NovelToon NovelToon

Ace Of Disaster

Episode 1

Entah karena sebuah percobaan yang gagal atau infeksi pada luka bekas gigitan hewan, di dunia ini, muncul dua spesies manusia. Mereka yang tidak bisa mati kecuali, terpenggal atau menularkan penyakitnya pada manusia yang sehat.

Mereka adalah spesies Zombi dan Monster.

Sebuah pesta diadakan di mansion Hanley. Seorang pemuda, berdiri seorang diri di depan pintu masuk di saat semua orang memakai pakaian bagus dan hanya para bangsawan yang datang ke sana. Semua orang berpasangan. Tidak ada satu pun orang yang sendirian bahkan anak-anak juga ikut serta.

Mansion Hanley berdiri megah di tengah-tengah taman bunga lavender. Tidak jarang, orang-orang menyebut Mansion Hanley dengan sebutan rumah bunga lavender. Kemana pun kau pergi, kau akan terus mencium aroma bunga lavender yang selalu menari-nari di tengah malam. Ruangannya pun terbilang luas. Ada sepuluh kamar di dalam rumah yang hanya ditinggali oleh Ayah, Ibu dan anak serta Paman mereka. Lampu terang yang menggantung di langit-langitnya bagaikan berlian dan emas. Juga gips yang berada di sisi atapnya sudah dicat dengan warna emas sehingga, siapa pun yang melihatnya akan mengira bahwa mansion ini benar-benar terbuat dari emas murni yang tentunya, harganya tidak bisa main-main.

Tangga menuju lantai dua terbilang sangat lebar. Cukup untuk menggiring semua tamu di sini secara bersamaan. Pegangannya juga sangat halus dan nyaman untuk disentuh. Sajian makanan di sini juga sangat enak dan rasa anggurnya juga sangat nikmat. Tidak seperti anggur-anggur yang ada di pasaran.

Anak mereka, Eldric Hanley adalah lulusan terbaik di salah satu universitas di London. Rambutnya lurus berwarna pirang dan bola matanya berwarna kuning. Kulitnya putih serta senyumnya terlihat manis. Tidak heran, ada banyak gadis yang mengaguminya. Bukan hanya wajahnya yang sempurna tetapi, juga otaknya yang cerdas. Namun, sayangnya di usia yang masih tergolong sangat muda, dia menolak untuk memulai hubungan dengan gadis karena dia ingin fokus dengan dirinya sendiri.

Saat ini, Eldric duduk sendiri di kursi utama. Tidak melakukan apapun selain meneguk anggur yang ada di atas meja. Pandangannya terus menatap ke bawah. Alunan musik merdu yang didominasi dengan suara biola seolah sangat mengganggunya. Apalagi, melihat semua orang di sini sedang berdansa di tengah-tengah ruangan dengan puluhan pasang mata yang melihatnya.

Tuan Hanley dan Nyonya Hanley tampaknya tidak mengerti apa yang sebenarnya diinginkan oleh putranya. Dia tidak menyukai suara bising atau suara keramaian orang-orang yang saling berbicara acak. Pemandangan ini, tentu membuatnya berpikir kalau lebih baik tinggal di desa terpencil daripada tinggal di sini.

”Tuan, aku dengar kau mendapatkan nilai tertinggi di universitas London. Aku ucapkan selamat. Tuan Hanley pasti sangat senang ketika mendengarnya.” gadis itu berjalan mendekati Eldric dengan segelas anggur di tangan kanannya kemudian dia duduk tepat di sebelahnya.

”Ya. Itu bukan apa-apa. Aku akan pergi.” Eldric beranjak dari tempat duduknya dan mencoba secepat mungkin untuk pergi dari tempat itu.

Tangan gadis itu tiba-tiba menggenggam tangan Eldric hingga mereka berdua berdiri saling berhadapan terutama Eldric yang tidak terima wanita itu berani menyentuhnya. Tidak ada seorang pun yang bisa melakukan ini padanya selain orang tuanya sendiri. Karena itu, dengan cepat dia langsung menepisnya dan melepaskan pegangannya.

”Jangan menyentuhku!” Eldric mulai kesal padanya ditambah lagi dengan kekesalannya mendengar suara bising yang memenuhi seluruh ruangan depan dan bahkan aroma lavender tidak lagi tercium karena terlalu banyak orang-orang yang menarik nafas.

”Tuan, bisakah kita bicara di tempat yang sepi? Ada sesuatu yang ingin aku katakan.” ucap gadis dengan sedikit memohon.

”Tunggu! Berhenti di sana!” suara teriakan ini bersamaan dengan pintu yang dibuka paksa dari depan. Seorang pemuda, dengan senjata apinya tengah berdiri sembari menodongkannya ke arah gadis yang sedang bersama Eldric.

Tanpa pikir panjang, pemuda itu segera menekan tuasnya sehingga, peluru tajam melesat tak kasat mata, meluncur ke arah gadis hingga peluru itu akhirnya bersarang di kepalanya.

Mendengar suara tembakan dan melihat darah yang keluar tak habis-habisnya dari kepala gadis itu, membuat semua orang panik dan berteriak. Mereka langsung menjauhi mayat itu dengan pergi ke sisi ruangan.

Eldric pun tak luput dari perasaan panik dan ketakutan saat pembunuhan itu terjadi tepat di depan matanya. Wajahnya terkena cipratan darah gadis ini sehingga, aromanya terus memenuhi indera penciumannya.

”Pembunuh!” teriak seseorang.

Mereka yang membawa senjata yang sama dengannya langsung menodongkannya ke arah pemuda. Mereka takut pemuda ini akan membunuh mereka juga atau bahkan semua orang yang berada di Mansion ini.

Namun, bukannya menyerahkan diri karena kalah jumlah, pemuda ini malah tersenyum dan menjatuhkan senjatanya ke lantai. Wajahnya sama sekali tak menunjukkan penyesalan maupun ketakutan sama sekali. Dia tetap bertindak biasa layaknya manusia yang baru saja dibersihkan dari dosa.

”Biarkan aku menunjukkan sesuatu yang menarik untuk kalian dan bukan aku yang harusnya kalian bunuh. Pertunjukkan ini akan berlangsung selama, 3, 2 , 1.”

Begitu dia selesai menghitung, mayat wanita itu berdiri kembali meski kepalanya sudah berlubang. Matanya melotot, menatap ke arah pemuda yang sudah membunuhnya. Pemandangan ini, membuat semua orang heran dan bertanya-tanya, mengapa dia bisa bangkit kembali meski keadaannya sudah parah seperti itu.

Pemuda itu mengambil kembali senjatanya yang jatuh ke lantai sembari berkata, ”... Salah satu spesies manusia yang terkena penyakit zombi. Dia tidak akan mati meski kepalanya sudah berlubang kecuali, jika kepalanya itu sudah terpenggal dengan pisau yang sangat tajam.”

”Berhenti! Jangan ambil senjatamu!” seseorang berteriak dan mengancam akan menembak kepalanya. Lantas, pemuda itu langsung terdiam dalam posisinya yang hanya berbeda beberapa senti saja dari lantai.

Senyum pemuda menyeringai. ”... Kebodohan apa lagi yang kalian tunjukkan saat ini?”

Dalam beberapa detik, zombi itu segera menyerang pemuda dengan gigitannya yang tajam. Dia lapar, dan sangat ingin memakan daging manusia. Jika tidak ada seorang pun yang berhasil keluar dari rumah ini atau tidak ada yang bisa menghentikannya, mungkin saja mereka semua yang ada di sini akan mati menjadi santapannya.

Pemuda itu menghindar, sebelum zombi itu berhasil mengenainya. Senjata berhasil diraih olehnya, tidak peduli seperti apa ekspresi orang-orang di sini dan apa yang akan dilakukan oleh mereka dengan senjatanya.

Dia butuh pisau yang sangat tajam untuk memenggalnya. Dan pisau itu tersimpan di balik jubahnya. Namun, dia memerlukan ruang untuk mengambilnya di saat zombi itu terus menyerangnya secara brutal.

Di saat bersamaan, Eldric menarik tangan pemuda dan melemparnya ke belakang. Kemudian dengan cepat, dia menembakkan peluru ke arah mata zombi hingga dia kehilangan salah satu penglihatannya.

Zombi itu kembali mengeluarkan darah. Tidak main-main, zombi itu harus melawan dua orang sekaligus di saat semua orang tercengang sampai tidak bisa bergerak sama sekali.

Seakan sadar bahwa mereka semua bersenjata, dengan cepat dia bergerak menghampiri salah satu pemuda yang berdiri tidak jauh di dekatnya. Layaknya hewan buas, zombi itu langsung menerkam tubuh pemuda hingga keduanya terjatuh ke lantai. Kemudian, zombi itu langsung menggigit bagian perut pemuda dan memakan seluruh isinya.

Pemuda itu berteriak, darahnya terus mengalir melewati pakaiannya. Ususnya tercabik-cabik dan seluruh organ dalamnya remuk oleh tangannya. Suaranya mirip sekali dengan seseorang yang memakan daging mentah dengan lahapnya seperti seseorang yang tidak pernah makan selama beberapa hari.

Orang-orang yang melihatnya juga ikut berteriak, melihat pemuda yang menjadi korban sudah tidak bisa bergerak lagi dan wajahnya perlahan membiru. Aroma lavender berubah menjadi aroma darah menyengat. Mulut zombi itu dipenuhi dengan darahnya dan serpihan-serpihan organ dalam yang menyangkut di bibir bawahnya. Matanya melotot, menatap ke arah orang-orang yang sedang melihatnya dengan gemetar.

Rasanya satu manusia saja tidak cukup untuk menghilangkan rasa laparnya selama berbulan-bulan. Dengan langkah yang pelan, zombi itu berjalan mendekatinya. Tangan kanannya diangkat ke atas seakan ingin meraih sesuatu yang ada di depannya. Semua orang menjadi semakin takut dan tidak bisa bergerak sama sekali.

Tegang sekaligus ngeri.

Di tengah itu semua, sebuah kilatan pisau menyambar tangan zombi hingga terpotong. Anehnya, meski tangan itu sudah terpotong dari tubuhnya, jari jemarinya tetap bisa bergerak seperti seekor cicak kecil yang sengaja memotong ekornya.

Orang yang melakukannya adalah pemuda yang membuat semua ini terjadi setelah dia dilempar oleh Eldric ke kerumunan yang ada di belakangnya. Tentu itu akan bisa meluangkan waktunya untuk mengambil pisau tajamnya. Hao baiknya, sejauh ini belum ada yang berani menghalanginya. Selama dia berusaha untuk membunuh zombi yang menggila di sebuah ruangan besar.

Zombi itu mencoba melakukan serangan dengan mencakar wajah pemuda menggunakan tangan yang satunya. Baginya, serangan itu sangat mudah untuk dihindari. Dia juga berpikir, mengalahkan zombi tidak semudah mengalahkan nyamuk yang akan mati dalam sekali tepukan tangan. Mungkin ini akan sulit bagi seorang pemula yang akan membunuh zombi dengan hanya sebilah pisau. Berbeda dengannya. Pemuda ini sudah terbiasa membunuh spesies-spesies yang seperti ini bahkan dia juga menaruh dendam pada mereka.

Tangan kirinya bergerak untuk menahan tangan zombi yang mencoba menyerangnya. Sementara, tangan yang satunya bergerak untuk membunuh zombi ini dengan sebilah pisau yang sudah diasah setajam mungkin.

Pisaunya berayun yang cepat, memotong bagian lehernya tanpa pikir panjang. Ruangan ini adalah panggung terbaik untuk melakukan suatu pertunjukan besar yang membuat semua orang tidak bergerak. Kepala dari zombi itu menggelinding, menjauh dari tubuhnya. Sementara darahnya memuncrat ke lantai bahkan juga mengenai wajah pemuda.

Namun, setelah zombi itu mati, perlahan darahnya akan menghilang dan berubah menjadi abu mayat. Begitu juga yang terjadi pada tubuhnya yang hanya menyisakan pakaian terakhirnya. Aroma darahnya menghilang. Pemuda yang menjadi korbannya juga ikut dipenggal oleh pemuda. Itu dilakukannya karena tidak menutup kemungkinan kalau zombi itu telah menyalurkan penyakitnya pada mangsanya.

”Akhirnya pertunjukannya selesai.”

Pemuda itu mencoba meregangkan tubuhnya di depan semua orang yang masih terdiam. Entah mengapa, pemuda itu tampak biasa-biasa saja setelah dia membunuh dua orang zombi tepat di hadapan mereka seakan sedang memberikan pertunjukan yang luar biasa.

”Apa ini? Kenapa kalian semua diam? Tidak ada yang memberikanku tepukan tangan karena sudah menyelamatkan kalian?”

Pemuda itu tersenyum senang. Tak menghiraukan orang-orang yang sedang mengkritik dirinya. Sementara Eldric hanya diam berada di sisi ruangan. Dia juga tidak peduli dengan apa yang dikatakan pemuda itu. Namun, setidaknya Eldric merasa sedikit terhibur dengan keberadaan zombi itu. Karena setelah kejadian ini, mansion Hanley pasti akan ditakuti semua orang dan dia mendapatkan ketenangannya kembali.

”AYHNER! BERANINYA KAU MEMBUAT KEKACAUAN DI SINI!” teriak wanita bergaun merah dan putih yang sedang melangkah keluar dari kerumunan orang-orang. Ekspresinya terlihat sangat marah dan kesal. Dan karena melihatnya, pemuda yang disebut Ayhner tadi langsung menutup matanya dengan kedua tangan seakan enggan untuk melihatnya.

”Pergilah! Kau siapa?! Aku tidak mengenalmu!” ucapnya sedikit berteriak.

Jawaban ini jelas membuat wanita itu sangat marah. Dia menarik kerah pakaian Ayhner dan berteriak tepat di depan telinganya. ”... Jangan membuat semua orang terdiam dengan tindakanmu itu! Aku sudah bilang padamu, jangan pernah memburu zombi atau monster di depan banyak orang, kan?!”

”Ahh! Bibi! Jangan berteriak di depan telingaku! Apakah bibi ingin membuatku tuli?!”

”Maaf, Nona Leory? Apakah dia adalah salah satu keluargamu?” Eldric yang penasaran, langsung berjalan menghampiri mereka berdua setelah dia tahu, wajah dari wanita ini terlihat sama seperti wajah Ayhner.

Nona Leory menatapnya bingung. ”Tentu saja. Apakah wajah kami berdua tidak terlihat mirip sama sekali?” dia menarik dagu Ayhner dengan paksa dan menunjukkannya pada Eldric.

”Ahh! Bibi! Berhentilah melakukan hal yang kekanak-kanakan! Aku tidak suka melihatmu melakukan itu!” Ayhner menampar tangan nona Leory kemudian berjalan menjauhinya.

”Ivonne, apa yang terjadi di sini?” tiba-tiba, seorang laki-laki menyebut nama Nona Leory dan melangkah mendekati mereka bertiga. Tampaknya dia baru saja sampai di sini begitu dia mendengar kabar kalau ada kekacauan di Mansion Hanley ketika pesta sedang dimulai.

”Oh, Aciel, kebetulan sekali. Aku membutuhkanmu untuk mengurus anakmu!” Ivonne melempar Ayhner hingga tubuhnya menabrak Aciel yang sedang berdiri. ”Entah kau ini dari keturunan apa, selalu saja membuat kekacauan!”

Aciel menatapnya dengan ekspresi datar, ”Bukankah dia ini mirip sekali denganmu? Aku rasa kau tidak perlu menanyakan hal tentang itu.”

Seseorang melangkah dan bahkan suaranya mampu terdengar di tengah keheningan. Sosok laki-laki itu terlihat sedang mengambil sesuatu yang tersimpan di dalam saku dalam jasnya. ”... Jadi, anak ini adalah Ayhner Leory, putra kandung dari Aciel? Anak yang juga telah membunuh Ayahku. Kali ini, aku tidak akan membiarkanmu lari!”

DORR!!!

Episode 2

Sebuah peluru melesat dengan cepat ke arah Ayhner yang belum siap menerima serangan itu. Dia terlalu terfokus pada peluru yang sedang melesat ke arahnya hingga dia tidak sempat untuk menghindar. Kalau saja peluru itu bisa mengenainya, sudah pasti jantungnya akan berlubang dan dia akan tewas di tempat apalagi, harus ditonton oleh puluhan orang di sekitar sini. Dia sendiri tidak tahu mengapa laki-laki ini mencoba membunuhnya padahal dia sudah membantunya terhindar dari dibunuh oleh Ayahnya sendiri.

Tiba-tiba muncul peluru yang lain dari arah samping kemudian bertabrakan dengan peluru yang lain. Ledakan kecil terjadi tepat di depan mata Ayhner sebelum akhirnya Ivonne dengan cepat bergerak untuk melindunginya dari cahaya yang bisa membuatnya buta selama beberapa saat. Dia menariknya dan menutup kedua mata Ayhner dengan telapak tangannya.

Peluru asing itu berasal dari senjata milik Aciel yang selalu membawanya kemana-mana saat sedang di luar. Tidak hanya itu dia juga seorang polisi militer yang nyawanya mungkin sedang diincar oleh sebagian orang. Kemampuannya yang hebat dalam menggunakan senjata api, membuatnya direkrut menjadi kapten dari kelompok Anjing Ratu.

Eldric mencoba membantu mereka dengan menendang senjata milik lelaki hingga terlepas kemudian memaksanya untuk berlutut serta menahan kedua tangannya. Dalam posisi seperti itu, dia pasti merasa kesakitan pada bagian tulangnya. Bahkan beberapa persendiannya mengeluarkan suara yang membuat ngilu siapa pun yang mendengarnya. Kesabaran Eldric habis. Setelah zombi muncul di mansionnya, dia semakin tidak tahan jika ada seseorang yang mencoba saling membunuh di sini dan semakin memperburuk pemandangan.

”Apa yang terjadi?” Ayhner tampak kebingungan setelah Ivonne melepaskan tangannya yang menutup matanya. Dia penasaran, mengapa laki-laki itu bisa duduk berlutut pasrah di tengah-tengah semua orang seolah dia adalah tahanan yang akan dihukum mati.

”Ayhner, kau baik-baik saja kan?” Ivonne tampak cemas dan terus memperhatikannya dengan teliti.

Ayhner mengangguk. ”Tapi, ada apa dengan laki-laki itu? Kenapa dia seperti itu?”

”Gerakan bagus Tuan Hanley. Izinkan aku untuk menginterogasinya.” Aciel berjalan mendekati lelaki sembari menatapnya dingin. Tatapan itulah yang membuat beberapa orang terintimidasi saat sedang berbicara dengannya.

Aciel duduk berlutut di depan laki-laki kemudian bertanya, ”Kau sadar apa yang sudah kau lakukan tadi? Kenapa kau mencoba membunuh Putraku?”

Laki-laki itu berdecak kesal, mengalihkan perhatiannya seakan tidak ingin menjawab pertanyaannya. Semua orang sepertinya asik menonton pertunjukkan yang tidak perlu mengeluarkan biaya. Apalagi, pertunjukan ini sama sekali tidak terkait dengan skenario yang telah dibuat oleh seseorang untuk mereka.

Selama beberapa saat, laki-laki itu tetap menunjukkan sikap yang sama dan enggan untuk menjawabnya. Karena merasa diabaikan hanya karena satu pertanyaan kecil, membuat Aciel menjadi semakin marah.

Dia berdiri kembali dan kali ini, dia tidak akan menggunakan cara yang lembut untuk menginterogasinya. ”Aku tanya sekali lagi, apa alasanmu mencoba membunuh Putraku?”

Aciel memberikannya kesempatan kedua. Namun, laki-laki itu tetap tidak menjawabnya. Lama kelamaan, kesabarannya pun habis. Dalam satu kali gerakan cepat yang hitungannya tidak sampai satu detik, Aciel menendang wajah laki-laki itu hingga membuatnya terlepas dari pegangan Eldric dan terhempas ke sisi penonton. Semua orang berteriak ketakutan. Beberapa ada yang menjauh dan beberapa ada yang langsung pergi karena ngeri dengan pertunjukan yang seperti ini.

Ada bercak darah yang membentuk garis. Tampaknya, mulut dari laki-laki itu mengeluarkan darah hingga beberapa giginya patah dan terlempar keluar. Bekas merah langsung terbentuk di pipi kirinya. Matanya terpejam sebelah karena otot wajahnya yang mulai membengkak perlahan.

Aciel berjalan mendekat. Keberadaannya seolah menjadi ancaman kematian bagi laki-laki yang menjadi targetnya. Entah dia harus sampai babak belur atau tidak. Tapi, laki-laki ini tidak menunjukkan penyesalan sedikitpun saat mencoba bangkit kembali dari posisi tidurnya.

”Kau masih tidak ingin menjawabnya?”

Laki-laki itu tetap terdiam seakan tidak takut dengan pukulan atau tendangan yang dilakukan Aciel nanti. Dia seperti orang yang sudah siap untuk mati dan tidak akan menyesal jika harus mati dengan cara paling menyakitkan seperti ini.

Ayhner yang melihatnya menghela nafas. Kalau sudah seperti ini, dia tidak akan mengakui kalau Aciel adalah Ayahnya. Sebelum pukulan kedua diluncurkan, dengan cekat Ayhner berkata, ”Ayah! Memalukan sekali! Sudah hentikan! Saat itu aku membunuh Ayahnya karena dia terinfeksi penyakit monster. Tapi, orang ini terus mencoba melindunginya meski Ayahnya berulang kali ingin memakannya.”

Semua orang mendengarkan dan terdiam. Tidak di sangka, mereka semua bisa mendengar secara langsung kisah tentang dia spesies manusia yang mengerikan dan selalu berakhir tragis. Mereka juga tidak percaya kalau laki-laki yang babak belur ini mencoba untuk melindungi salah satu spesies manusia.

”Kau, anak sekecil dirimu, bagaimana bisa membunuh seseorang dengan mudahnya?! Apakah kau tidak pernah sadar kalau kau sudah melumuri tanganmu dengan darah orang yang tidak bersalah sama sekali?!” bentak laki-laki.

Ayhner terdiam seakan merasa bersalah karena telah membunuh orang yang disebut oleh laki-laki ini. Dia mendadak suram, menyesali apa yang sudah dilakukan selama ini.

Aciel tak terima. Dia kembali menendang wajah laki-laki itu dengan sadis dan berkata, ”... Tidak ada yang menyuruhmu bicara seperti itu. Pertanyaanku sudah terjawab dan kau berhak untuk diam.”

Ayhner yang semula terlihat suram, mulai menarik tersenyum seringai dan mengangkat kepalanya kembali, menatap laki-laki itu tanpa rasa penyesalan sama sekali.

”Benar sekali! Aku membunuh mereka yang tidak bersalah sama seperti yang mereka lakukan pada orang-orang yang juga tidak bersalah. Tujuanku melakukan ini adalah untuk membalaskan dendam orang-orang yang mati secara sia-sia dan mengembalikan ketenangan dunia dari spesies-spesies yang tidak diinginkan.”

Laki-laki itu menyeringai. ”... Ternyata aku benar, ya. Manusia itu, lebih kejam dari Monster.”

...~o0o~...

Setelah kejadian itu, Mansion Hanley menjadi perbincangan semua orang. Beberapa tidak menyangka kalau di sana muncul zombi yang sudah memangsa satu orang di sana. Dan beberapa yang lain takjub dengan cara Ayhner membunuh zombi. Laki-laki yang mencoba membunuh Ayhner, juga sudah diserahkan pada polisi. Dia sedang diinterogasi dengan alasan melindungi monster yang berbahaya. Eldric pun juga menjadi sorot perhatian. Ketika dia baru saja sampai di depan sebuah toko minuman, beberapa orang langsung membicarakan dirinya.

Sangat bising. Dia tidak pernah tahan dengan semua kebisingan yang ada di luar rumahnya. Dia menurunkan topinya, berharap tidak ada yang mengenalinya di tengah keramaian. Apalagi, saat ini dia datang sendiri dan tidak menemukan ada satu orang pun yang berasal dari mansionnya.

Semuanya berubah saat dia mendengar suara lonceng berbunyi dari pintu yang sedang terbuka. ”... Oh, Eldric! Kau datang ke tempat kecil ini?”

Suara ini, Eldric merasa seperti pernah mengenalnya. Tidak salah lagi, suara ini adalah suara milik Ayhner yang baru saja keluar dari toko minuman. Dengan cepat dia langsung menatapnya. Ayhner masih memakai pakaian sederhana dan jubah hitamnya yang seolah menjadi pakaian sehari-harinya.

”Kau ada di sini?”

”Kenapa memangnya? Aku sering kemari. Kau tidak pernah melihatku ada di sini? Atau mungkin, kau sengaja mengikuti jejak ku dan berhenti di sini?” Ayhner mulai curiga.

Eldric menghela nafas. ”... Ya, kau bisa menganggapnya seperti itu. Kedatanganku ke sini adalah untuk berterima kasih padamu.” dia memberi jeda. ”... Terima kasih karena berkatmu, telingaku menjadi bising. Sangat mengganggu sampai aku ingin mengakhiri hidupku. Aku tidak tahu hukuman apa yang pantas aku jatuhkan untukmu.”

”Oh, maaf? Apakah itu pujian atau ancaman? Kali ini aku tidak bisa membedakannya.”

”Itu adalah keduanya. Terserah kau ingin menganggapnya apa.”

”Aku tidak akan menganggap itu keduanya. Kalau sudah selesai, aku akan pergi. Hari ini aku cukup sibuk!” Ayhner mulai berjalan pergi meninggalkan tanpa dihentikan oleh siapa pun. Eldric juga tidak mengatakan apa pun setelah itu.

Namun, dia menemukan sesuatu yang membuatnya harus menghentikan langkah Ayhner saat itu juga. Dia melihat sesosok mayat yang terlempar dari udara dan akan menimpa Ayhner jika dia tidak segera menghindarinya.

Dengan cepat, Eldric langsung menariknya menjauh dari tempat berdiri sebelum akhirnya, mayat itu terjatuh ke tanah dengan tubuh bagian depan yang mendarat lebih dulu. Wajahnya hancur, menimpa permukaan tanah. Darahnya berada di sekitarnya. Kejadian itu, membuat Ayhner langsung menatap ke atas. Benar saja, di salah satu bangunan tinggi, dia melihat sesosok manusia berjubah hitam yang menjadi orang dibalik semua ini. Pada bagian punggung mayat itu, tertulis sebuah tulisan yang mirip dengan sebuah pesan singkat.

”Mari kita bertemu di Hotel Mulberry di lantai paling atas.”

...~o0o~...

”Haah, si tua itu beraninya menggunakan cara anti Mainstream untuk mengundangku ke acara pertemuannya.” ucap Ayhner memeriksa mayat yang mendarat tepat di depannya.

”Bukankah itu mayat sungguhan?” Eldric mulai waspada. Namun, dia juga merasa sedikit aneh pada mayat itu. Semua orang juga sudah menghindar. Mereka tidak menduga bahwa akan datang kejutan yang benar-benar tidak terduga di kota ini.

Ayhner menoleh ke arah Eldric menatapnya dengan bingung seakan tidak mengerti dengan pertanyaannya. ”... Apa yang kau maksud? Tentu ini bukan mayat sungguhan. Orang tua itu hanya menggunakan cara yang tidak biasa untuk mengundangku ke acara pertemuannya.”

Dia mengangkat tangan mayat itu kemudian melepasnya. Tampak jelas, ada beberapa kapuk yang jatuh dari dalam lengan dan untaian benang bekas jahitan yang sudah dibuat sangat rapi.

”Ini hanya boneka saja. Kau bisa melihat ada yang aneh di sini kan? Darah hanya ada di kepalanya tapi tidak di seluruh tubuhnya. Kepalanya juga palsu. Semua ini hanya boneka.” Ayhner menghela nafas. ”... Haah, harusnya kau tidak perlu repot-repot menarik ku. Aku bisa mengatasi ini sendiri.”

”Lalu, bagaimana dengan darahnya?”

”Dia mengisi kepala boneka itu dengan jus stroberi dan membungkusnya dengan plastik yang sangat tipis. Jadi, saat boneka ini, terbanting ke tanah, plastik itu pecah dan membuat efek darah seperti ini.”

Eldric terdiam, dia mengerti yang Ayhner katakan. Dan dia juga penasaran siapa yang sudah membuat semua ini. ”... Lalu, siapa yang akan kau temui di hotel mulberry? Apakah orang yang cukup berbahaya seperti laki-laki yang mencoba menyerangmu waktu itu?”

Ayhner berkedip beberapa kali. Rasanya ada yang aneh dengan pertanyaan yang diajukan Eldric padanya. Benar-benar aneh bahkan terdengar absurd. Dia mengira kalau Eldric telah berdusta tentang pertanyaannya dan tidak akan mengakuinya setelah dia menjawabnya.

”Kau tidak akan berbohong kan?”

”Apa maksudmu?”

”Pertanyaanmu barusan? Apakah aku tidak salah dengar? Kau bertanya seolah kau mengkhawatirkanku.”

”Aku bertanya bukan berarti aku mencemaskanmu. Aku hanya bertanya saja.”

”Benarkah? Entah mengapa aku tidak percaya.”

Ayhner mulai berjalan meninggalkannya. Namun, baru saja beberapa langkah, Eldric yang melihatnya dari belakang terkejut karena melihat Ayhner yang tampak kesakitan pada bagian dadanya. Dia bahkan sampai jatuh berlutut dari posisi berdirinya seakan menandakan bahwa rasa sakit yang dialaminya ini benar-benar sungguhan.

”Ada apa denganmu? Apakah ada bagian yang sakit?” ucap Eldric mulai cemas.

”Sakit sekali. Dadaku, terasa terbakar.”

Ucapan Ayhner terdengar sangat meyakinkan dan membuat Eldric semakin merasa cemas. Dia mencoba menyentuh dada Ayhner dan memeriksa detak jantung serta denyut yang ada di lehernya. Selama beberapa saat, Ayhner terus mengerang kesakitan. Semakin membuat Eldric kebingungan dengan keadaannya.

”Sebenarnya kau sakit apa?”

”Sakit, sakit sekali— tapi bohong.”

”....?”

Eldric terkejut bukan main. Dalam sekejap, wajah Ayhner terlihat biasa-biasa saja seperti tidak sedang sakit apa pun. Matanya berkedip beberapa kali, memastikan bahwa ini adalah kenyataan. Dan ternyata, dia benar-benar sudah ditipu olehnya.

”Jangan main-main soal penyakit! Kau berbohong demi mendapatkan perhatianku kan?!” Eldric mencengkram kedua kerah pakaian Ayhner hingga mengguncang guncangkanya.

”Aahh, jangan salahkan aku. Aku hanya ingin memastikan ucapanmu. Kau bilang kau bertanya bukan berarti kau cemas. Aku pikir kau betulan seperti itu tapi, ternyata tidak sepenuhnya betul. Sekarang aku sudah bisa melihatnya.” ucap Ayhner sembari berdiri dan melangkah menjauhinya. ”... Baiklah, aku akan pergi. Oh iya, dan juga, berhati-hatilah untuk malam hari. Monster atau zombi, bisa saja tinggal di rumahmu.”

Nggak percaya.

Ayhner benar-benar pergi. Entah mengapa, Eldric merasa suasananya berubah menjadi sunyi kembali. Laki-laki pendiam seperti dirinya tidak akan pernah membenci kesunyian dalam dirinya dan selalu membenci kericuhan yang terjadi di sekitarnya. Namun, entah mengapa kepergian Ayhner yang sementara, membuatnya merasa kesepian seolah dirinya tinggal sendirian di dunia yang kacau ini.

Eldric memasukkan tangan kanannya ke dalam saku jasnya. Tanpa sengaja, dia menemukan secarik kertas yang asalnya belum diketahui olehnya. Tanpa pikir panjang, dia langsung membuka lipatan kertas lusuh yang sepertinya terdapat tulisan di dalamnya. Kemudian dia mencoba membacanya dengan hati-hati agar dia bisa mengerti maksud dari kertas ini.

”Pukul 8 malam, datanglah ke jembatan katedral!”

Hanya itu yang tertulis di dalam kertas. Tidak ada tertulis nama orang yang sudah menulisnya. Satu-satunya yang ada di pikiran Eldric saat ini adalah keberadaan Ayhner yang mungkin saja sudah mengetahui hal yang akan terjadi nanti dan yang mungkin sudah menaruh kertas itu di dalam sakunya ketika mereka berdua saling berdekatan.

”Apa maksudnya ini? Dia memintaku untuk datang ke sana? Tapi untuk apa?”

Episode 3

Hotel mulberry berada cukup berdekatan dengan jembatan Katedral. Bangunannya juga cukup besar. Tampak jelas hotel itu cukup ramai. Dipenuhi dengan orang-orang yang membawa tas koper besarnya. Ayhner terus berpapasan dengan petugas hotel yang berjalan terburu-buru di sekitarnya. Entah apa yang mereka lakukan. Tapi sepertinya, mereka sangat sibuk hari ini.

Ayhner menaiki satu persatu anak tangga yang dilambari dengan karpet merah dan pegangan tangga yang dilapisi oleh pernis. Namun, baru saja beberapa langkah dia berjalan melintasinya, sebuah jebakan monster tak sengaja terinjak olehnya.

Namun, beruntungnya dia langsung menarik kakinya sebelum akhirnya tali merah yang muncul dari dalam tangga mengikatnya dan menyeretnya ke dalam tangga. Dan mungkin saja, masalah-masalah yang tidak diinginkan terjadi jika dia tertangkap sekarang.

Ayhner merasa senang karena kedatangannya disambut oleh jebakan yang tidak terduga olehnya. Senyumnya terbentuk begitu tahu, Tuan Luois sedang mengawasinya di suatu tempat. ”Sambutan yang cukup bagus. Aku sangat menghargainya.”

...~o0o~...

”Apa maksudnya? Dia memintaku untuk datang jam 8 malam? Apakah dia sudah tahu apa yang akan dialaminya nanti?”

Eldric masih memperhatikan secarik kertas yang dimasukkan Ayhner ke dalam saku jasnya. Dia mulai berpikir untuk mengatakan ini pada Aciel dan Ivonne. Namun, dibalik kertas itu ternyata bertuliskan, ”Jangan beri tahu siapa pun tentang ini.”

Itu jelas membuat Eldric kebingungan seolah Ayhner ingin dia datang sendirian ke sana. Ayhner juga tidak menuliskan kalau dia harus datang sendiri atau membawa pasukan menuju tempat itu dan tidak menuliskan apakah pertemuan ini berbahaya atau tidak.

Namun, yang ada dipikiran Eldric saat ini hanyalah anak sekecil Ayhner, tidak mungkin membuat masalah yang besar sampai mengorbankan nyawa. Tetapi, rasanya dia masih harus memperjuangkan tentang kejadian kemarin. Mengenai laki-laki bersenjata yang ingin membunuh Ayhner sebelum akhirnya, Ayah dan Bibinya mulai bergerak melindunginya.

”Ahh! Kenapa aku tidak bisa memikirkan hal lain selain ini?!”

Pikiran Eldric perlahan mulai berantakan seakan Ayhner telah menguasai dirinya dengan berbagai teka-teki yang diberikannya. Untuk apa dia harus datang ke sana dan mengapa Ayhner sangat percaya padanya? Dia mungkin bisa saja tidak memenuhi panggilan dalam suratnya dan memilih untuk mengurus urusannya. Tapi, kalau sudah seperti ini, dia tidak mungkin menghancurkan kepercayaannya kan?!

”Yoo, Tuan muda Hanley. Apa yang kau lakukan sendirian di sini?” Ivonne menyapa dari arah belakang sembari menepuk pundaknya ketika dia telah berada di sebelahnya.

Kedatangannya membuat Eldric sedikit terkejut dan langsung menatapnya. ” Nona Leory? Ada perlu apa datang ke kota sendirian malam-malam seperti ini?” ucapnya sembari menyimpan kertasnya ke dalam saku.

Ivonne menghela nafas. ”... Aku sedang mencari Ayhner. Sejak pagi tadi, dia sudah tidak berada di rumah.”

”Apakah dia memang seperti itu?”

”Ya, begitulah. Sudah sejak lima tahun lalu dia ketagihan membunuh monster dan zombi yang dilihatnya. Kalau bukan karena Ibunya yang berakhir menjadi santapan monster, mungkin dia akan menjadi anak yang baik dan tidak akan bertindak seenaknya.”

Eldric terlihat sedikit terkejut mendengar kisahnya. Seolah dia tidak menyangka Ibu Ayhner juga menjadi korban dari dua spesies manusia ini. Pantas saja saat melihat wajahnya, Eldric selalu melihat sisi Ayhner yang memiliki kemauan keras. Namun, di sisi lain dia juga memiliki masa lalu yang buruk dan itu terjadi tepat di depan matanya.

”Kalau begitu, setiap saat dia selalu berada dalam bahaya?”

”Tidak juga. Dia hanya membunuh monster atau zombi yang dilihatnya maupun mengundangnya ke suatu tempat. Kadang-kadang, dia juga selalu bermain-main di kota sendirian. Entah apa yang dilakukannya di sini sampai dia tidak betah tinggal di rumahnya sendiri.”

Kata mengundang, seketika mulai mengusik pikiran Eldric. Undangan yang datang siang tadi dengan menggunakan sebuah boneka, mulai memancing kecurigaan Eldric. Dalam pikirannya, dia sangat mempertimbangkan, jangan bilang kalau undangan itu adalah undangan dari monster atau zombi yang ingin membalaskan dendam padanya karena sudah membunuh spesies mereka? Ternyata, pemikirannya tentang anak berumur 14 tahun yang tidak mungkin membawa masalah bahkan sampai mempertaruhkan nyawa benar-benar salah!

Ayhner mengatakan untuk segera bertemu dengannya di jembatan katedral jam 8 malam. Dan sekarang sudah menunjukkan jam 7, 55 menit. Dia hanya memiliki waktu lima menit untuk sampai tepat waktu. Tentu dia juga tidak tahu masalah apa yang mungkin bisa saja terjadi jika dia datang terlambat.

”Nona Leory, biar aku saja yang mencarinya. Kau pulang saja. Sangat berbahaya jika seorang wanita berkeliaran pada malam-malam seperti ini.” Eldric menyarankan.

”Heh? Kau menganggapku wanita? Aku masih bisa mencarinya sendiri meski harus sampai tengah malam.”

”Ya, sudah. Aku meminta tolong agar nona Leory segera pulang. Aku akan segera mencarinya dan mengantarnya kembali.”

Dengan cepat, Eldric segera berlari pergi meninggalkannya begitu dia selesai dengan ucapannya. Sementara Ivonne kebingungan melihatnya seperti sedang berusaha menyembunyikan sesuatu darinya. Beruntungnya jalanan di sekitarnya terlihat sepi sehingga untuk berlari pun tidak jadi masalah untuknya.

Hanya tersisa dua menit untuk sampai ke jembatan. Sedangkan jaraknya dengan jembatan berada cukup jauh. Setidaknya membutuhkan waktu lima menit untuk sampai ke sana dengan berlari. Ini sudah sangat terlambat. Jika saja dia tidak meluangkan waktunya untuk berpikir atau berbicara dengan Ivonne, pastilah dia sudah sampai ke tempat itu.

Di sisi lain, Ayhner tengah membuka sebuah pintu kamar hotel yang berbeda dari yang lain. Pintu itu terlihat besar dan berat dengan lebar kayu yang cukup tebal. Begitu memasukinya, dia sudah melihat beberapa rak yang dipenuhi dengan buku bahkan beberapa buku ada yang sengaja ditaruh di bawah rak karena tidak muat. Meski sekelilingnya tampak rapi dan tanpa noda, dia masih mencium aroma darah yang berada di sekitarnya.

Di depan jendela yang memancarkan cahaya purnama, sebuah kursi singgasana terparkir di sana dengan sesosok laki-laki berambut panjang yang duduk di sana sembari memandanginya. Dia memangku sebuah pisau yang sudah diasah dan beberapa buku yang robek tak berbentuk di bawah kakinya.

”Kau terlihat seperti sedang depresi ya, kakek tua.” sambut Ayhner, tidak jauh dari pintu yang sudah terkunci.

”Kau datang tepat waktu. Orang yang sudah membunuh spesies kami. Atau juga, monster yang membunuh spesiesnya sendiri.” ucap Luois dengan dingin, sembari menatapnya perlahan.

”Aku tidak suka kalau kau menyamai ku dengan spesies manusia. Karena bagaimanapun juga, aku ini seorang anak manusia.”

”Kau menolak untuk menerima takdirmu. Monster yang menularkan penyakit itu padamu adalah Alzert. Monster yang kuat dan selalu setia menjadi bawahanku. Tampaknya dia telah melakukan kesalahan saat sedang mencari makanan. Dia tidak menduga kau akan menusuk jantungnya saat dia sedang memakan Ibumu.”

Luois memberi jeda dengan menaruh pisaunya ke bawah jendela. ”... Aku akan memberikanmu kesempatan hidup. Monster-monster di sini sangat tidak tahan melihat keberadaan mu dan sangat ingin membunuhmu. Tapi, jika kau dengan sukarela mau menjadi bawahanku dan senantiasa melayaniku, aku akan meminta mereka untuk tidak membunuhmu. Bagaimana?”

Ayhner terdiam sejenak dan memikirkannya. ”... Kesepakatan yang bagus. Aku tidak percaya kau sangat menghargai nyawaku. Tapi, dibandingkan menjadi monster, aku lebih memilih untuk mati. Dan, tidak ada seorang pun yang berhak berada di atas ku.”

Setelah berbicara, Ayhner langsung mengeluarkan pisau dari dalam jubahnya dan bergerak untuk menyerang Luois dari depan. Namun, gerakannya ini tertahan oleh sebuah dinding transparan yang menghalanginya.

”Kau sangat tidak menghargai nyawamu sendiri, rupanya. Kalau begitu, aku akan memenuhi perkataan mu. Matilah sekarang juga!”

Ayhner terkejut melihat ke sisi jendela yang menunjukkan ada seorang laki-laki yang memakai tudung hitam di belakangnya sedang menyalakan korek api. Dengan cepat, dia langsung menoleh ke belakang dan melihat tali granat yang akan meledakkannya jika benda itu benar-benar terbakar. Dia kembali menoleh ke arah Luois. Dan ternyata, tubuh yang dilihatnya sudah berganti dengan sebuah boneka yang sama dengan yang dilihatnya siang tadi.

”Kau sangat ingin melihatku mati ya?” Ayhner menyeringai.

Laki-laki itu membuka tudungnya dan setelah dia menunjukkan wajahnya, ternyata dia adalah Luois. ”... Aku hanya ingin melihat, apakah gerakan mu bisa secepat Alzert untuk menghindari bom yang akan menghancurkan seluruh tubuhmu.”

Boneka yang duduk di kursi singgasana langsung mengikat diri pada Ayhner, bersamaan dengan jatuhnya korek api yang menyala di atas sebuah kabel yang terhubung pada bonekanya.

Hanya berselang beberapa detik, bom itu meledak dan menghancurkan seluruh ruangan, membakarnya sampai semuanya menjadi abu. Saat asap dan puing-puing telah berhenti berjatuhan, Luois yang masih di sana tidak lagi melihat Ayhner berada di depannya. Anak itu tampaknya menjatuhkan diri ke sungai.

Tidak lewat dari detik-detik itu, Eldric datang ke jembatan katedral dan sudah melihat sebuah ledakan yang terjadi di salah satu kamar di hotel mulberry. Ledakan itu membuat serpihan-serpihan bangunan berjatuhan ke sungai. Dari jarak yang cukup jauh, Eldric mampu melihat sesosok manusia yang juga ikut terjatuh bersama serpihan bangunan.

Saat itu juga, dia langsung tahu kalau itu adalah Ayhner. Dengan cepat, dia segera berlari mendekatinya dan saat Ayhner akan mendarat di atas permukaan sungai, dia langsung menceburkan diri ke sungai yang cukup besar.

Agak sedikit sulit baginya menemukan Ayhner di tengah-tengah puing bangunan yang juga berjatuhan ke dalam sungai. Belum lagi, arus air yang menariknya masuk semakin dalam ke dasar sungai. Dia harus segera menemukan Ayhner sebelum dia sendiri kehabisan nafas.

”Aku tidak bisa bergerak lagi.”

Perlahan, Eldric mulai menyerah untuk terus berenang. Bersamaan dengan itu, dia melihat gumpalan darah yang berenang di dalam air. Sudah pasti, darah ini berasal dari tubuh Ayhner yang tenggelam di sungai. Dengan cepat, Eldric kembali berenang, mengikuti gumpalan darah yang menuntunnya.

Eldric merasa paru-parunya tidak kuat lagi untuk menahan nafas sedangkan mulutnya sudah penuh dengan air. Padahal, sedikit lagi dia nyaris meraih Ayhner yang sudah ditemukannya beberapa saat lalu.

”Apakah hanya sampai di sini saja?”

Tiba-tiba, Eldric merasa ada sebuah dorongan tangan yang membantunya bergerak dengan cepat. Seketika, dia berhasil meraih tangan Ayhner kemudian langsung menariknya pergi menuju permukaan. Tidak jarang, Eldric terus ditabrak oleh serpihan bangunan hingga membuatnya terluka dan memiliki memar.

Tidak sampai satu menit, Eldric akhirnya berhasil membawa Ayhner keluar dari dalam sungai. Dia merasa sangat lega akhirnya bisa bernafas kembali. Sementara Ayhner masih memejamkan matanya karena dia terlalu banyak meminum air.

Eldric langsung bergerak cepat untuk menolongnya. Melihatnya tidak bernafas, Eldric menekan-nekan dadanya hingga air keluar dari dalam mulutnya. Belum sampai di sana, dia juga memberikan nafas buatan sampai akhirnya dia bisa bernafas kembali.

Jari-jemarinya perlahan menunjukkan pergerakan meski terlihat pelan. Eldric merasa lega. Karena jika dia terlambat sedetik saja, mungkin Ayhner tidak akan selamat. ”Syukurlah aku datang tepat waktu.”

PLAKK!!!

Dari posisi tidurnya, Ayhner langsung menampar wajah Eldric dengan sisa tenaga yang ia punya. Dengan raut wajah kesal dan nafas yang masih terengah-engah, dia berkata, ”Bodoh! Kau sangat terlambat! Ini berbeda dari rencana awalku.”

Ayhner langsung tertidur kembali begitu dia selesai mengatakan kalimatnya seakan tidak memberikan waktu bagi Eldric untuk menjawabnya. Eldric terkejut mendapatkan tamparan itu. Namun, di sisi lain dia juga senang karena bisa menyelamatkan nyawanya meski diujung waktu. Setelah ini, dia harus membawanya pulang dan memenuhi janjinya pada Ivonne.

Pada bagian hotel mulberry yang berlubang akibat ledakan, Luois berdiri di sana dan mengawasi mereka berdua meski jaraknya harus melintasi lebar sungai. Kekesalan tampak jelas di wajahnya. Namun, dia tetap memikirkan hal menarik yang akan dirancangnya nanti.

”Anak manusia itu tidak sadar kalau yang sudah diselamatkannya adalah monster. Aku harus membuatnya sadar bahwa dia akan menjadi korban berikutnya.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!