Seorang gadis melangkah pelan memasuki pekarangan rumahnya. Gadis tersebut sering disapa Erine. Dia tersenyum senang sambil membawa kue kesukaan sang ayah. Kebetulan juga hari itu adalah hari Erine mendapat gaji pertamanya.
Pintu dibuka oleh Erine. "Ayah?" panggilnya sambil melangkah masuk. Dia berjalan menyusuri rumah untuk mencari Drajat. Lelaki yang tidak lain adalah ayah kandungnya.
Pupil mata Erine membesar tatkala masuk ke kamar Drajat. Bagaimana tidak? Ayahnya itu tergeletak tak sadarkan diri di lantai.
Erine sontak panik. Dia buru-buru memanggil bantuan dan membawa Drajat ke rumah sakit.
Erine dibantu oleh tetangganya yang kebetulan memiliki mobil pribadi. Sekarang mereka dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Dalam perjalanan, terjadi macet yang cukup parah. Setelah ditilik, ternyata ada kecelakaan. Untung saja lokasi kecelakaan sudah dekat dengan rumah sakit.
Karena mendesak, Erine membawa ayahnya ke rumah sakit dengan berjalan kaki. Dia tentu saja mendapat bantuan dari tetangganya yang ikut.
Sesampainya di rumah sakit, Drajat langsung mendapat penanganan. Erine sangat berterima kasih dengan para tetangga yang sudah mau membantu. Sekarang dia tidak masalah tinggal sendiri untuk menunggu Drajat di obati.
Erine duduk sambil menghela nafas. Kantong plastik berisi kue favorit Drajat masih berada dalam genggaman. Dia berharap ayahnya baik-baik saja.
Bersamaan dengan itu, rombongan petugas medis lewat sembari membawa pasien korban kecelakaan. Mereka terlihat tergesa-gesa.
Saat lewat, Erine dapat melihat jelas pasien lelaki yang bersimbah darah. Lelaki itu mengenakan setelan jas rapi. Walau darah menghiasi wajahnya, ketampanan lelaki tersebut masih dapat terlihat.
"Kasihan sekali," gumam Erine. Dia kembali menunggu.
Seorang lelaki lain dengan setelan jas berjalan melewati Erine. Namanya adalah Haris. Dia merupakan sekretaris pribadi dari lelaki yang mengalami kecelakaan tadi. Kedatangannya ke rumah sakit tentu untuk mengurus segala hal yang berkaitan dengan tuannya sekarang.
Haris segera mendatangi ruang gawat darurat tempat dimana tuannya mendapat operasi. Dia menunggu dengan gelisah. Terlebih dirinya juga baru mengetahui kalau istri tuannya tidak berhasil selamat dalam kecelakaan.
Haris benar-benar bingung harus bagaimana memberitahu tuannya yang bernama Sadam itu tentang kenyataan. Mengingat Sadam sangat mencintai istrinya-Aylin.
Setelah lama menunggu, dokter akhirnya keluar dari ruang operasi. Dia segera memberitahukan keadaan Sadam pada Haris.
"Pasien bernama Sadam bisa kami selamatkan. Tapi..." Dokter bernama Reza itu menyendu.
"Tapi apa, Dok?" Haris menuntut jawaban.
"Tapi kami tidak bisa menyelamatkan matanya. Kedua bola matanya terkena serpihan kaca yang cukup parah. Jadi pasien kehilangan penglihatannya," jelas Reza panjang lebar.
Mata Haris membulat sempurna. Jika keadaan Sadam begitu, bagaimana bisa dia menghadapi tentang kenyataan yang terjadi pada Aylin.
Kaki Haris rasanya melemah. Ia terduduk ke bangku karena merasa syok. Sekarang dirinya tambah bingung menghadapi tuannya.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Reza yang khawatir.
"I-iya. Aku baik-baik saja. Aku hanya kaget," jawab Haris.
"Aku harap kau bisa memberitahukan semuanya pelan-pelan. Mengingat pasien juga memiliki riwayat penyakit jantung," kata Reza.
"Aku tahu," tanggap Haris seraya menganggukkan kepala.
Selepas memastikan Haris tenang, Reza beranjak. Kini Haris termenung sendirian. Dia mencoba memikirkan bagaimana cara dirinya memberitahukan keadaan Aylin pada Sadam.
"Tuan Sadam pasti syok saat terbangun dan mendapati dirinya tidak bisa melihat. Aku takut kesehatannya jadi terancam kalau dia juga mengetahui keadaan istrinya. Astaga... Aku harap ada sesuatu yang bisa kulakukan," gumam Haris sambil memegangi kepala dengan dua tangan.
Saat itulah terdengar suara yang familiar di telinga Haris. Ia yakin suara itu adalah suara Aylin. Kegelisahan Haris seketika menghilang. Buru-buru dirinya mencari sumber suara. Sampai dia melihat seorang gadis cantik yang tengah bicara dengan dokter.
Gadis yang dilihat Haris sekarang tidak lain adalah Erine. Dia terkejut karena Erine memiliki suara yang sangat mirip dengan Aylin.
'Bagaimana bisa? Apakah ini takdir?' batin Haris yang merasa heran sekaligus berdecak kagum. Dia terus mengamati Erine.
Erine tampak menangis tersedu-sedu. Sebab dia baru diberitahu kalau ayahnya menderita penyakit kanker stadium 4. Badan Drajat lemah. Kemungkinan dia harus tetap berada di rumah sakit agar mendapat perawatan maksimal.
Operasi yang dilakukan dokter tadi hanyalah penyelamatan darurat. Dokter tak bisa memastikan sampai kapan Drajat dapat bertahan.
Usai mengetahui keadaan sang ayah, Erine bergegas masuk ke ruangan dimana Drajat berada. Dia memeluk ayahnya sambil menangis.
"Ayah... Sejak kapan? Kenapa kau tak pernah bilang padaku?" isak Erine. Dia benar-benar takut jika harus kehilangan ayahnya. Mengingat hanya Drajat satu-satunya keluarga yang Erine punya.
"Aku baik-baik saja. Lebih baik kita pulang saja. Biaya rumah sakit pasti mahal..." ujar Drajat dengan suara paraunya.
"Tidak! Aku tak akan membawa Ayah pulang! Kau harus sembuh," sahut Erine tegas. Dia menghapus air matanya dan duduk tegak.
"Tapi, Rin... Bagaimana kau membayar semua biaya rumah sakit?"
"Ayah! Jangan pikirkan itu. Harusnya kau fokus saja memikirkan cara agar bisa sembuh!" Erine benar-benar benci mendengar Drajat yang lebih memikirkan masalah uang dibanding kesehatannya sendiri.
"Tapi--"
"Sudah. Ayah sebaiknya istirahat saja sekarang. Aku akan mengurus biayanya, kau tahu aku punya tabungan," potong Erine sambil menyelimuti Drajat. Lalu beranjak keluar ruangan.
Erine tersentak kaget tatkala melihat Haris tiba-tiba muncul di hadapannya. Lelaki berusia dua puluh tujuh tahun dengan jambang tipis di wajahnya itu tersenyum.
"A-ada apa ya? Kau siapa?" tanya Erine dengan perasaan ragu.
Haris sempat terkesiap. Dia sangat kagum dengan betapa miripnya suara Erine dan Aylin. Bagaikan pinang yang dibelah dua.
"Kenalkan namaku Haris. Maaf mengganggu di saat yang tidak tepat." Haris menahan segala kekagumannya. Kemudian mengulurkan tangan pada Erine.
"Ya, sekarang memang bukan waktu yang tepat. Maaf, aku harus pergi. Ada sesuatu yang harus ku urus." Erine memilih mengabaikan Haris. Dia ingin cepat-cepat pergi untuk mengurus pembayaran rumah sakit ayahnya.
"Aku sudah mendengar semuanya! Aku yakin biaya rumah sakit yang kau bayar akan berjumlah puluhan juta. Belum lagi kalau kau memutuskan ayahmu untuk melakukan kemoterapi secara rutin," tukas Haris. Membuat langkah Erine sontak terhenti. Gadis itu menoleh kembali pada Haris.
"Apa maksudmu? Dan apa urusannya denganmu?!" timpal Erine dengan dahi berkerut.
"Karena aku ingin menawarkan sesuatu kepadamu. Sesuatu yang akan membuatmu mendapat bayaran tinggi. Aku pastikan juga akan membayar semua biaya rumah sakit ayahmu," ucap Haris.
"Apa?" Erine sontak terheran.
"Agar kau mengerti, ikutlah denganku. Aku akan jelaskan semuanya," ajak Haris yang melangkahkan kaki menuju kamar dimana Sadam sedang dirawat.
Awalnya Erine ragu. Namun tawaran yang berkaitan dengan tanggungan biaya rumah sakit membuatnya tertarik. Alhasil Erine berjalan mengikuti Haris. Keduanya masuk ke dalam kamar Sadam. Di sana lelaki itu masih tampak terbaring dan tak sadarkan diri.
"Dia adalah tuanku. Namanya Sadam," ungkap Haris.
Erine memicingkan mata. Dia ingat siapa lelaki yang dilihatnya sekarang. Lelaki yang dirinya ketahui adalah korban kecelakaan.
"Bukankah dia korban kecelakaan yang terjadi hari ini?" tanya Erine.
"Benar! Tuan Sadam dan istrinya Aylin mengalami kecelakaan. Tuan Sadam berhasil diselamatkan, tapi tidak untuk istrinya," terang Haris.
"Lalu? Apa hubungannya denganku? Apa hubungannya dengan tawaran yang kau berikan padaku?" Erine menuntut jawaban.
"Tuan Sadam memang berhasil selamat. Tapi dia kehilangan penglihatannya secara permanen. Selain itu, Tuan Sadam juga menderita penyakit jantung keturunan yang terbilang kronis," jelas Haris. Namun Erine masih tampak kebingungan. Gadis itu tentu belum mengerti.
"Tadi aku sangat putus asa. Bingung harus bagaimana memberitahunya tentang kematian Aylin. Tapi aku mendapat harapan saat mendengar suaramu," lanjut Haris.
"Maksudmu?" tanya Erine.
"Kau memiliki suara yang sangat mirip dengan Aylin!" jawab Haris.
Mata Erine membulat sempurna. Kini dia paham dengan rencana Haris.
"Tunggu dulu. Apa kau berpikir untuk menjadikanku..." Erine enggan meneruskan kalimatnya.
"Ya, aku ingin kau berpura-pura menjadi Aylin. Mendiang istri yang sangat dicintai tuanku," sahut Haris.
Erine mengangakan mulut. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dirinya tentu takut melakukan rencana Haris yang terkesan seperti rencana penipuan. Tetapi di sisi lain, Erine membutuhkan uang banyak untuk biaya rumah sakit Drajat.
Meski kemungkinan kesembuhan ayahnya terbilang sulit, Erine tidak akan kehilangan harapan. Selagi ayahnya masih hidup, dia akan melakukan apapun untuk membuat Drajat bisa sehat lagi.
"Bagaimana?" tanya Haris.
"Entahlah. Aku bukan orang yang pandai berbohong. Lagi pula jika aku berpura-pura jadi istrinya, maka otomatis aku harus tahu segala hal tentang perempuan itu. Lalu bagaimana dengan keluarganya? Apa tuanmu juga mempunyai anak?" tanggap Erine yang nampak panik lebih dulu.
"Tenanglah. Aku akan membantumu. Yang terpenting saat Tuan Sadam bangun nanti, aku ingin kau ada di sisinya. Berperan sebagai Aylin," tutur Haris sambil berjalan ke hadapan Erine. "Mengenai keluarga, Tuan Sadam hanya memiliki Aylin seorang. Makanya dia sangat mencintai Aylin. Karena semua keluarga Tuan Sadam hanya peduli dengan harta dan warisan. Mereka kebetulan juga belum punya anak," sambungnya. Menerangkan panjang lebar.
Erine membisu. Pertanda dia sedang berpikir. Dirinya berusaha membuat keputusan yang tepat.
"Berikan nomor ponselmu. Aku akan telepon kalau Tuan Sadam sadar nanti. Saat itulah kau harus beritahu keputusanmu," ucap Haris sembari menyodorkan ponselnya.
Erine mengambil ponsel Haris. Lalu memasukkan nomornya ke sana. Setelah itu, dia kembalikan ponsel Haris.
Tak lama kemudian, ponsel Erine berdering. Ternyata Haris yang menelepon.
"Itu nomorku. Hubungilah kalau kau sudah mendapatkan keputusan. Lebih cepat semakin baik. Karena jika kau sudah membuat keputusan sebelum Tuan Sadam sadar, maka kita bisa menyusun rencana lebih cepat," kata Haris yang direspon Erine dengan anggukan kepala. Gadis itu segera beranjak pergi.
Erine pergi untuk mengurus biaya rumah sakit Drajat. Benar saja, biaya yang harus dibayarnya berjumlah puluhan juta. Belum lagi jika Drajat harus menjalani biaya perawatan agat kesehatannya dapat membaik.
"Aku tak punya pilihan. Lagi pula apa susahnya berpura-pura. Aku pernah berakting saat ikut teater di sekolah," gumam Erine. Dia sepertinya tak punya pilihan lain selain menerima tawaran Haris. Apalagi itu satu-satunya opsi dimana Erine bisa mendapatkan uang dengan cepat.
"Ini lebih baik dari pada menjual diri." Erine berusaha memikirkan sisi positifnya. Dia segera menghubungi Haris. Memberitahu kalau dirinya sepakat untuk bekerjasama.
Erine lantas di ajak bertemu oleh Haris. Mereka bertemu di cafetaria yang ada di rumah sakit. Keduanya duduk saling berhadapan.
"Jadi aku bagaimana?" tanya Erine.
"Saat Tuan Sadam sadar nanti, hal yang harus kau lakukan adalah menangis dan mencemaskannya. Aku yakin kau pasti bisa melakukannya dengan caramu. Dan satu hal lagi, sepertinya kita juga harus bekerjasama dengan pihak rumah sakit," jawab Haris.
"Maksudnya?" Erine butuh penjelasan lebih lanjut.
"Aylin juga mengalami kecelakaan dengan Sadam bukan? Tidak logis kalau dia juga tidak mendapat perawatan. Jadi kau harus berpura-pura sakit. Aku akan menyewa satu kamar untukmu nanti," jelas Haris.
"Aku rasa itu bukan ide yang baik." Erine mendengus kasar.
"Kau ingin biaya rumah sakit ayahmu dibayar atau tidak?" tanggap Haris yang terkesan seperti mengancam.
"Ya sudah. Kau tahu aku tak punya pilihan lain. Beritahu saja aku kalau Sadam nanti sudah sadar," kata Erine sembari beranjak dari tempat duduk.
"Tunggu! Ada satu hal lagi yang harus kau ingat," cegat Haris.
"Apa?" tanya Erine.
"Jangan lupa untuk memanggil Sadam dengan sebutan sayang. Itu adalah hal terpenting!" imbuh Haris serius.
Erine terkesiap. Tentu sulit baginya menyebut panggilan sayang pada orang asing. Meskipun begitu, Erine mengangguk. Dia harus melakukannya agar sang ayah bisa sehat kembali.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!