NovelToon NovelToon

Prem Kee Shakti (Kekuatan Cinta)

Sebuah Tugas

Halo semua, Author kembali lagi dengan cerita yang baru🤗 Tapi cerita ini berbeda, karena dia menceritakan bukan dari kalangan atas, tapi dari kalangan bawah. So, ikuti terus ya😘

Dan jika kalian suka, kasih rating 5. Dan jika tidak suka, lebih baik jangan kasih rating oke🙏🏻 Dan jangan lupa kasih like, vote dan komennya juga, supaya Author tetap semangat untuk update setiap hari🙏🏻😘

Happy reading....

Di sebuah jalanan yang jarang di lewati oleh penduduk dan rimbunan pepohonan, ada satu buah mobil tengah berhenti di pinggir jalan karena dia kehabisan bahan bakar.

"Kenapa aku sampai lupa sih isi bahan bakar? Aduh ... di sini di mana lagi yang ada? Mana aku baru ke sini lagi. Aku mana nggak hafal tempat ini!" gerutu seorang wanita cantik di dalam mobil sambil memukul setir beberapa kali.

Rika Novitasari, seorang wanita cantik berusia 23 tahun dengan perawakan tinggi 165 cm, mempunyai rambut sebahu, body ramping, kulit putih, hidung mancung serta mata yang sipit namun terkesan sangat indah.

Dia sedang berada di sebuah pedesaan, tepatnya di Jawa Tengah, di mana saat ini Rika tengah melakukan perjalanan untuk ke sebuah posko penampungan korban bencana longsor akibat gempa.

Kebetulan kantornya menyediakan dan menyumbangkan berbagai bahan makanan untuk posko tersebut, dan Rika diperintahkan oleh kedua orang tuanya untuk memantau posko itu. Dia ingin melihat dan menyaksikan sendiri korban-korban dari bencana alam tersebut.

"Aduh, ini di mana sih? Mana ponselku mati lag.i Benar-benar sial! Hari juga udah mulai malam, kalau ada begal gimana?" gumam Rika dengan raut wajah yang khawatir.

Dia juga tidak melihat adanya kendaraan, karena memang jalan itu sedikit terpencil jadi jarang sekali ada kendaraan yang masuk lewat sana, kecuali memang warga dari desa tersebut.

Wanita itu terduduk di kap mobil, tatapannya lesu sambil mengusap wajah dengan kasar. Rika benar-benar stress sebab jam juga sudah menunjukkan pukul 05.30 sore. Akan tetapi, dia tidak tahu harus ke mana? Sebab di sana juga masih banyak pohon, dan itu membuat Rika seketika bergidik ngeri.

Bulu kuduknya berdiri, menandakan jika ia sedang ketakutan dan merinding berada di tempat tersebut. Tiba-tiba saja ada seekor kera yang loncat ke tengah jalan, membuat gadis tersebut terlonjak kaget dan berteriak.

"Aaaa! Astaga, ternyata monyet. Aku kira apa? Ya ampun, aku takut banget. Masa nggak ada orang lewat sih?" Rika benar-benar sangat ketakutan hingga dia memeluk tubuhnya sendiri.

"Maaf Mbak, kenapa berada di sini?" tanya seorang pria di belakang Rika membuat wanita itu terlonjak kaget.

"Astaghfirullahaladzim! Kodok loncat!" kaget Rika sambil mengusap dadanya, dan dia melihat seorang pria dengan kulit sawo matang dan wajah yang begitu manis tengah berdiri di belakangnya sambil menuntun sepeda.

Akan tetapi Rika menjadi was-was, dia takut jika pria yang berada saat ini di hadapannya bukanlah manusia, tapi demit. Dia juga memperhatikan kaki pria itu, apakah napak di tanah ataiu tidak?

"Ma-af Mas-nya siapa ya?" tanya Rika dengan tatapan takut.

"Nama saya Adi, Mbak. Maaf, Mbak sendiri siapa? Kenapa mau magrib seperti ini malah berada di jalan yang sepi?" tanya pria itu yang bernama Adi.

"Saya mau ke desa Sariwangi, tapi mobil saya mogok kehabisan bensin, dan saya tidak tahu bengkel atau penjual bensin di sini di mana? Saya tidak mungkin mendorong mobil sampai ke sana," jawab Rika.

"Mbak mau ke desa Sariwangi? Kalau begitu mari saya antar! Kebetulan saya juga berasal dari sana, dan saya baru pulang dari ladang untuk ke sana," tawar Adi.

Rika terdiam, dia nampak ragu untuk menerima ajakan Adi. Namun Rika tidak punya pilihan lain, hingga dia pun menganggukkan kepalanya. Karena tidak mungkin jika lama-lama di sana. Apalagi hari juga sudah mulai malam.

'Semoga saja orang ini bukan orang jahat.' batin Rika saat dia sudah duduk di atas sepeda.

"Pegangan saja Mbak, takut jatuh," ucap Adi mengingatkan, sebab jalanan lumayan berkerikil.

Setelah menempuh waktu 30 menit, mereka pun sampai di desa Sariwangi dan Adi memarkirkan sepedanya di depan halaman rumah yang terlihat sederhana namun sangat nyaman.

"Ini rumah saya, Mbak. Mari masuk!" ajak Adi.

"Assalamualaikum," ucap pria itu.

"Waalaikumsalam, eh Mas Adi udah pulang?" tanya seorang wanita cantik yang menggunakan hijab berwarna putih.

"Iya Mela, kamu mau ke mana?" tanya Adi pada sang adik yang bernama Mela.

"Ini, aku diminta untuk mengantarkan makanan ke posko, tapi nanti saja lah setelah adzan maghrib, karena sebentar lagi juga pasti adzan. Oh iya, itu siapa Mas?" tanya Mela sambil melirik ke arah Rika yang berdiri dengan wajah canggungnya.

"Oh ... itu namanya Mbak Rika, kebetulan tadi bertemu di jalan. Mobilnya mogok saat mau ke sini, jadi Mas bawa aja ke sini, kasihan kalau dia sendirian di tengah hutan," jelas Adi. "Oh iya, kamu buatin minum ya buat Mbak Rika! Mas mau mandi dulu sekalian nanti mau ke mushola."

"Mbak Rika, ini adik saya, namanya Mela. Nanti Mbak ngobrol sama Mela dulu ya, saya mau bebersih. Setelah itu mau ke mushola," ujar Adi pada Rika dan wanita itu menganggukan kepalanya.

Mela menyuruh Rika untuk duduk di kursi yang terbuat dari anyaman bambu, setelah itu dia ke dapur untuk membuatkan minuman.

"Ini Mbak diminum dulu teh hangatnya! Maaf jika rumah kami sederhana," ujar Mela dengan nada yang lembut.

"Aah tidak apa-apa, yang penting bisa untuk berteduh dan nyaman bukan? Bahkan rumah seperti ini sangat adem," jawab Rika sambil tersenyum manis.

Tak lama Adi keluar dengan baju koko berwarna putih, sarung dan juga peci. Dia terlihat begitu tampan dan manis, membuat Rika seketika terpana bahkan tidak berkedip sama sekali.

'Masya Allah! Dia tampan sekali jika memakai pakaian seperti itu? Aduh ... kenapa jantungku jadi berdetak seperti ini ya?' batin Rika.

"Mbak ... Mbak Rika?" panggil Mela sambil mengibaskan tangannya di hadapan wajah wanita itu.

Rika tersadar, "Ah iya, maaf." Wanita itu terlihat sangat gugup membuat Mela tersenyum manis.

"Oh iya, Mbak dari mana dan mau ke mana?" tanya Mela membuka pembicaraan.

"Saya dari Jakarta, ke sini karena mau ke posko bencana alam, karena katanya di desa Sariwangi ada bencana longsor dan mengakibatkan beberapa korban yang belum ditemukan. Dan kebetulan kantor orang tua saya menyumbangkan beberapa bahan makanan, dan saya diminta untuk memantau secara langsung, tapi belum juga sampai posko mobilnya udah mogok," jelas Rika panjang lebar.

"Oh, Mbak dari kota mau ke posko? Kalau posko dari sini tidak jauh kok Mbak, sekitar 20 menitan aja kalau berjalan kaki. Kebetulan Mela sehabis shalat mau ke sana. Mbak nanti bareng sama Mela aja ya! Tapi kita shalat dulu yuk, soalnya udah adzan tuh!" Ajak Mela.

Rika mengangguk, kemudian mereka pun mengambil wudhu dan shalat bersama di kamar gadis tersebut.

Setelah melaksanakan shalat magrib, Mela dan juga Rika berjalan ke Posko. Tapi sebelum itu dia menanyakan kembali kepada wanita kota tersebut apakah dia kecapean atau tidak? Dan Rika menggelengkan kepalanya.

"Eeum, Mela, apakah di sini ada hotel atau penginapan mungkin? Aku di sini akan menginap beberapa hari?" tanya Rika pada gadis yang ada di sampingnya.

"Di sini tidak ada penginapan Mbak. Wajar, namanya juga desa terpencil. Tapi kalau Mbak mau, Mbak bisa menginap di rumah kami. Kebetulan ada kamar kosong, nanti biar Mela yang berbicara sama Mas Adi," jawab Mela.

"Apa tidak apa-apa? Nanti kalau Mas mu marah bagaimana? Lalu kalau orang tua kamu nanti tidak mengizinkan?"

Mendengar itu Mela tersenyum, "Tidak akan Mbak. Kebetulan saya dan juga Mas Adi hanya tinggal berdua, karena orang tua kami sudah lama meninggal."

"Maaf ya, aku tidak bermaksud untuk menyinggung masa lalu kamu."

"Tidak apa-apa Mbak," jawab Mela dengan lembut.

BERSAMBUNG......

Mulai Ada Aneh

Happy reading....

Rika melihat banyak sekali korban yang terdampak dari gempa tersebut, yang mengakibatkan beberapa rumah hancur dan beberapa dari mereka harus kehilangan tempat tinggal.

Bahkan ada satu keluarga yang kehilangan suaminya, Yang sedangkan ibu tersebut mempunyai bayi yang masih berusia 8 bulan.

Rika yang melihat itu tentu saja sangat iba, apalagi bayi tersebut terus saja menangis. Kemudian dia pun mendekat. "Maaf Bu, kenapa bayinya terus saja menangis? Apakah sudah diberi susu?" tanya Rika pada ibu tersebut.

"Sudah, tapi air susu saya sedikit, soalnya saya kurang makan sayur ditambah makanan di sini juga terbatas," jawab ibu tersebut.

Rika benar-benar merasa iba, kemudian dia berjalan menjauh meminta temannya yang di kota bernama Denis untuk mengirimkan susu formula beserta beberapa vitamin untuk orang-orang yang ada di sana.

Selesai dari posko, Rika dan juga Mela pun pulang ke rumah, dan sesampainya di sana dia melihat Adi sedang duduk di teras bersama seorang pria.

"Sudah De, dari poskonya?" tanya Adi.

"Sudah Mas, oh iya, Mbak Rika ini kan dari kota dan dia mencari penginapan di sini, tapi di desa kita kan tidak ada Mas? Boleh kan Mbak Rika sementara waktu tinggal di rumah kita? Lagi pula, ada kamar kosong juga yang tidak ditempati," ujar Mela pada sang kakak.

Adi terdiam sejenak dia nampak ragu, lalu melihat ke arah Rika, akan tetapi hati nuraninya mengatakan jika dia memang harus membantu gadis itu. Akhirnya Adi pun menganggukan kepalanya menyetujui permintaan Mela.

"Baiklah, boleh. Memangnya Mbak Rika mau sampai kapan ada di desa ini?" tanya Adi pada gadis tersebut.

"Kira-kira 2 mingguan, atau mungkin paling cepat satu minggu," jawab Rika.

.

.

Pagi ini Rika akan ke Posko, namun cuaca di sana sedikit buruk, di mana hujan dari semalam tidak henti mengguyur. Membuat wanita itu bingung harus ke Posko menggunakan apa? Sebab dia tidak membawa jas hujan.

"Mbak Rika, mau ke posko?" tanya Adi.

"Iya Mas, tapi hujan nih," jawab Rika sambil mengusap lengannya yang terasa dingin, sebab Ia juga lupa membawa jaket.

Entah kenapa kebiasaan cerobohnya tak pernah tertinggal dari diri Rika. Di mana dia selalu saja melupakan hal-hal yang begitu penting, jika sedang bepergian jauh.

Melihat wanita itu kedinginan, Adi mengambil jaketnya dari kamar, kemudian dia memakaikannya ke tubuh Rika, membuat wanita itu terpaku dan tatapan mereka terkunci satu sama lain untuk beberapa detik.

"Eekhm!" Rika berdehem kecil untuk menetralkan kegugupan di dalam hatinya. "Terima kasih ya Mas, tapi nanti kamu pakai apa?"

"Saya masih ada jaket lagi kok Mbak, tenang aja. Ya sudah, kalau begitu saya antar ke Posko yuk! Kebetulan saya juga mau ke sana," jawab Adi.

Rika menganggukkan kepalanya, kemudian Adi mengeluarkan sebuah payung yang dimilikinya, dan payung itu adalah satu-satunya di rumah.

"Apa tidak ada payung lagi?" tanya Rika, namun Adi menggelengkan kepalanya.

Akhirnya mereka pun berjalan beriringan, bahkan jarak keduanya terkikis, sebab Rika takut jika nanti kehujanan. Dia tidak mempunyai pilihan lain, selain berdekatan dengan pria tersebut.

Namun, Rika merasakan sesuatu hal yang beda. 'Kenapa aku merasa nyaman ya, saat berada di sisinya?' batin Rika sambil tersenyum tipis.

Duuar!

Tiba-tiba saja petir menggelegar, membuat wanita itu seketika memeluk tubuh Adi dan menenggelamkan kepalanya di dada bidang pria tersebut.

DEGH!

Adi terpaku, jantungnya berdetak dengan kencang saat tiba-tiba saja dipeluk oleh seorang wanita. Dia mencoba untuk menenangkan Rika, mengusap punggungnya dengan lembut.

"Mbak takut sama petir ya?" tanya Adi, dan Rika langsung menganggukkan kepalanya.

"Iya Mas, saya boleh kan meluk Mas sebentar aja? Saya benar-benar takut," jawab Rika dengan wajah sedikit gugup.

Adi menganggukkan kepalanya dengan ragu, kemudian mereka kembali berjalan. Namun jantungnya benar-benar tidak bisa dikondisikan, sedari tadi terus saja berdetak dengan keras tanpa bisa ia hentikan.

'Astaga Adi! Kalau sampai Mbak Rika mendengar detak jantungmu, bagaimana? Bisa malu aku.' batin Adi menggerutu, apalagi saat ini dia merasakan sesuatu yang berdesir di dalam tubuhnya. Sebab baru pertama kali dia dipeluk oleh seorang wanita selain Mela.

Sesampainya di posko, Rika langsung mengecek semua korban yang ada di sana. Dia melihat jika makanan yang dipesannya dari kota belum datang, dan saat ditelepon ternyata masih ada kendala di jalan, apalagi dengan cuaca yang sekarang sedang buruk.

"Mbak, ini minum teh dulu. Diangatkan badannya." Adi menyodorkan teh hangat dan langsung diterima oleh Rika.

"Terima kasih ya Mas," jawab Rika sambil tersenyum, kemudian mereka duduk di kursi sambil menatap rintik-rintik hujan yang mengguyur membasahi desa.

"Sepertinya jaket tidak membuat Mbak hangat ya," ucap adik saat melihat Rika masih sedikit menggigil kedinginan.

"Iya nih Mas, aku nggak nyangka ternyata di desa kalau hujan bisa sedingin ini ya? Kalau di kota sih, walaupun hujan tidak sedingin seperti di sini. Mungkin karena masih Asri kali ya Mas, banyak pepohonan?"

Adi menganggukkan kepalanya, kemudian mereka pun bercengkrama banyak hal. Dan lama-lama Rika merasa nyaman saat berada di sisi Adi, begitu pula dengan pria tersebut.

.

.

Hari-hari berlalu begitu saja Dua Insan itu pun semakin dekat dan akrab.

Saat ini Rika bersama dengan Mela sedang memasak makan siang, dan rencananya Rika yang akan mengantarkan ke posko, sebab Mela harus bekerja kembali.

"Mas, makan dulu yuk!" Panggil Rika saat sudah sampai di sana.

Adi menggangguk, kemudian berjalan ke arah wanita itu. "Ya ampun, repot-repot. Seharusnya biar Mela aja yang mengantarkan," ujar Adi merasa tak enak takut jika merepotkan Rika.

"Tidak repot kok Mas. Lagi pula, Mela juga mau kerja. Memangnya kenapa? Mas Adi nggak suka ya, kalau aku yang mengantarkan makan siangnya aku?" tanya Rika dengan tatapan sendu.

Melihat wajah sedih dari wanita itu, Adi menggeleng dengan cepat. "Tidak, bukan seperti itu. Hanya saja, aku tidak mau merepotkan Mbak. Lagi pula, Mbak kan bukan ---"

"Bukan apa, Mas? Bukan pacarnya? Atau bukan istrinya?" potong Rika

"Ah, tidak, bukan seperti itu. Ya sudah, kalau gitu kita makan yuk!" ajak Adi mengalihkan pembicaraan, sementara Rika hanya tersenyum tipis melihat kegugupan dari pria tersebut.

Bagi Rika melihat wajah Adi membuatnya candu, karena wajah pria tampan dengan kulit sawo matang itu begitu teduh dipandang.

"Oh iya Mas, jangan panggil aku Mbak kek! Panggil aja Rika. Rasanya kalau mbak terlalu tua," pinta Rika.

"Tapi kayaknya kalau nama, tidak sopan," jawab Adi sambil mencuci tangannya

"Ya sudah, panggil apa gitu, tapi jangan Mbak. Aku tidak biasa soalnya."

Adi terdiam sejenak sambil menatap ke arah wanita itu, dan membuat Rika menunduk malu.

"Bagaimana kalau Adek? Dek Rika."

Mendengar ucapan dari Adi, Rika mengangkat wajahnya, kemudian dia mengangguk dengan antusias. "Boleh Mas, itu panggilan yang sangat cocok," jawab Rika sambil tersenyum malu.

BERSAMBUNG.....

Nyatakan Sebelum Keduluan

Happy reading....

Mela melihat kedekatan antara kakaknya dan juga Rika, itu membuatnya sangat senang. Sebab Mela juga setuju jika Rika bersanding dengan Adi.

Walau dia dan juga Rika baru mengenal beberapa hari. Namun wanita itu merasa, jika Rika adalah wanita yang sangat baik dan patut untuk menjadi kakaknya.

"Oh ya Mbak, apa tiga hari lagi Mbak benar akan kembali ke kota?" tanya Mela yang seakan tidak rela, saat tengah terbaring di depan ruang tv bersama dengan Rika.

Wanita itu mengangguk, "Ya, mau gimana lagi. Soalnya kerjaan Mbak di sana masih banyak, jadi nggak bisa lama-lama di sini. Tapi kamu tahu tidak? Mbak tuh sangat beruntung sekali, karena bisa kenal kamu sama Mas Adi. Kalian itu orang-orang yang baik," jawab Rika sambil memeluk tubuh Mela.

Terlihat wajah wanita itu sangat sedih saat mendengar kepulangan Rika, namun apa yang bisa mela lakukan? Dia juga tidak bisa menahan untuk Rika tetap berada di sana.

.

.

Malam ini Rika masih berada di posko, sedangkan Adi sedang bersiap-siap untuk menjemput wanita itu, karena jam juga sudah menunjukkan pukul 19.30 malam

Saat akan pergi, tiba-tiba saja tangannya ditahan oleh Mela. "Mas, Mela ingin bicara sebentar sama Mas!"

"Bicara apa, Dek?"

Kemudian Mela meminta Adi untuk duduk di kursi yang ada di teras, dan pria itu hanya mengangguk menuruti ucapan adiknya.

Adi melihat raut wajah Mela yang begitu serius, namun menyimpan kesedihan. "Kamu kenapa?" tanyanya.

"Mas, sebaiknya jujur deh sama Mela! Apakah Mas itu punya rasa sama Mbak Rika? Maksud Mela, apa Mas mencintai Mbak Rika? Karena jujur, Mela merasa iya. Sebab tatapan Mas tidak bisa berbohong?" tanya Mela langsung to the point.

Adi sedikit terkejut saat mendengar pertanyaan sang adik. "Kamu kenapa bertanya seperti itu?"

"Sudahlah Mas, tinggal jawab saja. Ya atau tidak?"

Terlihat Adi hanya diam saja. Sejujurnya Ia juga merasa ragu, apakah mencintai Rika atau tidak. Tapi setiap berdekatan dengan wanita itu, jantungnya selalu berdetak dengan kencang, bahkan rasa nyaman pun mengalir begitu saja.

"Kok malah diem sih? Jawab dong," ujar Mela yang sudah tak sabar mendengar jawaban dari sang kakak.

"Apalah daya Mas, Dek. Walaupun Mas punya rasa sama Mbak Rika, tetap saja tidak bisa. Dia siapa, kita siapa. Bagaikan langit dan bumi." Adi menundukkan wajahnya dengan tatapan lesu.

Mendengar hal itu, Mela tersenyum bahagia, kemudian dia menggenggam tangan sang kakak, membuat pria itu seketika menatap ke arahnya.

"Ayolah! Mas ini kan cowok, kasta itu tidak terlalu penting bagi Mbak Rika. Kalau Mas memang mencintainya, ya Mas perjuangan dong! Gini ya Mas, cinta kalau tidak diperjuangkan bagaimana mereka akan bersatu? Kalau Mas cuma jalan saja di atas takdir dan tidak berniat untuk merubahnya, bagaimana mungkin bisa kalian bersama?nMela juga dapat melihat kok, kalau Mbak Rika itu mempunyai rasa yang sama Mas. Cuma kalian itu sama-sama malu untuk mengungkapkan satu sama lain. Jadi menurut Mela sih, karena Mbak Rika sebentar lagi akan pergi ke kota, jadi sebelum dia pulang sebaiknya Mas nyatakan perasaan Mas sama dia. Daripada keduluan sama pria lain? Memangnya Mas mau? Setidaknya kita berusaha dulu, soal diterima atau tidak itu urusan belakangan. Karena wanita itu sukanya cowok yang gentle," jelas Mella panjang lebar memberikan semangat kepada sang kakak.

Adi terdiam, dia menimbang ucapan dari adiknya. Namun saat melihat jam yang kian larut malam pria itu pun pamit untuk menjemput Rika.

Sepanjang perjalanan pria itu terus saja memikirkan ucapan sang adik karena apa yang dikatakan Mela memang benar. Dia harus berusaha dan mencobanya.

"Ya, Mela benar. Aku harus mengungkapkan semuanya kepada Rika. Tentang hasilnya nanti, itu terakhiran saja. Diterima syukur, tidak diterima ya sudah, yang penting aku sudah berusaha," gumam Adi dengan semangat.

.

.

Selama satu minggu itu Rika tinggal di rumahnya Adi dan juga Mela, dia bahkan sudah dekat dengan keduanya. Dan selama satu minggu itu pula, Adi selalu mengantarkan Rika bolak-balik ke posko, sehingga mereka pun merasakan sesuatu getaran yang aneh di dalam hatinya.

Hingga tiba saatnya Rika pulang besok dan malam ini Adi bersama dengan Rika baru saja pulang dari posko, mereka berjalan kaki sambil menuntun sepeda.

"Mbak Rika, apa kamu akan kembali besok ke kota?" tanya Adi dengan raut wajah yang sedih.

Rika menganggukkan kepalanya. "Iya Mas, Papa menyuruh aku untuk segera balik ke Jakarta," jawab Rika.

Terlihat raut wajah Adi yang begitu sedih saat mendengar jika wanita yang berada di sampingnya harus kembali lagi ke Jakarta.

Kedekatannya selama satu minggu itu membuat Adi merasakan sesuatu yang tumbuh di dalam hati, dan dia sangat yakin jika saat ini Adi sudah menyimpan rasa atau jatuh cinta kepada Rika.

Pria itu pun menghentikan langkahnya, membuat Rika menatapnya dengan heran. "Ada apa, Mas?" tanya Rika.

Terlihat Adi menghela nafasnya terlebih dahulu, kemudian dia menggenggam tangan wanita itu, membuat Rika seketika menjadi deg-degan. Bahkan jantungnya sudah berdetak dengan kencang.

Entah kenapa, setiap berada di samping pria tersebut, Rika selalu merasakan desiran yang aneh. Rasa yang membuatnya selalu ingin terus berada di sisi Adi, di mana pria itu selalu melindunginya, bahkan memperlakukannya dengan lembut.

"Saya tidak tahu sejak kapan rasa ini ada, tapi saya sangat yakin, jika saya sudah jatuh cinta kepada kamu. Saya sadar, saya bukanlah pria yang sempurna. Saya tidak memiliki apapun, tapi saya tulus mencintaimu. Apakah kamu mau menjadi istriku?" Adi mengutarakan perasaannya kepada Rika, membuat wanita itu terkejut dan menatapnya dengan tak percaya.

"Maksudnya Mas, kamu ngelamar aku? Apa ini benar-benar nyata? Kamu mencintaiku?" Rika bertanya untuk memastikan perasaan Adi.

Pria itu pun mengangguk dengan pasti dan juga yakin dengan perasaannya. "Iya, aku sangat yakin. Tapi Inilah aku yang tidak mempunyai apapun, aku hanyalah orang biasa dari kalangan bawah, sebagai seorang petani dan hanya memiliki satu petak sawah," ujar Adi.

Hatinya berbunga bahagia saat mendengar pernyataan Adi. Dia pikir, selama ini cinta nya tak terbalas. Ternyata Ai juga diam diam menyimpan rasa padanya.

Tentu saja hal itu tidak di sia siakan oleh Rika.

"Bagiku tidak masalah Mas, mau kamu hanya memiliki satu petak sawah atau kamu seorang petani. Karena bagiku berada di sisi kamu membuatku sangat nyaman, dan kalau kamu memang serius ingin menikahiku, maka kamu harus ke kota melamarku kepada kedua orang tuaku!" jelas Rika.

Mendengar jawaban dari Rika, membuat Adi tersenyum bahagia. Matanya berbinar, kemudian dia mengangguk dengan cepat. "Baiklah, aku akan ke kota untuk melamarmu. Nanti berikan Alamatmu ya! Aku akan ke sana," jawab Adi.

Rika menggangguk dengan senang, kemudian mereka kembali melanjutkan langkahnya menuju rumah.

Kedua hati dua insan tersebut tengah diliputi rasa bahagia dan cinta, bahkan senyum terus terpantri di wajah mereka satu sama lain.

Bagi Rika tidak masalah mau Adi dari kalangan bawah ataupun kalangan atas, karena cinta tidak memandang harta dan tahta, karena cinta itu tulus dari hati.

Apalagi perlakuan Adi yang membuatnya selama ini nyaman, dan Rika yakin Adi bisa memberikan kasih sayang serta bertanggung jawab untuk keluarganya kelak.

.

.

Pagi telah menyambut, Rika sudah siap dengan setelannya, dan dia akan segera pulang ke Jakarta. Terlihat wajah Adi yang begitu sedih saat melepas kepergian Rika, begitupun dengan wanita itu.

Sejujurnya dia juga tidak ingin meninggalkan Adi, namun sebelum pergi Rika menuliskan sepucuk Surat untuk pria yang berhasil mencuri hatinya itu.

Dear Mas Adi.

(Jujur saat pertama kali bertemu denganmu, entah kenapa hatiku terasa nyaman. Perlakuanmu yang begitu lembut selalu membuatku merasa terlindungi. Kasih sayang dan juga perhatian yang kamu berikan, membuat aku benar-benar sudah jatuh cinta kepadamu.

Aku tidak melihatmu dari segi harta. Aku juga tidak melihatmu dari segi fisik. Yang kulihat adalah ... kamu orang yang baik, pria bertanggung jawab, pekerja keras dan mampu melindungi wanita. Apalagi melihat kasih sayangmu kepada Mela membuatku sangat yakin untuk menjadikanmu Imamku.

Mas Adi, aku menunggumu di rumah! Datanglah. Ini alamatnya dan kamu harus datang tepat waktu. Aku menunggumu. Apapun yang terjadi nanti, bagaimanapun keputusan orang tuaku, kita harus berjuang bersama-sama! Kita buktikan kepada mereka kalau cinta kita itu murni dan suci).

Adi begitu tersentuh saat melihat tulisan dan kata-kata yang teruntai di dalamnya. Dia memeluk kertas tersebut dan berjanji di dalam hati dengan tekad yang kuat, bahwa Adi akan membahagiakan mereka.

'Aku berjanji, aku akan datang ke rumah orang tuamu. Akan ku lamar kamu dan menjadikanmu bidadari di dunia dan akhirat ku. Dan kita akan mengarungi bahtera rumah tangga bersama keluarga kecil kita. Aku juga akan berjuang apapun itu badai yang menghalangi jalan Cinta kita.' batin Adi penuh tekad.

Mela yang melihat sang Kakak sedang duduk sambil memeluk kertas khirnya dia pun duduk di samping Adi. "Jika Mas memang mencintai Mbak Rika, maka perjuangkan, jangan lepaskan! Aku mendukung 100%, karena Mbak Rika orang yang sangat baik. Walaupun dia dari kalangan atas, tapi pribadinya tidak sombong dan itu membuat poin plus bagi dirinya," jelas Mela,.kemudian dia kembali masuk ke dalam rumah untuk memasak makan siang.

BERSAMBUNG.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!