“Kenapa kau hidupkan aku kembali? Jelas-jelas aku sudah mati!” teriak seorang pria berambut panjang ikal dengan tubuh penuh bersimbah darah. Ia menatap marah pada pria tampan yang berdiri tenang di depannya.
Pria tampan itu dijuluki sebagai raja demit Refald ala Edward karena ia adalah seorang manusia yang memiliki kekuatan supranatural paling kuat dan terpilih sebagai raja demit dari klan pilihan di dunia lain. Meskipun manusia, Refald bukan sembarang manusia. Dia memang bukan Tuhan, bukan Dewa dan juga bukan dukun ataupun penyihir, tapi ia punya kekuatan lain yang bisa mengendalikan hidup orang yang dikehendakinya. Seperti yang ia lakukan pada mantan samurai si pembantai manusia ini.
“Kau adalah orang terkejam yang pernah kutemui, Nagata. Harusnya kau kekal di neraka, tapi kau masih layak hidup karena kau punya 1 ketulusan cinta yang menyelamatkan hidupmu. Kau tidak bisa mati semudah ini. Aku punya ide lain untuk membalas semua perbuatanmu pada adikku dan adik iparku.” Refald sang raja demit, mengeluarkan sebuah gelang hitam dan memakaikannya di lengan kanan pria yang baru saja ia hidupkan dari kematian setelah berhasil di bunuh oleh si gangster Leo.
“Apa ini?” tanya pria berambut panjang bernama Nagata. Ia memerhatikan gelang yang dipakaikan Refald dan pastinya tak bisa dilepaskan lagi.
“Gelang system simp.” Refald duduk sambil menyilangkan kakinya di kursi besi.
Nagata, mencoba melepaskan gelang pemberian Refald dan yang terjadi pada tubuhnya sangat tidak terduga. Tubuh Nagata serasa terbakar hebat. Muncul garis-garis api yang seolah ingin menghancurleburkan dirinya. Namun, saat gelang itu dipakaikan lagi, ia kembali seperti semula dan meninggalkan sisa rasa sakit akibat terbakar tadi.
“Apa yang kau lakukan padaku, ha?” bentak Nagata, ia tak pernah menyangka rasa sakitnya bisa sedahsyat ini.
“Akan kujelaskan peraturannya.” Refald duduk bersandar di kursi dan menatap lurus mata Nagata. “Meskipun kau hidup kembali. Kau harus dihukum atas dosa-dosamu. Sudah banyak sekali nyawa yang terbuang sia-sia karena ulahmu dan itu kau lakukan hanya karena cintamu tak terbalas dan berani menyakiti adikku. Gelang ini adalah gelang kutukan. Dan jika kau ingin melepaskan gelang ini, kau harus menemukan wanita yang benar-benar tulus mencintaimu tanpa pamrih. Tapi … setiap kali ada wanita yang menyentuhmu, kulitmu akan serasa terbakar seperti barusan kau alami. Hidupmu akan dipenuhi rasa sakit jika ada orang yang mencoba menyentuh kulitmu.”
Refald bangun berdiri dan melemparkan gelang satu lagi dan bentuknya sama persis seperti yang dikenakan Nagata. “Carilah satu wanita yang bisa menyelesaikan misi dari gelang itu, jika dia berhasil, maka kau bisa terbebas dari system simp ini. Tapi jika dia gagal. Selamanya, hidupmu akan menderita. Bahkan kau akan meronta memimta kematian disetiap detiknya.”
Nagata tertegun, taka da kata-kata yang bisa ia ucapkan karena sejak awal hidup Nagata sudah hancur. Jiwanya seakan mati. Itulah sebabnya ia tak punya hati dan memperlakukan manusia seolah nyawa mereka sama sekali tak ada harganya.
“Terimalah hukuman dari alam ini Nagata. Mereka marah karena kau menyia-nyiakan hidupmu yang berharga dengan kejahatan hanya karena cinta. Sistem Simp akan diaktifkan oleh seorang wanita yang dipilih sistem. Seperti apa ciri-cirinnya tidak ada yang tahu. Dialah yang bisa membebaskanmu dari kutukan ini. Tapi … untuk membebaskanmu, dia harus bisa menyelesaikan misi yang diberikan system simp itu. Jika dia berhasil menyelesaikan tingkatan misi yang diberikan, maka ada hadiah misterius menantimu. Sebaliknya, wanita itu akan mendapat sengatan listrik, bila misinya gagal.”
“Apa-apaan ini! Hukuman macam apa yang kau terapkan itu, ha? System sim papa, ha!” bentaknya marah. Ia merasa apa yang dikatakan Refald sangat tidak masuk akal.
“Ini namanya hukuman zaman now. Sudah basi menghukum orang kejam sepertimu dengan kematian. Hukuman seperti ini akan lebih menyakitkan. Dan kau pantas mendapatkannya sampai kau menemukan wanita yang benar-benar tulus mencintaimu apa adanya dan kaupun tulus mencintainya. Hati sekerat baja sepertimu, takkan mudah mendapatkan cinta sejati. Selamat hidup menderita Naga, balasan atas perbuatan kejimu, dimulai dari sekarang.” Refald menyunggingkan senyum dan asap tebal mulai menyelimutinya.
Begitu asap tebal itu menghilang, Raja demit Refald juga menghilang entah kemana meninggalkan Nagata yang terpaku melihat kondisi tubuhnya dan hanya bisa pasrah menerima kutukan dari raja demit Refald. Ia tidak yakin, apakah ada wanita yang mencintainya di dunia ini. Sedangkan pria bernama Nagata ini, sudah tidak punya rasa cinta lagi. Hatinya begitu dingin dan sekeras batu. Sulit baginya, untuk bisa mencintai wanita lain setelah wanita yang ia cintai lebih memilih orang lain yang memang jauh lebih layak dibandingkan dirinya.
“Haaaaaaaargghh!” Nagata berteriak untuk melampiaskan amarahnya.
Gelang ditanganya begitu menyiksa dan ia sungguh tak bisa melepaskannya meski menggunakan berbagai macam cara. Alhasil, Nagata pasrah akan keadaan dan mencoba mengikuti permainan system simp seperti yang dikatakan raja demit Refald padanya. Yaitu … menemukan wanita yang bisa melepaskan gelang system simp ini.
***
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Nagata terus hidup dengan kutukan yang tak bisa dipecahkan. Nagata tinggal di sebuah desa terpencil yang hanya di huni oleh orang-orang kepercayaan Nagata. Di desa ini, dialah orang yang paling kaya. Harta kekayaannya melimpah dan tak pernah habis 7 turunan. Semua orang di desa mengelu-elukan Nagata.
Namun, Sayang. Hal itu tidak berlangsung lama. Petaka itu terjadi saat Nagata meminang salah satu wanita yang ada di desanya dan wanita itu mati mengenaskan di malam pertama. Tidak ada yang tahu apa penyebab kematian si wanita selain Nagata sendiri. Sudah banyak wanita yang ia nikahi namun semuanya berakhir dengan kematian di malam pertama.
“Bagaimana ini Tuan? Istri ke 99 Anda, telah tiada. Sampai kapan ini akan berhenti?” tanya salah satu orang kepercayaan Nagata setelah untuk kesekian kalinya ia menemukan istri tuan mudanya meregang nyawa dalam kondisi pakaian pengantin lengkap. Tubuhnya terbujur kaku dan ada luka bakar hamper disekujur badan.
Seperti biasa, Nagata tak menjelaskan apa-apa karena percuma saja dijelaskan. Tidak akan merubah keadaan. Inilah kutukan yang diberikan Refald untuknya.
“Singkirkan saja jasadnya. Dan cari wanita lain untuk segera kunikahi,” ujar Nagata pada anak buahnya.
“Tapi Tuan …”
“Aku tak suka dibantah, Dadu. Lakukan saja apa yang kuperintahkan.” Mata Nagata semakin memerah melihat anak buahnya yang tampak ragu.
Dadu sendiri tetap bertahan melayani Nagata karena dia berhutang budi pada Nagata. Ia bahkan bersumpah akan selalu melayani Nagata sampai akhir hayatnya. Hanya saja, ia tak diperbolehkan menyentuh Nagata. Dadu tidak tahu apa alasannya. Dan sampai detik ini, itu menjadi misteri tersendiri bagi Dadu. Pria jangkung itupun pergi keluar istana megah milik Nagata dan mencari wanita ke-100 untuk dijadikan istri majikannya.
Akibat banyaknya wanita yang mati secara misterius, desa tempat Nagata tinggal jadi sepi. Desa ini hanya di huni oleh segelintir orang dan rata-rata dari mereka adalah orangtua. Mereka tahu rumor buruk tentang Nagata tapi mereka tidak memedulikannya selama Nagata tidak membayahakan nyawa mereka.
Lambat laun, muncul rumor bahwa Nagata adalah monster pembunuh wanita dan semua orang mulai pergi meninggalkannya karena ketakutan. Tidak ada yang berani mendekatinya walau Nagata adalah orang terkaya di wilayah itu.
Suatu ketika, muncullah sebuah keluarga yang baru saja pindah dari kota. Semua anggota keluarga baru itu adalah wanita. Ke-3 wanita itu tinggal disebuah rumah tua milik nenek dari wanita yang bernama Salama.
Kedatangan mereka di desa ini disambut tatapan aneh semua warga desa. Sebagai pendatang baru, tentulah mereka bingung dengan tatapan mata aneh mereka.
“Ibu … apa ada yang salah dengan wajah kita? Kenapa semua orang di desa ini menatap kita seperti melihat hantu saja?” tanya Shanti, sorang anak perempuan yang baru saja berusia 13 tahun.
“Biarkan saja, mungki karena kita adalah pendatang, makanya mereka melihat kita seperti itu. Ayo jalan.” Wanita bernama Salama itu mengajak putrinya terus melangkah maju menuju rumah yang akan mereka tuju.
Namun, ada satu wanita yang berdiri diam menatap Menara sebuah bangunan megah yang ada di ujung desa. Saking tingginya Menara bercat putih itu, bangunannya sampai terlihat dari tempat wanita muda itu berdiri.
“Sekar!” seru Salama memanggil putrinya yang lain. “Kenapa berdiri di situ! Ayo, keburu malam!”
Wanita yang dipanggil Sekar itupun menoleh dan mulai melanjutkan langkahnya tanpa peduli pada tatapan mata semua orang yang melihatnya. Sesekali ia menoleh ke arah Menara itu seolah ada yang menarik perhatiannya.
“Aku yakin aku melihat seseorang di sana. Tapi siapa? Orang seperti apa yang membangun Menara setinggi itu di sebuah desa terpencil begini,” gumam Sekar.
BERSAMBUNG
***
Salama adalah wanita paruh baya. Dia punya 2 orang putri kandung, dan 1 orang putri angkat. Shanti adalah putri Salama yang sulung dan ia tidak ikut pindah kemari. Sekar adalah anak angkat yang Salama temukan di jalan saat masih berusia 10 tahun. Shinta adalah adik Shanti yang masih kecil dan baru berusia 13 tahun. Adik kecilnya tidak bisa melanjutkan sekolah kerena kondisi perekonomian mereka sangat kurang.
Itulah alasan kenapa Salama memutuskan pindah ke desa, agar mereka bisa bertahan hidup dengan mengajak anak-anaknya tinggal di desa ini tanpa ia tahu kalau desa neneknya dulu telah berubah menjadi desa sarangnya monster wanita. Salama tidak tahu menahu kalau ada desas desus itu. Kalaupun ia tahu, wanita paruh baya itu tak bisa apa-apa karena hanya desa ini lah yang bisa memberinya tempat tinggal gratis tanpa harus bayar.
“Ibu, apa ibu yakin kita akan tinggal di desa aneh ini?” tanya Sekar saat ibunya menyalakan perapian untuk menghangatkan ruangan di waktu malam.
Karena desa ini diapit banyak gunung, udara di desa ini jadi sangat dingin. Sudah seminggu sejak kepindahan mereka kemari. Pastinya, desas desus tentang monster pemangsa wanita sudah terdengar di telinga Sekar.
“Mau bagaimana lagi Sekar? Kita tidak punya tempat tinggal lain lagi. Biaya hidup di kota sangatlah mahal. Kalau di desa kita bisa berkebun dan menanam banyak pangan di sini dan memperirit biaya hidup kita.”
“Tapi, saat datang kemari, aku mendengar ada tetangga yang berbisik-bisik kalau penguasa desa ini adalah monster pemangsa wanita, Ibu. Aku takut.” Sekar masih merinding saat mengingat apa yang dibicarakan orang-orang di desa ini saat ia keluar baik untuk jalan-jalan ataupun saat mencari kebutuhan.
Kalau diperhatikan, Sekar tidak menjumpai wanita remaja seusianya. Rata-rata wanita yang tinggal di desa ini adalah lansia dan wanita paruh baya seusia ibu angkatnya. Pemuda desa juga tidak banyak. Hanya ada beberapa dan kebanyakan dari mereka tertutup dengan orang baru. Waktu keluarga Salama pindah saja tidak ada yang menyapa, mereka hanya melihat dari kejauhan tanpa bicara sepatah katapun.
“Itu hanya rumor. Zaman sekarang mana ada hal begituan. Ini adalah rumah nenek ibu. Aman-aman saja kok, nggak pernah ada masalah. Jangan dengarkan omongan penduduk desa di sini. Ibu saja tidak kenal mereka semua padahal ibu lahir di sini. mereka orang-orang baru semua. Mungkin yang lama sudah pada meninggal semua.”
“Tapi Bu … rumah megah yang ada di ujung desa itu juga mencurigakan. Di desa ini, cuma rumah itu saja yang tampak bagus. Pemiliknya adalah monster yang mereka bicarakan. Bagaimana kalau kita pindah saja ke kota Bu. Sungguh Sekar takut tinggal di sini.”
Salama menatap putrinya dengan lembut. Ia paham seperti apa perasaan Sekar. Di kota, dia punya banyak teman, sedangkan di desa ini dia kesepian. Tapi Salama tidak punya pilihan lain. Hanya rumah inilah satu-satunya tempat yang bisa membuatnya dan keluarganya bernaung dari dinginnya malam dan sengatan matahari.
“Sekar, apa kau lupa pada apa yang menimpa adikmu? Dia hampir saja dirudapaksa tetangga kita di kota. Kalau saja ibu tidak datang tepat waktu, apa yang akan terjadi padanya?” cetus Salama dan Sekar jadi amat sangat merasa bersalah.
Kejadian mengerikan itu adalah salah Sekar yang meninggalkan adiknya sendirian di rumah sementara ia keluar untuk membeli makanan untuk adiknya. Ibunya bekerja sebagai ART di rumah tetangganya. Tak di sangka, petaka itu menimpa Shinta tapi syukurlah ibunya pulang dan menggagalkan aksi keji itu. Dari situ, Sekar sangat terpukul, apalagi Shinta mengalami trauma yang sangat berat.
“Kehidupan di kota sangatlah kejam, Sekar. Apalagi sejak ayahmu meninggal. Tidak ada yang melindungi kita. Bertahanlah di sini. Tempat ini, jauh lebih aman. Kau hanya butuh adaptasi. Ibu yakin, kalau kau bisa beradaptasi, kau akan menyukai desa ini.”
Sekar tertegun, ia menatap adik perempuannya yang tertidur lelap. Setelah lulus SMA, Sekar memang langsung bekerja di sebuah restoran cepat saji. Namun, gajinya tetap saja tidak cukup. Ia punya Kakak yang suka berfoya-foya dan suka pada gaya hidup mewah. Saat ini, entah kakaknya ada di mana, Sekar juga tidak tahu.
“Bagaimana dengan Shanti, Bu? Apa dia tahu kalau kita pindah kemari?” tanya Sekar mencoba untuk memahami keadaan. Kalau saja ada hal yang bisa Sekar lakukan untuk membantu perekonomian keluarga ini, pasti bakal Sekar lakukan.
“Biarkan saja dia. Dia sudah mencuri semua uangmu. Jangan pedulikan dia lagi. Ibu juga sudah menganggapnya mati. Sekarang yang ibu punya hanya kau dan Shinta. Kita bertiga, pasti bisa melewati ini semua.” Salama memeluk putri angkatnya, ia pun juga merasa bersalah pada gadis malang ini karena harus punya angkat seperti dirinya.
“Kenapa Ibu menangis, jangan menangis Ibu. Sekar minta maaf karena sudah mengeluh. Harusnya Sekar bisa lebih menerima keadaan kita sekarang. Sekar janji tidak akan mengeluh lagi, Bu.” Sekar menengadah menatap sendu wajah sedih ibunya.
“Tidak, Nak. Ibulah yang harus minta maaf. Aku tak bisa memberikan kehidupan yang layak untukmu. Malah menjadi bebanmu. Ibu bukan orangtua yang baik untukmu Sekar. Dalam hal ini, ibulah yang harus minta maaf.”
Sekar menangis, iapun membaringkan kepalanya dipangkuan ibu angkatnya yang sudah mulai menua ini. “Justru Sekar sangat bahagia, tidak apa-apaa bila hidup kita serba kekurangan. Asalkan bisa terus bersama-sama. Sekar tidak keberatan Bu. Seperti yang Ibu bilang, kita pasti bisa melewati ini semua. Sekar akan bekerja keras untuk emncukupi kebutuhan hidup kita.” Mendadak muncul semangat hidup dalam hati Sekar.
Salama pun memeluk putri angkatnya dengan erat dan tertidur pulas karena ia merasa amat lega. Saat ini, hanya Sekar dan Shinta saja yang ia punya. Kedua gadis cantik beda usia itu juga merupakan penyemangat hidupnya. Ia sendiri juga takut akan desas-desus itu, tapi karena situasi dan kondisi, Salama terpaksa tetap tinggal di desa yang penuh dengan kutukan ini.
Malam itu serasa amat panjang. Sekar tidak bisa tidur karena ia memikirkan pria misterius yang sempat ia lihat di hari pertama gadis itu datang kemari. Tentu saja Sekar penasaran penasaran.
Siapa pria itu? Dan juga kenapa ada desas desus tentang monster pemangsa wanita? Batin Sekar.
***
Keesokan paginya, Sekar dan keluarganya dikejutkan dengan kedatangan seorang pria jakung dan beberapa orang berpakaian lengkap ala bodyguard. Tentu saja Salama dan Sekar sangat terkejut karena merasa tidak pernah mengundang mereka datang kemari. Yang membuat Sekar tidak suka dengan mereka, orang-orang tak dikenal ini langsung nyelonong masuk ke dalam seperti debt kolektor yang mau nagih hutang.
“Permisi, apa … Anda penghuni baru desa ini?” tanya pria jakung itu pada Salama. Pria tersebut menatap wajah Salama lalu beralih ke Sekar. Dengan tidak sopannya, pria jakung tersebut mengukur postur tubuh Sekar dengan jari jemarinya.
Melihat aksi pria asing ini, Shinta yang masih kecil, langsung berlari memeluk Sekar. Ia takut kalau Sekar mau diapa-apain. Gadis kecil itu sangat trauma melihat pria dewasa. Sekar jadi trenyuh melihat adiknya yang satu ini gara-gara kejadian yang menimpanya di kota. Kalau saja ia bisa, Sekar sangat ingin membalas dendam pada orang-orang jahat tak berperikemanusiaan itu.
“Benar, Tuan. Anda siapa? Dan untuk apa datang kemari?” tanya Salama ramah tapi ia langsung waspada dan melindungi kedua putrinya.
“Saya, Dadu. Saya datang untuk memberitahu Anda bahwa putri Anda terpilih sebagai pengantin tuan muda kami,” terangnya santai sambil melihat postur tubuh Sekar sesuai dengan kriteria tuan mudanya.
“Apa?” pekik Salama shock. Begitupula dengan Sekar.
Mereka tidak percaya pada apa yang mereka dengar barusan. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja ada kabar mengejutkan seperti ini di pagi hari. Salama menatap putri angkatnya begitupula dengan Sekar.
“Tu-tunggu, Tuan. Sepertinya, Anda salah orang. Atas dasar apa putriku terpilih sebagai pengantin tuan muda Anda? Kami pendatang baru di sini. Kami bahkan tidak mengenal tuan muda Anda. Seperti apa dia dan bagaimana rupanya, kami tidak pernah tahu.” Salama benar-benar ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Tentu saja ia tidak akan pernah membirkan putrinya dibawa pergi apalagi hendak dinikahkan dengan orang asing. “Tidak, ini tidak benar, tidak mungkin. Aku tidak akan pernah membiarkan kalian membawa pergi putriku. Jika kalian tetap memaksa, maka … langkahi dulu mayatku!” ancam Salama dan seketika, suasana mendadak menjadi tegang.
BERSAMBUNG
***
Bagaimana bisa Sekar terpilih menjadi pengantin sementara gadis itu tak pernah mengikuti ajang apapun. Selama tinggal di desa ini, Sekar juga tidak pernah keluar rumah lebih dari 1 km. sangat aneh kalau tiba-tiba saja Sekar dipilih jadi pengantin seorang tuan muda yang dikenal sebagai monster pemangsa wanita.
Ancaman Salama rupanya tak membuat takut Dadu. Pria jakung itu menyodorkan 2 koper hitam berukuran besar dan membuka koper-koper tersebut tepat dihadapan Salama. Mata wanita paruh paya itu langsung melotot setelah melihat isinya yang ternyata adalah uang tunai. Begitupula dengan Sekar. Seumur-umur, mereka baru melihat uang dengan jumlah yang fantastis itu.
“Ini adalah uang mahar untuk putri Anda, Nyonya. Masing-masing koper berisi 5 M. Terimalah, dan hiduplah dengan layak. Kami akan membawa putri Anda untuk menjadi istri tuan muda kami.” Dadu menyuruh pengawalnya untuk membawa Sekar pergi dari rumah ini.
Adik Sekar sudah sangat ketakutan. Ia berlari memeluk ibunya yang masih terkaget-kaget melihat uang didepannya. Yang lebih mengejutkan lagi, pengawal itu langsung menyeret paksa tubuh Sekar keluar rumah padahal Salama belum menyetujui pernikahan ini.
“Tunggu! Hentikan!” seru Salama. Tapi para pengawal itu tidak mau dengar. Mereka tetap membawa Sekar keluar rumah di mana semua warga desa ternyata sudah berkumpul mengelilingi rumah wanita paruh baya itu.
“Aku bilang berhenti! Aku belum menyetujui pernikahan ini!” seru Salama. Ia berlari menarik putri angkatnya agar terlepas dari cekalan para pengawal sangar itu. “Kami tidak mengenal siapa kalian. Bawa kembali uang itu dan pergi dari sini. Aku tidak akan memberikan putriku pada kalian berapapun uang yang kalian berikan!” seru Salama kukuh pada pendapatnya.
Walau ia butuh uang untuk bertahan hidup, tetap saja Salama takkan menyerahkan Sekar pada orang tak ia kenal. Apalagi, sebenarnya, Salama tahu seperti apa pemimpin desa ini. Desas-desus desa ini memnag benar tapi Salama mencoba menutupinya dari Sekar agar anaknya tetap betah tinggal di sini. Tak disangka, penguasa desa yang tak lain adalah tuan mudanya Dadu, ternyata jeli juga. Tahu saja kalau di desa ini ada seorang gadis cantik yang baru pindah.
Namun, Salama lupa akan satu hal. Tidak ada yang bisa menentang perintah Nagata, bila ia menginginkan wanita, maka wanita itu harus menikah dengannya. Dadu memerintahkan pengawalnya untuk membawa paksa Sekar menuju istana tempat Nagata sedang menunggu.
“Kau yakin kau tidak mau menyerahkan putrimu?” tanya Dadu sekali lagi.
Suasana di sini sangat tegang. Sekar sudah ketakutan. Orang-orang suruhan Nagata bawa senjata lengkap dan Dadu langsung mengeluarkan pistolnya. Pria jakung itu mengarahkan senjata apinya tepat di kening Salama.
“Terima uang itu dan diam saja di sini. Biarkan putrimu kubawa pergi. Jika tidak, kau tahu apa akibatnya!” ancam Dadu.
Salama tertegun, tubuhnya gemetar ketakutan sampai tidak bisa bicara. Ia melirik Sekar yang sepertinya juga sudah pasrah. Tak ada gunanya melawan.
“Jangan sakiti ibuku!” teriak Salama dengan lantang. “Aku akan ikut dengan kalian. Uang itu … benar-benar milik ibuku, kan?”
Dadu menatap wajah Sekar dan menurunkan pistolnya. “Uang itu milikmu. Bahkan jika kurang, kau bisa ambil sisanya di Istana. Tapi ada syaratnya,” terang Dadu.
“Apa syaratnya!” tanya Sekar. Ia tahu ibunya sangat membutuhkan uang. Apalagi, Shinta butuh penangangan khusus untuk menangani traumanya. Jika tidak, ia akan tumbuh sebagai gadis yang tidak normal. Sekar tidak mau itu terjadi. Ia rela mengorbankan diri asal ibu dan adiknya hidup nyaman tanpa kekurangan apapun.
“Kau harus menikah dengan tuan muda dan tidak boleh bertemu dengan keluargamu lagi untuk selamanya. Berapapun uang yang kau minta. Akan kami penuhi.” Sebuah tawaran yang amat sangat menggiurkan untuk Sekar tapi juga teramat berat dilakukan.
“Baik. Aku setuju. Aku bersedia menikah dengan tuan mudamu. Tapi kau harus memastikan bahwa hidup ibu dan adikku di sini baik-baik saja.” Sekar sudah memantapkan hatinya. Ia rela mengorbankan hidupnya demi uang. Dengan begitu hidup ibu dan adik angkatnya terjamin meski tanpa keberadaannya.
Sekar berjalan ke arah ibunya yang sudah lemas tak berdaya. Gadis itu menangis, mungkin ini terakhir kalinya, ia bertemu dengan ibu dan adiknya sebelum akhirnya ia harus dibawa pergi dari sini.
“Apa yang kau lakukan? Sekar? Kenapa kau mau ikut dengan mereka? Biarkan saja ibu mati. Pria yang akan kau nikahi, dia bisa membunuhmu. Kau pernah dengar desas-desus itu kan? Kau akan mati begitu menikah dengannya.” Salama membujuk Sekar agar mengurungkan niatnya.
“Aku tahu Ibu. Aku sudah dengar dari obrolan semua penduduk desa di sini. Tapi nyawaku tidak ada artinya bila dibandingkan dengan nyawa ibu. Jika Ibu mati, bagaimana dengan Shinta. Dia masih membutuhkan Ibu. Ibu sudah berkorban banyak untukku. Sudah waktunya aku membalas kebaikan Ibu. Jangan khawatirkan aku, aku rela mati demi kalian berdua. Karena aku bisa hidup hingga sekarang, itu semua berkat Ibu.” Sekar menyeka air matanya.
Gadis itu tahu kalau hidupnya memang sudah tidak lama lagi. Namun, ia tidak menyesal, meski pernikahan ini terpaksa ia lakukan demi uang, Sekar tetap akan melakukannya.
“Tidak Sekar, tidak … tolong jangan lakukan ini? Maafkan ibu, harusnya ibu mendengarkanmu saat kau mengajak ibu pergi dari sini. Maafkan ibu Sekar.”
“Tidak apa-apa Bu. Jangan menangis ataupun merasa bersalah. Aku sendiri yang menyetujui pernikahan ini. Tolong, gunakan uang itu untuk pengobatan Shinta. Bawa dia ke dokter terbaik di sini agar ia bisa kembali seperti dulu lagi. Setelah itu sekolahkan dia di sekolah yang bagus supaya nanti dia jadi orang sukses. Tolong penuhi permintaanku ini, Bu. Aku mohon. Maaf dan terimakasih untuk semuanya. Hanya ini yang bisa kulakukan untuk Ibu dan Shinta. Sampaikan salamku pada kak Shanti jika nanti dia datang mencari Ibu. Aku menyayangi kalian semua.” Air mata Sekar terus mengalir melihat ibunya hanya menunduk lesu didepannya.
Semakin pecahlah tangis Salama setelah mendengar kata-kata anak angkatnya ini. Ia sungguh tak berdaya dengan keadaan yang menimpanya. Dalam hal ini, Salama adalah orang yang paling merasa bersalah. Sekar terus menghiburnya dan ia memeluk ibunya serta adiknya sebagai pelukan terakhir sebelum akhirnya ia diboyong ke istana tempat monster pemangsa wanita itu tinggal.
“Sekar!” teriak Salama sebelum akhirnya ia pingsan saat melihat putri angkat yang sudah ia anggap seperti putrinya sendiri pergi bersama dengan orang-orang suruhan Nagata.
Menikah dengan monster pemangsa wanita, sama saja dengan setor nyawa. Salama tahu persis, seperti apa korban para pengantin Nagata sebelumnya. Wanita paruh baya itu sangat menyesal tidak menceritakan hal itu pada Sekar karena ia salah prediksi. Kini, putri angkatnya yang baik itu telah dijadikan target selanjutnya. Sungguh, hati Salama menjadi sangat hancur. Dan yang bisa ia lakukan hanyalah menangis.
***
Sekar, akhirnya tiba di istana tempat ia akan dinikahkan dengan orang yang konon katanya, sangat menakutkan. Mendengar kata ‘monster’ saja, sudah bikin Sekar merinding disko. Pernikahan pun berlangsung dengan tata cara yang ada di dalam istana. Pernikahan itu digelar secara tertutup dan hanya dihadiri oleh para penghuni istana. Orang luar saja tidak diperbolehkan masuk untuk melihat acara sakral ini.
Kembang api besar dinyalakan di tengah malam sebagai pertanda bahwa upacara pernikahan Sekar dan sang monster pemangsa wanita sudah selesai dilaksanakan. Semua warga yang melihat hal itu, langsung turut berduka cita atas kematian Sekar. Sebab, siapapun yang menikah dengan Nagata, maka di malam itu juga, pasti akan meregang nyawa.
“Ini adalah gelang suci sebagai tanda kau adalah istri tuan muda Nagata. Sekarang, kau sah menjadi istrinya. Mari, ku antar kau untuk bertemu dengannya,” ujar Dadu pada Sekar yang bingung 7 turunan dengan tata cara pernikahan yang baru saja ia jalani di istana ini dengan orang yang tidak ia kenal ataupun orang yang tidak ia cintai.
"Pernikahan model apa ini? Mempelai priapun tidak datang? Di mana orang yang dinikahkan denganku? Kenapa dia tidak muncul? Apa pernikahan ini sah?" bentak Sekar.
"Jaga ucapanmu Nona. Jangan sampai kau menyesal. Kau sedang tidak dalam posisi bisa protes dalam hal apapun. Tidak ada yang tahu apakah malam ini, kau masih bisa bicara lagi atau tidak. Sebaiknya kau diam dan berdoa saja, supaya besok kau bisa melihat matahari," ancam Dadu.
BERSAMBUNG
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!