masuk akal sekarang, tapi kenapa hanya nama depanku yang sama? sedangkan wajah dan nama belakangku berbeda? lalu, kenapa aku masih bisa mengingat kehidupanku dimasa lalu? Sepertinya aku harus mencari lebih banyak informasi lagi'' Batin Glorva yang mulai berusaha tenang.
"Sudah mau sore, mari kita pulang dan melanjutkan latihannya besok, ibu pasti sudah menunggu". Ajak Mevin yang menyodorkan tangannya agar Glorva lebih mudah untuk berdiri.
Saat menuju kerumah, Glorva baru menyadari satu hal. "Tadi kamu berkata ibu, Apakah orang tua kita tinggal serumah? Apakah kita satu keluarga?" Tanyanya yang membuat langkah Mevin berhenti, otomatis Glorva juga ikut menghentikan langkahnya.
"Kenapa?" Tanya Glorva bingung melihat raut wajah Mevin yang berubah menjadi sedih, hal itu langsung membuat Glorva curiga.
"Itu,," Mevin menghembuskan nafasnya kasar. "Orang Tuamu sudah meninggal dua tahun yang lalu akibat perang, dan karna orang tua kita berteman, orang tuaku membawamu kerumah dan merawatmu" Jelasnya lesu, ia menunduk tak berani menatap Glorva.
Glorva shock sejenak, "Bahkan dikehidupanku yang sekarang aku tidak memiliki orang tua?"Batinnya.
Lama diselimuti oleh keheningan, Glorva langsung menepuk pundak Mevin, "Ah iyaa aku baru ingat ahahaha, Bukankah sekarang orang tuamu menjadi orang tuaku? Jadi kau harus lebih menjagaku sekarang karna aku adalah adik barumu ahahaha" Ucap Glorva yang membuat Mevin tersentak, Glorva langsung berlari meninggalkan Mevin yang masih menatapnya.
"Adik? Boleh juga" Ujar Mevin tersenyum, lalu berlari mengejar Glorva yang sudah jauh didepannya.
________________________________________
Cahaya matahari yang sudah tenggelam membuat suasana dingin menyelimuti sekitar, Glorva yang tengah berbaring di tempat tidurnya menatap ke arah jendela, memandangi pemandangan malam di dunia lain yang berbeda dengan dunianya dulu.
"Ternyata dunia ini benar benar dunia dalam novel Sinar Bulan Sabit, beberapa yang aku tahu adalah dunia ini tidak terlalu mengenal teknologi, bahkan penerangan saja masih menggunakan lentera, lalu pimpinan disini juga bukan presiden melainkan raja, dan raja saat ini adalah Arnold Delarus, dimana dia adalah ayah dari Wivon Delarus, putra mahkota yang menjadi tokoh utama pada novel"
"Lalu alat tempur mereka bukanlah senapan melainkan pedang, panah, dan sihir. persis seperti yang ada dicerita novelnya, namun hanya beberapa yang bisa menggunakan sihir, jika dilihat dari ceritanya, Raja saat ini, Wivon, dan juga Nean seharusnya bisa menggunakan sihir. Aku jadi ingin mempelajarinya, tapi sepertinya mustahil karna hanya orang tertentu yang bisa. huft."
"Tunggu, bukankah saat ini aku berada di satu dunia dengan Nean? Bukankah itu berarti aku bisa menyelamatkan nya? Benarr!!! Aku bisa menyelamatkan nyaa!!!"
"Aku harus berlatih lebih banyak, karna saat ini aku akan menghadapi banyak bahaya jika ingin menyelamatkan Nean, Aku tidak sabar bertemu dengannya, aku pasti akan menyelamatkanmu Nean."
Ceklekk!!,, suara pintu terbuka, menampilkan sosok Mevin yang membawakan segelas susu hangat untuk Glorva.
"Tadi kalau tidak salah, kamu menyebut nama Nean kan?" Tanya Mevin sembari menaruh segelas susu di atas meja dekat tempat tidur.
"Ah kamu kenal dia?" Tanya Glorva berharap.
"Tentu saja tidak, siapa dia?" Jawab Mevin dengan tampang polosnya.
Harapan Glorva seketika sirna, yah ini bukanlah salah Mevin. "Ah bukan siapa siapa, aku hanya asal sebut" Jawab Glorva.
"Kalau Wivon, apakah kamu kenal?" Tanya Glorva lagi.
Mevin kaget dengan ucapan Glorva yang lantang. "Glorva, kamu tidak boleh memanggil nama yang mulia seperti itu" Tegur Mevin, Glorva hanya memutar kedua bola matanya malas, lalu mengambil segelas susu yang ada dimeja.
"Peranku tidak akan kalah walaupun dia tokoh utama, huh tapi tidak ada alasan untuk membenci Wivon karna dia bukan orang jahat, aku hanya harus fokus untuk menyelamatkan Nean" Batin Glorva sambil meneguk segelas susu ditangannya.
"Kenapa kamu menanyakan yang mulia Wivon?" Tanya Mevin penasaran.
"Tidak, aku hanya iseng. Kalau tidak keberatan, maukah kamu mengajariku berpedang besok?" Pinta Glorva dengan mata yang berbinar.
Mevin memanyunkan bibirnya merajuk, "Mengajarimu? Bukankah selama ini kamu yang memaksaku dan mengajariku berpedang? Kamu mengejekku ya?"
Glorva melongo, "Aku? Bocah 10 tahun mengajarkan bocah 12 tahun berpedang? bukankah itu gila? atau aku yang gila?"Batin Glorva.
"Jangan-jangan kamu juga melupakan ini, kamu sudah berlatih pedang dengan orang tuamu yang seorang ksatria sejak kamu umur 3 tahun, maaf aku lupa bahwa ingatanmu sedang bermasalah" Jelas Mevin.
Glorva akhirnya menghela nafas, ia sempat berfikir bahwa dia adalah manusia ajaib yang tiba tiba bisa menggunakan pedang. "Ah itu kamu tau, aku tidak yakin apakah aku masih ingat bagaimana caranya menggunakan pedang, oleh karna itu aku meminta bantuan mu besok" Pinta Glorva dengan cengiran imutnya, tentu saja Mevin tidak bisa menolak.
"Baiklah, aku akan berusaha semampuku, kemarikan gelasnya, aku akan membawanya ke dapur."
Glorva memberikan gelas kosong ditangannya, "Terimakasih kakakku, besok harus bangun pagi pagi sekali untuk berlatih, ingat jangan sampai telat!" Peringat Glorva tanpa menyadari pipi Mevin yang memerah karna dipanggil kakak.
Mevin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Baiklah, kamu semangat seperti biasanya, kalau begitu selamat malam" Ujar Mevin sebelum ia meninggalkan kamar Glorva.
"Tentu saja aku semangat, karna aku akan menyelamatkan Tokoh kesayanganku Nean. Untunglah aku berada didunia ini, meskipun saat ini pun aku tidak memiliki orang tua, tapi kehidupanku sekarang jauh lebih baik karna aku memiliki Mevin dan kedua orang tua angkat yang baik, terlebih lagi sekarang aku berada di satu dunia dengan Nean." Batin Glorva bersyukur, pada akhirnya Glorva pun tidur lelap dengan diterangi oleh lentera di kamarnya.
Senyum diwajah kecilnya tidak memudar memikirkan strategi yang akan ia gunakan untuk menyelamatkan tokoh kesayangannya, Nean.
Pagi pagi sekali Glorva sudah bangun dari tidurnya, bergegas mengganti pakaiannya yang menurutnya nyaman digunakan untuk berlatih pedang. Glorva juga mengikat setengah rambutnya yang pendek agar tidak terlalu mengganggu saat ia berlatih.
Saat selesai dengan persiapannya, Glorva langsung keluar dari kamarnya, yang ia lihat hanya Ibu dan Ayah Mevin yang tengah bersiap untuk pergi ke ladang.
"Glorva? kamu mau berlatih jam segini lagi? Bukankah ibu sudah bilang berlatih diluar saat masih gelap itu berbahaya" Tegur ibu yang tengah memakai sarung tangan.
Mendengar istrinya, Tenden langsung menoleh ikut menatap Glorva yang menyengir didepan kamarnya.
"Haha dia benar benar mirip seperti Danian dan Davia. Sudahlah biarkan saja, toh matahari sebentar lagi akan muncul" Ujar Tenden yang terkekeh.
Glorva pun langsung berbinar mendengar ucapan ayah Tenden yang dipihaknya.
"Benar, Ibu dan Ayah tidak perlu khawatir, karna aku dan Mevin akan pulang dengan selamat seperti biasanya, aku juga berjanji akan melindungi Mevin" Ujar Glorva dengan penuh keyakinan, membuat kedua orang tua didepannya menggeleng terkekeh.
"Baiklah baiklah, jangan sampai terluka ya, ibu sudah menyiapkan makanan untuk kalian, bawalah bekal untuk berlatih nanti" Ucap Ibu Meden mengingati.
"Kalau begitu ibu dan ayah berangkat dulu, saat ibu kembali ibu tidak ingin melihat ada yang terluka" Tambah Ibu Meden lagi sebelum akhirnya ia dan suaminya beranjak pergi ke ladang.
Glorva hanya membungkuk memberi salam sekaligus mengantar kepergian ayah Tenden dan ibu Meden. "Maaf ibu, tapi mustahil jika berlatih pedang tidak terluka" Batin Glorva yang tengah beranjak ke kamar Mevin untuk membangunkannya.
Sesampainya dikamar Mevin, Glorva menghembuskan nafasnya kasar melihat Mevin yang masih tertidur pulas dengan wajah polosnya.
Glorva mendekati ranjang Mevin, "Meviin bukankah kita sudah berjanji untuk pergi latihan pagi pagi, ayo bangun" Ujar Glorva sambil memisahkan Mevin dari selimutnya.
"Beri aku waktu sebentar lagi Glorva" Ucap Mevin dengan mata yang masih tertutup.
Glorva mendesah pelan, "Apa boleh buat, aku akan pergi berlatih sendiri, sampai jumpa" Ujarnya
Mendengar hal itu, Mevin langsung loncat dari ranjangnya, ia mengijapkan matanya untuk menghilangkan rasa kantuk yang tersisa. "Tentu saja kita akan pergi berdua! Tunggu aku akan ganti bajuku sebentar" Ujar Mevin semangat.
Glorva terkekeh melihat tingkah Mevin, ia langsung beranjak keluar kamar dan membiarkan Mevin mengganti pakaiannya.
Tak lama menunggu, Mevin keluar dengan membawa pedang kayu ditangannya, tak lupa juga ia membawa tas kecil berisi pisau tempur untuk berjaga jaga.
"Ketampanan anak kecil didunia ini memang tidak manusiawi" Batin Glorva yang terpana melihat ketampanan dari tampang polos wajah Mevin.
"Ayo, Kita akan berjalan cukup jauh hari ini, jangan sampai mengeluh" Peringat Mevin pada Glorva. Glorva hanya mendecih dan melangkah mengikuti Mevin keluar dari rumah.
Matahari yang belum muncul membuat suasana diluar masih terasa dingin dan gelap, tapi itu tak membuat semangat Glorva yang membara redup, ia berjalan dengan meloncat loncat kecil sambil bernyanyi pelan, berbeda dengan Mevin dibelakannya yang melangkah lamban karna masih menggigil kedinginan.
"Glorva, bisakah kau pelan pelan? Aku mulai kehabisan nafas" Rengek Mevin dengan wajah kelelahan.
"Hahaha tadi yang melarangku untuk tidak mengeluh siapa ya?" Ejek Glorva pada Mevin, membuat Mevin merasa malu karna menelan omongannya sendiri.
Karna tak tega melihat Mevin yang kelelahan, Glorva mengajak Mevin untuk istirahat sejenak, wajar saja Mevin merasa kelelahan karna sudah mendaki bukit cukup lama, hari ini mereka berdua memang berencana untuk berlatih di atas bukit.
Matahari mulai memunculkan sedikit sinarnya, Glorva dan Mevin duduk dibawah pohon apel sambil menyenderkan punggung mereka.
Sepanjang perjalanan, Glorva terus memikirkan Nean, ia sangat ingin melihat wajah kecil Nean secara langsung, karna selama ini ia hanya bisa membayangkan wajahnya melalui gambaran yang dituliskan dalam novel.
"Jika alur cerita pada novel Sinar Bulan Sabit benar benar terjadi, maka aku harus berlatih lebih keras lagi untuk menyelamatkan Nean, ceritanya akan dimulai saat mereka memasuki akademi, jadi aku masih punya waktu 7 tahun untuk berlatih" Batin Glorva sambil menggenggam erat pedang kayu ditangannya.
Glorva mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
"Meskipun begitu, masa sekarang pasti masa masa tersulit Nean kecil karna harus menghadapi tekanan dari keluarganya, huff andai aku bisa menemuinya sebentar hanya untuk menghiburnya" Batin Glorva lagi, memandangi dua buah permen yupi ditangannya yang entah kenapa bisa ikut terbawa di dunia ini.
"Aku harap didunia ini ada yang memproduksi permen yupi" Lirih Glorva.
Mevin yang sedari tadi memejamkan matanya mulai sadar melihat Glorva yang sedari tadi hanya terdiam. Melihat Glorva yang tidak seperti biasanya, ia langsung beranjak bangun.
"Ah maaf, padahal kamu sangat ingin berlatih tapi aku malah kelelahan dan membuang waktu, matahari sudah mulai kelihatan, jadi ayo kita lanjut berjalan" Ajak Mevin pada Glorva, dengan cepat Glorva memasukan kedua permennya kedalam saku, lalu beranjak berdiri dan melanjutkan perjalanan mereka.
Glorva membuang semua pikiran sedihnya tentang Nean, Ia bertekad akan menjadi orang kuat agar kisah pilu yang menimpa Nean tidak akan pernah terjadi, itulah yang membuat dirinya semangat berlatih seperti saat ini.
Glorva berkali kali mengenai pedang kayunya ketubuh Mevin, walaupun ia tidak pernah ingat bahwa dirinya pernah belajar berpedang, namun tubuhnya sangat lincah seolah olah sudah terbiasa, padahal dia hanya anak kecil yang berusia 10 tahun.
Mevin kembali tersungkur ketanah, keringat nya sudah bercucuran, belum lagi matahari yang mulai terik membuatnya semakin gerah.
"Lagi lagi aku kalah, hhh sepertinya-hhh aku bukan lawan tandingmu lagi-hhh'' Ujar Mevin terengah engah, ia menyenderkan punggungnya disebuah pohon besar, pelan pelan ia mengatur nafasnya lalu meminum air yang sudah ia bawa dari rumah.
Matahari sudah berada tepat diatas, dan
mereka sama sekali belum istirahat. Glorva ikut bersender disebelah Mevin, ia juga meminum air dan meneguknya dengan cepat.
"Mari kita makan siang, setelah itu kita lanjutkan berlatihnya" Tawar Glorva dengan semangatnya yang masih penuh, ia lalu membuka bungkusan kain yang membalut bekal makan siang mereka lalu melahapnya dengan cepat.
Mevin melongo melihat semangat yang dimiliki oleh Glorva, "Bukankah kamu selalu menang saat melawanku, bahkan aku daritadi tidak pernah menang, jadi untuk apa kita berlatih lagi" Ujarnya lesu, ia langsung mengambil kotak makannya dan ikut makan dengan lahap.
"Menang melawan mu bukan berarti aku harus berhenti berlatih, itu tidak akan membuatku berkembang" Jawab Glorva sambil mengunyah makanan dimulutnya.
"Aku tahu, tapi bukankah jika kamu terus berlatih dengan orang sepertiku, perkembanganmu hanya sampai disitu saja? maksudku kamu harus berlatih dengan orang yang lebih kuat untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan, aku terlalu lemah untuk menjadi lawanmu, aku khawatir kamu tidak akan berkembang karna terus berlatih denganku" Sahut Mevin cemberut, disatu sisi ia ingin terus berlatih dengan Glorva, tapi disisi lain ia juga sangat lemah untuk membantu Glorva menjadi kuat.
"Aku tidak tahu apa tujuanmu ingin menjadi kuat, tapi aku bisa meminta ibu untuk mencarikan mu guru untuk berlatih. tapi-" Mevin memotong ucapannya.
"Tidak mau, jika mencari guru, sudah pasti aku harus pergi dari rumah dan keibu kota untuk berlatih bukan? Itu tanda nya aku akan meninggalkan mu dan semuanya disini kan?" Tolak Glorva yang masih tetap asik mengunyah makanannya.
"Ba-bagaimana kamu bisa tau? Aku tidak pernah memberi taumu? Apakah ayah yang mengatakannya?" Tanya Mevin.
Glorva menatap Mevin sejenak, lalu lanjut memakan makanannya. "Tentu saja aku tahu, sebagaian besar tentang dunia ini, dan yang akan terjadi kedepannya, aku yang lebih mengetahuinya karna aku yang membaca cerita novelnya" Batin Glorva.
Glorva menghentikan makannya, lalu menggenggam kedua tangan Mevin.
"Seperti yang kau katakan, seseorang akan menjadi kuat jika melawan orang yang kuat. Karna saat ini aku lebih kuat darimu, maka lawan lah aku hingga kamu menjadi lebih kuat dan mampu mengalahkanku, dengan begitu kita bisa bertarung dengan serius nanti. Aku tidak akan meninggalkan mu hanya karna saat ini kamu masih lemah" Ucap Glorva yang penuh keyakinan.
Mendengar perkataan dari Glorva, mata Mevin berkaca kaca menahan tangis, "Hiks, bagaimana orang yang lebih kecil dariku bisa lebih dewasa, huaaaa" Tangis Mevin pecah, ia lantas memeluk Glorva sambil terus menangis kencang.
Glorva membalas pelukan Mevin, mengusap usap pelan punggungnya agar bisa menenangkannya. "Lebih kecil apanya, walaupun badanku terlihat seperti itu, tapi jiwaku ini adalah seseorang yang sudah hampir beranjak dewasa tau" Batin Glorva.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!