NovelToon NovelToon

Cahaya Untuk Abidzar

Part 1 > Takut Abah Marah

Seorang pria tengah duduk bersama keempat temannya di kantin, sambil memakan bakso di sana.

"Zar, elo mau gak nyoba rokok ini?" Eza memberikan sebuah rokok pada Abidzar. Namun, sang empunya masih diam tidak menerimanya.

"Elo ini gimana sih? Abidzar itu anak pak ustadz, mana mungkin dia merokok," sahut Putra sambil mengisap rokoknya.

"Bener tu," sambung Rio yang juga tengah menghisap rokok.

Abidzar terdiam, karena dia bingung harus berbuat apa. Sejujurnya pria itu sangat menginginkan rokok. Namun, ia takut jika sang abah tahu maka habislah dia.

"Gue mau kok," ucap Abidzar yang mengambil rokok tersebut dan mulai menghisapnya.

Pria itu tersenyum, karena merokok itu sangat menyenangkan dan dia lupa kalau sang abah melarangnya melakukan hal itu.

"Gitu dong, jangan jadi bencong!" ucap Eza dan mereka melanjutkan kembali merokok.

Sore hari ...

Abidzar baru saja tiba di rumah dan dia langsung duduk di sofa tanpa mengucapkan salam, pada sang abah dan ummi.

"Assalamualaikum," ucap Toyib dengan sangat lembut.

Abidzar tersenyum kemudian menjawab salam sang abah.

"Wa'alaikumsalam."

Toyib menghampiri sang anak dan remaja itu mencium tangannya, kemudian dia duduk di samping Abidzar.

"Kok pulangnya sore sekali?" tanya Toyib dengan sangat lembut.

"Iya Bah, tadi kumpulan sama teman teman yang lain,'' jawab Abidzar.

Toyib mencium aroma rokok dari mulut Abidzar, karena aroma itu sangat menyengat. Namun, dia tidak mau suudzon pada sang anak dan berpikir positif saja.

'Mungkin dia terkena aroma asap rokok, karena semua teman-temannya merokok,' batin Toyib.

Abidzar merasa takut, karena kalau sang abah tahu dia merokok maka dia akan habis dan tidak akan di izinkan untuk berteman lagi dengan semua sahabatnya.

'Semoga Abah tidak mencurigai ku,' batin Abidzar.

Pria itu tersenyum pada sang abah, begitu juga dengan Toyib. Sampailah tiba umminya Abidzar.

"Assalamualaikum semuanya," ucap Inem dengan sangat lembut.

"Wa'alaikumsalam," jawab Abidzar dan Toyib secara bersamaan.

Inem duduk di samping sang suami, kemudian menatap wajah Abidzar yang terlihat sedang menyembunyikan sesuatu.

"Apa ada masalah?" tanya Inem dengan sangat lembut, dan kedua pria itu sama-sama menggelengkan kepala.

"Alhamdulillah," ucap Inem dengan sangat lega, karena dia takut adanya masalah dalam keluarga kecilnya.

Mereka bertiga bercerita bersama, dan Abidzar berpamitan untuk segera mandi, karena hari sudah semakin sore dan hampir Magrib.

Sesampainya di dalam kamar, Abidzar membuka tas dan mengambil rokok yang di belinya tadi, kemudian langsung menghisap rokok tersebut.

Pria itu tidak takut kalau sang abah sampai tahu dia merokok, sudah di pastikan apa yang akan terjadi.

.

.

.

Di Desa . . .

Seorang gadis berusia 25 tahun, bercadar sedang mendayung sepedanya dengan perlahan. Sebab, dia takut bajunya akan tersangkut.

Gadis mengentikan langkahnya di tengah jalan, saat melihat seekor kucing anggora terdampar tidak sadarkan diri.

"Ya Allah, kucing semahal ini, kenapa di buang?" Cahaya mengambil kucing tersebut dan membawanya.

Cahaya meletakan kucing anggora tersebut di keranjang sepedanya, kemudian melanjutkan kembali perjalanannya menuju rumah. Sebab, dia sudah terlambat mengajar mengaji.

Ya, Cahaya mendirikan rumah untuk anak-anak di desanya mengaji dengannya secara gratis. Namun, mereka masih saja memberikannya uang dan lainnya.

Setelah tiba di rumah, Cahaya langsung mambawa kucing mahal tersebut masuk. Sebab, hewan itu terlihat sangat lemas dan tidak berdaya.

"Assalamualaikum, Ummi, Abah!" ucap Cahaya yang baru saja masuk ke dalam.

"Wa'alaikumsalam," jawab Juminten dengan sangat lembut pada sang anak.

Cahaya langsung mencium tangan sang ibu, kemudian dia menceritakan semuanya tentang kucing mahal tersebut.

"Ya Allah, siapa yang tega membuang kucing semahal ini?" Juminten langsung mengendong kucing itu.

"Sekalian mandiin Ummi, Cahaya mau mengajar mengaji dulu." Cahaya bergegas pergi dari sana.

Sedangkan Juminten langsung memandikan kucing tersebut dengan sangat lembut, seperti anak sendiri.

Cahaya mengajar mengaji bersama sang Abah, dan menyelesaikan tugas itu. Kemudian mereka berdua masuk ke dalam rumah.

"Di mana kucing itu?" tanya Anto.

Karena tadi Cahaya menceritakan tentang kucing yang di temukan di pinggir jalan, pada sang Abah.

"Mungkin bersama ummi, karena tadi Cahaya memberikannya pada ummi," jawab Cahaya sambil terus berjalan.

Sesampainya mereka di dalam kamar utama, terlihat Juminten sedang memberikan makanan kucing, dan mereka berdua langsung menghampiri Juminten.

"Ummi, dia terlihat sangat lapar," ucap Cahaya dengan sangat lembut.

Anto terus-menerus menatap kucing itu, dan dia tahu berapa harga kucing tersebut. Namun, mengapa pemiliknya tega membuangnya begitu saja?

"Kucing ini harganya ratusan juta. Tapi, kenapa sang pemiliknya rela membuangnya?" heran Anto.

Juminten dan Cahaya juga berpikir seperti itu. Namun, mereka tidak terlalu memikirkan karena yang mereka utamakan adalah kucing itu.

"Sudahlah, kalau sang pemiliknya datang kita langsung berikan saja," ucap Juminten dengan sangat lembut.

"Bener itu," tamba Cahaya, karena dia satu pemikiran dengan sang ummi.

Anto tersenyum, karena dia juga berpikir seperti itu. Walaupun mereka harus mengurus kucing tersebut.

.

.

.

Keesokan harinya ...

Pagi ini, Toyib dan Inem di panggil ke kampus Abidzar, karena pria itu membuat kemarin membuat ulah di kampus. Yang mengharuskan kehadiran orang tuanya datang.

"Ya Allah, apa lagi yang Abizar buat," ucap Inem dengan sangat lirih.

Toyib memeluk sang istri, dan terus melajukan mobilnya dengan perlahan menuju kampus sang anak. Walaupun dia kesal namun ia harus menahan rasa kesal itu.

'Abidzar kenapa kamu terus-menerus membuat kesalahan sih?' batin Toyib.

Sesampainya di kampus Abidzar, Toyib dan Inem langsung bergegas pergi menuju ruang dosen dan masuk ke dalam.

Terlihat sang anak ada di sana, dan mereka langsung menghampiri Abidzar kemudian duduk di samping sang anak.

"Kenapa kamu buat masalah lagi?" tanya Toyib sambil menggelengkan kepalanya, karena dia lelah sang anak terus-menerus membuat kesalahan.

"Pak, sebenarnya ... " Dosen menceritakan semua yang terjadi, sehingga Toyib mengelus dadanya.

"Sekarang kita pulang," ucap Toyib dengan sangat pelan.

Toyib bersama Inem pulang juga Abidzar naik mobil, sampai di rumah meraka langsung berjalan masuk ke dalam.

Abidzar duduk di sofa, sedangkan Toyib masuk ke dalam dan mengambil sajadah berserta perlengkapan untuk Shalat.

Toyib tidak mengatakan apapun dan memberikan Abidzar perlengkapan shalat itu, dan pria itu langsung menerima, karena dia tahu mengapa sang abah memberikan itu.

Bersambung.

Part 2 > Ketahuan

Abidzar langsung mengambil perlengkapan shalat dan berganti baju, mengunakan Jubah dan peci, kemudian dia mengerjakan shalat Dzuhur.

Setelah selesai, dia langsung bergegas pergi menuju kamar sang abah untuk meminta maaf atas perlakuan yang memalukan tadi.

Pria itu masuk dengan perlahan sambil mengucap salam. "Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam," jawab Toyib, dengan sangat lembut.

Abidzar mencium tangan sang abah, kemudian duduk di samping pria paru paru itu.

"Maafkan Abidzar, Abah," ucap Abidzar dengan sangat lembut.

Toyib mengangguk dan langsung memeluk sang anak, karena kata maaf itu yang ingin di dengarnya sejak tadi.

"Abah maafkan. Tapi, jangan selalu kamu ulang," jawab Toyib dengan sangat lembut.

"Insyaallah Abah," sahut Abidzar dengan sangat lembut, membuat hati Toyib sejuk.

Karena anak semata wayangnya mau menuruti keinginannya dan tidak membantah sedikitpun, walaupun Abidzar selalu membuat ulah.

'Ya Allah, jadikanlah Abidzar pria yang bertanggung jawab dan beriman. Aamiin,' batin Toyib sambil berdoa.

Toyib sempat frustasi dan melakukan tahajud setiap malam, agar sang putra menuruti keinginannya. Namun, tidak semua itu terkabul, karena dia yakin kalau Abidzar akan berubah seiring berjalannya waktu.

Inem mengintip percakapan anak dan suaminya, sehingga dia berdoa agar keluarga kecilnya selalu di berikan kesehatan dan keselamatan.

"Ya Allah, semoga Abidzar tidak akan mengulangi kesalahannya itu," ucap Inem penuh harapan, agar sang anak menjadi anak yang Sholeh.

Walaupun Abidzar tidak melanggar batas, tetap saja pria itu masih seringkali melakukan kesalahan-kesalahan di kampus. Membuat Toyib dan sang istri selalu mengelus dada.

Satu Minggu kemudian . . .

Abidzar bersama ketiga temannya sedang duduk di bangku, sambil terus memperhatikan sebuah mangga muda yang ada di depan rumah seseorang.

"Zar," panggil Rio sambil memberikan kode pada sang sahabat.

Abidzar langsung tersenyum sambil menghisap rokok Milik. Ya, mereka berempat bolos hanya untuk merokok, di kantin.

"Sepertinya kalian saja! Aku menunggu di sini!" jawab Abidzar, karena dia sedikit takut sang abah akan marah lagi.

"Elo payah," sambung Eza, yang terus-menerus memakan makanannya.

"Elo aja." Tunjuk Abidzar pada Putra yang sejak tadi hanya diam sambil menghisap rokok.

Pria itu langsung tersenyum dan menyusun rencana. Mereka berempat bukan menginginkan buah mangga itu. Namun, meraka dendam pada sang pemilik, karena sudah menuduh mereka mencuri padahal mahasiswa lain yang mencuri.

Keempat pria itu berjalan menuju pohon mangga Pak Asep, salah satu dosen mereka dan langsung merontokkan semua buah mangga itu.

Sang empunya melihat kejadian itu, sehingga dia berlari menuju pohon mangganya.

"Hei, dasar monyet kalian semuanya!" teriak Pak Asep.

"Kabur woi!" Keempat pria itu langsung kabur sebelum tertangkap basah oleh sang pemilik mangga.

"Dasar anak kurang asem!" teriak Pak Asep dengan geram, karena semua buah mangga nya habis.

Tawa keempat pria itu sangat keras, dan mereka kembali ke kantin dan minum kemudian merokok lagi.

"Aduh, gue tadi gak nahan lihat wajah pak Asep yang kesel banget," kekeh Eza sambil mengingat kembali wajah Pak Asep.

"Sama," sahut Rio.

"Gue takut," ucap Abidzar.

Membuat ketiga sahabatnya langsung menoleh dan heran, baru kali ini Abidzar berkata takut, setelah melakukan hal yang kriminal tadi.

"Elo takut?" tanya Putra dengan sangat tidak percaya.

"Iya, kalau pak Asep ngadu sama abah bagaimana? Gue pasti di kirim ke pesantren," jawab Abidzar.

Ya, seminggu yang lalu Toyib berpesan jika sang anak membuat kesalahan sekali lagi, maka dia akan mengirim sang anak ke pesantren milik sahabatnya di kampung.

"Udahlah, lagian itu tadi cuma kerjaan biasa doang. Mana mungkin pak Toyib marah sama elo," sahut Eza sambil meminum soda.

"Iya, bener tu, cuma mangga doang," tambah Rio.

Abidzar tersenyum, walaupun hati kecilnya merasa sangat cemas dan takut akan di kirim ke pesantren oleh sang abah.

30 menit kemudian . . .

Keempat pria itu masih di kantin dan merokok, tanpa rasa takut para orangtuanya akan datang.

Mata Eza membulat sempurna, saat melihat pria yang ada di belakang tubuh Abidzar, membuatnya langsung melemparkan rokok yang ada di tangannya.

"Zar," panggil Eza sambil memberikan kode, agar sang sahabat menoleh. Namun, pria itu sama sekali tidak menggubrisnya dan terus merokok.

Putra dan Rio, sama-sama terkejut melihat siapa yang ada di belakang Abidzar dan sang empunya masih saja tidak mau menolah.

"Zar, lihat---" terputus saat pria yang ada di belakang Abidzar mengibaskan tangan, yang artinya mereka harus pergi.

Dengan kecepatan kilat ketiga pria itu langsung lari dan meninggalkan Abidzar, sehingga pria itu terkejut kemudian menoleh.

"Kalian mau ke mana?" Abidzar menutup mulut sambil melemparkan rokok yang ada di tangannya.

"Untuk apa di buang? Kalau abah sudah melihatnya sejak tadi?" tanya Toyib.

Ya, sejak tadi Toyib mengamati sang anak yang sangat lahap merokok dan juga ketiga teman anaknya itu.

"Abah, semuanya tid---" terputus karena Toyib sudah mengibaskan tangannya dan bergegas pergi dari sana, yang artinya Abidzar harus mengikutinya.

"Ya Allah, bagaimana ini? Aku tidak mau di kirim ke pesantren?" gumam Abidzar sambil terus berjalan mengikuti langkah sang abah.

Rumah Toyib . . .

Abidzar diam sambil mencubit-cubit ujung bajunya, karena dia sangat cemas karena semua ucapan sang abah akan terjadi.

"Ummi, siapkan semua perlengkapan Abidzar, karena dia akan abah kirim ke pesantren Anto," ucap Toyib pada sang istri.

"Baik Abah," jawab Inem sambil bergegas pergi dari sana.

Abidzar terdiam, karena dia sama sekali tidak mau kalau di kirim ke pesantren. Apa lagi dia di sana tidak mengenal siapapun.

"Abah, bisakah Abi tetap di sini?" tanya Abidzar dengan sangat lembut.

Toyib tidak mengatakan apapun, dan dia bergegas pergi dari sana masuk ke dalam kamarnya.

Abidzar Menghela nafas dalam-dalam, karena tahu sang Abah marah padanya. Bahkan, sangat marah karena pria itu sudah tidak mau bicara padanya lagi.

"Apakah ummi bisa membujuk abah?" gumam Abidzar sambil berjalan masuk ke dalam kamarnya.

Pria itu melihat sang ummi tengah mengemasi barang-barangnya, dan dia langsung menghampiri wanita itu dan memeluknya.

"Ummi, apakah bisa membujuk abah?" tanya Abidzar dengan sangat lembut.

"Tidak, karena ummi juga marah padamu. Bukankah kamu tahu abah dan ummi sangat melarang kamu merokok?" jawab Inem dengan pertanyaan.

"Maaf Ummi," ucap Abidzar dengan lirih.

Karena dia harus menerima semua kenyataan bahwa sang abah akan mengirimi ke pesantren, yang ada di desa di orang diri di sana.

Bersambung.

Part 3 > Datang Ke Pondok

Keesokan harinya ...

Abidzar mengunakan Jubah dan peci berwarna putih, terlihat sangat Sholeh dan tampan. Sebab, biasanya dia jarang berpakaian seperti ini.

"Ya Allah, semoga abah berbuah pikiran dan tidak membawaku ke pesantren," ucap Abidzar sambil berdoa.

Pria itu sangat berharap sang abah tidak jadi membawanya ke pesantren, karena dia tidak mau berjatuhan dari semua sahabatnya dan ummi-nya.

"Abidzar!" panggil Inem sambil memasuki kamar sang anak.

"Saya Ummi," jawab Abidzar dengan sangat lembut, sambil membawa tas sekolah miliknya.

Inem tersenyum karena melihat sang anak sangat tampan dan Sholeh, dan dia langsung menghampiri Abidzar.

"Masya Allah, anak ummi sangat tampan, dan Sholeh," ucap Inem dengan sangat lembut.

Abidzar tersenyum dan mencium tangan Inem dengan sangat lembut, dan langsung menggandeng tangan wanita itu berjalan ke luar.

"Ummi, apa abah tidak berubah pikiran?" tanya Abidzar dengan penuh harapan, kalau sang abah tidak jadi mengirimnya ke pesantren.

"Jawabannya kamu sudah tahu," jawab Inem dengan sangat lembut.

Abidzar menghela nafas panjang, karena harapannya sudah musnah dan harus tetap ke pesantren, terpisah dari semua temannya.

Setibanya mereka di ruang tamu, Toyib langsung mengambil ponsel Abidzar dari tangan sang anak.

"Loh, kenapa di ambil Abah?" tanya Abidzar dengan sangat heran.

"Abidzar, di pesantren tidak ada santri yang mengunakan ponsel," jawab Toyib sambil mematikan ponsel sang anak.

"Hah? Lalu, bagaimana cara Abidzar menelpon Abah dan Ummi?" tanya Abidzar dengan sangat lirih.

"Nak, setelah sampai di sana pak Ustadz akan menjelaskan semua padamu apa yang boleh dan tidak," jawab Inem dengan sangat lembut, agar sang anak bisa mengerti.

Abidzar merasa sangat sedih, karena dia sudah kehilangan semua. Bukan hanya teman, ponselnya juga ikut di ambil oleh sang abah.

"Ayo!" Toyib bergegas pergi dari sana, sambil membawa koper milik Abidzar masuk ke dalam mobil.

Setelah semua masuk ke dalam, Toyib mulai mengemudikan mobil dengan perlahan menuju kampung halaman sang sahabat, yang mendirikan pondok pesantren bersamanya.

Jarak ke kampung dari rumahnya mencapai empat jam perjalanan, dan tidak mungkin Abidzar kabur pulang ke rumah. Sebab, jarak nya sangat jauh.

'Hatiku sangat hancur berkeping-keping, karena tidak pernah aku merasa sedih seperti ini,' batin Abidzar dengan lirih.

Toyib sengaja memberikan Abidzar Jubah, karena sesampainya mereka di sana akan ada acara pernikahan anak sahabatnya.

'Semoga mereka bisa menjadi pasangan yang rukun,' batin Toyib.

Di Desa . . .

Seorang wanita yang sedang menggunakan makeup menangis tersedu-sedu, karena dia tidak ingin di jodohkan oleh sang Abi dengan pria yang belum di kenalnya.

"Cahaya, kamu jangan! Menangis lagi, karena sebentar lagi kamu harus mengunakan cadar," ucap Fatimah dengan sangat lembut.

"Fatimah, apa yang harus aku lakukan? Karena hari ini aku akan menikah, dengan pria yang sama sekali tidak aku kenal,' ucap Cahaya dengan lirih.

"Sabarlah, Abi tidak akan menikahkan mu dengan pria jahat. Pasti, Abi sudah menyiapkan pasangan yang sangat baik untukmu," sahut Fatimah dengan sangat lembut.

Cahaya berhenti menangis, dan menghapus air mata kemudian dia mengunakan cadarnya. Gadis itu duduk di bibir ranjang sambil menunggu mempelai pria datang dan melakukan ijab Kabul.

'Ya Allah, semoga calon imam yang di pilih Abi untuk Cahaya pria yang Sholeh dan taat pada agama,' batin Cahaya sambil berdoa.

.

.

.

Setibanya Abidzar dan Ummi Abah nya, terlihat rumah Pak Ustadz Anto sangat ramai seperti akan ada acara di sana.

"Abah, apa ada acara di sini?" tanya Abidzar dengan sangat heran, dan terus menatap ke arah janur kuning melengkung.

"Iya, akan ada pernikahan anak Ustadz Anto," jawab Toyib sambil menurunkan barang-barang.

"Oh, siapa suaminya?" tanya Abidzar sambil melihat sang Ummi membawa keranjang berisi seperangkat alat Shalat.

"Kamu," jawab Toyib sambil membawa kotak kecil yang berisikan kalung emas.

"Oh," gumam Abidzar sambil berjalan masuk. Namun, dia langsung menghentikan langkahnya.

'Tunggu? Bukankah Abah tadi mengatakan aku calon mempelai prianya?' batin Abidzar.

"Maksudnya Abah, pengantinnya adalah Abidzar?" tanya Abidzar sambil menunjuk dirinya, dan sang Abah menganggukkan kepala.

"Apa maksudnya, Abah?" tanya Abidzar sambil berjalan masuk bersama kedua orang tuanya.

Toyib tidak menjawab, karena semua keputusan yang di ambilnya tidak akan bisa berubah.

Abidzar terdiam dan berjalan dengan perlahan, karena melihat semua para Ustadz ada di sana.

"Assalamualaikum," ucap Toyib dan keluarganya secara bersamaan.

"Wa'alaikumsalam!" jawab semua orang yang ada di sana dengan serempak.

Anto langsung memeluk Toyib, sahabat yang sudah lama sekali tidak di temui, dan matanya melirik ke arah pria yang sangat tampan mengenakan Jubah.

"Masya Allah, anak mu sangat tampan dan Sholeh," ucap Anto dengan sangat lembut.

Abidzar tersenyum dan mencium tangan Anto dengan sangat lembut dan sopan, kemudian dia mencium tangan semua yang ada di sana.

"Mas Anto, di mana para wanita?" tanya Inem, karena dia tidak melihat adanya wanita di ruangan itu.

"Di dalam kamar, kamu masuk saja," jawab Anto.

Inem bergegas pergi dari sana, karena dia merasa tidak nyaman kalau semua orang di sana pria semua.

"Mari duduk, pasti kalian lelah." Anto membawa calon menantunya duduk di sampingnya, sedang Toyib duduk dengan para sahabatnya yang lain.

.

.

.

Imen mengetuk pintu kamar yang sudah pasti itu adalah kamar pengantin. Sebab, banyaknya hiasan bunga dan lainnya di depan pintu kamar.

Tak berselang lama akhirnya pintu terbuka, dan Juminten yang membuka pintu tersebut.

"Juminten!"

"Inem!"

Kedua wanita itu langsung berpelukan dengan penuh haru, karena sudah beberapa tahun terakhir tidak bertemu.

"Hei, ayo masuk ke dalam. Lihat menantu mu," ucap Juminten dengan sangat lembut.

"Terimakasih, ayo." Mereka berdua masuk ke dalam dan melihat calon pengantin sedang duduk.

"Assalamualaikum Neng Cahaya," ucap Inem dengan sangat lembut.

"Wa'alaikumsalam Bu," jawab Cahaya sambil mencium tangan calon mertuanya itu.

"Masya Allah, anak kamu Sholeha sekali," puji Inem dan Cahaya tersipu malu. Namun, semua orang tidak bisa melihatnya karena dia menggunakan cadar.

"Cahaya, dia adalah calon mertua mu," ucap Juminten.

Cahaya terkejut, karena dia sudah lama mengenal keluarga Inem dan wanita itu hanya memiliki satu anak saja yaitu Abidzar. Pria yang selalu membuat onar.

'Ya Allah, hilang sudah impian hamba memiliki suami dewasa,' batin Cahaya.

Cahaya diam sambil mengingat pertemuan terakhir kalinya dengan Abidzar, sewaktu pria itu masih SD. Namun, dia tidak tahu wajah calon suaminya itu. Sebab, Cahaya tidak boleh melihat wajah pria secara langsung.

"Cahaya, ini kalung dari Ummi dan Abah untuk kamu," ucap Inem dengan sangat lembut, sambil memberikan kotak kecil yang di bawa Toyib tadi.

"Terimakasih Ummi," jawab Cahaya dengan sangat lembut sambil menerima kalung tersebut.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!