NovelToon NovelToon

Mencintaimu Tanpa Syarat

Kisah gadis perindu

Seharian ini tak terlihat sedikitpun cahaya mata hari yang bersinar, karena hujan deras sepanjang hari membuat kota Pekanbaru mendung sepanjang hari.

Tak ada yang tahu mengapa hari ini trrlihat begitu sedih danbterus saja menumpahkan air matanya sepanjang hari. Mungkin dia juga sedangnerasakan kegundahan hati seorang gadis yang sedang duduk termenung itu.

Di sebuah kamar seorang gadis duduk termenung di depan jendela kamarnya sejak beberapa jam yang lalu. Tatapan kosong denga sesekali mensrik nafas panjang lalu membuangnya berlahan.

Cuaca yang mendung sangat mendukung wajah sedih gadis muda itu. Tak tahu apa yang di pikirannya sampai tak memperdulikan sekitarnya, ia bahkan tak menyadari jika dari tadi Mamanya telah ikut masuk ke dalam kamarnya itu.

"Dek,"

Sella tersentak dari lamunannya. Ia segera menoleh, melihat ibunya yang sedang menatap sendu dirinya membuat gadis itu memaksakan senyum tipisnya.

"Mama? Sejak kapan disini?" tanya Sella sedikit terkejut.

"Sudah lama, bahkan mama sudah memanggilmu beberapa kali." ujar Zana.

Sella menarik nafas panjang. Masalah pernikahan benar-benar membuat dia bingung dan sering melamun akhir-akhir ini. Dia yang telah punya kekasih lalu dipaksa berjodoh dengan pria lain, rasanya terlalu berat dia rela.

Tapi dia juga tak berani melawan perintah Papanya.

"Masih memikirkan pernikahan yang ditawarkan Papa kamu?" Zana tahu putrinya masih bimbang menerima lamaran itu.

Tapi siapa yang tidak tahu bagaimana keras kepalanya David jika sudah mengambil keputusan.

Karena hal itu juga kenapa Sella sampai se pusing ini dengan rencana pernikahan yang di lakukan sang Papa. Andai dia takut durhaka, mungkin dia telah memilih pergi kabur saja dsei oada di lema seperti sekarang ini

"Ma, apa dia benar-benar Duda?" Pertanyaan itu beberapa kali gadis itu lontarkan. Rasanya dia masih belum percaya sang ayah tega menikahkan dirinya dengan seorang duda, bahkan juga sudah punya anak yang cukup besar.

"Kamu kenapa masih menanyakan itu? Bukankah sudah mama jawab berkali-kali," ucap Zana geli.

"Aku masih tak percaya Papa tega mencari jodohku seorang duda. Apa Papa gak sayang aku ya?" tanya Sella yang langsung mendapat gelemgan daei sang Mama.

Ya... Pikiran buruk mulai berputar dalam otaknya, dia bahkan sempat menebak jika dia bukan akan kandung Papanya. Tapi bagaimana mungkin wajah mereka begitu mirip, dan juga saat dia sakit dulu ayahnya lah yang mendonorkan darah saat ia kekurangan darah.

"Kamu bicara apa. Papamu tentu saja sayang kamu," ucap Zana tak senang. "Mungkin ini yang terbaik, Papamu gak mungkin melakukan sesuatu yang membuat kamu sensara." ujar Zana mencoba menyakinkan sang putri agara mau menuruti keinginan sang suami.

Mendengar ucapan Mamanya Sella tidak bicara lagi. Dia kembali melamun sambil memandang hujan yang mulai turun dikit demi sedikit dan berubah menjadi deras.

Begitu pula dengan Zena, melihat putrinya kembali termenung ia memilih meninggalkannya sendirian. Jika mengajaknorang yang sedang kalut berbicara itu sama saja mengajak tembok berbicara.

jadi dari pada dia melihat anaknya termenung memandang hujan, mending dia pergi mencari suaminya.

Jika hari ini dia tidak bisa menyakinkan sang putri, bungkin ada lain waktu. Ia tidak ingin terburu-buru, lebih baik dia berbicar adulu dengan sang suami. Bagaiaman yang lebih baik untuk Sella, lanjut atau batalkan saja niat perjodohan ini.

****

"Dua Minggu lagi pernikahan mu, Papa harap kamu tidak marah dengan keputusan papa ini." David berkata membuat seluruh keluarga tercengang.

"Dua Minggu, Papa serius?" Zana yang belum tahu apapun sampai melotot pada suaminya. Baru tadi dia berencana ingin berbicara sama sang suami.

Tapi apa ini?

kenapa suaminya begitu terburu-buru mengambil keputusan. Bahkan sebagai seorang ibu yangbmelahirkan Sella tak di ajak berdiskusi dengannya sedikit pun.

Tidak hanya Zana, bahkan kakak-kakak Sella juga terkejut. Mereka menatap kasihan pada adik bungsunya itu.

Alvian sebagai Anak sulung juga tak di beri kesempatan untuk berbicara, mempertanyakan apa maksud papanya ini. Padahal dari dulu tidak ada perkataan atau niat sang papa menjodohkan anak bungsunya itu.

"Iya. Keluarga pihak pria sudah tidak sabar menikahkan anaknya dengan putri kita."

Zana merasa tak percaya. "Kenapa terburu-buru, Pa. Bahkan putri kita belum mempersiapkan dirinya."

Sedangkan orang yang mereka bicarakan hanya tertunduk diam. Dia bahkan tak mengatakan apapun, cukup dalam hati saja gadis itu menyimpan kekecewaannya terhadap keputusan sang Papa.

"Sella," David memanggil putrinya, "kamu gak keberatan dengan keputusan Papa kan?"

"Untuk apa keberatan? Meskipun Sella tak terima, apa papa akan mendengar ucapan Sella?" ujar Sella dingin.

David terdiam mendengar jawaban putrinya. "Kamu tahukan, Papa melakukan ini juga demi kebaikan kamu juga. Demi kebaikan kita semua,"

Sella menatap papanya, "lalu bagaimana jika nanti Sella gak bahagia, Pa? Apa Papa bisa mengembalikan masa ini lagi?"

Lagi-lagi seluruh keluarga dibuat terkejut. Gadis manis yang selalu patuh itu tak disangka bisa menjawab ucapan Papanya yang begitu menusuk.

Meskipun tidak bernada tinggi, tapi kata-kata itu cukup membuat hati orang-orang di sana merasa tertusuk.

"Sella, kamu tidak percaya dengan keputusan papa?" David berkata dengan sedikit kecewa.

"Aku percaya. Tapi aku juga tak bisa hidup dengan orang yang tidak aku cinta, Pa."

"Cinta itu biasa datang kapan saja, Sella. Papa yakin dia bisa membuat kamu bahagia,"

Mendengar ucapan Papanya yang begitu keras Sella tidak berniat lagi melawan. Pada akhirnya ia hanya mengangguk lemah. Setelah itu dia pergi meninggalkan mereka yang masih terdiam, Sella membawa kekecewaan dan pergi secepat mungkin agar tak menangis di hadapan mereka.

Biarlah takdirnya mengalir sesuai dengan apa yang di tentukan oleh yang maha kuasa. Jika gagal nanti dia cukup menatap Papanya saja, lalu bilang.

'Papa salah... Putri papa gak bahagia. Dan itu semua karena Papa yang keras hati'

Tak bisa menolak permintaan Papa

Waktu dua Minggu itu tidak lama, lihatlah sekarang baru juga sebentar, hari lima hari telah terlewati dengan sangat cepat.

Semua keluarga terlihat sangat sibuk, apalagi Zana dan juga David. Kedua orang tua itu terlihat semangat sekali mempersiapkan pernikahan anak bungsunya itu.

Padahal di awal Zana juga sempat perotes dengan sikap Sang suami yang main enak sendiri mengambil keputusan. Tapi lihatlah sekarang, malah dia yang lebih semangat. Sella menarik nafas panjanganya.

"Loh, kamu mau kemana, Sell?" Zana yerkejut melihat pitrinya sudah terlihat cantik dan rapi.

"Aku keluar sebentar, Ma. Sella sudah janji sama temannya untuk pergi ngumpul di kafe sebentar." ujarnya memberi tahu.

Sebenarnya Sella sengaja tidak mengundang teman-temannya ke pernikahannya nanti. Rasanya ia belum siap jika mereka tahu dia akan menikah dengan duda yang cukup dewasa darinya.

Dan karena itu, saat seharusnya dia tidak di bolehkah keluar rumah karena sudah mendekati hari pernikahannya, ia tetap memaksa untuk pergi bersama teman-temannya. Agar mereka tak bertanya aneh-aneh, dan lagi pula dia juga tak seharusnya Samapi di pingit segala.

"Kalau begitu hati-hati, jangan pulang terlalu malam, nanti papa kamu marah."

"Iya, ma."

Sella segera menghampiri taksi yang telah menunggunya di depan rumah. Mengurangi sang sopir lekas-lekas pergi agar ibunya tak berubah pikiran.

Sella cukup lega, akhirnya dia bisa pergi juga tanpa mendengar nasehat panjang dari ibunya.

Ini sebenarnya jarang terjadi. Biasanya mamanya itu selalu cerewet jika melakukan hal yang sudah dia larang. Tapi hari ini sia malah tak mempersalahkan, jadi Sella tersenyum senang.

****

Di lain sisi...

Seorang pria terlihat sangat sibuk dengan laptopnya dan juga berkas-berkas yang berceceran di atas meja kerjanya.

Seharian ini dia dipusingkan dengan banyak hal, selain pekerjaan yang menumpuk, masalah lain yang membuat dia pusing juga dengan tuntutan keluarga yang telah merencanakan segalanya tanpa menanyakan dulu keputusan darinya.

"Pak Bara, apa rapat di undurkan lagi?"

"Tidak usah, kita akan berangkat sebentar lagi."

Wil menarik nafas lega. Setidaknya ini lebih baik, kalau tidak dirinya yang akan diteror sepanjang hari oleh klien.

"Apa Mami masih selalu menelpon mu?"

Wil sedikit terkejut, "ah, iya pak. Kata Nyonya hari pernikahan Bapak sudah di tentukan, dan itu 15 hari lagi," ucap Wil menjelaskan apa yang disampaikan nyonya besarnya tadi.

"Uhh, mereka bahkan melakukan segalanya sesuka hati. Aku benci ini,"

Meskipun Bara itu laki-laki yang ditakutkan di kantornya, tapi jika sudah menyangkut orang tua dia hanyalah pria pengecut.

Bara tidak akan berani bertengkar dengan ibunya hanya karena sesuatu yang tidak dia sukai, karena itu benar-benar kelemahannya selama ini.

"Lalu bagaimana, pak?"

"Kamu tidak perlu memikirkan itu. Ini masalah keluarga kami, kamu gak perlu ikut pusing. Yang terpenting Mami bahagia, dan aku bisa melakukan apa saja."

Wil berdecak kagum, dalam hati dia mengejek 'DASAR ANAK MAMI!'

Bara itu bukan terlalu manja, tapi terlalu penurut dengan kata-kata Maminya. Terkadang Asisten Wil juga merasa heran, kenapa ada anak yang begitu patuh?

.....

"Mami kenapa kesini?"

Bara menarik nafas panjang, saat dia kembali dari meting malah menemukan Ibunya di dalam ruangannya.

"Siapa suruh gak jawab telpon Mami? Kamu itu ya, jahat bangat sama ibu sendiri."

Wil yang mendengar nada merajuk dari sang nyonya besar ingin sekali dia mencibir. Wanita tua ini benar-benar pandai memutar balik keadaan.

Siapa korban dan siapa penjahatnya di sini? Semua orang juga akan tahu bagaimana Rena memaksa anaknya selama ini untuk menikah kembali.

"Wil, sekarang kamu keluar saja dan periksa berkas-berkas itu duluan. Saya mau bicara dengan Mami sebentar," perintah Bara.

"Baik Pak."

Bara tak suka orang lain ikut campur dalam masalah pribadinya, atau pun percakapannya di dengar orang lain. Meskipun Wil cukup dekat dengan dia, tapi cukup sebatas rekan kerja itu saja.

Setelah Asistennya pergi dia segera menatap sang Mami.

"Jadi?"

Rana tersenyum senang melihat sikap putranya yang begitu dewasa.

"Mami cuma mau mengatakan, tentang pernikahan kamu...,"

"Aku sudah tahu."

"Jadi bagaimana, kamu terima kan?" Tanya Rena penuh harap.

"Memangnya sekarang aku masih bisa nolak?"

Rena mendelik, "enak saja kamu bilang gitu! Kamu mau bikin Mami malu? Jangan cari gara-gara Bara, Mami udah terlanjur janji ini." Anaknya ini bisa-bisa buat dia jantungan.

"Kalau begitu kenapa Mami masih tanya,"

Rena menatap anak pertamanya itu dengan sendu. Andai saja dia tak kasihan melihat hidup putra satu-satunya ini hidup tanpa pendamping, di juga tak mau memaksa kehendak seperti ini.

Tapi melihat Bara yang begitu kerepotan mengurus perusahaan dan juga anak, dia tiba-tiba juga ingin anaknya ini kembali menikah dan merasakan kebahagiaan lagi.

"Besok kamu bertemu sama dia ya. Mami ingin kamu bertemu dulu dengannya, bagaimana?"

Bertemu dengan calon suami

"Mami ingin kamu bertemu dulu dengannya, bagaimana?"

"Apa perlu? Bukankah pernikahan ini sudah di rancang sangat sempurna. Aku rasa aku tidak perlu bertemu lagi dengannya,"

Bara menolak. Dia merasa percuma jika mereka bertemu, toh pernikahan juga tak mungkin bisa dia batalkan lagi.

"Bar... Ayolah. Dia gadis yang baik, Mami yakin itu. Bertemu besok ya sama dia, kalian gak mungkin langsung menikah saja tanpa saling mengenal dulu."

Rena tidak ingin kedua pengantin ini nantinya terkejut di pelaminan karena belum pernah bertemu sekalipun. Meskipun ini perjodohan, tapi tetap saja Rena tak ingin hubungan ini terlalu canggung.

"Kalau begitu atur saja,"

Senyum Rena merekah. Dia tahu putranya tidak akan mau melihat dirinya kecewa.

"Kalau begitu Mami pulang dulu ya. Kamu jangan terlalu malam pulangnya, tadi pagi putra kamu nelpon Mami, dia bilang kamu terlalu sibuk dan meninggalkan di sendirian saja di rumah. Ingat, sesibuk-sibuknya kamu anak juga perlu di urus," ucap Rena panjang lebar yang ujung-ujungnya hanya di angguk singkat oleh Bara.

Rena meninggalkan kantor putranya setelah beberapa menit. Sekarang tinggal hanya Bara yang kembali sibuk kerja bersama sang asisten.

Meskipun beberapa kali ia sulit berkonsentrasi dalam bekerja, tapi Bara berusaha menyembunyikannya dan mengalihkan perhatiannya dari pembicaraan dengan sang Mami.

......

Sella telah menunggu sekitar lima belas menit, tapi sampai sekarang orang yang di harus ditemuinya belum juga datang.

Jika bukan karena paksaan sang Papa rasanya dia sangat malas berbasa basi dengan orang asing itu.

Pernikahan ini masih terlalu abu-abu bagi Sella, dia bahkan belum bisa mengangap ini benar-benar terjadi, karena itu dia masih bisa sesantai ini.

Mengangap ini hanya bagian dari mimpi, dan dia berharap besok ayahnya berubah pikiran dan membatalkan kekonyolan ini. Itulah doa Sella sepanjang hari.

"Apa dia tidak akan datang?" Sella bertanya pada dirinya sendiri, ia mulai gelisah karena mulai lelah duduk sendirian.

Saat dirinya ingin pergi barulah seseorang datang ke mejanya dengan tampang anehnya.

"Apa kau Nona Sella?"

Sella menganguk dengan kebingungannya. Kenapa Om-om ini bertanya dengannya, apa dia saudara pria yang ingin dijodohkan dengannya?

"Iya, Om. Saya Sella," jawabnya.

Bara sedikit kaget sebenarnya melihat gadis yang akan menjadi istrinya. Terlalu kecil, pikir Bara. Apalagi panggilan Om yang disematkan gadis kecil itu, ada rasa tersinggung dalam hati kecilnya.

Bagaimana bisa Maminya mencari istrinya sekecil ini, sepertinya tidak hanya umurnya yang kecil, tapi tubuhnya yang terlihat masih seperti anak sekolah membuat Bara mendesah kecil. Maminya... Benar-benar.

"Saya Bara... Pria yang akan dijodohkan dengan mu," ucap Bara santai.

Bara tak peduli dengan keterkejutan gadis didepannya, bahkan jika bisa ia ingin gadis itu kabur saja dan membatalkan rencana perjodohan ini.

"Serius?!" Pekik Sella tak percaya. Buru-buru ia menutupi mulut saat ia sadar menjadi pusat perhatian.

"Kenapa? Apa orang tua mu tak menjelaskan apapun?"

Sella tercenung. Mamanya memang bilang calon suaminya seorang duda dan sudah berumur 35 tahun, dan itu jarak umur mereka 12 tahun.

Tapi saat dia bertemu dengan pria ini kenapa tak sesuai dengan imajinasinya?

Dia pikir seperti cerita-cerita di novel, yang mana prianya tampan, Maco, dan berkarisma. Tapi apa ini?

Lihatlah, dia kurus, kulitnya agak hitam, tidak juga terlalu tampan. Heh, dia merasa kecewa sekarang. Lihatlah dia, benar-benar sesuai dengan umurnya, dia yakin di rambut pria itu pasti sudah mulai tumbuh uban.

Sella menelan ludahnya kasar. Tidak terbayang olehnya akan hidup selamanya dengan pria yang sudah tua ini.

"Apa kamu kecewa?"

Sella sedikit tersentak dengan pertanyaan pria ini. "Kecewa? Kenapa aku harus kecewa?"

Sella pura-pura bodoh. Padahal di sangat tahu apa maksud dengan perkataan Pria ini.

"Maaf, mas Bara... Apa saya bisa bertanya?"

"Apa?"

"Apa kamu tidak keberatan dengan pernikahan ini,"

Bara tercenung mendengar pertanyaan itu. Keberatan ya?

Jika boleh jujur dia sangat keberatan. Bukan karena dia tidak mampu punya istri lagi, hanya saja dia takut kejadian dulu terulang lagi.

Cinta yang dia pikir akan membuat dirinya berkuasa pada hal yang namanya wanitanya. Tapi karena sikap posesifnya lah yang membuat dia sedikit menyesal sekarang.

"Bagaimana?" Sella bertanya lagi.

"Saya tidak bisa menolak permintaan orang tua." Jawab Bara singkat.

Sella mendengus kesal. jawabannya yang terlampau acuh membuat dirinya serasa ingin mencakar wajah pria tua itu.

"Sama, saya juga." Dirinya seolah juga ingin menegaskan jika dia juga terpaksa dengan pernikahan ini.

setelahnya mereka sama-sama diam. bahkan sampai pesanan mereka datang dan lanjut makan sampai selesai tetap saja keheningan yang menemani meja mereka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!