NovelToon NovelToon

Menjadi Istri Sebatas Status

1. Sesal

Hy Reader semua ini karya baru Author ya seri kedua dari novel My Perfect Husband (Yusuf dan Yuna). Kisah ini tentang Hana ya adiknya Yuna. Tentu tidak asing dengan sosoknya kan? Sebenarnya Author juga lupa nama asli Hana jadi dibuat ulang ya.

...Happy reading ...

Setelah hari yang melelahkan Hana dan suaminya kembali pulang kerumah orang tua Hana, yang tidak jauh dari gedung pernikahan.

Malam pun menjelang diluar sudah gelap, Hana sedang berada dikamar pengantinnya, duduk di tepi tempat tidur menunggu kedatangan suaminya. Ia sudah memakai pakaian yang biasa oleh digunakan wanita untuk menyenangkan suaminya hanya saja ditutupi oleh handuk kimono, Adrian masih dalam kamar mandi  membersihkan diri sementara Hana duduk tertunduk dengan memainkan tangannya gugup.

Pintu kamar mandi terbuka otomatis Hana pun melihat Adrian yang terlihat begitu menggoda membuat dia seakan terpana menikmati ketampanannya.

"Bang kamu mau kemana?" tanya Hana karena suaminya berjalan kearah sofa bukan pada dirinya.

"Mau tidur." ucapnya merebahkan diri diatas sofa mengambil ponsel dan mengotak-ngatik tanpa menoleh sedikitpun padanya.

"Kenapa kamu tidur disana?" Hana bingung karena tempat tidur ini lebih dari cukup untuk mereka berdua.

"Ya mau tidur memang mau apa lagi." ucap Adrian agak ketus masih memainkan jemarinya di ponselnya.

"Tapi kan kamu bisa tidur disini juga, bangun bang?" Hana berjalan kearahnya menarik tangannya untuk bangkit dan tidur bersamanya

"Apaan sih Hana?" Balasnya malas bahkan menyentak tangan Hana yang membuatnya terhuyung kebelakang.

"Kata ibu pengantin baru akan menghabiskan waktu malam pertamanya 'kan." ucap Hana  gemetar, ia tertunduk mengigit bibirnya sendiri menyembunyikan kegundahannya. Kenapa bang Ian begitu kasar padaku?

"Kamu dibohongi aja percaya, tidur sana." ucap Adrian setengah membentak lalu tidur di sofa membalikkan tubuhnya membelakangi Hana.

Dibohongi? Kenapa bang Ian bicara kasar sekali bahkan tidak ada senyum yang biasanya ia tunjukkan padaku. Hana meremas ujung baju yang digunakannya. mungkin bang Ian belum terbiasa. pikirnya.

"Bang kamu gak mau menyentuhku." pertanyaan itu lolos dari bibir Hana dengan tertunduk kembali duduk ditepi tempat tidur menunggu suaminya mendatangi dirinya.

"Sudahlah aku tidak akan pernah menyentuhmu, tidurlah dan berpakaian begitu pendek apa tidak ada baju lain?" kesalnya tidak menoleh lagi hatinya terasa jengkel.

"Aku jijik padamu, bagaimana aku bisa menyentuh mu." gerutunya jengkel dengan tingkah Hana yang membosankan. Tapi Hana mendengar perkataannya  dengan sangat jelas yang membuat hatinya amat terluka.

"Tidak pernah, jijik?" lirihnya tertawa hambar dengan air mata sudah membasahi pipi dan dagunya. Jika benar Adrian tidak menyukai dirinya, kenapa mereka menikah? Kenapa harus menghinanya seperti ini?sebenarnya untuk apa pernikahan ini terjadi?

"Cobaan apa ini Ya Allah hingga suamiku jijik padaku!" gumam Hana dalam hati, dadanya begitu terasa sesak, air mata mengalir tanpa suara, ia  membungkus tubuhnya dengan selimut, ia merasa sangat malu karena ingin memberi tubuhnya pada pria seperti suaminya itu.

Hana berjalan kearah lemari mengambil baju ganti dan masuk kedalam kamar mandi, terduduk disana hingga tangisnya tumpah ruah, ia menutup mulutnya agar isak tangisnya tidak terdengar. Dadanya benar-benar terasa sesak menahan sakit di dalam sana.

Setelah puas menumpahkan tangisnya Hana berganti pakaian, dan kembali kekamar dengan pakaian lengkap menutup auratnya, perlahan Hana berjalan kearah tempat tidur, sekilas ia melihat Adrian yang tertidur pulas. Hana pun merebahkan diri di tempat tidur membelakangi Adrian yang tidur di sofa, tanpa sadar air matanya kembali menetes.

Kenapa, kenapa semua terjadi padaku! pria yang menikahiku bahkan tidak menginginkanku!

Hana mengigit bibir bawahnya sendiri menahan suara tangisan yang terasa begitu menyakitkan.

"Apa ini memang jalanku dibenci oleh suamiku sendiri?" tanyanya tanpa menemukan jawaban apapun. malam tambah pekat karena tidak bisa tertidur Hana menuju balkon untuk menghilangkan sesak di dada.

Melihat bintang yang bertaburan menghiasi langit malam menjadi pemenang tersendiri baginya, senyumnya terbit walau air mata terus membasahi pipinya.

Allah memberi rasa sakit tentu ada obatnya, Terima kasih Ya Allah, mengurangi rasa sakitku.

Hana tertunduk seraya menghapus sisa air mata mencoba menguatkan diri sendiri. Hingga pandangannya tertuju pada sebuah mobil yang berhenti tak jauh dari rumahnya.

Samar terlihat bayangan lelaki melihat kearahnya, membuat jantung Hana berdetak hebat saat pandangan mereka bertemu.

"Bukankah dia!" Hana menyengit heran untuk apa lelaki itu disini? membuang prasangka buruk Hana kembali masuk kedalam kamar dan menutup jendela. Lebih baik dia tidur saja dari pada melihat pria itu lagi.

...****...

Keesokan harinya Hana terbiasa bangun lebih awal, ia langsung membersihkan diri dan mendirikan shalat dua rakaat sebelum subuh.

Hingga Azan Subuh berkumandang, Hana bangkit dari sejadah dan menghampiri suaminya yang masih tertidur.

"Bang Adri, bangun itu azan subuh sudah berkumandang, kita shalat dulu ya!"ucapnya lembut.

Adrian tidak bergeming masih setia terpejam, membuat Hana memberanikan diri menyentuh bahunya dan mengguncangkannya.

"Bangun, bang nanti kau bisa tidur lagi!" tuntut Hana tetap ingin dia bangun.

"Berisik sekali, pergilah sana! jangan ganggu aku!" bentaknya kesal tapi tidak membuat nyali Hana menciut.

"Bangun dulu, aku tidak akan menganggumu lagi nanti, kita shalat subuh dulu!"

"Diam, aku bilang diam!"bentak menepis tangan Hana begitu saja. Adrian tidak peduli dengan apapun kembali melanjutkan tidurnya.

Hana beringsut mundur, ia memilih melaksanakan shalat seorang diri karena dia sudah membangunkan Adrian tapi ia tidak mau bangun malah memarahi dirinya dengan kasar.

...***...

Hana menuruni tangga tercium aroma makanan kesukaannya ia tau itu pasti masakan sang ibu, ia segera menghampiri ibunya yang sedang mengaduk masakan diatas kompor.

"Bu,ada yang bisa Hana bantu?" tanyanya melihat banyak bahan makanan yang belum terpotong.

"Tumben Han, biasanya gak suka sama masak. Biasa males-malesan dikamar jam segini." ledek ibu Hana terus mengaduk masakan diatas kompor.

"Hana kan baru nikah wajar kalau mau belajar masak, Hana bantu  potong sayuran aja ya?" Kilahnya padahal yang sebenarnya ingin menghindari Adrian yang masih tidur dikamar.

"Kok udah rapi aja kamu Han, jam segini mau  kemana? biasanya kamu pakai baju pendek dirumah." kata ibunya melihat Hana menutup auratnya bahkan memakai kaos kaki yang hanya dipakai jika ada tamu atau saat keluar rumah.

Ya walaupun berhijab tapi jika dirumah tidak ada salahnya memakai pakaian pendek bukan?

"Itu, Hana ada janji sama teman." bohongnya padahal dirinya ingin masuk kuliah hari ini dari pada dirumah, nanti ibunya pasti bertanya tentang banyak hal.

"Teman yang mana?"

"Itu  yang namanya Riska tau kan bu, yang rumahnya didepan warung makan itu." ujarnya terus memotong sayuran tanpa melihat kearah ibunya

Ibunya mengangguk paham membantu Hana memotong sayuran dalam diam.

"Oh ya bu kenapa kakak gak nginap disini semalam?" tanyanya membuyarkan kesunyian beberapa saat

"Katanya mereka iri lihat kalian romantis sekali, jadi mereka mau berduaan seperti pengantin baru juga." Jawab ibunya senyum senyum sendiri mengingat kebahagiaan putri angkatnya.

"Kak Yusuf memang romantis banget ya." tambah Hana tertawa kecil, karena memang sejak kakaknya menikah dengan kak Yusuf menjadi lebih ceria dari sebelumnya bersikap dingin.

"Iya, nanti Adrian bakal seromastis itu juga  pada kamu." goda ibunya membuat Hana tersenyum gentir.

"Iya bu." ucapnya ragu dan melihat ibunya mulai memasak lagi, ia merasa amat bersalah pada keluarganya, Adrian adalah pilihannya tapi dia juga yang disesali seumur  hidup oleh Hana. Tapi ia sadar ini bukan saatnya menyesal, Adrian tidak akan menceraikan dalam waktu dekat jadi dirinya harus berjuang kan?

"Hana, kenapa melamun?" Mengusap sayang bahu anaknya.

"Eh, gak ada Bu, Hana lupa bangunin Bang Ian tadi." ucap Hana seraya menepuk jidatnya dan mengalihkan pembicaraan agar ibunya tidak terus bertanya tentang dirinya.

"Jangan lupa turun sarapan hampir siap!" Seru ibunya saat Hana sudah menaiki beberapa anak tangga.

"Iya!" Hana berjalan cepat menuju kamarnya, saat sampai di depan pintu kamar, Hana merasa  ragu-ragu membuka hadle pintu, beberapa kali ia menimang akhirnya memilih membuka pintu perlahan.

Adrian sepertinya sudah bangun karena tidak ada lagi disofa, mungkin dia berada dikamar mandi tapi tidak terdengar suara air, Hana mengetuk beberapa kali.

"Jika kau sudah selesai mandi, turunlah untuk sarapan bersama." ucap Hana tapi tidak ada jawaban dari dalam, Hana pun memilih keluar dari kamar dan berjalan kearah halaman belakang menunggu Adrian keluar

Hana melihat halaman yang sering dirawat oleh ibunya nampak indah dari lantai atas seperti ini.

Tiba-tiba pikirannya melayang memikirkan pria yang kemarin mencuri perhatiannya entah kenapa Hana melihat kesedihan yang begitu jelas dimatanya.

Hufthh.... Hana menghela napas mengisi rongga napasnya dengan begitu rakus, sepertinya ada sesuatu yang sangat menganggu dirinya.

Apa lelaki itu serius dengan ucapannya? Hana menggeleng cepat menepis bayangannya. Lagipun dirinya sekarang dirinya adalah wanita yang sudah bersuami untuk apa terlalu memikirkan pria yang baru diketahui bernama Reynard

Berhentilah Hana kau benar-benar gila karena terus memikirkan pria itu! gumam Hana dalam hati

...****...

2. Teringat

...Happy reading....

Hana kembali teringat pertemuan pertama kalinya dengan pria itu seminggu yang lalu, pria itu meminta nomor ponsel milik Hana, karena terlalu kesal dengan tingkahnya Hana memberi nomor ponselnya begitu saja.

Dan saat malam hari pria itu menghubungi dirinya, serta mengatakan sesuatu yang sangat tidak mau diakal.

"Kau harus mau bicara denganku, aku ingin menemuimu, dan membicarakan suatu hal penting ini serius!" ucapnya yang memang terdengar serius

"Ck memangnya kau siapa, kita tidak punya hubungan untuk membicarakan suatu hal. Jadi jangan ganggu aku!" kesal Hana bagaimana bisa pria itu bisa

"Aku ingin melamarmu!" kalimat itu terdengar meluncur begitu saja hingga Hana mengira dirinya salah mendengar

"Apa!" pekik Hana setengah berteriak bagaimana mungkin pria ini ingin melamarnya saat pernikahannya akan terjadi, hanya tinggal menghitung hari saja.

"Aku berkata serius, temui aku besok di caffe Lotus jam 1 aku menunggumu." balasnya tidak terdengar bahwa itu sebuah prank atau sejenisnya.

"Aku tidak peduli dan juga tidak akan datang, wassalamu'alaikum!" Hana mematikan sambungan secara sepihak

"Dasar pria gila!" pekik Hana hanya bisa mengatai pria itu supaya bisa meluapkan kekesalan yang begitu membuncah. Argghh ingin rasanya mencakar wajahnya yang menyebalkan itu.

Apa lelaki itu serius dengan ucapannya? Hana menggeleng cepat menepis bayangannya. Lagipun dirinya sekarang wanita yang sudah bersuami untuk apa terlalu memikirkan pria yang baru diketahui bernama Reynard

Berhentilah Hana kau benar-benar gila karena terus memikirkan pria itu

Pandangan Hana tertuju pada air mancur kecil yang dibawahnya banyak ikan peliharaannya, terasa begitu tenang berbanding terbalik dengan isi pikirannya yang memikirkan banyak hal.

Clek... pintu terbuka, sontak saja Hana menoleh melihat Adrian sudah dengan rapi setelan kantornya.

"Kau akan kekantor?" tanya Hana dengan nada dingin, sejak semalam seakan senyuman yang biasa di tebar mendadak hilang karena kelakuan kasar suaminya semalam. Karena yang terasa amat sakit adalah hatinya.

"Ya, banyak pekerjaan yang tidak bisa ku tinggal." Adrian berjalan lebih dulu disusul oleh Hana dibelakangnya seraya menuruni anak tangga satu persatu..

"Aku akan pulang terlambat hari ini."

Hana tidak menjawab karena dia tau tidak ada guna jika dirinya meminta Adrian pulang lebih cepat.

"Mantu sama anak ibu udah turun." sapa ibunya seraya menata makanan dimeja.

Hana hanya bisa tersenyum kecut, ibunya begitu antusiasnya tapi semua tidak seperti yang dilihatnya. ini kebohongan.

Ibunya meminta Hana untuk melayani suaminya, walau tidak suka tapi ia tetap menerima.

Usai makan mereka berdua sibuk dengan urusan masing-masing, Hana memilih kekampus walau hari cutinya masih berlaku

Berbeda dengan Adrian yang memang tidak mengambil cuti dan ia juga ingin kekantor, toh tidak ada yang istimewa dari pernikahannya.

"Nak Adrian tolong anterin Hana juga  ya," pinta ibu tapi Hana menolaknya dengan senyum seraya menggeleng samar

"Tidak perlu bu, arah tujuan kita berbeda, lagian aku mau mampir ke toko buku nanti Bang Ian bisa telat." Dari semalam rasanya sangat risih berdekatan dengan suaminya itu.

"Kalian ini pengantin baru, harus bersama-sama dong biar saling mengenal lebih dalam." Ibu memberikan nasehat

"Baiklah masuklah, Han." Pinta Adrian yang sudah masuk kedalam mobil

"Tuh sana masuk aja nak, hati-hati dijalan." ibu mendorong putri agar masuk kedalam mobil

Ibu Hana amat bahagia anaknya sudah memiliki tambatan hati dan sudah berumah tangga tidak henti-hentinya dia berdoa yang terbaik untuk putrinya.

"Bu, bapak berangkat!" pamit bapak Hana yang sudah keluar dari rumah lengkap dengan  yang di sambut mencium punggung tangan Suaminya

"Hati-hati pak!"

Hana yang berada didalam mobil Adrian hanya diam! seraya memainkan jemarinya dalam pangkuannya.

Hana kuatkan dirimu, kamu hanya ditalak satu dimalam pernikahanmu, pasti masih ada kesempatan untuk kembali tanpa berpisah.

Mobil Adrian berhenti tepat didepan kampusnya yang terlihat banyak mahasiswa yang masuk ingin menuntut ilmu.

"Bang, eh kak, salam dulu." Pintanya, adrian dengan bosan hanya diam tanpa memberikan tangannya. membuat Hana menarik tangannya kembali.

"Assalamualaikum."

Hana turun dari mobil tapi tidak ada jawaban dari Adrian yang langsung melajukan mobilnya menuju kantor, Hana hanya bisa melihat kepergian mobil suaminya.

"Hanaaa!!" pekik seorang perempuan sontak saja Hana menoleh ke sana kemari mencari asal suara hingga menemukan sosok temannya itu.

"Riska!!" Hana berhamburan memeluk temannya itu.

Meninggalkan kekesalan ibu Reynard karena tingkah nakal putranya sendiri. Kedua sahabat sedang beriringan menuju kelas.

"Tumben loe udah masuk, bukannya baru nikah kemaren, gimana sih jalan loe aja masih lurus gitu keramas gak hari ini?" tanya Riska panjang lebar

"Iss kamu ini, gak mau ngomong lah." Hana berjalan cepat meninggalkan sahabatnya karena malu ditanyai tentang hal yang tidak-tidak begitu.

Riska menyeimbangkan langkah kembali berjalan beriringan dengan Hana.

"Yaelah Han, woi Hana, kok sensi amat Pms ya?" Tebak Riska tapi tidak mendapatkan jawaban dari Hana. "Gua tau pasti karena pms jadi  malam pertama lo gagal kan?" lanjutnya masih dengan tebakannya

Hana ingin kesal tapi ditahan karena ia memang tidak bisa marah pada makhluk yang bernama Riska itu, karena sahabatnya yang sangat baik.

"Cuma malam pertama Ris, gak mesti semua orang tau kok!" cebiknya  kesal berjalan cepat.

"Kok ada bau-bau gitu ya?" curiga Riska mengibaskan tangannya didepan wajah seakan mencium bau yang kurang sedap, sebenarnya karena terlihat wajah bimbang dari Hana.

"Bau apaan sih gak jelas banget deh!" desis Hana malas menanggapinya.

"Bau kebohongan kali!" Riska berhenti didepan Hana membuat langkah Hana juga ikut terhenti.

"Aish terserah loe aja lah." Hana melewatinya begitu saja menghindari pertanyaannya yang makin menjadi.

"Berarti bener dong yang gua bilang!"

Hana mendengus kesal dan masuk kedalam ruang kelas karena sebentar lagi jam pertama akan dimulai.

"Iss Hana jawab dong gua ngomong!" rengeknya manja memegang tangan Hana serta menggoyangkan ke kanan dan ke kiri

"Udah deh gak baek ngomong masalah begituan, dosa!" Hana sebenarnya malas dengan semua pertanyaannya

"Iya deh, tapi by the way kamu kenapa masuk kuliah ehari ini?" Riska kembali bertanya hal yang menganggu pikirannya

"Karena mau aja." jawab Hana ketus meletakkan tasnya diatas meja dan duduk di salah satu bangku.

"Jawaban macam apa itu?" Riska meringis sebab jawaban pasti Hana tidak masuk akal menurutnya. ia ikut duduk di sebelah Hana.

"Suka-suka gue dong."  Hana membalas dengan sinis.

"Hana mah gitu orangnya ck." Cebik Riska mulai membuka bukunya karena dosen sudah  masuk kelas.

"Biarin!" jawab Hana membuat Riska tambah kesal

Mereka pun mulai belajar materi yang diberi oleh dosen yang berdiri di depan semua mahasiswa.

...***...

3. Kasar

...Happy reading...

Hana pulang lebih sore karena menumpang mobil milik Riska, karena memang rumahnya searah dan memang tidak ada lagi kelas sejak tadi siang. Membuatnya terpaksa menunggu Riska karena lupa membawa uang.

"Mampir dulu, Ris?" tawarnya sebelum keluar dari mobil

"Gausah deh lain kali aja. Assalamualaikum!" jawab Riska karena dirinya ada keperluan lain lebih tepatnya ada acara keluarga yang sebenarnya malas dihadiri tapi apa daya tidak bisa menolak permintaan kedua orang tuanya

"Waalaikumsalam!" Balas Hana melihat mobil Riska pergi menjauh dari pandangannya. sekarang gilirannya bagaimana menghadapi ibunya.

Hana masuk kedalam rumah dengan rasa Lelah yang teramat sangat badannya terasa letih tanpa tau  penyebabnya. Hana mengucap salam dijawab oleh ibunya yang keluar dari dapur.

"Loh nak menantu ibu kemana kok gak sekalian pulangnya sama kamu?" tanya Ibu karena melihat Hana pulang sendirian

"Bang Ian katanya bakal telat pulang hari ini." balas Hana yang sebenarnya seraya menyalami ibunya sebagai bentuk ketaatannya.

"Begitu ya udah mandi sana bentar lagi kita makan malam, ibu sudah masak makanan kesukaan kamu sama mba Yanti tadi." jelas ibu Hana begitu bersemangat

"Hana capek ma, Hana makan kalau nanti Bang Ian sudah pulang, gak usah tungguin." Hana tersenyum manis menandakan semuanya baik-baik saja

"Wah anakku manis sekali merebut hati suaminya." bangga ibu pada anaknya yang begitu manis memperlakukan suaminya.  

Hana memasuki kamar dan langsung merebahkan diri di atas tempat tidurnya yang nyaman, entah kenapa pikirannya kembali terngiang perkataan Adrian semalam.

Aku tidak akan pernah menyentuhmu!

Hana meringkuk hingga memeluk lututnya sendiri, ia memejamkan mata merasa amat kesepian karena tidak punya tempat ia untuk mencurahkan

"Bapak ibu, maafin Hana, keputusan Hana benar-benar salah padahal kakak Yuna sudah mengingatkan." Hana menutup mulutnya agar isak tangis tidak terdengar oleh siapapun. Hatinya berdenyut nyeri sakit, begitu sakit tapi tidak berdarah.

Teringat akan hal yang dikatakan kakaknya benar adanya tapi satu yang menganggu benaknya apa tujuan Adrian menikahi dirinya? jika tidak mencintai dirinya dan juga tidak ingin menyentuhnya.

"Kak Maaf!" Hana mengingat kekhawatiran kakaknya padanya yang lagi-lagi membuatnya sedih jalannya kali ini salah besar.

Setelah puas menumpahkan kesedihannya Hana bangkit mulai membuka lemari mengambil pakaian gantinya kemudian masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Sambil menunggu Adrian pulang ia segaja tidak turun dari kamar untuk mengurangi kecurigaan orang tuanya. Hana mulai mengetik di laptop miliknya mengerjakan tugas yang tadi diberikan oleh dosennya di kampus.

Hanya beberapa hari mengambil cuti tapi rasanya tugasnya sudah menumpuk begitu banyak. Untung saja ada Riska yang memberi catatan untuk beberapa hari ini.

Sambil menunggu Adrian pulang ia segaja tidak turun dari kamar untuk mengurangi kecurigaan orang tuanya. Hana mulai mengetik di laptop miliknya mengerjakan tugas yang tadi diberikan oleh dosennya di kampus.

Hanya sehari dirinya mengambil cuti tapi rasanya tugasnya sudah menumpuk begitu banyak benar-benar sebuah cobaan baginya.

Hari bertambah larut langit sudah pekat disusul cahaya bintang-bintang yang menghiasinya. Angin malam ikut bertiup membawa dinginnya masuk kedalam kamar Hana. Ia menoleh melihat pintu balkon masih terbuka dengan gorden yang tertiup angin

"Pantas saja dingin sekali rupanya aku lupa menutup pintu balkon." Hana bangkit berjalan beberapa langkah menuju balkon.

Bukannya menutup pintu dirinya malah keluar melihat indahnya malam dengan sinar bulan dihiasi juga bintang-bintang yang indah.

"Indah sekali!"

Lama Hana memandangi pemandangan malam hari dari balkon kamarnya saat pandangannya melihat sekeliling lagi mobil yang kemarin ada lagi terparkir di jalanan tidak jauh dari rumahnya.

"Ada apa sih, kenapa dengan pemilik mobil itu, ihh mungkin saja niatnya buruk."

Tidak lama terdengar suara pintu terbuka, ia menoleh melihat Adrian masuk kedalam kamar dengan wajah kusut serta lelah.

"Abang sudah pulang?" sapanya dengan senyum menghampiri dan berniat menyalaminya tapi Adrian berlalu begitu saja.

Adrian tidak menjawab sama sekali seakan menulikan telinganya, setelah beberapa saat mengotak-ngatik ponselnya ia pun meraih handuk dan baju ganti ia berlalu masuk kedalam kamar mandi.

Hana hanya terdiam di tempatnya dengan senyum memudar, Kenapa dia begitu dingin sekarang? Entah apa yang merasukimu, Abang.

Hana kembali duduk di kursi belajarnya melanjutkan tugasnya yang tadi tertunda, Hana mengerjakannya tanpa menoleh ke kanan ataupun ke kiri. Hingga tugas pun diselesaikan tapi dirinya malah merasa perutnya tiba-tiba perih.

"Shh. sepertinya aku lupa makan tadi, sakit!".keluh Hana seraya bangkit melihat sekeliling, Adrian sudah duduk di sofa mengerjakan sesuatu di laptopnya

"Apa kau sudah makan Bang?"

"Bang Adrian, apa kau tidak lapar?" Hana meraih tangannya dan mengguncang dengan pelan. "Bang jawab dong!" pintanya

Adrian berdiri dan dengan amarah menyentak tangannya yang digenggam oleh Hana dengan begitu kasar hingga...

Brukk ... Suara Hana terjatuh karena dorongan dari Adrian terdengar begitu nyaring, sikunya terasa begitu sakit karena mencium lantai lebih dulu.

"Sudah aku bilang jangan ganggu aku, jangan sentuh aku, mengerti!" bentaknya dengan menekankan setiap perkataannya hingga tidak terdengar keluar.

"Aku ingin mengajakmu makan, Bang!" ucap Hana terdengar begitu lirih. Air matanya sudah mengenang tapi tetapi tetap ditahan.

Hana bangkit dan berdiri didepan Adrian dengan keberanian. "Bang Adri apa tidak sebaiknya kita tinggal diapartemennu, bukankah kau punya apartemen yang tidak ditempati." balas Hana dengan suara bergetar.

"Dan kita tidak perlu bersandiwara seperti ini. "

Aku hanya takut bahwa orang tuaku tahu bahwa sebenarnya hubungan kita tidak baik-baik saja. gumam Hana dalam hati.

Terlihat Adrian berfikir sejenak ada benarnya juga perkataan Hana dengan begitu dirinya tidak perlu berpura-pura lagi.

"Baiklah besok kemasi barang-barangmu kita akan pergi setelah aku pulang kerja, katakan pada orang tuamu aku tidak mau menjawab pertanyaan membosankan dari mereka." ucapnya dengan seenaknya tanpa memikirkan bagaimana perasaan Hana sekarang

"Baiklah." Hana tertunduk diam, kemudian berlalu keluar dari kamar menuju dapur untuk mengobati lukanya.

Hana mencari kotak P3K yang biasa disimpan di dapur oleh ibunya yang ternyata ada dirak atas. Hana meraih dan membuka kotak itu, lalu mengambil obat untuk lukanya.

Hana berdesis merasa perih karena obat pada lukanya, Hana hanya  mengoleskan obat tanpa membalutnya karena hanya luka goresan kecil

"Loh Hana kamu belum tidur, nak?" Suara ibunya membuat Hana kaget sontak saja ia berbalik melihat ibunya.

"Ibu?"

"Kamu sedang apa tengah malam begini di dapur, hmm?" tanya ibu seraya mengambil air yang diisi ke dalam gelas.

"Itu Hana sedang mencari mie instan, tiba-tiba merasa lapar Bu." kilahnya pura-pura mencari sesuatu.

"Ini makanan untukku yang sudah ibu taruh di sini tapi belum juga kamu makan. Apa Adrian juga belum makan?"

"Itu Bu, aku lupa ternyata bang Ian sudah makan diluar dengan rekan kerjanya." Hana mencari alasan walaupun Adrian tidak mengatakannya

"Memangnya dia tidak bilang?"

"Sudah dikatakan tadi, Hana yang lupa karena sibuk dengan beberapa tugas, kalau begitu Hana makan dulu ya bu." Hana duduk di kursi makan dan mulai menyantap makanan kesukaannya.

"Hana apa kamu terluka?" tanya ibu melihat kotak P3K yang masih terbuka.

"Tidak Bu Hana baik-baik, tadi tidak sengaja jatuh karena gamis yang terlalu panjang." lagi-lagi rasa bersalah menyerang hatinya karena berbohong kepada ibunya.

"Kamulah ini sudah malam kenapa masih pakai gamis segala sih?"

"Maaf Hana lupa." Hana menyunggingkan senyum seolah dirinya baik-baik saja.

"Yaudah cepat makan dan tidur, hampir tengah malam begini masih aja didapur, ada suami yang harus diladeni loh." goda ibu mencolek bahu putrinya.

"I-iya, Bu"

Setelah mengambil air minum ibu kembali ke kamarnya yang membuat Hana bernapas lega, kesedihan hatinya kembali menguar.

"Maaf, Bu Hana terlalu banyak berbohong!" gumamnya

Hana menghabiskan makan malam seorang diri, Hana hanya bisa makan sedikit untuk mengganjal perutnya karena sebenarnya dia tidak selera makan

Hana menuju ke kamarnya dengan menaiki anak tangga hingga tepat berada di depan pintu kamarnya, Hana mengatur napas beberapa kali bersiap menghadapi suami yang tidak menganggap dirinya

...Bersambung......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!