"Tinggalkan, Kak Aldo!!"
Langkah kaki Viona terhenti begitu telinganya menangkap sebuah suara dari arah belakang. Sontak Viona menoleh dan mendapati Amelia, yang tak lain dan tak bukan adalah adik iparnya tengah menatapnya dengan pandangan tak bersahabat.
Lalu Viona balik menatapnya. "Kenapa aku harus meninggalkannya? Sedangkan aku dan Aldo saling mencintai. Jika kau tidak suka dengan pernikahanku dan Aldo, kau bisa angkat kaki dari rumah ini." ujar Viona tak mau kalah.
"Kau~" Amelia menunjuk Viona tetap di depan mukanya. Lalu dia berbalik dan pergi begitu saja.
Viona menghela napas. Dia tidak tau kesalahan apa yang telah ia perbuat, sampai-sampai Amelia dan ibunya sangat membencinya. Mereka selalu menginginkan perpisahannya dengan Aldo, dan seingat Viona dia tidak pernah berbuat jahat pada adik ipar dan ibu mertuanya.
"Apa lagi yang Amelia lakukan padamu?" tegur Aldo dan mengalihkan perhatian Viona. Wanita itu lantas menoleh dan mendapati sang suami yang berjalan menghampirinya.
Viona mengangkat bahunya. "Seperti biasa, dia selalu saja mencari masalah dan gara-gara denganku. Kau sudah mau berangkat kerja?" Aldo mengangguk. "Oya, Malam ini lembur tidak? Rencananya aku akan memasak banyak makanan kesukaanmu." Imbuhnya.
Aldo menggeleng. "Aku sendiri tidak tahu. Nanti aku hubungi jika lembur." Ucap Aldo dan dibalas anggukan oleh Viona. "Ya sudah, aku kerja dulu." Aldo mencium kening Viona dan pergi begitu saja.
Aldo adalah seorang pebisnis muda. Dia mengelola perusahaan yang ditinggalkan oleh mendiang Ayahnya dan menjabat sebagai CEO di sana. Tapi sayangnya perusahaan milik Aldo bukanlah sebuah perusahaan besar yang memiliki banyak cabang. Dan dia hanya memiliki perusahaan induk yang tengah ia kelola saat ini.
Tak selang lama setelah kepergian Aldo. Terlihat seorang wanita paruh baya menghampiri Viona, dia tak hanya sendiri saja tetapi dengan Amelia. Dan tentu saja Viona tau apa tujuan ibu dan anak tersebut.
"Jika kalian berdua datang hanya untuk mencari ribut denganku? Sebaiknya tunda dulu saja. Karena aku sedang malas ribut dengan kalian berdua." Ucap Viona dan pergi begitu saja. Dia paling malas berurusan dengan adik ipar dan ibu mertuanya.
"Ma, lihatlah kelakuannya. Makin hari dia semakin berani saja. Mama, harus memberikan pelajaran untuknya." tukas Amelia yang merasa kesal dengan sikap dan perilaku Kakak Iparnya.
"Kau tenang saja, dia biar Mama yang mengurusnya. Menantu tidak tahu diri dan tidak punya sopan santun sepertinya memang perlu diberi pelajaran!! Jika Kakakmu memang tidak bisa mendidik istrinya, biar Mama yang melakukannya." ucap wanita paruh baya itu.
Ibu dua anak itu menyusui Viona yang hendak masuk ke dalam kamarnya lalu menarik rambutnya dari belakang. "Yakk!! Apa yang kau lakukan?!" bentak Viona dengan suara meninggi. Kemudian dia melepaskan jambakan itu dengan sedikit sentakan.
"Mulai berani kau, ya?! Aku ini ibu mertuamu, tapi kenapa kau tidak bisa menghargai ku?!" bentak wanita itu penuh emosi.
Viona menyeringai dan menatap wanita itu dengan sinis. "Memang berapa harga mu, Ibu mertua? Biar aku beli," ucapnya dengan seringai yang sama. Dan ucapan Viona semakin memancing emosinya.
"Benar-benar menantu tidak tahu diri. Menyesal aku menikahkan mu dengan putraku. Jika tau begini, lebih baik Aldo aku nikahkan dengan Shilla. Tapi sungguh sial baginya karena memiliki istri tak tau diri sepertimu!!" ujar wanita itu dengan penuh emosi.
Viona sifat kedua tangannya di depan dada dan menatap Ibu mertuanya dengan pandangan sinis.
"Jika kamu menyesal memiliki menantu sepertiku, aku juga menyesal memiliki mertua sepertimu. Lagipula memilik ibu mertua seperti dirimu sungguh sebuah musibah bagiku. Dan jika bukan karena aku menghargai Aldo sebagai suamiku, sudah sejak lama aku mengusir mu dan putrimu itu dari rumah ini. Jadi jangan macam-macam jika ingin tetap tinggal di rumah ini!!" ujar Viona panjang lebar.
Viona adalah wanita yang tangguh. Dia tak mudah ditindas apalagi dikendalikan oleh orang lain. Disaat menantu lain hanya bisa menangis ketika tersakiti oleh mertua dan iparnya, Viona justru menunjukkan sikap yang sebaliknya. Dia melawan san tak membiarkan mereka berdua menindas dirinya sedikit pun.
"Iya, aku hampir lupa. Semalam Aldo menitipkan jatah bulanan untukmu padaku. Tetapi sayangnya aku tidak bisa memberikannya sekarang karena kau sudah melukai perasaanku. Jadi uang itu aku tahan dulu sampai kau mau meminta maaf padaku dan mengakui kesalahanmu," ujar Viona.
Emosi wanita itu pun semakin memuncak setelah mendengar apa yang Viona katakan. Bagaimana bisa dia menahan uang jatah bulanan dari Aldo, sementara dirinya dan Amelia sudah menunggu uang itu sejak beberapa hari yang lalu.
"Tidak bisa!! Uang itu adalah hakku, dan kau itu tidak memiliki hak untuk menyimpannya. Jadi cepat berikan uang itu padaku sekarang juga!!" pinta wanita itu menuntut.
"Nanti, Mama. Setelah kau mau meminta maaf sambil berlutut dan mencium kakiku. Baru aku akan mempertimbangkan untuk memberikan uang itu padamu atau tidak. Jadi pikirkan baik-baik, oke." Viona tersenyum lebar. Lalu dia beranjak dari hadapan Ibu mertuanya dan pergi begitu saja.
Viona tak akan membiarkan Ibu Mertua dan adik iparnya sampai menindas dirinya seperti yang ada di sinteron dan drama. Karena ini adalah realita, bukan film apalagi drama. Kenyataan hidup yang penuh kepahitan dan juga kepedihan.
.
.
Aldo memijit pelipisnya yang terasa pening. Perusahaannya sedang dalam masalah besar, skandal kecil yang terjadi di perusahaannya membuat saham miliknya turun drastis. Beberapa investor bahkan mencabut saham yang telah mereka tanamkan di perusahaan miliknya.
"Tuan, sebaiknya Anda segera memikirkan cara untuk mengatasi masalah ini. Bukan hanya ribuan karyawan yang terancam akan kehilangan pekerjaannya, tetapi juga perusahaan ini terancam gulung tikar." Ujar seorang laki-laki yang berdiri di depan meja kerja Aldo.
"Segera selidiki kemana perginya uang-uang itu. Aku ingin tahu siapa yang membobol uang perusahaan sampai sebesar itu. Apalagi tidak ada jejak digital maupun bukti-bukti kuat untuk menemukan pelaku." Terang Aldo.
Laki-laki itu menatap Aldo dengan cemas. Atasannya itu terlihat kacau. Sebenarnya bukan hanya Aldo saja yang panik tetapi dirinya juga. Jika perusahaan benar-benar mengalami kebangkrutan,lalu bagaimana dengan nasibnya? Mungkinkah dia akan kehilangan pekerjaannya, sementara dirinya sangat membutuhkan pekerjaannya ini.
"Bagaimana dengan calon kolega kita yang dari China? Apakah Presdir Zhang setuju untuk bekerjasama dengan perusahaan kita?" tanya Aldo memastikan.
Laki-laki itu menggelengkan kepalanya. "Dan sampai saat ini belum ada informasi sama sekali. Tuan Zhang, belum memberikan tanggapan terkait pengajuan rencana kerjasama dengan perusahaan ini. Tapi saya sedang mengusahakannya." Terang laki-laki itu.
Aldo mengangguk. "Baiklah kalau begitu. Sekarang kau sudah boleh pergi." Laki-laki itu pun membungkuk lalu beranjak dari hadapan Aldo. Meninggalkan pria itu sendirian di ruang kerjanya. Dan Aldo tak bisa diam saja, dia harus segera mengambil sebuah tindakan sebelum perusahaan miliknya benar-benar hancur dan gulung tikar.
.
.
Bersambung.
Viona menatap keluar cafe dengan pandangan bosan. Saat ini perempuan cantik itu sedang berada disalah satu cafe favoritnya. Untuk apa lagi jika bukan mendinginkan hati dan kepalanya. Ya, berurusan dengan ibu mertua dan adik iparnya benar-benar menguras tenaga dan emosinya.
"Permisi, Nona. Ini pesanan, Anda." Perhatian Viona sedikit teralihkan oleh kedatangan seorang wanita berseragam pelayan. Wanita itu datang membawakan pesanan Viona, yakni secangkir late dan cheese cake favoritnya.
Wanita itu tersenyum ramah. "Terimakasih," satu kalimat yang selalu dia ucapkan ketika dimana pun dan kapanpun. Tentu saja pada orang yang tepat. Karena ucapan itu tak pernah dia ucapkan pada Ibu mertua dan adik iparnya.
Tak ada yang special pada hari-harinya setelah menikah. Terlebih lagi setelah Ibu mertua dan adik iparnya ikut tinggal bersamanya dan Aldo. Mereka selalu mencampuri urusan rumah tangganya, dan selalu mengatakan hal-hal yang tidak baik padanya. Dan hal itu terkadang membuat Viona merasa muak. Ingin sekali rasanya dia menendang mereka berdua dari rumahnya.
"Viona," panggil seseorang yang duduk tak jauh dari mejanya. Lantas dia menoleh dan menatap bingung pada perempuan yang terlihat melambaikan tangan padanya. Dia bertanya-tanya siapa perempuan itu."Kau lupa padaku?" ucap wanita itu memastikan.
Perempuan itu bangkit dari kursinya dan menghampiri Viona. "Ini aku, Amora. Masa kau lupa? Ah, pasti karena sekarang aku sangat seksi, kan." Ucapnya.
Mata Viona memicing. "Kau si gendut itu?" ucap Viona memastikan, dan Amora menganggukkan kepalanya. Membenarkan tebakan Viona. "Pantas saja aku tidak mengenalimu, karena sekarang kau tidak gendut lagi dan menjelma menjadi perempuan yang sangat cantik." puji Viona bersungguh-sungguh.
"Itu karena Aku tidak ingin dipandang sebelah mata lagi oleh orang lain. Makanya aku melakukan diet ketat supaya badanku bisa kecil seperti yang lain." Jawab Amora. Dia ingat saat menjadi bahan bullying teman-temannya ketika kuliah dulu karena gendut.
Viona mengangguk paham. "Kau sendirian saja? Dimana pasanganmu?" tanya Viona memastikan. Dia tidak melihat pasangan wanita itu.
Wanita itu menghela napas. "Aku masih belum memiliki pasangan. Tetapi aku memiliki incaran dan dia adalah lelaki yang sangat tampan." Amora terlihat malu-malu. Dia sangat ingin mendapatkan pria incarannya itu.
Jangankan memiliki pasangan. Dekat dengan lawan jenisnya saja sudah membuat Amora merasa minder. Amora merasa malu dan tak percaya diri, padahal sekarang dia sudah menjelma menjadi wanita yang sangat cantik.
"Kalau begitu kenapa tidak kau kejar saja incaranmu itu sampai dapat? Daripada kau nanti didahului orang lain. Jadi bergerak cepat itu lebih baik." Saran Viona.
Amora menganggukkan kepalanya. "Baiklah, aku akan mencobanya. Lalu kau sendiri bagaimana? Masih sendiri atau sudah memiliki pasangan?" tanya Amora penasaran. Dia benar-benar penasaran dengan status Viona saat ini, karena saat masih kuliah dulu, Viona sangat popular dan banyak pemuda yang mengejarnya.
Viona tersenyum. "Kebetulan aku sudah menikah. Tapi belum memiliki anak, kami sepakat untuk menundanya karena sama-sama ingin menikmati masa muda. Mungkin satu dua tahun lagi," ujar Viona.
Ya, Viona dan Aldo telah sepakat untuk menunda memiliki momongan karena mereka berdua sama-sama ingin menikmati masa mudanya. Lagipula Aldo dan Viona sama-sama belum siap untuk memiliki momongan.
"Oya, Viona. Aku duluan, ya. Aku masih harus kembali ke kantor. Jam makan siang sudah habis." Ucap Amora dan dibalas anggukan oleh Viona.
Tak berselang lama setelah kepergian Amora. Terlihat Viona juga bangkit dari kursinya dan melenggang pergi. Dia masih memiliki banyak urusan yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah mengurusi Ibu mertua dan adik iparnya yang super-super baik hati.
.
.
"Tuan, Zhang Empire menolak kerja sama dengan perusahaan kita. Mereka mengatakan jika proposal yang kita ajukan tidak sesuai dengan yang mereka inginkan."
Sontak Aldo mengangkat kepalanya setelah mendengar apa yang disampikan oleh asisten pribadinya tersebut. Zhang Empire menolak kerjasama dengan perusahannya dengan alasan yang menurutnya sangat tidak masuk akal.
"Selain itu mereka juga tidak mau rugi jika kerjasama ini tidak saling menguntungkan. Apalagi rumor tentang perusahaan kita yang hampir bangkrut sudah tersebar luas." Jelas pria berkacamata itu.
"Sial!! Apa mereka pikir mereka itu sangat hebat hanya karena perusahaannya lebih besar dari perusahaan ini. Lalu apa kau sudah bertemu langsung dengan CEO- nya?" tanya Aldo memastikan.
Dan pria itu menggelengkan kepala. "Hanya asisten pribadinya yang menemui saya. Anda tau sendiri bukan, jika CEO dari Zhang Empire sangat sulit untuk ditemui. Bahkan infotainment tidak pernah ada yang berhasil mendapatkan fotonya, adapun itu buram dan tidak jelas sama sekali." Ujar pria itu menuturkan.
Dan benar yang pria itu katakan. CEO Zhang Empire adalah orang yang sangat misterius. Ada yang bilang jika dia adalah pria muda yang sangat tampan, dan ada pula yang mengatakan jika dia adalah pria yang sudah berumur. Tetapi tidak ada yang tau pasti, karena dia begitu misterius.
"Aku sendiri yang akan pergi menemuinya. Perbaiki lagi proposalnya. Siapa tau setelah diperbaiki dia jadi berubah pikiran dan mau bekerjasama dengan perusahaan ini." Ujar Aldo.
"Baik, Tuan. Akan segera saya perbaiki. Kalau begitu saya permisi dulu," ucap pria itu dan pergi begitu saja.
Aldo harus mendapatkan kontrak kerjasama itu. Karena hanya Zhang Empire satu-satunya harapan yang dia miliki saat ini. Dan Aldo tak akan membiarkan perusahaan peninggalan ayahnya ini sampai bangkrut. Karena hanya itu satu-satunya mata pencaharian keluarganya.
.
.
Amelia dan Ibunya menghampiri Viona yang baru saja tiba. Kedua wanita berbeda usia itu lalu menggulirkan pandangannya pada apa yang dibawa olehnya. Begitu banyak paper bag di kedua genggaman tangannya.
Wanita itu menatapnya dengan marah. "Enak sekali ya hidupmu. Tidak bekerja, tapi setiap hari pergi berbelanja. Apa menghabiskan uang putraku begitu menyenangkan bagimu?! Dan sekarang aku minta hakku, berikan uang itu padaku sekarang juga!!" pinta wanita itu menuntut. Sarah ingin uang miliknya diberikan juga.
Viona menyeringai. "Aku adalah istrinya, jadi wajar dong jika aku habiskan uangnya. Lagipula jika bukan aku yang menghabiskan uang Aldo lalu siapa? Karena aku tidak rela jika uangnya dihabiskan oleh orang lain, apalagi itu perusak rumah tangga orang!!"
"Viona, kau~"
"Hoam. Ibu mertua, aku sangat lelah. Aku ke kamar dulu, ya. Aku mau istirahat. Belanja seharian membuatku kelelahan," Viona beranjak dari hadapan Ibu mertuanya dan pergi begitu saja.
Entah kenapa Viona sangat suka membuat Ibu mertua dan adik iparnya itu marah. Menurut Viona itu sangat menggemaskan dan dia begitu menikmati kemarahan dan kekesalan mereka berdua.
.
.
Bersambung.
Aldo memicingkan matanya melihat suasana rumahnya yang begitu sepi. Tidak terlihat batang hidung Viona, Ibunya dan Amelia. Suasananya begitu legang. Dia bertanya-tanya kemana perginya mereka bertiga. Tak mau ambil pusing, Aldo melenggang menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Dia sangat lelah dan ingin segera beristirahat.
Dan setibanya dia di kamar. Aldo mendapati Viona yang sedang rebahan di tempat tidur sambil memainkan ponselnya. Menyadari kepulangan suaminya, kemudian viona meletakkan ponselnya dan menghampiri Aldo.
"Kau sudah pulang," Ucap Viona di tengah langkanya.
"Aku pikir kau sedang keluar," ucap Aldo seraya menyerahkan tas kerjanya pada Viona. Viona menggeleng. "Lalu dimana Mama dan Amelia? Kenapa mereka berdua tidak terlihat batang hidungnya?" tanya Aldo penasaran.
Viona mengangkat bahunya. "Mana aku tahu, mungkin saja pergi keluar untuk makan malam. Kau seperti tidak tahu bagaimana sifat ibu dan adikmu. Daripada makan di rumah, mereka berdua lebih suka hamburkan uang untuk makan malam di luar." Ujar Viona.
Bukan maksud Viona ingin mengadu domba antara Aldo dengan ibu dan adiknya. Tetapi yang Viona katakan adalah fakta. Karena memang begitu kenyataannya. Amelia dan ibunya lebih suka makan di luar daripada harus memasak sendiri ataupun memakan masakannya.
Aldo menghela nafas. "Aku akan bicara dengan mereka berdua, supaya mereka menghentikan kebiasaannya itu. Karena mulai sekarang kita harus lebih berhemat, perusahaan sedang mengalami masalah dan hampir bangkrut." Jelasnya. Membuat Viona terkejut dibuatnya.
Wanita itu menatap suaminya dengan penuh tanya."Maksudmu?"
"Keuangan perusahaan sedang tidak baik-baik saja. Terjadi masalah yang sangat pelik. Perusahaan kekurangan dana dan memiliki hutang yang sangat besar pada Bankk. Bulan ini bahkan gaji karyawan belum dibayarkan, sementara dana yang perusahaan miliki sangatlah minim. Perusahaan milik ayahku diambang kebangkrutan." Ujar Aldo menuturkan. Aldo memijit pelipisnya yang terasa pening.
Jika sudah terjadi masalah seperti ini, lalu siapa yang pantas untuk disalahkan? mereka yang telah menggelapkan dana perusahaannya atau mungkin dia sendiri? karena kedua belah pihak sama-sama bersalah.
Viona menghela napas. "Jangan cemas. Masalah ini biar aku yang mengurusnya. Kebetulan aku memiliki tabungan, jadi kau bisa menggunakan uang itu dulu untuk membayar hutang-hutang perusahaan pada bank dan juga membayar gaji karyawan." Ujar Viona.
Aldo mengangkat wajahnya dan menatap wanita itu penuh tanya. "Uang yang dibutuhkan perusahaan tidak sedikit, Viona. Lalu dari mana kau mendapatkan uang sebanyak itu?" Aldo menatapnya dengan penuh curiga.
"Kau mencurigaiku? Atau mungkin kau sedang berpikir yang tidak-tidak tentang diriku? Jangan salah paham dulu, Aldo. Uang itu adalah uang yang telah aku kumpulkan selama beberapa tahun terakhir ini, bagian uang pemberianmu aku simpan di dalam tabunganku. Karena aku tahu masalah seperti ini pasti akan datang, jadi aku menyimpan uang itu untuk berjaga-jaga." Ujarnya.
Aldo pun segera meminta maaf pada Viona karena telah berpikir yang tidak-tidak tentangnya. Saat ini pikirannya benar-benar sedang kacau terkait masalah perusahaannya. "Maafkan aku, Viona. Aku sudah salah paham padamu." ucap Aldo penuh sesal.
Viona menggelengkan kepalanya lalu memeluk pria itu. "Tidak apa-apa, Aldo. Aku tidak menyalahkan mu, jika saja aku berada di posisimu. Aku pun akan berpikiran yang sama dengan yang kau pikirkan. Sebaiknya jangan pikirkan apapun lagi. Cepat mandi setelah ini kita makan malam sama-sama," pinta Viona dan kemudian dibalas anggukan oleh Aldo.
"Baiklah."
.
.
Malam yang dingin telah berlalu dan digantikan hari baru. Pagi ini Aldo bangun lebih awal dari biasanya, dan ketika Aldo bangun, Viona sudah tidak ada di sampingnya, wanita itu sudah bangun tiga puluh menit lebih awal dari Aldo.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Aldo meninggalkan kamarnya dan melenggang keluar. Langkah Aldo terhenti karena kemunculan ibu dan adiknya. "Ada apa, Ma?" tanya Aldo tanpa basa-basi.
"Aldo, kita perlu bicara, dan ini mengenai istrimu. Sebaiknya kita bicara di kamar Mama saja," ucap Nyonya Rossa dan dibalas anggukan oleh Aldo.
Nyonya Rossa menutup pintu kamarnya rapat-rapat dan menguncinya dari dalam. Dia tidak ingin jika Viona sampai masuk dan mengacaukan semua rencananya. "Ma, sebenarnya ada apa? Sepertinya penting sekali," ucap Aldo.
"Yaz kau benar. Yang akan Mama sampaikan memang sangat penting, dan ini mengenai istrimu." Jawab Nyonya Rossa.
"Tentang Viona, memangnya ada apa dengannya?" tanya Aldo penasaran.
Nyonya Rossa menghela napas. "Aldo, dia bukanlah wanita baik-baik seperti yang kau kira selama ini. Dia adalah wanita yang sangat kejam dan tidak berperasaan. Hampir setiap hari dia selalu menindas Mama dan Lia, memperlakukan kami seperti pembantu, membentak dan memaki jika kita berdua tidak melakukan apa yang dia perintahkan. Dan kau lihat luka memar di lengan Mama ini, ini adalah perbuatannya," ujar Nyonya Rossa.
Aldo menggelengkan kepala. "itu rasanya tidak mungkin, Ma. Viona, bukan perempuan seperti itu, aku mengenalnya dengan sangat baik." Aldo tidak percaya dengan penjelasan ibunya.
"Kak, Mama mengatakan yang senarnya. Kakak Ipar, dia memang selalu menindas kami berdua, tidak hanya sekali dua kali saja, tetapi berkali-kali. Hampir setiap hari dia memperlakukan kami seperti pembantu, dan jika kami menolaknya dia akan menghukum kami dengan memukul dan tidak memberi makan, itulah kenapa aku dan Mama selalu makan di luar setiap harinya," ujar Lia membenarkan penjelasan ibunya.
"Bukan hanya itu saja, Aldo. Hampir setiap hari dia selalu menghamburkan uangmu untuk berbelanja, dan beberapa kali Mama juga melihatnya pulang dengan diantar laki-laki. Semua uang bulanan untuk Mama dan Lia tidak pernah dia berikan sama sekali, dia menahan uang itu untuk dirinya sendiri!!" terang Nyonya Rossa menambahkan.
Rossa dan Lia memang sengaja membuat nama Viona buruk Dimata Aldo, tujuannya adalah membuat mereka berpisah, karena Rossa ingin menikahkan Aldo dengan wanita pilihannya yang jauh lebih kaya dari Viona.
"Viona!!" Tangan Aldo terkepal kuat dan matanya berkilat tajam. Amarah terlihat pada kedua matanya, tanpa mengatakan apapun juga, Aldo meninggalkan kamar ibunya dan pergi begitu saja. Dia akan membuat perhitungan dengan wanita itu.
Rossa dan Lia saling bertukar pandang. Keduanya sama-sama tersenyum lebar, rencana mereka berhasil dan berjalan dengan mulus. Hanya dengan sedikit sentuhan saja, maka berhasil mengendalikan Aldo.
"Ma, ayo keluar, kita lihat apa yang akan Kakak lakukan pada wanita itu." Ucap Lia dan dibalas anggukan oleh Rossa.
Mereka berdua sudah tidak sabar untuk melihat bagaimana Aldo memberikan pelajaran pada Viona. Dan setelah wanita itu diceraikan oleh Aldo, Rossa akan masuk ke rencananya yang kedua.
.
.
Derap langkah kaki seseorang yang datang mengalihkan perhatian Viona yang sedang menyiapkan sarapan di dapur. Wanita itu menoleh dan senyum lebar menghiasi sudut bibirnya ketika melihat siapa yang datang.
"Aldo, kemarilah dan cicipi ma~"
PLAKKK...
Viona tidak melanjutkan ucapannya saat sebuah tamparan keras mendarat mulus pada pipinya. Saling kerasnya tamparan itu sampai-sampai membuat wajah Viona menoleh kesamping. Sontak ia mengangkat wajahnya dan menatap Aldo dengan tajam.
Tamparan balasan Viona berikan pada Aldo, membuatnya terkejut bukan main. "Viona, kau~" dia menunjuk wanita itu tepat di depan mukanya. "Kau, berani sekali menamparku?!" bentak Aldo dengan emosi.
"Kenapa aku harus tidak berani?! Kau yang memulainya duluan, tidak ada hujan tidak ada angin tiba-tiba kau menamparku, kau pikir dirimu itu siapa?!" Viona balik berteriak di depan muka Aldo.
Dia tidak peduli siapa yang ada dihadapannya ini, bahkan Viona tidak peduli meskipun dia adalah suaminya. Aldo yang memulai duluan dan Viona tidak mungkin tinggal diam, membiarkan dirinya ditindas begitu saja.
"Viona, apa yang sudah kau lakukan pada Mama dan Lia? Kenapa kau selalu berbuat semena-mena pada mereka berdua yang selama ini sudah sangat baik padamu?!" Aldo menatap Viona dengan marah.
Viona tersenyum meremehkan dan menatap Aldo dengan tatapan tak percaya. "Kau sungguh lucu, Aldo. Jelas-jelas yang menjadi korban disini adalah aku, dan seenak jidat kau menuduhku telah menindas Ibu dan adikmu?! APA KAU MEMILIKI BUKTINYA? APA KAU MELIHAT DENGAN MATA KEPALAMU SENDIRI AKU MELAKUKANYA?!" bentak Viona di akhir kalimatnya.
Sekali lagi sebuah tamparan keras mendarat mulus pada pipi Viona, dan kali ini pelakunya bukan Aldo melainkan Rossa. "Dasar istri durhaka!! Dimana sopan santunmu sebagai seorang istri, hah?! Aldo, adalah kepala rumah tangga dan kau malah berteriak padanya, apa kau sudah kehilangan akal sehat?!" bentak Rossa dengan emosi.
Tanpa mengurangi rasa hormatnya pada Rossa, Viona melayangkan sebuah tamparan keras padanya, meskipun dia tau yang ia lakukan itu salah. Tapi Rossa sudah sangat keterlaluan dan dia yang memaksanya untuk berbuat yang tidak sopan.
"Viona, berani-beraninya kau menampar, Mama. Jadi begini kelakuanmu selama ini, aku benar-benar tidak menyangka," Aldo menatap Viona tak percaya.
Viona tertawa meremehkan. "Ya, memang ini yang selalu aku lakukan pada mereka, kau sekarang sudah melihatnya bukan, lalu kau mau apa?! Kau tidak terima dan ingin membalasku?! Lakukan saja, kau pikir aku takut!!" ujar Viona yang tidak mau kalah.
Jangan hanya karena dirinya perempuan, maka bisa ditindas seenaknya oleh mereka, Viona tentu tak tinggal diam, dia tidak akan membiarkan siapapun menindas dirinya.
"Kak, kau sudah melihatnya sendiri bukan, jadi untuk apa tetap mempertahankan istri seperti dia?! Sebaiknya ceraikan dia, karena tidak ada gunanya kau mempertahankan pernikahan dengan wanita kejam sepertinya!!" ujar Lia, dia mencoba mengompori Aldo untuk semakin membenci istrinya sendiri.
"Cerai , ya? Boleh, karena aku juga tidak Sudi memiliki suami yang plin-plan sepertinya, yang lebih mendengarkan orang lain dibandingkan percaya pada istrinya sendiri."
"Bagus sekali, kalau begitu segera kemasi barang-barangmu dan angkat kaki dari rumah ini." pinta Rossa.
Viona menatap wanita itu dengan senyum meremehkan. "Pergi dari rumah ini? Apa aku tidak salah dengar? Rumah ini adalah milikku, aku memiliki rumah ini jauh sebelum menikah dengan Aldo, dan sekarang kau memintaku keluar dari rumah ini? Jangan berharap, karena yang seharusnya pergi itu kalian bertiga, bukan aku!!"
Aldo mencengkram tangan Viona dan menatapnya marah. "Viona, jangan keterlaluan kau!! Meskipun ini adalah rumahmu, tapi aku ikut andil dalam mengurusi rumah ini!! Aku membantumu membayar tagihan listrik, air dan sebagainya, dan sekarang kau mau perhitungan denganku?! Dan asal kau tau saja, Mamaku juga sudah berjasa besar disini, jadi kita bagi dua saja!!"
"Bermimpi saja kau!! Aku akan memberi kalian waktu satu kali dua puluh empat jam untuk berkemas, dan aurat perceraian kita akan segera aku urus. Satu hal lagi, kembalikan semua uang pribadiku yang sudah aku berikan padamu, karena kau tidak layak mendapatkannya. Termasuk cinta dan ketulusan dariku!!" Viona beranjak dari hadapan mereka bertiga dan pergi begitu saja.
Viona pikir dia telah menemukan pria yang tepat dalam hidupnya,yang bisa melindungi dan menjaganya, mempercayainya serta sebagai tempatnya bersandar. Tapi nyatanya dia salah besar, ternyata Viona telah salah menilai seseorang.
Aldo yang dia pikir benar-benar tulus mencintainya, ternyata tidak, karena jika Aldo benar-benar mencintainya dengan tulus, pasti dia akan lebih mempercayainya daripada orang lain, bahkan ibunya sendiri.
.
.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!