"Ayo kak Senja! cepetan kita masuk ke rumah perlihatkan Mama bonekanya," teriaknya Jingga adiknya Senja yang kegirangan mendapatkan hadiah dari seseorang yang baru dikenalnya.
"Tunggu kakak!" Balasnya dengan teriak Senja pula yang tidak mau kalah dengan kakaknya itu sambil memeluk bonekanya yang cukup besar.
Cittt!!
Pintu pagar besi bercat putih itu terbuka lebar dan berdecit, masuklah dua orang anak kecil berlarian. Mereka beradu lomba lari hingga ke dalam rumahnya.
Senja Aurora Leo dan Jingga Starla Leo berlarian ke arah dalam rumahnya seraya menggendong boneka teddy bear di dalam pelukan masing-masing pemberian dari orang yang tidak dikenalnya dengan baik.
Mereka tidak ada yang mau mengalah saking bahagianya mendapatkan hadiah boneka dari perempuan yang sama sekali tidak dikenalnya itu.
Alya yang sedang mengambil jemuran pakaiannya itu segera menolehkan kepalanya setelah mendengar teriakan dan suara gaduh dari arah pagar rumahnya itu. Aliya menggelengkan kepalanya melihat sikap dan perilaku kedua anak kembarnya itu.
"Astaghfirullah aladzim, kenapa putriku tidak pernah berubah sama sekali, selalu saja adu lari, apa mereka ingin jadi atlit lari," gumamnya Alya yang segera menghentikan kegiatannya itu dan berjalan ke arah anaknya.
Kedua anak kecil itu saking bahagianya mendapatkan hadiah boneka dari orang yang tidak dikenalnya itu. Karena sudah beberapa bulan menunggu mama dan papanya membelikan dia boneka. Hanya janji-janji semata yang dia dapatkan dari mamanya.
Aliya sangat ingin memberikan boneka dari ketika mereka berulang tahun, tetapi Aliya tidak mampu memberikan apa yang diinginkan oleh kedua putri kembarnya itu.
"Senja!! Jingga! Stop jangan berlarian Nak!" Cegahnya Aliya yang khawatir melihat kelakuan anaknya sendiri.
Senja dan Jingga tidak peduli dengan teriakan dari namanya itu. Mereka semakin saja mempercepat langkah laju larinya hingga mereka sudah sampai di tempat mamanya berdiri menunggu kedatangan keduanya.
"Sayang kenapa meski harus berlari, apa kalian sama sekali tidak takut jatuh? Mama saja yang lihat kamu was-was dan ketakutan," ujarnya Aliya sambil memeluk tubuh anaknya.
Aliya terkejut melihat ada dua boneka yang mereka peluk. Salah satunya ada yang berwarna biru dan kuning. Kedua nafas mereka ngos-ngosan dan saling memburu saking capeknya mereka berlari.
"Aku tidak boleh bertanya kepada mereka sebaiknya mereka mandi lalu makan dan cari waktu yang tepat untuk bertanya dimana mereka dapat hadiah bonekanya, nunggu mereka bicara langsung saja karena aku yakin mereka akan berbicara tanpa ditanya," bathinnya Aliya.
Senja dan Jingga tidak mau melepas bonekanya. Anak kecil berusia delapan tahun itu terakhirnya mendapatkan kado dari kedua orang tuanya, ketika mereka berusia enam tahun itu. Berarti sudah dua tahun lebih tidak pernah dapat hadiah lagi.
Ketiga perempuan beda usia dan generasi itu berjalan sambil bergandengan tangan ke arah dalam rumahnya. Mereka berjalan sambil bercanda ria hingga sampai ke dalam kamar putrinya.
Aliya berusaha untuk meraih bonekanya itu, "Sayang bonekanya disimpan dulu yah, apa kamu enggak capek meluk boneka mulu?"
"Maafkan saya yah Mama, Jingga terlalu bahagia Mama dapat hadiah boneka ini," jelas Jingga seraya mengangkat bonekanya ke atas tepat di depan dada Aliya.
"Senja juga simpan dulu bonekanya di atas ranjangnya kamu mandi dulu terus makan, Mama sudah buatkan kalian nasi goreng sosis bakso, kalian pasti belum makan kan?" Tanyanya Aliya.
Senja segera menghentikan kegiatannya," kami sudah kenyang Ma, sudah makan juga tadi sebelum pulang," ungkap Senja.
"Sudah makan! Kalian makan dimana?" Tanyanya Aliya penuh selidik.
"Ada perempuan baik hati yang ikhlas dan tulus mentraktir kami makan," jawab Jingga.
"Iya Ma, Tante itu baik sekali sama kami berdua sudah ditraktir makan enak-enak di restoran ehh dibelikan lagi boneka ini, dia baik banget yah Ma," pungkasnya Senja yang ikut menimpali percakapan mereka.
"Alhamdulillah kalau ada orang yang berbaik hati membelikan kalian boneka dan juga mentraktir makan yang enak-enak lagi, tapi apa kalian sudah mengucapkan makasih kepada perempuan baik hati itu Nak?" Tanyanya Aliya lagi.
"Itu sudah pasti kami lakukan Mama,kan Mama yang selalu ngajarin kami untuk selalu berterima kasih kepada orang yang membantu kami dan selalu bersyukur dalam keadaan apapun," ucap keduanya serentak.
Aliya terdiam sesaat sambil memperhatikan dengan seksama perkataan kedua putri kembarnya itu. Raut wajahnya menyiratkan kebahagiaan sekaligus penasaran dan kebingungan dalam waktu yang bersamaan.
"Alhamdulillah makasih banyak ya Allah… Engkau mempertemukan anakku hari ini dengan orang yang begitu baik, aku berharap orang itu tulus menolong dan membantu anakku," gumamnya Aliya.
Aliya membantu menyiapkan pakaian ganti untuk kedua anak kembarnya itu dengan telaten. Aliya kembali mengalirkan air matanya itu ketika melihat banyaknya pakaiannya Jingga dan Senja yang kebanyakan sudah lusuh dan warnanya memudar.
Aliya mengambil dua pasang potong pakaian anaknya itu," maafkan Mama Nak belum mampu belikan kalian pakaian baru, sudah hampir tujuh bulan, uang belanja bulanan dari papa kalian semakin berkurang, jadi Mama harus pandai-pandai mengatur keuangan supaya akhir bulan tidak kehabisan," lirihnya Aliya seraya memangku dua pasang pakaian piyama untuk Jingga dan Senja.
Aliya masih terduduk diujung ranjang anaknya dengan sesekali menyeka air matanya itu yang menetes tanpa aba-aba.
Keesokan harinya, Aliya yang sedang menyiram beberapa tanaman bunga pagi itu tanpa sengaja melihat ada beberapa mobil yang berhenti tepat depan rumahnya itu.
"Siapa yang punya itu mobil,kok parkirnya tepat depan pagar rumahku segala lagi," kesalnya Aliya yang merasa terganggu dengan cara parkir supir mobil tersebut.
Aliya hendak menegur pemilik mobil tersebut, tapi langkahnya terhenti ketika melihat sekaligus mendengar teriakan heboh dari kedua anaknya itu.
"Tante Adinda!" Teriak Jingga dan Senja yang sedang bermain di ayunannya ketika sadar melihat seorang wanita yang turun dari mobilnya dengan pakaian yang modis dan serba mahal yang kemungkinannya Aliya tidak akan mampu dibelinya dalam keadaan ekonominya seperti sekarang.
Aliya melototkan matanya dan terperangah melihat kedua anaknya yang ternyata mengenali perempuan cantik dan seksi itu.
Senja dan Jingga berlarian ke arah perempuan yang disapa Tante Adinda itu. Aliya tidak bergerak sama sekali di tempatnya hanya menatap apa yang dilakukan oleh kedua anaknya yang begitu akrab dengan tetangga barunya itu.
Aliya tidak sengaja melihat ke arah perempuan itu hingga tatapan mata keduanya saling bertemu satu sama lainnya. Aliya jadi salah tingkah karena ketahuan diam-diam memperhatikan wanita yang begitu elegan dalam berpenampilan. Jika dibandingkan dengan dirinya sungguh jauh berbeda, tapi dari segi kecantikan, Aliya sebenarnya lebih unggul.
Senja dan Jingga baru berusia delapan tahun beberapa bulan yang lalu sedangkan Aliya menikah dengan Leo suaminya disaat baru beranjak usia dua puluh tahun, sembilan belas tahun kurang lebih empat bulan belum genap 20 kala itu.
Leo seorang karyawan perusahaan yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka tinggal, walaupun status pekerjaan Leo biasa saja, tetapi gajinya cukup menghidupi keluarganya.
Mampir baca novel baru aku judulnya "Terpaksa Menjadi Orang ketiga" ada give away kecil-kecilan khusus pembaca yang rajin" Caranya hanya baca, Like dan komentar.
Satu bulan kemudian sejak kedatangan tetangga baru itu, hubungan mereka seperti hubungan tetangga lainnya, sesekali bertemu dan saling bertegur sapa satu sama lainnya. Sedangkan Jingga dan Senja hampir setiap hari mengunjungi rumah Adinda seolah seperti rumah kedua baginya.
Aliya yang kebiasaannya setelah menikah sekitar kurang lebih tujuh tahun lalu, kesehariannya lebih sering memakai daster dalam beraktifitas.
Bukan tanpa alasan, katanya memakai daster itu lebih simpel, praktis dan harganya lebih murah, ekonomis dan terjangkau pastinya dibandingkan dengan pakaian rumahan lainnya. Aliya itu berjalan ke arah pintu rumahnya dengan kepanasan, karena cuaca yang cukup panas siang hari itu.
Pintu rumah yang terbuka dari dalam berderit, muncullah seorang ibu-ibu muda berjalan ke arah keluar rumahnya sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan kipas plastik mainan anak sulungnya itu. Siapa lagi kalau bukan Aliya wanita muda yang sudah memiliki anak tapi, masih muda diusianya itu.
"Ya Allah siang hari ini panas banget yah, padahal biasanya tidak seperti ini, apa jangan-jangan akan turun hujan lebat seperti biasanya,"gumamnya Aliya dengan tangannya masih setia mengipas wajahnya yang nampak peluh keringat bercucuran membasahi wajahnya itu.
Aliya Azizah Khumairah namanya, Ibu dua orang anak yang baru berusia 28 tahun itu dengan memiliki dua orang putri, sedang mondar mandir di depan rumahnya sambil sesekali mengamati keadaan langit siang hari itu yang begitu teriknya.
"Senja dan Jingga kok belum balik juga dari les mengajinya biasanya jam segini sudah balik padahal sudah hampir jam tiga sore," gumam Aliya.
Aliya seorang Ibu muda yang masih cantik dan ayu hanya saja beberapa bulan belakangan ini tidak pernah melakukan perawatan karena mengingat kondisi ekonomi suaminya itu.
Mereka lahir hanya berbeda kurang lebih setengah jam saja, mereka begitu mirip sehingga terkadang ada yang kesulitan untuk membedakannya, sehingga Aliya sebagai ibunya membedakannya dari pakaian dan karakter keduanya.
Karena bentuk tubuhnya dan juga wajahnya yang begitu mirip. Memang mereka terlahir kembar. Baru sepersekian detik, Aliya mendaratkan bokongnya ke atas kursi plastik yang ada di depan teras rumahnya itu, suara pagar rumahnya berderit. Ia menyunggingkan senyumnya melihat kedua putrinya sudah kembali dari masjid.
Aliya tersenyum simpul melihat kedatangan kedua putri kembarnya itu dan segera bangkit dari duduknya itu dan berjalan tergesa-gesa menyambut kedatangan kedua anaknya. Aliya merentangkan kedua tangannya seperti biasa yang dilakukannya jika kedua anaknya pulang.
"Alhamdulillah anakku sudah pulang,"lirih Aliya.
Dia pun berjalan ke arah depan pagar rumahnya untuk menyambut kedatangan kedua anaknya. Kedua anaknya yang menyadari kedatangan ibunya segera berlari berhamburan memeluk tubuh ibunya itu.
"Mama!" Teriak keduanya.
Senja dan Jingga saling berkejaran dan berlomba siapa yang lebih duluan sampai untuk memeluk mamanya itu. Mereka sangat gembira karena sebenarnya baru saja kembali lagi dari makan di restoran, tapi kali ini mereka harus diam tidak boleh mengatakan kepada siapapun terutama kepada Aliya ibunya. Mereka tidak pernah ataupun terbiasa berbohong, tapi sudah telanjur berjanji dengan Adinda sehingga mereka harus tutup mulut.
"Kakak Jingga ayo kita lomba lari siapa yang jago lari, kalau kakak Andien yang menang aku beliin permen, kalau aku yang menang kak yang belikan aku permen, gimana setuju?" Pekiknya Senja yang mempercepat larinya.
Jingga hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan persyaratan dari adiknya itu. Mereka pun sudah berlari menuju Aliya yang hanya geleng-geleng kepala melihat kebiasaan kedua putri kecilnya itu. Aliya terkadang heran dengan kelakuan anaknya yang terkadang menganggap halaman rumahnya adalah lapangan olahraga saja.
"Sayang tidak usah berlari seperti ini juga, hati-hati loh larinya!" Teriak Aliyah yang berusaha untuk menghentikan kedua anaknya itu.
"Kami tidak akan jatuh kok Ma," balasnya Jingga dengan teriak pula dengan nafasnya yang memburu dan peluh keringat bercucuran membasahi sekujur tubuh keduanya.
Hingga hanya beberapa detik saja mereka sudah memeluk dengan erat tubuhnya Aliya seolah mereka berbulan-bulan tidak saling bertemu.
"Hore! Aku juara satu lagi… mama aku memang jago lari seperti di sekolah!" Jeritnya Senja yang berbicara terengah-engah karena habis berlari.
"Ihh adek curang! Seharusnya kakak yang menang!" Kesalnya Jingga yang baru saja sampai di tempat tersebut lebih lambat beberapa menit dari adiknya itu.
"Aihts kakak enggak seru, kalau kalah selalu saja bilang saya curang," ketusnya Senja seraya menjulurkan lidahnya ke arahnya Amirah.
Aliya segera menengahi perdebatan kedua putrinya itu," sudah… sudah aah jangan seperti ini, kalau masih debat Mama tidak akan masakin kalian makanan enak lagi, gimana apa masih mau lanjut bertengkarnya atau…"
Aliya belum menyelesaikan perkataannya itu kedua anaknya sudah berlari ke arah dalam rumahnya. Keduanya melerai pelukannya dari tubuh mamanya itu dan langsung berkejaran ke arah dalam rumahnya. Seperti biasanya, Aliya akan membuatkan cemilan ringan berupa kue kesukaan kedua anaknya sebelum anak-anaknya pulang dari kegiatannya di luar ataukah aneka gorengan.
Aliya tersenyum gembira melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah anak-anaknya. Ia bersyukur karena kedua anaknya tumbuh kembangnya lebih cepat dari anak sebayanya, sehingga terkadang membuat Aliya tertolong dengan bantuan dari kedua putrinya yang selalu saja bisa mengerti dengan kondisi dari mamanya.
"Senyuman kalian mampu mengobati kesedihan,kedukaan dan rasa kecewa mama Nak, tetaplah kalian menjadi pelita dan pelipur laranya mama, kalian berdua adalah harta yang paling berharga dalam hidupnya mama," batinnya Aliya.
Senja dan Jingga menyimpan tas, pakaian muslimah dan juga sendalnya di tempatnya di sudut ruangan kamarnya. Kemudian mereka mengganti pakaiannya masing-masing dengan terburu-buru dan berjalan kembali ke arah paling dalam rumahnya itu.
Walaupun mereka sudah kenyang karena ditraktir makan enak-enak oleh Adinda,tapi demi menyenangkan hati mamanya dan rahasia mereka aman, mereka kembali menyantap kue buatan mamanya. Keduanya sudah duduk berhadapan di depan meja makan dan mengambil beberapa potong kue yang sungguh lezat yang masih sedikit hangat.
"Sudah dua hari Mas Leo belum pulang juga dari luar kota, entah kenapa perasaanku kali ini berbeda yang aku rasakan tidak seperti biasanya jika Mas Leo bepergian ke luar daerah, aku hanya berharap suamiku baik-baik saja," Aliya memikirkan tentang suaminya tetapi tatapan matanya tertuju pada kedua putri kembarnya itu.
Jingga dan Senja saling melirik dan memberikan kode satu sama lainnya," ya Allah maaafkan Senja sudah menutupi kenyataan kalau Senja makan bareng lagi dengan Tante Adinda, maafkan aku yah Allah," Senja membatin.
"Semoga Mama tidak curiga dengan apa yang telah kami lakukan, tapi ya Allah aku tidak dosakan tidak jujur kepada mamaku," Jingga turut membatin.
Aliya terduduk di hadapan kedua putri kecilnya tetapi dengan tatapan matanya yang menyiratkan begitu banyak pertanyaan yang berseliweran di dalam kepalanya mengenai perubahan sikap dari suaminya itu.
"Tapi apa yang terjadi dengan keuangan dan pekerjaan Mas Leo, kenapa sudah hampir empat bulan ini uang bulanan dari suamiku berkurang tidak seperti biasanya sedangkan barang-barang kebutuhan pokok harganya semakin melambung tinggi, astaghfirullahaladzim maaf yah Allah bukannya aku tidak ridho ataupun bersyukur dengan pemberian suamiku hanya saja menurut aku agak aneh saja, mungkin mas Leo punya alasan sendiri tapi belum mengatakannya padaku," lirihnya Aliya penuh sesal sambil berjalan ke arah dapurnya untuk mengambil air putih.
Aliya terus menggelengkan kepalanya dan berusaha membuang jauh-jauh prasangka jeleknya itu dari pikiran dan hatinya. Ketiganya sudah duduk saling berhadapan sambil menikmati beberapa potong kue dan segelas minuman dingin sudah mereka santap siang menjelang sore itu.
"Aku harus pintar-pintar mengelola keuangan, walaupun jumlah nominalnya berkurang, asalkan anak-anakku tetap makan berkecukupan itu sudah cukup, aku hanya perempuan biasa yang kadang butuh pakaian yang baru, tapi demi buah hatiku aku pasti akan selalu mengalah demi kebahagiaan mereka, tapi apa aku cari kerja sampingan saja yah karena Mas Dimas tidak mungkin mengijinkan aku bekerja di luar rumah, tetapi pekerjaan apa yang bisa aku kerjakan dari hanya berdiam diri di rumah saja, apa sebaiknya aku cek di fb atau tanya teman kerja atau juga tetangga mungkin punya rekomendasi pekerjaan yang cocok denganku," Aliya membatin seraya sesekali menyantap kue buatannya sendiri.
Jingga dan adiknya Senja sama sekali tidak mempedulikan apa yang dilakukan oleh wanita yang begitu besar jasanya dalam kehidupannya. Bagi mereka mamanya selalu dalam keadaan baik-baik saja, karena tidak pernah terlihat sedih dan banyak mengeluh dengan kehidupan kesehariannya.
"Aku harus bisa bekerja, tapi Mas Leo tidak boleh tau, karena aku khawatir jika kelak ketahuan oleh Mas Leo pasti dia akan menghalangiku untuk bekerja, kalau gitu aku diam-diam saja mencari informasi dan mulai chat siapa saja, mungkin saja ada teman sekolah atau teman kerja aku dulu yang bisa bantu," cicitnya Aliya.
Dulu semasa muda dan belum menikah dengan Leo Pratama sempat bekerja di salah satu pabrik, walaupun hanya bekerja sebagai karyawan pabrik, tapi hasilnya cukup memenuhi kebutuhannya, karena dari bekerja itu dia bisa nyicil motor yang sampai detik ini dipakainya dalam beraktifitas.
Aliya adalah anak tunggal dari kedua orang tuanya itu,tetapi kedua orang tuanya meninggal ketika Aliya baru setahun usia pernikahannya. Aliya terlahir dari keluarga sederhana bahkan termasuk keluarga kurang mampu.
Aliya menikah dengan Leo Khalid Pratama, mereka awalnya berpacaran beberapa tahun sebelum mereka memutuskan untuk menikah kala itu.
Malam semakin larut, suara jangkrik mulai terdengar begitu nyaring dari semak-semak belukar yang kebetulan terdapat tidak jauh dari rumahnya. Sedangkan Ibra, sama sekali belum menghubungi nomornya, walaupun hanya sekedar kirim pesan chat whatsapp saja dia tidak lakukan.
Aliya menghembus nafasnya dengan perlahan, "Aku harus berpikiran positif, tidak baik selalu berburuk sangka kepada suamiku walaupun kami terpisah beberapa hari," cicit Aliya.
Aliya bergegas melaksanakan kewajibannya setelah mendengar suara adzan isya berkumandang. Setelah melaksanakan shalat isya dan membantu kedua anaknya mengerjakan pekerjaan rumahnya dari ibu gurunya, ia segera meraih gawainya yang tergeletak di atas kasurnya itu. Dia kemudian membuka kunci hpnya itu.
Aliya membaca satu persatu postingan dan unggahan teman onlinenya itu dengan seksama, "Yang ramai di sosial media semuanya rata-rata jual online dan pakai modal, sedangkan saya mau ambil modal dimana uang lima ratus ribu saja saat ini aku tidak punya, walaupun aku ada tabungan sedikit tapi itu rencananya aku pakai kalau memang dalam keadaan terdesak saja," gumamnya Aliya
Aliya semakin serius menatap layar ponselnya itu dan masih terduduk di samping kasur anaknya belum beranjak dari sana, ia akan pergi jika kedua anaknya sudah tertidur pulas. Sesekali mengelus puncak surau kedua putrinya secara bergantian.
Aliya terus memperhatikan beranda facebooknya hingga sudut ekor netra hitamnya melihat beberapa postingan tentang novel online.
"Woooo katanya orang ini hanya menulis novel online setiap hari diwaktu senggangnya sudah menghasilkan puluhan juta rupiah, apa aku coba saja bergabung dengan grupnya?" Cicit Aliya.
Kedua bola matanya berbinar-binar terang saking bahagianya membaca satu persatu unggahan dari beberapa orang.
Tapi, nyalinya menciut ketika ada yang mengatakan jika ekspektasinya tidak sesuai dengan kenyataannya yang gagal gajian. Banyak yang memposting jika gagal gajian, tapi disisi lain banyak juga merasa bahagia dan bersyukur karena berhasil gajian pakai dollar.
"Aku coba saja gagal jadi pengalaman, berhasil alhamdulillah," lirih Aliya yang mulai mendownload salah satu aplikasi baca novel online.
Aliya berharap dengan mencoba pekerjaan tersebut dan berusaha untuk tidak menggangu aktifitas rutinitasnya sehari-hari sebagai Ibu rumah tangga dan seorang mama.
Setelah beberapa saat kemudian, Aliya beranjak meninggalkan kamar tidur kedua putri kecilnya itu. Sesekali menatap layar hpnya jika,ada pesan chat yang masuk apakah itu dari temannya ataupun suaminya sendiri.
Aliya kemudian duduk di balik jendela kamarnya yang kebetulan ada kursi plastik yang tersedia di sana yang selalu menjadi tempat terfavoritnya jika lagi seorang diri seraya menikmati keindahan pemandangan di luar sana terutama pada malam hari.
"Sudah beberapa bulan ini mas Leo selalu mengurangi jatah bulananku, apa sebaiknya aku bertanya kepadanya kenapa hal itu terjadi, tapi jika Mas Leo merasa keberatan dan marah gimana? Aku tidak ingin Mas Leo marah hanya karena bertanya seperti itu," gumamnya Aliya sambil tangan kanannya menggenggam erat hpnya yang layarnya masih aktif itu.
Biasanya Aliya mendapatkan uang belanja lebih dari cukup sehingga ia sesekali menyisihkan sebagian uang belanjaannya sebagai tabungan tanpa sepengetahuan dari suaminya.
Tapi, Aliya sama sekali tidak berniat untuk mengganggu uang tabungannya kecuali memang dalam keadaan yang sangat terdesak saja.
"Apa aku ikut kata teman di facebook untuk bergabung jadi penulis novel online saja, hitung-hitung cari pengalaman dan juga untuk mengisi waktu kalau rezeki alhamdulilah gagal tidak masalah daripada sepi setiap hari pekerjaan itu mulu,kalau anak-anakku ada di rumah rumah tidak sepi, apalagi selama Mas sibuk keluar daerah rumah ini semakin sunyi," cicitnya Aliya seraya memandangi langit yang bertaburan bintang dan rembulan malam yang menyinari seluruh angkasa malam itu.
Lamunannya buyar ketika mendengar suara ketukan beberapa kali dipintunya. Aliya segera bangkit dari duduknya dan bergegas ke arah pintu depan.
Aliya tersenyum sumringah mendengar ketukan pintu rumahnya, "Apa itu Mas Leo? Semoga saja suamiku yang datang, jujur saja sudah tiga hari aku tidak melihat suamiku betapa kangennya diri dan hati ini," lirih Aliya yang tersenyum tipis menanggapi perkataannya sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!