Sepasang suami istri tampak sedang memegang tangan seorang anak laki-laki berusia 7 tahun di sisi kanan dan kiri mereka.
Senyuman dan celoteh yang keluar dari bocah itu membuat kedua orang tua nya tersenyum seraya menikmati udara pagi di tempat rekreasi keluarga.
Tawa mereka terhenti mana kala sang putra menghentikan laju langkah nya, sehingga memaksa kedua orang tua nya itu pun menghentikan langkah mereka.
"Ada apa Zar?" Sang Ayah bertanya seraya menjongkokkan tubuh nya menyamai tinggi sang Putra.
Bukan nya menanggapi pertanyaan sang Ayah, bocah kecil itu justru menarik tangan Ayah nya guna mengikuti langkah kaki nya menuju sebuah lembah yang dekat dengan air terjun.
"Zar dengar ada suara anak bayi menangis Yah" Bisik bocah bernama Abizar yang biasa di panggil Zar itu yang sontak membuat kedua orang tua nya pun manajamkan pendengaran mereka.
Kedua bola mata kedua orang tua Abizar pun membulat dengan sempurna, mana kala sayup sayup terdengar suara tangisan bayi di tengah suara derai air terjun.
Ibu menahan lengan Ayah saat Ayah akan menghampiri asal arah suara. Gelengan pelan kepala Ibu dan Zar sempat membuat Ayah enggan melangkah menuju asal suara bayi itu yang tiba-tiba tidak bersuara lagi.
"Sudah mau maghrib Yah. Lebih baik Kita kembali ke kemah!!" Tutur Ibu yang di angguki oleh Zar.
Ayah tampak masih enggan menyetujui permintaan Ibu dan Zar, seolah menunggu untuk beberapa saat menunggu apakah akan ada suara bayi menangis lagi atau tidak.
Setelah tak ada tangisan lagi yang terdengar Ayah pun menyetujui keinginan Ibu dan Zar untuk meninggalkan tempat tersebut.
Oek Oek Oek
Tangisan bayi itu kembali terdengar, membuat ketiga nya bergidik ketakutan karena mendengar suara bayi menangis di kala waktu menjelang maghrib.
"Ayah, Zar takut!" Rengek bocah itu yang di angguki Ibu nya.
"Ayo Ayah, Ibu!" Abizar menarik dengan paksa tangan kedua orang tua nya guna menjauhi tempat suara bayi itu berasal.
Tangisan bayi yang semakin kencang justru membuat Ibu yang menghentikan langkah nya, memaksa langkah Zar dan Ayah pun ikut terhenti.
"Yah, seperti nya tangisan bayi itu semakin kencang!" Ujar Ibu lirih dan khawatir.
Belum sempat Ayah menjawab ucapan Ibu, wanita itu justru melepaskan tangan Zar dan berlari menuju asal suara bayi tersebut.
"Astaghfirullahalazim. Ayah, Ini ada bayi sungguhan!" Pekik Ibu saat mendapati seorang bayi yang masih merah terbungkus kain dalam plastik merah yang robek tepat di bagian wajah sang bayi.
Mengikuti naluri nya sebagai seorang Ibu, Ibu pun bergegas mengangkat tubuh bayi mungil tersebut. Melepaskan kantung plastik yang menutupi tubuh mungil yang sudah mereda tangisan nya.
"Ya Allah, tega banget mereka sudah membuang bayi ini!" Rintih Ibu lalu memeluk tubuh bayi tersebut seraya membersikan kain yang mulai di hinggapi oleh semut semut merah.
"MasyaAllah, cepat kita bawa ke kemah Bu. Lalu kita bersihkan. Seperti nya bayi ini di gigit oleh semut semut!" Tutur Ayah yang juga membantu Ibu menyingkirkan semut dari tubuh bayi mungil tersebut.
Ketiga nya membawa bayi mungil yang mereka temukan itu ke tenda tempat mereka berkemah. Ibu dengan telaten membersihkan tubuh bayi mungil itu dengan mengelap tubuh bayi itu menggunakan kain basah, mencari dengan seksama apakah ada luka di tubuh bayi mungil itu.
Terdengar helaan nafas pelan Ibu, mana kala tak mendapati luka yang berarti dari bayi malang tersebut, hanya banyak bekas gigitan semut saja yang membua tubuh bayi mungil itu menjadi bentol bentol.
"Ibu, Dede nya bobo?" Tanya Zar memperhatikan dengan seksama bayi yang tengah lelap dalam gendongan Ibu nya.
"Iya, Dede nya bobo" Ibu menjawab pertanyaan Zar dengan pelan.
"Ayah mana?" Tanya Ibu kepada Zar.
"Tadi kata Ayah, Ayah pergi dulu ke desa, mau beli susu buat dede" Zar pun mengikuti ucapan Ibu dengan bersuara pelan, seolah takut menganggu tidur bayi mungil yang tampan tersebut.
"Zar mau lihat Dede?" Zar menganggukkan kepala nya pelan. Setelah mendapat persetujuan Ibu Zar pun mendekati Ibu dan bayi yang sudah tertidur lelap tersebut.
"Dede nya lucu ya Bu!" Bisik Zar seraya menatap bayi itu.
"Iya" Jawab Ibu dengan lirih.
"Malang sekali nasib mu nak, seperti Kamu baru saja dilahirkan. Sungguh orang yang sudah membuang Kamu bahkan ingin menghabiskan nyawa Kamu!" Gumam Ibu dalam hati tanpa melepaskan pandangan iba kepada bayi mungil tanpa dosa yang bahkan tali pusat nya masih menempel tersebut.
"Ibu, Zar!" Ayah masuk kedalam tenda dengan tergesa-gesa.
"Kita harus segera pergi dari sini sekarang juga!" Titah Ayah, yang langsung merapikan barang-barang di dalam tenda.
"Kenapa Yah?" Ibu bertanya kepada Ayah yang sudah selesai merapikan barang-barang.
"Kita harus menyelamatkan bayi tak berdosa ini dari desa ini Bu!" Bisik Ayah tak ingin membuat Zar tahu akan bahaya yang akan menimpa bayi malang tersebut.
Ibu pun segera keluar dari tenda, dan Ayah pun segera melipat tenda, selang beberapa menit Ayah pun selesai melipat tenda dan langsung membawa nya ke mobil bak terbuka milik mereka.
Ayah bergegas meminta Zar masuk dan duduk di tengah Ayah dan Ibu sebelum Ayah melajukan mobil keluar dari tempat perkemahan.
Ayah menghentikan laju mobil nya saat dari kejauhan Dia melihat beberapa orang pria menghentikan mobil yang akan keluar dari tempat rekreasi yang memang di khususkan untuk kemping tersebut.
Ayah melihat kepada Ibu yang masih menggendong bayi yang masih terlelap tidur itu dalam pelukan nya dengan ragu dan khawatir hingga Ayah pun menghela nafas pelan sebelum bertanya kepada Ibu.
"Bu. Dede bayi nya masih tidur kan?. Ibu mengangguk membalas pertanyaan Ayah.
Ayah pun kembali menghela nafas pelan sebelum berucap kepada ibu.
" Bisa Ibu masukkan dulu Dede nya dalam tas sebentar?"
Sontak saja ucapan Ayah membuat Ibu melihat kearah Ayah dengan tatapan terkejut tak percaya.
"Ayah mau_" Ayah menggelengkan kepala nya lalu memberikan kode kepada ibu dengan mengarahkan pandangan nya ke arah beberapa mobil yang tengah di berhentikan di periksa oleh beberapa orang di depan mereka.
Ibu yang seolah paham dengan apa yang di maksud oleh Ayah hanya bisa membuang nafas pelan lalu melihat kepada Abizar yang sudah tertidur lelap.
Dengan lembut Ibu mengusap wajah bayi tampan yang masih terlelap dalam tidur sebelum akhir nya Ibu meraih sebuah tas berisikan baju kotor milik mereka.
"Sabar ya sayang, jangan bangun dulu ya Nak. Maafkan Ibu, kami terpaksa melakukan ini kepada Kamu" Bisik Ibu lalu mengecup lembut kening sang bayi sebelum memasukkan nya kedalam tas.
"Bismillah, Ya Allah tolong selamatkan anak Kami ini Ya Allah" Gumam Ibu saat perlahan-lahan mobil Ayah mendekati para pemeriksa, dan Ibu hanya bisa meletakkan tas berisikan bayi yang di tutupi oleh pakaian kotor keluarga nya itu.
"Bismillah, Ya Allah tolong selamatkan anak Kami ini Ya Allah" Gumam Ibu saat perlahan-lahan mobil Ayah mendekati para pemeriksa, dan Ibu hanya bisa meletakkan tas berisikan bayi yang di tutupi oleh pakaian kotor keluarga nya itu di atas pangkuan.
Ayah dan Ibu membuang nafas kasar guna menyingkirakan rasa gugup mereka, ketika hanya tersisa sebuah mobil lagi yang akan di periksa oleh para pria berbadan kekar dan berwajah menyeramkan itu.
Untung nya Abizar langsung terlelap tidur ketika Ayah baru beberapa menit menjalankan laju mobil nya, sehingga anak kecil itu tidak akan merasa ketakutan ketika melihat beberapa pria yang menyeramkan tersebut.
Ayah dan Ibu saling menatap dengan heran, ketika para pria itu bergegas pergi tanpa memeriksa mobil yang berada di depan mereka.
Mereka tampak terburu dan menyingkir ke pinggir jalan, ketika sebuah mobil mobil berhenti dari arah yang berlawanan dengan mobil Ayah.
Salah seorang dari pria bertubuh kekar dan menyeramkan tersebut menyuruh mobil yang berada di depan Ayah serta mobil mobil yanv berada di belakang nya untuk melanjutkan perjalanan Mereka dan mengabaikan mobil mewah baru saja tiba itu.
Ayah sempat melirik dari kaca spion untuk mengetahui siapa pemilik mobil mewah tersebut. Kedua bola mata Ayah membulat dengan sempurna saat melihat seorang pria seusia nya keluar dari dalam mobil mewah tersebut dan langsung menampar bolak balik pipi para pria kekar dan menyeramkan yang tadi sempat menghentikan pada pengunjung area rekreasi alam terbuka tersebut.
Ibu lebih memilih membuka kembali tas dan kembali mengeluarkan baju kotor mereka dari dalam tas yang berada di pangkuan nya guna mengeluarkan bayi tampan yang di sembunyikan nya tadi.
Raut wajah bahagia tak dapat Ibu sembunyikan, mana kala Tuhan membalas dan mengabulkan doa nya secara instan agar bayi mungil dan tampan itu bisa selamat dari persembunyian nya itu.
Raut kebahagiaan wajah Ibu langsung berubah takut, ketika memikirkan nasib bayi mungil ini selanjutnya.
"Ayah, bagaimana dengan dede bayi nya?" Pertanyaan Ibu membuat Ayah bimbang dan juga bingung.
Untuk merawat bayi ini rasanya cukup berat. Mereka hanya keluarga yang hidup sederhana dengan Ayah yang bekerja sebagai supir bak terbuka dengan mengandalkan penghasilan dari mengangkut barang-barang di pasar, sementara Ibu hanya lah seorang Ibu rumah tangga yang turut membantu perekonomian keluarga dengan berjualan jajanan sederhana bagi anak-anak di sekitar kediaman mereka dengan penghasilan yang bisa di katakan pas pas an.
Namun untuk menyerahkan bayi ini ke panti asuhan ataupun kantor polisi jelaslah membuat Ayah tak tega. Apalagi ketika melihat perlakuan pria bermobil mewah itu yang langsung menampar para pria kekar dan meyeramkan itu saat memegang kantung merah yang Ayah kenali seperti kantung pembangkus si bayi tampan itu di tangan nya yang sudah Ayah buang ke sungai tadi, membuat Ayah enggan melaporkan penemuan bayi itu ke kantor polisi.
"Kita yang rawat saja ya Yah. Ibu ndak rela kalau bayi ini harus tinggal di panti asuhan atau di laporkan ke kantor polisi" Pinta Ibu yang membuat Ayah kembali membuang nafas nya pelan.
Anggukan pelan Ayah membuat senyuman di wajah Ibu terbit, dengan penuh kasih sayang Ibu menciumin wajah bayi tampan itu hingga membuat bayi itu menggeliatkan tubuh nya.
"Kamu anak Ayah dan Ibu ya Nak, Kami akan menyayangi dan menjaga Kamu seperti keluarga Adzriel Izzam " Bisik Ibu yang kembali mengecup singkat kening sang bayi yang sesaat kemudian tersenyum kecil dalam lelap tidur nya.
🌹
🌹
🌹
13 tahun kemudian
"Ziel. Bantuin bawa ini. Jangan males Lo!" Remaja berusia 13 tahun itu hanya bisa menghela nafas pelan mendengar bentakan sang kakak yang sudah rapi berpakaian jas hitam.
Padahal Dia baru saja membawa beberapa baki barang seserahan Abizar yang akan menikahi seorang wanita yang sangat di cintai nya.
Catat di cintai nya, karena wanita yang akan di nikahi oleh Zar adalah kekasih sahabat Zar yang dengan sengaja Zar per**** beberapa bulan yang lalu saat wanita cantik bernama Dina itu di jemput oleh Zar sepulang kerja, karena Firman, kekasih Dina yang merupakan sahabat Zar tidak bisa menjemput Dina karena harus bekerja lembur.
"Bu seserahan buat Dina jangan ada yang ketinggalan!" Kali ini Ibu yang membuang nafas pelan, karena ulah Putra sulung nya yang seorang pengangguran itu sudah membuat aib juga membuat malu keluarga namun justru terlihat santai tanpa beban.
"Bicara yang sopan Zar!" Ayah membentak Zar saat memasuki rumah, namun Zar seolah acuh dan pergi keluar rumah dengan mendengus kesal, bahkan dengan sengaja Zar menyenggol bahu kiri Ziel dengan kencang hingga membuat tubuh remaja itu nyaris terjengkang kebelakang karena tak siap menghadapi terjangan Zar.
"Ibu yang sabar ya, Bang Zar mungkin sedang gugup" Ziel mengusap bahu Ibu dengan lembut, Ibu pun membalas perlakuan Ziel dengan mengusap pucuk kepala remaja tampan itu dengan lembut.
"Ayo Bu, kita berangkat sekarang!" Ujar Ayah membantu Ibu bangun dari duduk nya.
"Pelan-pelan Bu" Adzriel membantu Ibu berjalan, karena beberapa hari yang lalu Ibu terjatuh di kamar mandi dan menyebabkan kaki Ibu terkilir. Karena itulah Ibu masih berjalan dengan tertatih.
"Apa Ayah sudah menghubungi Pak Darma?" Ayah menganggukan kepala nya pelan.
"Mereka menerima Zar, dengan catatan Zar harus bisa membahagiakan Dina" Ujar Ayah lirih.
"Firman?" Ibu bertanya pelan.
"Firman memilih menerima pekerjaan di Bintan" Ayah menjawab pertanyaan Ibu dengan nada menyesal.
Biar bagaimana pun juga Firman yang sebatang kara itu sudah mereka anggap seperti anak mereka sendiri sejak kedua orang tua Firman yang merupakan sahabat Ayah meninggal dunia saat Firman SMU.
"Ibu tak habis pikir dengan Zar Yah. Sungguh Ibu sangat merasa bersalah kepada Firman. Tak seharusnya Zar berbuat seperti itu kepada Firman terlebih kepada Dina" Adzriel kembali mengusap lembut punggung Ibu saat wanita itu berucap dengan lirih dan berderai air mata.
"InsyaAllah Firman bisa mendapatkan jodoh yang lebih baik dari Dina Bu. Dan semoga setelah ini Zar bisa berubah dan bertanggung jawab terhadap keluarga nya nanti"
Ibu dan Adzriel mengaaminkan ucapan Ayah.
"Ck. Ayah, Ibu buruan nanti keburu kesiangan!" Teriak Zar dari samping pintu mobil yang di sewa oleh Ayah untuk membawa mereka ke rumah Dina dan mengakadkan wanita yang tengah hamil muda tersebut.
"Lama amat sih Bu!"
"Kaki Ibu masih sakit Bang, jadi belum bisa jalan cepat". Ziel menjawab ucapan Zar dan membantu Ibu masuk kedalam mobil.
"Ck. Gue nggak ngomong sama Elo!" Sarkas Zar lalu masuk kedalam pintu kemudi mobil.
Sebelas tahun kemudian
"Maafkan Ayah dan Ibu Nak. Kami terpaksa menikahkan Kamu dengan Bunga" Ibu memeluk tubuh Adzriel sambil menangis, sementara Ayah hanya bisa memandang Adzrie yang sudah rapi mengenakan jas pengantin tampak tersenyum seraya mengusap lembut punggung Ibu.
"Tidak apa-apa Ayah, Ibu. Mungkin Bunga memang sudah jodoh nya Ziel"
Ibu menggelengkan kepala nya lalu menangkup wajah Ziel dengan kedua telapak tangan nya.
"Kalau saja Zar tidak sombrono dengan Pak Darmizal, tentu pernikahan ini tidak adak terjadi Nak!" Ucap Ibu menahan kesal nya kepada anak sulung nya tersebut.
"Lho kenapa Ibu jadi menyalahkan Zar?. Mana Zar tau kalau Zidan kabur membawa uang proyek" Ucap Zar tak terima di salahkan oleh Ibu nya.
"Bang" Dina memanggil Zar dengan lembut, namun Zar justru membantak istri nya itu.
"Diam Kamu!"
"Ayah!" Zar berdecak kesal mendengar suara putri nya mendengar kalau Zar tengah membentak Dina.
"Kenapa?. Mau ngadu sama Kakung kalau Ayah bentak Ibu?" Gadis kecil menggelengkan kepala nya.
"Mbah Uti, Mbah Kung" Gadis kecil itu menyapa kedua kakek dan nenek nya lalu melihat kepada Adzriel yang tengah tersenyum kepada nya.
"Wah siapa ini?" Adzriel berpura-pura bertanya kepada gadis kecil nan cantik mirip seperti kakak ipar nya.
Gadis itu menghampiri Adzriel lalu mencium punggung tangan kanan Ziel dengan takzim.
"Alia makin cantik ya" Pujian Ziel membuat gadis itu tersenyum hingga menampakkan dua buah lesung pipi yang menghiasi kedua pipi nya.
"Udah kelas berapa cantik?" Tanya Ziel.
"Mau masuk SMP uncle" Alina Azalia biasa di panggil Alin oleh keluarga nya dan Aza oleh teman-teman sekolah juga teman main nya.
Hanya Adzriel saja yang memanggil Alin dengan panggilan Alia, kata nya Ziel supaya beda memanggil nama keponakan yang jarang ditemui nya.
Bukan tak ingin di temui nya, namun Abang nya sangat melarang Ziel untuk dekat dengan putri semata wayang nya dengan Dina tersebut.
"Alin" Zar memanggil putri nya dengan nada tinggi membuat gadis kecil itu menghela nafas pelan lalu menjauh dari Ziel yang sempat mengusap lembut surai Alina yang panjang sebatas pinggang.
Adzriel mengambil nafas dalam sebelum mengucapkan akad untuk seorang wanita yang sedang duduk dengan wajah bahagia di samping nya.
Hati Adzriel terasa nyeri saat kata sah terucap dari para saksi, yang menandakan kalau status wanita yang berada di sisi nya itu kini sudah berubah.
Senyum kecil Adzriel terukir saat wanita yang sudah sah menjadi istri nya itu mencium punggung tangan nya dengan takzim.
Adzriel bahkan tak meninggalkan kecupan di kening sang istri. Dia hanya menempelkan hidung nya di tiara yang di kenakan sang istri.
Bahkan selama resepsi berlangsung Adzriel hanya menyunggingkan senyuman tipis ketika menyambut para tamu yang memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai.
Namun begitu keluarga wanita sangat terlihat bahagia karena sang putri akhir nya bisa bersanding dengan pria pujaan nya walaupun harus melalui drama memaksa mempelai pria menikahi putri mereka sebagai bentuk pertanggungjawaban atas ulah Abang sang mempelai pria.
Adzriel merupakan pria yang cerdas di usia nya yang baru menginjak 26 tahun sudah sukses menyambet gelas magister ekonomi dan juga menjadi pemilik sebuah ekspedisi paket yang sedang naik daun.
Karena itulah pihak mempelai wanita sangat ingin menjadikan Adzriel sebagai bagian dari keluarga mereka, namun Adzriel menolak permintaan mereka karena mengetahui siapa sebenarnya mempelai wanita yang kini sudah sah menjadi istri nya tersebut.
Bunga Darmizal, wanita cantik berusia 24 tahun itu merupakan seorang foto model, tak jarang Bunga pun menjadi seorang model untuk majalah dewasa
Pergaulan bebas sudah menjadi keseharian yang Bunga jalani, hal itulah yang membuat Adzriel enggan menjadikan Bunga sebagai pasangan hidup nya.
Namun kelalaian Abang nya yang bekerja sama dengan Ayah Bunga membuat dana proyek sebesar 2 miliar itu di bawa kabur oleh sahabat Abizar membuat Ayah Bunga pun meminta kompensasi, yang sayang nya tak bisa Abizar penuhi.
Karena selain meminta ganti dana proyek 2 miliar, Abizar pun terkena penalti proyek yang tak jalan dan harus membayar 50 persen dari total proyek yang sudah di tanda tangani oleh nya dan juga Ayah Bunga.
Tak bisa mengembalikan dana dan juga denda penalti maka Abizar pun memaksa Adzriel untuk menerima pinangan keluarga Bunga, jika tidak mereka mengancam akan memasukkan kedua orang tua Adzriel kedalam penjara.
Karena itulah Adzriel pun terpaksa menerima permintaan keluarga Bunga, agar kedua orang tua nya bisa terbebas dari tuntutan keluara Bunga.
Resepsi pun berakhir tepat pukul 18:00. Adzriel pun pamit untuk melaksanakan sholat maghrib sekaligus beristirahat.
Ceklek
Adzriel memasuki kamar yang sudah di siapkan oleh keluarga Bunga, untuk sementara waktu mereka akan tinggal di kediaman Bunga.
Tak ada Bunga di dalam kamar membuat Adzriel pun menghela nafas senang. Namun kedua alis nya langsung mengernyit ketika mendengar suara wanita yang tengah meringis dari dalam kamar mandi.
Uek ... Uek ...
"Si Alan!" Adzriel melangkah tanpa suara menuju kamar mandi dan mendapati Bunga yang tengah berdiri di depan wastefel yang berada di dalam kamar mandi dengan wajah yang basah.
"Kenapa bisa hamil!"
Adzriel hanya bisa menggelengkan kepala nya mendengar umpatan Bunga yang menatap tajam cermin yang menampakkan wajah nya.
Tak ingin ambil pusing Adzriel pun segera meninggalkan kamar mandi dan duduk di atas ranjang.
"Mas Ziel" Bunga terkejut saat melihat Ziel sudah duduk di atas kasur sambil melipat lengan baju kemeja putih nya.
Pria itu tak mengalihkan pandangan nya kearah Bunga yang semakin mendekati nya.
"Kapan Mas masuk?" Tanya Bunga.
"Saat Kamu muntah dan mengeluarkan serapah!" Ziel menjawab dengan nada tegas.
"Jadi?"
"Entah siapa Ayah janin yang tengah Kamu kandung, tapi Saya berharap Kamu bisa mempertanggung jawabkan nya tanpa melibatkan Saya di dalam nya" Ucap Ziel dingin lalu berjalan menuju kamar mandi dengan membawa baju ganti.
Bunga menunggu Adzriel yang tengah melaksanakan sholat maghrib dengan was was, wanita cantik itu memutar bola mata nya dengan malas saat Adzriel lebih memilih melanjutkan ibadah nya dibandingkan menghampiri nya yanv tengah duduk mengenakan pakaian haram kaum istri.
Adzriel menundukkan pandangannya dari Bunga. Pria itu merasa jengah menggunakan kedua mata nya untuk menatap Bunga yang mengenakan baju berwarna maroon yang sangat menantang.
"Mas Ziel" Bunga memanggil Adzriel dengan nada menggoda.
Adzriel memundurkan tubuh nya saat Bunga akan menyentuh nya hingga Bunga pun berdecak kesal karena penolakan Adzriel.
"Mas menolak Aku?" Bentakan Bunga membuat Adzriel menyunggingkan senyuman tipis.
"Haram bagi Saya menyentuh wanita yang sedang hamil dari pria lain!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!