NovelToon NovelToon

Wanita Spesial Milik CEO

WSMC.1

Ayara Bellamy, merupakan seorang wanita yang baik, penyayang, pintar dan ramah pada siapa pun. Akan tetapi, kehidupannya yang merupakan seorang yatim piatu sejak usianya 12 tahun. Membuatnya menjadi wanita tangguh, yang dihadapkan dengan kerasnya dunia untuk bertahan hidup.

Semenjak kepergian kedua orangtuanya, Ayara ditampung oleh adik dari ayahnya. Namun sayangnya, paman dan bibirnya itu sangat tidak menyukai Ayara. Mereka menganggap Ayara sebagai pembawa sial dan benalu dalam keluarga tersebut.

Hidup berdasarkan dari sisa tabungan dari kedua orangtuanya, yang dimana ia hanya bisa bersekolah hingga sekolah menengah atas saja. Dan seterusnya, ia memilih untuk bekerja paruh waktu agar mendapatkan tambahan untuk tabungannya.

Pamannya merupakan satu-satunya keluarga yang dimiliki oleh Ayara, hal itu dimanfaatkan oleh kedua paman dan bibinya dan menjadikan dirinya sebagai pembantu dirumah tersebut. Sebelum dan sesudah pulang dari bekerja, Ayara akan membereskan dan bersih-bersih rumah yang cukup besar itu. Sedangkan untuk memasak, sudah ada bik Leha yang bertanggung jawab. Beliau adalah pengasuh Ayara yang ikut bersamanya setelah kepergian kedua orangtuanya.

"Ayara! Kenapa gaunnya belum disetrika?!" Teriak Elina, yang merupakan saudara sepupu Ayara.

"Maafkan aku." Jawab Ayara singkat untuk menghindari perdebatan.

" Maaf maaf maaf, itu saja yang kamu bisa jawab. Cepat setrikain, aku mau pakai." Elina melemparkan gaun tersebut kepada Ayara.

Lemparan itu berhasil mengenai wajah Ayara, tangan kecil itu menarik gaun yang menutupi wajahnya dan berjalan menuju tempat setrikaan. Jika ia menolaknya, yang ada akan membuat gaduh.

"Hei, kenapa ribut-ribut sih! Berisik tau." Suara bibi Rosa yang menghampiri mereka.

"Anak itu selalu menentangku! Lihat ma, gaun itu belum ia setrika. Padahal aku sudah mau pergi." Adu Elina kepada sang mama.

"Kamu ini, selalu saja membuat kegaduhan. Apa susahnya sih cepat disetrikakan." Bentak Rosa kepada Ayara.

Tidak ada yang Ayara ucapkan untuk menjawab ataupun usaha dalam membela diri, walaupun ia benar sekalipun. Tetap saja bibinya itu akan memarahinya, bahkan terkadang Ayara akan mendapatkan perlakuan yang lebih buruk.

Setelah selesai menyetrika, Ayara segera masuk ke dapur untuk membantu bik Leha menyiapkan sarapan.

"Non Aya, nanti dibawa ya untuk bekal." Leha memberikan kotak makanan kepada Ayara.

"Terima kasih bik, bibik selalu saja begini. Aya jadi tidak enak."

"Jangan bilang seperti itu non, lebih baik non Aya siap-siap sana. Nanti terlambat bekerjanya. " Leha sedikit mendorong Ayara agar keluar dari dapur, karena ia tahu jika Ayara akan pergi bekerja.

"Iya bik, maaf sudah merepotkan terus." Ayara memeluk Leha sejenak dan pergi menuju kamarnya untuk bersiap-siap bekerja.

"Sama-sama non." Leha hanya bisa menjawabnya dengan suara yang cukup pelan disaat Ayara sudah menjauh.

Dirinya sudah ikut bersama keluarga Ayara sejak kedua orangtuanya menikah, sampai akhirnya kini mereka hanya berdua. Menjadi saksi kehidupan bagaimana Ayara menjalani kehidupannya hingga saat ini, membuat kedua mata Leha sudah meneteskan air mata.

...Kasihan sekali non Aya, kenapa keluarga ini sangat tidak menyukainya. Semoga saja setelah ini, non Aya mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik lagi....

.

.

.

.

Seorang pria sedang menatap dan membaca dengan cukup serius dengan berkas yang berada ditangannya, masih ada beberapa berkas yang menumpuk dihadapannya. Hal itu membuat sang pria memijat keningnya dengan perlahan, banyak sekali yang harus ia selesaikan. Ditambah satu perusahaan lagi yang akan ia pimpin, karena daddy nya ingin menikmati tuanya bersama sang istri. Dan hal itu dengan cepat ia tolak, karena daddy hanya beralasan saja.

"Tidak bisakah, tanganmu itu membantuku?" Menyandarkan dirinya untuk sekedar beristirahat sejenak.

"Membantu apa?" Emry, sang asisten kepercayaan dan juga merupakan sahabatnya itu menjawab dengan singkat.

"Heh! Percuma saja aku memberikan gaji padamu dengan jumlah yang besar, dan pekerjaan ini masih saja kau limpahkan padaku. Dasar serakah!"

"Tugasku bukan untuk memberikan persetujuan dan tanda tangan, tuan yang terhormat." Begitu santainya Emry menjawab ucapan dari tuannya tanpa harus bertatapan.

Takh!

Sebuah pulpen telah terlempar dari tangan yang diumpat, dan itu tepat mengenai sasarannya yang empuk. Lalu tatapan tajam dan dingin itu diberikan kepada Emry.

"Sial! Selalu saja melempar, lebih baik kau selesaikan sendiri. Rusak sudah rambutku terkena lemparan sialan itu." Emry merapikan rambutnya yang sedikit berubah posisinya akibat terkena lemparan pulpen.

Walaupun Emry merupakan asisten dari pimpinan perusahaan tempat ia bekerja, namun keduanya akan merubah menjadi orang yang konyol jika sudah saling bercanda. Dan kembali serius saat pekerjaan sudah menyapa mereka.

Cakra Damendra, seorang laki-laki berparas tampan dan begitu cerdas. Memiliki bentuk tubuh yang sangat sempurna, sehingga membuat setiap kaum hawa menjadi tertarik padanya. Menjadi pengusaha sukses pada usia mudanya, menjadikan dirinya orang yang cukup terpandang dan kaya raya setelah daddy nya. Begitu anti dengan makhluk bernama wanita, yang dimana ia mempunyai kenangan buruk pada wanita.

Dibalik itu semuanya, Cakra merupakan pria yang dingin, kejam dan banyak sekali sikapnya yang tidak bisa ditebak.

WSMC.2

Melakukan perjalanan menuju tempat yang sudah disepakati bersama kliennya, setibanya disana. Cakra dan Emry langsung melakukan inti dari pertemuan tersebut, tanpa harus menunggu. setelah didapatkan kesepakatan diantara kedua belah pihak. Maka pertemuan itu pun berakhir, dimana Cakra bukanlah tipe orang yang suka membuang waktu.

"Aku mau pesan makanan dulu, kamu?" Emry merasa perutnya sudah begitu kerencongan, tak lupa ia memberikan penawaran juga kepada Cakra.

"Dasar perut karet, pesanan kan juga yang sama." Sangat menyebalkan sekali jawaban itu bagi Emry.

Emry melakukan pemesanan menu dan memanggil pelayan dari Cafe tersebut, disaat pelayaannya tiba. Emry segera memberitahukan pesanannya.

"Kamu tidak bertemu dengan Celine?" Emry bosan dengan kesunyian, dalam kepalanya tiba-tiba saja tertulis pertanyaan tersebut.

"Nyawamu mau berakhir?" Tegas dan penuh penekanan, ucapan Cakra kepada Emry.

"Oit! Baiklah baiklah, sorry bro." Emry lalu diam sembari menunggu pesanannya datang.

Tak lama kemudian, seorang pelayan pria datang dengan membawa baki yang berisikan pesanan milik Cakra dan Emry. Namun karena ketidaksengajaan. Makanan milik Cakra terjatuh dan mengotori sepatu miliknya.

" Tuan, maaf. Maafkan saya, saya tidak sengaja." Ujar pelayan tersebut dengan ketakutan, ia berusaha untuk membereskan kekacauan yang telah ia lakukan.

Brakh!!

Tiba-tiba saja, pelayan tersebut sudah terjatuh beberapa langkah ke belakang. Bahkan ia menabrak salah satu meja pelanggan disana, dan itu berhasil membuat perhatian semua pengunjung teralihkan pada mereka.

"Aduh! Ni orang mulai lagi." Celoteh Emry dengan mengusap wajahnya.

Sikap Cakra yang selalu susah untuk ditebak, dan salah satunya yang saat ini terjadi. Memilih untuk diam dan menyaksikan apa akan terjadi, Emry tidak ingin mendapatkan ancaman lagi dari sang tuan.

Pada saat itu, para karyawaan dari Cafe tersebut berhamburan untuk menangani kekacauan yang terjadi, manager cafe pun segera ikut turun. Ketika ia melihat siapa yang telah membuat kekacauan itu, segera ia memohon untuk meminta maaf. Karena sang manager itu tahu siapa orang yang ia hadapi saat ini, salah sedikit saja pasti akan bertambah rumit.

"Tuan Cakra, saya mohon. Maafkan atas keteledoran karyawaan kami, kami bersedia untuk menanggung semuanya."

"Bersihkan sepatuku dengan mulutnya, maka semuanya akan aku maafkan." Cakra menatap pelayan pria yang sudah membuatnya marah dengan begitu tajam.

"Tapi tuan..." Manager yang nampak ragu untuk menyuruh karyawannya melakukan hal tersebut.

Dari arah belakang sang manager, seorang karyawaan wanita datang menghampiri Cakra. Lalu ia menunduk dan langsung membersihkan sepatu Cakra menggunakan kertas tissue yang ia bawa.

"Maaf tuan, sepatu nya sudah bersih." Seorang karyawaan wanita tersebut berdiri dan menunduk hormat kepada Cakra, lalu ia berbisik kepada sang manager.

Wanita itu adalah Ayara, ia bekerja sebagai salah satu pelayan di Cafe tersebut. Ia tidak tega jika melihat temannya melakukan sesuatu hal, untuk menebus kesalahan yang tidak sengaja ia lakukan.

"Ayara, apa yang kamu lakukan." Liam, sang manager kaget.

"Tidak apa-apa tuan." Ayara menyakinkan Liam agar tidak mengkhawatirkan dirinya.

Melihat hal tersebut, Emry melesatkan matanya. Bahkan ia melirik ke arah Cakra, untuk melihat reaksi apa yang diberikan pria itu. Dan benar dugaannya, Cakra berdiri dan menyentil kening Ayara dengan begitu kuat.

"Arkh!" Dengan cepat Ayara mengusap keningnya yang sudah memerah.

Saat Cakra menatap wajah Ayara, entah mengapa. Cakra yang awalnya tidak ingin terlibat dengan namanya wanita, namun kali ini ia begitu lama menatapnya. Seperti ada magnet tersendiri yang menarik dirinya untuk menatap wajah tersebut, hingga satu tepukan pada bahunya membuat Cakra tersadar.

"Sudahlah, kau sekarang jadi pusat perhatian orang." Tegur Emry.

Sadar akan ucapan Emry, dengan cepat Cakra memalingkan wajahnya dan berjalan keluar dari tempat tersebut, di iringi oleh Emry yang berjalan mengikutinya dari arah belakang.

Selepas kepergian kedua pria tersebut, dimana Cakra merupakan pria yang sangat berpengaruh bagi dunia bisnis. Membuat Liam bernafas lega, lalu ia membubarkan kerumunan disana. Menghela nafas panjangnya, ia meminta Ayara untuk ikut bersama keruangan kerja miliknya.

"Duduk Ra." Liam mempersilahkan untuk Ayara duduk.

Ayara langsung duduk di kursi yang berada dihadapan meja kerja Liam, sejenak Liam menetralkan emosinya.

"Kamu kenal pria tadi?" Tanya Liam.

"Tidak tuan."

"Huh, semoga nanti kamu dan Cafe ini tidak menjadi bahan pelampiasan pria itu. Karena Cakra tidak akan pernah melepaskan orang yang sudah membuatnya tidak senang, kamu berani sekali tadi." Walaupun ada perasaan takut, Liam cukup kagum akan keberanian dari Ayara.

"Saya hanya takut kalau nyawa saya hilang, tuan." Ayara tersenyum menyemangati dirinya sendiri, sedikit nya ia merasa sedikit takut akan ucapan dari Liam sebelumnya.

Kembali dengan Cakra dan Emry, selama dalam perjalanan kembali menuju perusahaan. Cakra terlihat seperti sedang melamun, dalam pikirannya terbayangakan wajah wanita yang dengan berani menyentuhnya. Tidak ada penolakan sedikitpun darinya kepada wanita tersebut, bahkan ia sempat menatap wajahnya dalam waktu yang cukup lama.

"Cari tahu mengenai wanita tadi." Tiba-tiba Cakra memberikan perintah kepada Emry.

"Hah! Apa aku tidak salah dengar?" Emry yang kaget saat Cakra tertarik pada wanita.

Dugh!

"Lakukan saja jika kau masih butuh pekerjaan." Emry hanya bisa berdengus kesal pada Cakra yang sudah menendang tulang keringnya.

WSMC.3

Pada ke esokan harinya...

Seperti biasanya, Cakra sedang dalam perjalanan menuju perusahaannya. Disaat mobil yang ia kendarai melintasi, tanpa sengaja ia melihat seseorang dengan penuh daya tarik untuk dirinya.

Di pemberhentian lampu lalu lintas yang masih berwarna merah, ia melihat seorang wanita yang sedang menyebrang dengan merangkul lansia disampingnya.

Senyumannya sangat begitu lepas, terpancar keceriaan dari wajahnya. Membuat Cakra menatapnya dalam kenyamanan, hingga lampu berubah hijau. Bayangan wanita itu menghilang bersama dengan laju kendaraan yang melintasi jalan tersebut, lalu wajah datar itu mengukir senyuman yang tidak pernah ia tunjukkan.

...Wah, tuan muda tersenyum. Ada apa ini, apa yang membuatnya bisa seperti itu!...

Supir pribadi Cakra, Jhony. Menyaksikan jika tuannya itu tersenyum, bahkan selama ini pria datar itu hanya menampakkan wajah dinginnya kepada orang-orang.

"Sudah sampai tuan." Jhony membuyarkan lamunan Cakra.

"Hem." Cakra segera masuk ke dalam perusahaannya, dimana Emry sudah menyambutnya di pintu lobby.

Setibanya mereka diruangan milik Cakra, Emry meletakkan sebuah berkas dihadapan pria itu secara langsung. Tanpa menaruh curiga, Cakra segera membacanya.

"Kau yakin, tidak ada yang terlewatkan?" Tanya Cakra yang masih menatap tulisan pada berkas tersebut.

"Aku bisa menjaminnya, oh ya. Nanti ada pertemuan dengan perusahaan milik manusia tengil, dia menunggu di tempat biasa." Emry merapikan berkas yang akan ia bawa dari meja Cakra.

"Hah! Menyebalkan sekali bekerjasama dengan dia, jika tidak saling membutuhkan. Sudah aku lempar dia ke kandang buaya." Cakra masih menatap berkas yang diberikan oleh Emry.

"Sama-sama buaya, tidak baik saling mencela. Hahaha." Emry bergegas keluar dari ruangan Cakra dengan seribu bayangan.

Untuk mengumpat asistennya itu, bahkan tidak sempat Cakra lakukan. Karena Emry sudah menghilang dari pandangannya, namun suasana hatinya saat itu cukup baik. Dengan membaca tulisan dari berkas tersebut, berisikan data mengenai orang yang sudah membuatnya dirinya merasa aneh.

"Ayara Bellamy." Tangan Cakra menopang dagunya, sempat ia mengkerutkan keningnya saat membaca semua yang tertera dalam berkas tersebut namun selanjutnya lalu ia tersenyum.

.

.

.

.

"Pergi kau dari sini, dasar anak tidak tahu diri. Seharusnya kamu itu bersyukur, karena kami masih mau menampungmu disini." Rosa membentak dan mengusir Ayara dengan sangat kasar.

"Apa salah Aya bi? Kenapa bibi mengusir Aya?" Suara yang sudah tertahan dengan sangat lirih, Ayara tidak tahu apa yang membuat bibinya itu marah.

Dari balik pintu kamarnya, Elina tersenyum dengan sangat puas. Karena ia berhasil membuat Ayara di usia oleh mamanya, sebelumnya ia sudah merencanakan sesuatu agar Ayara di usia dari rumahnya. Dengan meletakkan perhiasan milik mamanya di lemari pakaian Ayara, dan pada saat pagi harinya. Rosa berteriak telah kehilangan perhiasannya, lalu mereka menggeledah kamar Ayara yang dituduh oleh Elina.

"Ini apa? Apa kau tidak bisa melihat, hah! Pergi sana, aku benar-benar muak denganmu." Bentak Rosa kembali pada Ayara yang sudah menitikkan air mata.

"Aya tidak mengambilnya bi." Ayara mencoba menjelaskan dan membela dirinya dari tuduhan yang tidak ia lakukan.

"Memangnya perhiasan ini bisa jalan sendiri ke kamarmu, hah!"

Bentak dan tatapan tajam Rosa pada Ayara, dengan begitu. Ayara ingin sekali untuk membela diri, hanya bisa tertunduk menanggis tanpa suara. Jika ia harus keluar dari rumah pamannya, harus kemana lagi ia akan pulang. Karena, hanya pamannya lah satu-satunya keluarga yang Ayara punya.

"Tidak ada yang harus keluar dari rumah ini, jangan egois. Pikirkan kembali jika Ayara harus pergi dari rumah ini, kalau kalian bisa untuk mengeluarkan uang dalam mendapatkan karyawan. Silahkan saja." Suara pamannya yang baru saja bergabung bersama.

Pintu kamar Elina terbuka, ia segera keluar dari kamarnya saat mendengar suara padanya.

"Tapi pa, keponakanmu ini sudah berani mengambil perhiasanku." Bela Rosa yang tidak ingin disalahkan.

"Diam! Turuti apa ucapanku." Barry membentak Rosa yang sangat keras kepala.

Baik Rosa maupun Elina terdiam, mereka hanya bisa berdengus kesal dengan keputusan dari Barry. Lalu kedua ibu dan anak itu meninggalkan Barry dan Ayara, mereka kecewa dengan rencananya yang gagal.

"Bereskan barang-barangmu dan masuklah kembali. Barry berbicara pada Ayara dengan perkataan yang cukup pelan.

"Terima kasih paman." Ayara membereskan beberapa barangnya yang telah dilempatkan oleh bibinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!