NovelToon NovelToon

TERLEMPAR KEZAMAN KERAJAAN KUNO

BAB 1 MENOLONG ORANG TAK DIKENAL

...VISUAL :...

☆☆ Inaya/Putri Khina : Baik, cantik, suka menolong, ceria, penyayang, pengertian, cuek dan baperan.

☆☆Visual Putri Khina di zaman kerajaan kuno....

``````````````

☆☆Putra Mahkota Ilyas/Ilham Hidayat : Baik, penyayang, cool, bucin, dingin, cuek, penyanyang hanya kepada ibunda dan wanita yang dicintainya saja. Ilham dan Ilyas memiliki wajah yang sama.

````````````````

☆☆Putri Izzatun : Egois, sombong, Jahat, licik, bermuka dua, iri dengki, tukang hasut, gila akan tahta dan harta, Terobsesi untuk jadi ratu dikerajaan.

``````````````

☆☆Putra Mahkota Manjaya : Baik, sopan, tegas, dingin jika berhadapan dengan orang asing. Wajah Putra Mahkota Manjaya sama dengan wajah Rusman di dunia moderen.

`````````````

☆Putri Irha/Tina : Ceria, baik, bucin, dan sahabat Inaya/Putri Khina. Wajahnya sama dengan wajah di zaman kerajaan kuno.

```````````

☆☆Putri Andini/ Dilla : Baik, egois, keras kepala, Iri, bermulut pedas, Tidak setia dan sahabat Putri Khina. Wajah Putri Andini/Dilla sama persis. Yang membedakan hanya dari rambut dan warna kulit. Putri Andini memiliki kulit putih sedangkan Dilla kuning langsat.

```````````````````

☆☆Raja Mandala Putra/Andre : Egois, keras kepala, kejam, licik, jahat. Keduanya memiliki kesamaan wajah. Hanya iris matanya di dunia moderen bewarna hitam sedangkan di zaman kerajaan kuno bewarna Kuning.

``````````````

☆☆Putri Amalia : Baik, sopan, murah senyum, penyayang, sedikit egois, mudah tersinggung. Wajah Putri Amalia sama dengan wajah Inaya didunia moderen. Kekasih Putra Mahkota Manjaya.

●●●●●●●●●

¤Menolong Orang Tak Dikenal¤

Inaya Wijayanti, seorang putri kedua dari Taharuddin dan Nurmin. Dia memiliki 1 Kakak dan 2 Adik. Sang Kakak meninggal 40 hari yang lalu, akibat penyakit yang dideritanya.

Hari ini ialah hari senin, seperti biasa, Inayah bangun pagi-pagi untuk membersihkan rumah. Setelah itu, Ia mengantar Andin ke sekolah. Lalu, Ia mengantar Aldi kesekolah. Setelah Aldi sampai di sekolah TK dan masuk kedalam kelas. Inaya mulai melajukan motornya pulang. Namun tiba-tiba seseorang berdiri tepat di depan motornya. Seorang Nenek berpakaian kebaya dan menggunakan tongkat untuk berjalan. Rambutnya tersanggul dengan tusuk kondek menjulang ke atas.

"Criiiiiiitttt (Merem motor).....Nek, kenapa Nenek berdiri disitu? Tolong Nenek minggir ya, aku mau pulang," Ucap Inaya. Ia membatin, 'Aku harus cepat pulang, nanti Mama marah lagi padaku. Mama mau ke pasar jualan pakaian. Dan rumah belum bisa ditinggal sendiri. Harus ada yang berada didalam rumah. Mitos setempat mengatakan setelah hari ke empat puluh orang meninggal, maka pemilik rumah tidak boleh pergi jauh. Rumah tidak boleh kosong.'

"Cuk, boleh antar Nenek pulang?" Tanya Nenek yang berdiri di depan motor Inaya.

"Maaf Nek, aku harus pulang," Ucap Inaya.

"Tolong Cucuk, antar Nenek. Rumah Nenek berada dalam kebun dan jarak dari sini ke kebun sangat jauh. Nenek tidak sanggup berjalan. Disini tidak ada kendaraan yang lewat. Cucuk mau antar Nenek kan?" Ucap Nenek.

"Kendaraan ada kok, Nek. Itu...." Ucapan Inaya terhenti saat menengok sekeliling dan tidak melihat kendaraan apapun. Ia kemudian membatin, 'Lah, bukannya tadi banyak kendaraan yang lewat? Kok tiba-tiba jalanan jadi sepi gini?'

"Cucuk, kamu mau antar nenek?" Tanya Nenek itu lagi.

'Kasian juga nenek ini. Apa aku antar dulu saja kalik ya? Tapi kalau Mama marah gimana? Biarlah dia marah, aku mau menolong nenek ini dulu. Aku enggak masalah kalau dia marah atau bahkan sampai memukul ku sekalipun. Aku sudah terbiasa dengan itu semua,' Batin Inaya.

"Kalau Cucuk tidak mau, Nenek akan pulang sendiri," Ucap Nenek sembari melangkah pergi menggunakan tongkatnya.

"Tunggu Nek, biar aku antar Nenek pulang. Ayo Nek, naik," Ucap Inaya.

Nenek menaiki motor, Inaya mulai melajukan motor menyisiri tiap jalan.

'Kok aneh bener ya? Kenapa tidak ada kendaraan yang lewat sama sekali? Kenapa juga rumah-rumah warga pintunya tertutup semua? Biasanya rumah-rumah warga pada terbuka. Apa mereka lagi keluar kota atau kesuatu tempat kalik ya? Bisa jadi sih...tapi kenapa pintu-pintu rumah warga semuanya tertutup ya. Gak mungkin kan kalau mereka janjian pergi bersama,' Batin Inaya.

Nenek langsung menepuk bahu Nur dan berkata, "Cucuk, semua warga saat ini sedang berkampanye di depan kantor kepala desa," Ucap Nenek.

'Deg...kenepa Nenek ini bisa tau?' Batin Inaya mulai takut.

"Kamu tidak usah takut sama Nenek. Nenek tau dari beberapa warga setempat yang kebetulan berpapasan waktu Nenek jalan kaki tadi," Ucap Nenek.

"Oooo, gitu," Ucap Inaya yang nasih sedikit heran.

Tak lama kemudian, Inaya melajukan motornya memasuki daerah kebun.

"Rumah Nenek yang mana?" Tanya Inaya menghentikan motornya. Ia melihat beberapa rumah di daerah kebun.

"Bukan daerah sini Cucuk, rumah Nenek masih jauh dari sini. Ada didalam hutan, Cucuk tinggal lurus-lurus," Ucap Nenek.

Inaya mengangguk dan mulai melajukan motor mengikuti arahan Nenek.

"Belok kiri, lalu lurus. Di pertigaan jalan kamu ambil jalan kiri, lalu lurus," Ucap Nenek.

'Banyak amat beloknya, aku jadi sedikit pusing. Sabar Ina, sabar, jangan ngeluh. Menolong orang itu harus ikhlas,' Batin Inaya.

Satu jam kemudian, akhirnya Inaya sampai di depan rumah Nenek.

"Terimah kasih Cucuk, kamu memang anak yang sangat baik," Ucap Nenek menuruni motor Inaya. Lalu kemudian dia mengelus kepala Inaya yang tertutup hijab.

"Sama-sama Nek, aku pamit pulang ya Nek," Ucap Inaya.

"Tunggu sebentar, Cucuk. Ini ada hadiah buat kamu," Ucap Nenek menyerahkan sebuah gelang karet usang ke Inaya.

"Maaf Nek, aku enggak bisa terima. Aku ikhlas antar Nenek pulang," Tolak Inaya.

"Jangan menolaknya, Cuk. Anggap ini hadiah kasih sayang Nenek padamu," Ucap Nenek menaruh gelang di telapak tangan Inaya.

'Melihat ketulusan Nenek, aku jadi teringat dengan Nek Ranti,' Batin Inaya dengan mata mulai berkaca-kaca.

"Nenek pasangkan gelang ini untukmu ya, Cucuk. Tolong kamu jaga gelang ini baik-baik," Ucap Nenek mengambil gelang di telapak tangan Inaya, lalu memasangkannya ke pergelangan tangan Inaya.

"Makasih Nek, aku janji bakal menjaga gelang ini baik-baik," Ucap Inaya tersenyum senang.

"Sama-sama, Cucuk," Ucap Nenek.

"Kalau begitu, aku pulang Nek," Ucap Inaya menyalim tangan Nenek.

Inaya menstater motor dan perlahan melajukan motornya.

'Astaga, aku belum ucap salam,' Batin Inaya.

Saat Ia menoleh kebelakang, Ia terkejut saat tidak melihat Nenek maupun rumah Nenek dibelakang.

"Lah, kok Nenek dan rumahnya tiba-tiba hilang? Bukankah tadi ada disini? Kenapa sekarang berubah jadi pohon besar gini? Apa jangan-jangan yang tadi aku antar bukan manusia..." Gumam Inaya bertanya-tanya.

Tiba-tiba bahunya di tepuk dari belakang.

"SETAANN," Teriak Inaya refleks.

"Mbak, saya bukan setan. Mbak mau apa disini? Disini tempat keramat, Mbak. Jangan memasuki daerah sini, bahaya," Ucap Ibu paruh baya.

"Maaf, Bu. Saya kira tadi yang pegang bahuku itu setan. Maaf sudah salah sangka. Saya masuk ke daerah ini karena tadi saya baru mengantar seorang Nenek pulang kerumahnya. Saat saya hendak pulang, saya lupa mengucapkan salam. Dengan itu saya menoleh kebalakang. Pas menoleh, saya kaget karena tidak melihat Nenek itu dan bahkan rumahnya juga. Yang aku liat malah pohon beringin ini," Ucap Inaya.

"Ikut Ibu sekarang, kamu harus pulang. Tempat ini berbahaya," Ucap Ibu.

"Bahaya apa maksudnya, Bu?" Tanya Inaya.

"Sudah jangan banyak tanya, ikut Ibu sekarang," Ucap Ibu itu langsung menaiki motor Inaya.

'Ini ibu-ibu kenapa pula lagi? Main naik aja tanpa izin. Emang aku sopirnya, hingga dia main perintah seenaknya,' Batin Inaya mengeluh.

"Jalan cepat, keburu seseorang datang kemari. Dia sangat berbahaya," Ucap Ibu.

"Siapa yang akan datang, Bu?" Tanya Inaya.

"Jalan sekarang!" Ucap Ibu itu dengan intonasi dingin.

Inaya mengangguk dan mulai melajukan motornya keluar dari hutan. Ia mengikuti petunjuk arah jalan keluar dari kebun.

'Ibu ini aneh banget. Bahaya apa yang dia maksud? Dan siapa orang yang akan datang dan katanya berbahaya itu?' Batin Inaya bertanya-tanya.

Setelah Inaya sudah hampir melewati hutan. Tiba-tiba terdengar suara teriakan.

"BERHENTI KAU MANUSIA LEMAH, SERAHKAN GELANG ITU PADAKU!" Teriak Seseorang dari kejauhan.

"Bu, ada suara orang berteriak," Ucap Inaya menghentikan laju motor.

"Tidak ada? Ibu tidak mendengar suara apapun," Ucap Ibu.

'Apa aku salah dengar?' Batin Inaya.

"BERHENTI KAU MANUSIA LEMAH, ATAU KAU AKAN TERIMA AKIBATNYA!" Teriak Seseorang dari kejauhan.

"Tuh, ada yang teriak lagi, Bu" Ucap Inaya menghentikan motornya lagi.

'Anak ini pasti mendengar suara dia,' Batin Ibu.

"Ayo Bu, kita liat," Ucap Inaya hendak turun dari motor.

"Jangan! Kita pulang sekarang, Ibumu pasti mencemaskanmu," Ucap Ibu.

'Oh iya ya, aku sampai lupa. Pasti Mama saat ini lagi nunggu aku dirumah dan dia pasti sangat-sangat marah padaku karena telat pulang,' Batin Inaya sedih.

Ia kembali menstater dan melajukan motor. Setelah sampai di jalanan besar. Ibu yang ada diatas motor memilih turun.

"Ibu turun disini. Kamu jangan pernah mamasuki daerah hutan itu lagi!" Peringatan Ibu itu.

"Kenapa, Bu?" Tanya Inaya.

"Dengerin apa kata saya. Jangan pernah memasuki hutan terlalu jauh. Disana bahaya, dia mengincarmu," Ucap Ibu.

"Dia siapa? Dari tadi Ibu bilang dia, aku nggak ngerti maksud Ibu," Tanya Inaya.

"Binatang buas," Ucap Ibu.

"Ooooo, baiklah. Aku gak akan kesana lagi," Ucap Inaya.

"Pulanglah, Ibumu pasti sedang menunggumu," Ucap Ibu itu.

"Ibu kenal sama Mama Saya?" Tanya Inaya.

"Iya, Ibumu teman sekolah Saya," Ucap Ibu.

"Bagaimana Ibu bisa tau, kalau aku anaknya?" Tanya Inaya.

"Wajahmu mirip dengan Ibu-mu. Sebaiknya kamu pulang sekarang!" Perintah Ibu itu.

"Owh, gitu. Aku pulang, Assalamu'alaikum," Ucap Nur sembari mulai melajukan motor.

"Wa'alaikumusalam. Semoga kamu tidak menginjakkan kakimu di hutan itu lagi. Disana sangat bahaya, dia akan mencelakaimu jika kamu sampai masuk kesana," Gumam Ibu.

Sesampainya dirumah, Inaya memakirkan motor dihalaman. Lalu turun dan memasuki rumah dengan langkah pelan.

'*Mama pasti sangat marah padaku. Aku sebenarnya takut, tapi aku harus berani. Aku nggak mau di pukul lagi. Aku sudah dewasa, tidak sepantasnya aku dipukul seperti saat aku masih kecil dulu. Aku harus melawan jika dia sampai memukulku lagi*,' Batin Inaya.

"Wa'alaikumusalam," Ucap Mama Nurmin dengan berbicara seakan-akan mengejek.

"Assalamu'alaikum," Ucap Inaya.

"Kamu dari mana saja, hah. Ini sudah jam sembilan dan kamu baru sampai sekarang. Keluyuran kemana kamu, hah! Mama sampai telat kepasar buat jualan, itu semua gara-gara kamu!" Bentak Mama Nurmin.

"Aku...," Ucapan Inaya terpotong.

"KAMU KELUAR JALAN-JALAN TANPA IZIN, BUANG-BUANG BENSIN. KAMU PIKIR BELI BENSIN ITU MURAH, HAH. KAMU ITU BENAR-BENAR ANAK YANG TIDAK YAU DIUNTUNG. PANTAS TIDAK ADA YANG MELAMARMU SAMPAI SEKARANG, MUKA JELEK DAN BAJU KUMEL KAYAK GITU MANA ADA YANG MAU. WAJAHMU ITU SUDAH SEPERTI NENEK-NENEK. MAMA SUDAH BILANG BERKALI-KALI AGAR KAMU PERAWATAN, BIAR ADA PRIA YANG MAU MENIKAHIMU," Bentak Mama Nurmin.

'*Selalu itu yang dia katakan. Apa dia sangat ingin mengusirku dari rumah ini. Hingga dia terus bicara nikah-nikah. Apa dia sudah muak melihat ku berada disini, hiks. Kalau saja aku bisa menghasilkan uang dari Noveltoon hasil menulisku, mungkin sudah lama aku pindah dari rumah ini dan membeli rumah baru. Kenyataannya itu gak mungkin, tulisanku saja banyak typo dan tidak ada yang menyukai novel karyaku. Hiks, hiks, aku lelah dengan semua ini. Aku ingin menjadi anak berguna bagi keluarga, dengan itu aku memilih jadi penulis dan berharap bisa mendapatkan penghasilan dari menulis novel*,' Batin Inaya.

"Mama enggak bakal kembalikan ponsel kamu untuk selama-lamanya. Itu hukuman karena kamu selalu membuatku marah," Ucap Mama Nurmin.

"Jangan Ma, kalau ponselku disita lagi. Aku enggak bisa nulis dan bisa-bisa aku kehilangan kesempatan untuk mendapat penghasilan dari Noveltoon. Sudah dua hari aku bolos nulis, itu karena Mama sita ponselku. Aku nggak mau bolos nulis lagi, nanti aku gagal daily," Ucap Inaya.

"HALAH, ITU PALINGAN CUMAN PENIPU. MANA ADA ORANG MENULIS BISA DAPAT UANG," Ucap Mama Nurmin dengan suara sedikit meninggi.

"Kalau aplikasinya penipu, mana mau aku jadi penulis. Aplikasi novel ini bukan penipu, buktinya ada yang sudah mendapat penghasilan dari hasil menulis," Bantah Inaya.

"KALAU BENAR KAMU BISA DAPAT UANG, HARUSNYA SEKARANG SUDAH ADA. TAPI MANA HASILNYA, TIDAK ADA. BUANG-BUANG WAKTU SAJA. KAMU JADI KURUS BEGINI ITU SEMUA GARA-GARA PONSEL TIDAK ADA GUNAYA ITU. LIAT TENRI, BADANNYA GEMUK. TIDAK KAYAK KAMU YANG KURUS KAYAK SATE TUSUK. DIA ITU TIDAK MAIN PONSEL TERUS, TIDAK KAYAK KAMU YANG MAIN PONSEL DARI PAGI HINGGA TENGAH MALAM. LIAT WAJAHMU SEKARANG, SUDAH TUA, GARA-GARA BEGADANG TERUS," Teriak Mama Nurmin marah.

'*Sebenarnya aku tidak menginginkan atau berharap mendapatkan penghasilan dari menulis. Tapi semua orang sudah tau kalau aku mulai menulis novel dan terlanjur mengatakan kalau itu menghasilkan uang. Dulu aku tidak ingin mengatakan itu, tapi aku enggak punya pilihan lain. Dan aku memilih menggunakan nomor rekening bank milik Mama, karena kartu bank punyaku sudah tidak aktif. Dan untuk membuat rekening baru, harus punya uang seratus ribu buat di simpan di rekening baru itu. Aku tidak punya uang saat itu dan terpaksa aku memakai rekening Mama. Sekarang aku mencoba berusaha untuk menyelesaikan tulisanku. Aku harus bisa menghasilkan uang dari hasil menulis, biar mereka tidak meremehkanku terus menerus. Walau menjadi penulis itu tidak semudah yang dibayangkan. Kadang bisa membuatku down karena tidak ada yang baca novelku. Apalagi persyaratannya itu lumayan berat, semakin tinggi level baru bisa dapat penghasilan yang lumayan banyak, tapi itu semua rasanya sangat musthil untuk mendapatkannya*,' Batin Inaya.

"Kenapa melamun? Mama benarkan?" Ejek Mama Nurmin.

"Ma, tolong kembalikan ponselku. Aku mau selesaikan tulisanku," Ucap Inaya.

"Jangan harap, Mama tidak bakal kembalikan ponselmu," Ucap Mama Nurmin.

"MA, KEMBALIKAN PONSELKU. MAMA TIDAK ADA HAK MENYITA PONSELKU. AKU SENDIRI YANG MEMBELI PONSEL ITU DENGAN HASIL KERJAKU. MAMA TIDAK BERHAK MENYEMBUNYIKAN PONSELKU," Ucap Inaya mulai emosi.

"PLAK," Mama Nurmin menampar Inaya.

"DASAR ANAK TIDAK TAU DIRI. KALAU BUKAN MAMA YANG MENAMBAHAKAN UANGMU YANG KURANG. KAMU TIDAK BAKAL PUNYA PONSEL SAMPAI SEKARANG," Bentak Mama Nurmin.

'*Iya, menambahkan untuk membeli silikon ponselku. Harga silikon juga murah saat itu. Dia malah bilang seakan-akan setengah uangnya yang kupakai beli ponsel*,' Batin Inaya kesal.

"BAHKAN SETENGAH DARI PEMBELIAN PONSELMU ITU, AKU YANG BAYAR. KAMU SEMAKIN HARI SEMAKIN MELUNJAK. BAGIMANA NANTI KALAU KAMU SUDAH PUNYA BANYAK UANG, MUNGKIN SUDAH KAMU TENDANG-TENDANG MAMA," Lanjut Mama Nurmin.

'*Astaga...kenapa Mama berpikiran seperti itu. Aku tidak mungkin melakukan hal jahat seperti yang dia pikirkan. Sebanyak apapun dia memukulku, aku enggak bakal membalas perbuatannya. Bagaimana pun dia yang sudah melahirkanku kedunia ini, aku gak bakal menyiksanya walau aku sekalipun. Kenapa dia selalu berpikir buruk  tentangku, hiks*,' Batin Inaya.

BAB 2 KEJADIAN ANEH

"Ma, kembalikan ponselku. Atau aku enggak bakal membersihkan rumah dan memasak!" Ancam Inaya.

"KAMU MENGANCAM MAMA, HAH. KAMU PIKIR KAMU SIAPA, HAH. KALAU KAMU TIDAK MAU MELAKUKAN PEKERHAAN RUMAH, LEBIH BAIK KAMU ANGKAT KAKI DARI RUMAH INI. JANGAN BAWA SEMUA BAJU-BAJUMU KARENA SEMUA BAJUMU ITU, MAMA YANG BELI. SEKALIAN KAMU LEPASKAN BAJU, CELANA DAN DALAMANMU YANG KAMU GUNAKAN ITU, ITU JUGA MAMA YANG BELI. MAMA TIDAK PEDULI MAU KAMU PERGI DENGAN KEAADAAN TELANJANG SEKALIPUN, ATAU APALAH. BUKAN URUSAN MAMA LAGI. PERGI KAMU SEKARANG" Bentak Mama Nurmin.

'Kalau aku pergi, mau kemana aku. Tidak mungkin aku jadi gelandangan di jalan. Hiks, hiks, aku sangat ingin pergi dari rumah ini. Dia sudah mengusirku berkali-kali, tapi aku enggak mau pergi. Sebelum aku punya uang dan membeli rumah untukku tinggal. Hiks, hiks, aku harus apa,' Batin Inaya.

"Kenapa diam, kamu takut jadi pengemis di luaran sana? Makanya ikuti peraturan Mama dan jangan pernah memancing emosi Mama. Ingat baik-baik, rumah ini masih atas nama Mama. Bukan nama Papa-mu yang tidak bertanggung jawab itu. Jika kamu masih mau tinggal disini, jangan membantah atau melawan setiap perkataan Mama!" Ucap Mama Nurmin sembari mengarahkan jari telunjuk ke dekat wajah Inaya. Kemudian Dia meninggalkan Inaya yang masih diam tak bergeming.

'Apa aku salah kalau aku bicara. Tidak mungkin aku diam saja saat dia menyita ponselku. Aku sangat membutuhkan ponselku untuk menulis online. Aku tidak bermaksud melawan dia. Hiks, hiks, aku tidak sanggup lagi. Aku lelah dengan semua ini, hiks,' Batin Inaya.

□□□□□□□□

Satu minggu telah berlalu, tepatnya hari ini hari minggu. Inaya, Aldi, Andin, Lila, Alfat dan Salman berada dirumah. Mama Nurmin, Tante Irma dan Om Yahya pergi ke Bulukumba untuk membeli stok barang yang kosong, berupa Seragam sekolah, Sarung dan lain-lain. Andin memasuki dapur dan terlihat Inaya sedang mencuci piring.

"Din, kamu pergi beli telur satu butir dan Mie Intermie satu bungkus. Kakak mau buat omlet untuk kita makan bersama," Ucap Inaya yang baru menyelesaikan cucian piringnya.

"Oke Kak, uangnya mana?" Tanya Andin.

"Kamu pakai uang yang Mama berikan pada Aldi tadi," Ucap Inaya.

"Kalau Aldi gak mau, gimana?" Tanya Andin.

"Kamu mau kan makan omlet, kan?" Tanya Inaya.

"Iya mau banget," Ucap Andin.

"Makanya itu, kamu harus bujuk Aldi biar mau serahkan uangnya. Biar kita bisa makan omlet bersama-sama," Ucap Inaya.

"Oke, sip, bastie," Ucap Andin.

"Aku bukan bestie-mu. Ogah banget bestie-an sama Bolbol kayak kamu," Ejek Inaya.

"Terserah, aku masih punya bastie yang lain," Ucap Andin sembari meninggalkan Inaya dan berjalan ke arah ruang keluarga, dimana Aldi, Lila, Alfat dan Salman berada.

"Hallo Dek Aldi, boleh Kakak minta uangmu?" Tanya Andin.

"Tidak mau," Ucap Aldi.

"Ayolah Aldi, nanti Kak Inaya bakal hotspot kamu kalau kamu mau berikan uangmu untuk beli telur," Bujuk Salsa.

"Tidak mau," Ucap Aldi lagi.

"Gini aja deh, Kakak nanti pinjamkan ponsel Kakak ke kamu. Kamu bisa main Mobile legends sepuasnya," Bujuk Andin lagi.

"Mau, mau, mau," Ucap Aldi cepat.

'Punya adek, gini amat. Kalau mau main Mobile Legends, baru mau nurut,' Batin Andin.

"Mana ponsel Kakak, aku mau main Mobile Legends," Ucap Aldi.

"Iya-iya, tunggu Kakak ambil ponsel Kakak dikamar dulu," Ucap Andin.

Setelah berhasil mendapat uang dari Aldi, Andin bergegas pergi membeli sebutir telur. Setelah membeli sebutir telur dan satu bungkus Intermie, Dia segera memasuki dapur dan menyerahkan bahan yang di belinya.

"Gimana, apa berhasil?" Tanya Inaya.

"Berhasil lah, Andin gitu loh. Ini telur sama Mie-nya," Ucap Andin.

"Good job," Ucap Inaya mengambil telur dan Mie. Dia mulai membuat omlet.

Tak lama, omlet buatan Inaya siap saji. Ia mulai membawa omlet ke ruang tamu.

"Lah, Andin, Lila, Aldi, Alfat dan Salman, pada kemana? Kok jadi sepi gini? Pergi kemana mereka semua? Televisi juga masih menyala. Aku matikan dulu daripada tetap menyala baru tidak ada yang nonton, mending ku matikan," Gumam Inaya mulai mematikan TV. Lalu berjalan menuju ruang tamu.

"Pintu kok terbuka lebar....mereka sebenarnya pergi kemana sih. Kenapa pintu dibiarin terbuka gini. Apa mereka jajan? Tapi mereka kan enggak punya uang, mau pakai apa belinya coba? Enggak mungkinkan pakai daun. Apa mereka pergi ke rumah Tante Irma? Tapi kan disebelah gak ada orang, Tante Irma dan Om Yahya kan lagi ke Bulukumba. Dan kalau mereka ke rumah Tante Nangnang kan enggak mungkin. Tante Nangnang pasti sudah tidur siang, mana mungkin mereka ke sana. Apa mereka sengaja sembunyi kalik ya. Aku cari mereka dulu, siapa tau mereka sengaja ngeprank aku," Gumam Inaya mulai mencari keberadaan mereka di setiap ruangan.

"Andin, Lila, kalian dimana. Jangan bercanda gini, kalian tidak mau makan omlet. Ayo keluarlah dari persembunyian kalian," Ucap Inaya.

Inaya kembali keruang keluarga setelah Ia tidak mememukan mereka disetiap ruangan.

"TV kok tiba-tiba nyala lagi? Perasaan sudah ku matikan tadi. Omlet dipiring kok sisa separuh? Siapa yang makan? Disini kan tidak ada siapapun. Aku kok jadi merinding gini ya," Gumam Inaya mulai takut. Ia memberanikan diri mematikan Televisi.

"Ini rumahku sendiri, kenapa aku malah takut. Sudah bertahun-tahun aku tinggal dirumah ini, mana ada hantu disini. Lebih baik aku fokus cari mereka. Tapi mereka kemana sih, atau jangan-jangan mereka diculik. Andin kan udah remaja, mana mungkin dia ikut di culik. Tapi kalau mereka beneran di culik, gimana? Penculikan anak lagi marak-maraknya beredar di Sulsel. Aku harus apa?" Cemas Inaya.

"Aku harus beritahu Tante Nang-nang," Gumam Inaya mulai mengambil kunci rumah dan mengunci pintu. Ia berlari ke arah rumah Tante Nangnang

"Tok, tok, tok......NANGNANG,NANGNANG," Teriak Inaya memanggil Tante Nangnang.

"Siapa yang ganggu waktu tidurku?" Tanya Tante nangnang dari dalam kamar. Di beranjak turun dari ranjang. Dia bergegas menuju ke arah ruang tamu dan membuka pintu rumah.

"Ada apa, kenapa kamu teriak-teriak. Tante masih ngantuk, jangan ganggu tidur Tante," Ucap Tante nangnang.

"Ini gawat, Nang," Ucap Inaya.

"Gawat kenapa?" Tanya Tante Nangnang.

"Andin, Lila, Aldi, Alfat dan Salman hilang Nang," Ucap Inaya.

"Hilang kemana? Kamu jangan bercanda," Ucap Tante Nangnang.

"Aku tidak bercanda Nang, mereka beneran hilang. Aku takut mereka di culik. Bagaimana kalau penculiknya mengambil organ tubuh mereka. Aku pernah liat di facebook, disana ditemukan mayat anak kecil tanpa organ. Gimana kalau mereka mengalami hal.....," Ucapan Inaya terpotong.

"Hus, jangan ngomong sembarangan. Mereka pasti baik-baik saja. Kamu sudah cek di rumah Niswati? Kali saja mereka jajan di sana," Ucap Tante Nangnang.

"Belum Nang, tapi mana mungkin mereka jajan. Mereka enggak punya uang, masa mereka ngutang, gak mungkin-kan," Ucap Inaya.

"Ayo kita coba cek ke rumah Niswati dulu," Ajak Tante Nangnang. Dia mulai mengunci pintu dan berjalan menuju rumah Niswati, diikuti oleh Inaya dari belakang.

"Assalamu'alaikum," Ucap Tante Nangnang.

"Wa'alaikumusalam. Eh ada Tante Nangnang dan dek Inaya, mau beli apa?" Tanya Niswati.

"Kami tidak mau beli, kami kesini mencari Andin, Lila, Alfat, Aldi dan Salman, mereka ada disini atau tidak?" Tanya Tante Nangnang.

"Mereka tidak ada disini," Ucap Niswati.

"Gimana nih, Nang. Mereka tidak kesini, kita cari mereka kemana?" Tanya Inaya cemas.

"Ayo kita cari di tokoh Alizar Jaya, mungkin mereka jajan disana," Ucap Tante Nangnang.

Inaya mengangguk, mereka berdua bergegas berjalan menuju ke tokoh Alizar. Sesampainya disana, mereka sama sekali tidak menemukan keberadaan Andin, Lila dan lainnya.

"Nang, kita harus cari kemana lagi?" Tanya Inaya cemas.

'Bagaimana ini, kalau mereka beneran diculik, Mama pasti bakal marah besar dan kemungkinan besar aku di usir dari rumah. Aku harus apa sekarang. Aku enggak mau diusir, dimana aku mau tinggal kalau sampai itu terjadi. Hiks, mereka pergi kemana,' Batin Inaya.

"Coba kita kembali kerumahmu, siapa tau mereka sudah ada disana," Ucap Tante Nangnang.

"Bisa jadi, Nang. Ayo kita liat disana," Ucap Inaya.

Mereka bergegas menuju kerumah Inaya. Sesampainya didepan rumah, mereka tidak melihat keberadaan anak-anak.

"Mereka tidak ada, Nang," Cemas Inaya.

"Buka pintu rumahmu, siapa tau mereka ada didalam!" Perintah Tante Nangnang.

"Aku sudah cek mereka disetiap kamar dan mereka sama sekali tidak ada" Ucap Inaya.

"Coba kamu buka pintunya dulu, kali saja mereka ada dihalaman belakang rumah," Ucap Tante Nangnang.

"Tapi kayaknya enggak mungkin deh, Nang. Dari tadi aku berada didapur, kalau mereka kebelakang rumah, pasti aku liat," Ucap Inaya.

"Coba kamu buka pintu rumahmu!" Perintah Tante Nangnang.

Inaya mulai membuka pintu. Mereka berdua berjalam memasuki ruang tamu.

"Siapa yang nonton?" Tanya Tante Nangnang yang mendengar suara Televisi diruang keluarga.

"Entahlah Nang, tadi sudah kumatikan. Tak tau kenapa, TV itu tiba-tiba menyala dengan sendirinya. Apa mungkin ada setan dirumah ini?" Ucap Inaya.

"Hus, jangan asal ngomong, kita coba liat didalam," Ucap Tante Nangnang.

Mereka berjalan menuju ruang keluarga.

"Itu mereka ada disini, kenapa kamu bilang mereka hilang?" Heran Tante Nangnang menunjuk ke arah Andin, Lila dan lainnya.

"Lah, darimana mereka masuknya?" Tanya Inaya bingung.

"Kalian dari mana saja, kok tiba-tiba kalain ada disini? Tadi Kakak kesini, kalian tidak ada," Ucap Inaya.

"Kami dari tadi disini, tidak kemana-mana," Ucap Lila.

"Kakak yang kenapa jadi aneh tadi?" Tanya Andin.

"Aneh gimana?" Tanya Inaya bingung.

"Iya aneh, tadi kami liat Kakak bawa omlet kesini, tapi kok Kakak enggak melihat kami. Kami pikir Kakak lagi ngeprank, sengaja pura-pura tidak melihat kami. Saat kami menyapa Kakak, Kakak malah matikan televisi dan pergi kekamar. Jadi kami memilih makan omlet buatan Kakak," Ucap Andin.

"Kakak juga bicara sendiri dari tadi. Ku pikir Kakak lagi belajar akting," Ucap Lila.

"Saat kakak keluar dari kamar dan kembali kesini, kami menyapa Kakak. Tapi Kakak enggak melihat kami. Kakak malah matikan televisi lagi," Ucap Andin.

"Masa sih?" Tanya Inaya.

"Iya, aku nggak mungkin bohong. Kalau tidak percaya, Kakak bisa tanya sama Alfat," Ucap Andin.

"Bener kata Kak Lila dan Kak Andin, tadi Kakak berbicara sendiri," Ucap Alfat.

'Ada apa denganku? Kenapa aku jadi kayak gini? Mana mungkin aku saah fokus, aku tidur teratur kok. Tapi kenapa ada kejadian aneh seperti ini? Kemarin juga saat aku bangun tidur, aku melihat Mama tidur di ruang keluarga. Saat aku ke ruang tamu, aku kanget melihat Mama yang lagi menjahit Baju. Aku menengok ke arah ruang keluraga, aku tambah kaget karena tidak ada siapapun yang tidur disana. Kenapa aku jadi begini? Tunggu dulu.....aku jadi berhalusinasi semenjak memakai gelang pemberian Nenek yang ku tolong waktu hari senin yang lalu,' Batin Inaya mulai curiga.

"Kamu pasti kurang tidur, makanya kamu halusinasi," Ucap Tante Nangnang.

"Aku tidur tepat waktu, Nang. Aku selalu tidur siang karena mama yang maksa," Ucap Inaya.

'Padahal aku pengen selesaikan tulisanku disiang hari, biar aku tidak begadang lagi di malam hari. Tapi Mama malah memukulku dan menyuruhku tidur. Dia juga menyita ponselku. Giliran aku begadang dimalam hari untuk selesaiin nulis, dia malah memukulku jika tidak segera tidur. Kadang kalau aku menolak untuk tidur sebelum menyelesaikan tulisanku. Dia pasti bakal pukul kepalaku berkali-kali dan menarik rambutku dengan keras. Aku masih bisa merasakan rasa sakit saat Dia memukul kepalaku dengan keras,' Batin Inaya.

"Kamu sebaiknya istirahat atau tiduran. Mungkin kamu kelelahan mengerjakan pekerjaan rumah sendiri," Ucap Tante  Nangnang.

'Aku tidak merasa lelah, bahkan aku merasa energiku bertambah. Beberapa hari ini aku tidak pernah merasakan lelah. Entah apa yang terjadi padaku.......apa gelang ini yang membuatku enggak gampang lelah?' Batin Inaya bertanya-tanya.

BAB 3 KECELAKAAN BERUJUNG PERPINDAHAN DIMENSI

Beberapa hari kemudian, Inaya melakukan aktifitas seperti menyapu, memasak, dan memberi makan ayam.

"Bosen ah, mending aku baca novel dulu. Biar hilangin rasa lelahku ini. Dinoveltoon kan ceritanya seru-seru semua. Tapi aku belum selesaikan tulisanku. Entah kenapa, sekarang aku lagi enggak mood nulis. Udah ah, mending aku baca novel aja," Gumam Inaya sembari membuka ponsel dan mengklik Noveltoon. Dia mulai menscrool mencari novel yang menurutnya menarik.

"Wah, ada novel-novel kerajaan. Aku baca ah, pasti seru. Dari judulnya aja udah bagus," Gumam Inaya mulai membaca novel.

Beberapa jam kemudian, Inaya menyelesaikan bacaannya. Ia tampak puas dengan endingnya.

"Hahaha, rasain Lo, Khina. Siapa suruh mau terhasut sama rubah macam Izzatun. Mati kan lo. Aku senang sama endingnya, Putri Irha hidup bahagia bersama Putra Mahkota Ilyas," Gumam Inaya dengan senyum mereka puas.

"Astaga, udah jam sebelas. Aku harus masak, biar nanti mama gak marahin aku lagi," Gumam Inaya yang melihat kearah jam dinding.

○○○○○○○○○

Beberapa bulan kemudian, tepatnya hari idul fitri. Inaya dan Mama Nurmin bersiap-siap pergi ke rumah Nenek Daute yang berada di desa Ulutedong. Andin dan Aldi berada dirumah berdua. Mereka tidak ikut ke Desa Nenek.

"Nak, kamu jaga rumah baik-baik. Kunci pintu, jangan sembarangan membuka pintu jika ada orang asing yang berkunjung. Jangan biarkan adikmu pergi kemana-mana, jaga adikmu," Ucap Mama Nurmin.

"Siap, Ma," Ucap Andin.

Inaya mengeluarkan motor di pekarangan rumah. Mama Nurmin naik ke atas motor. Motor pun melaju pergi.

Di perjalanan menuju desa Ulutedong, lebih tepatnya ditikungan tajam, tiba-tiba sebuah mobil melaju ke arah depan Inaya.

"INA, AWAS!" Teriak Mama Nurmin.

Inaya terkejut dan berusaha membanting stir kesamping, namun kalah telat karena mobil lebih dulu menghantam motor Inaya dari arah depan. Motor dan mobil lainnya ikut bertabrakan.

"BRUAKKK...BRIGHHH.....CIIITTTTT."

Inaya melayang dan terguling-guling di jalan menuju ke arah Empang.

'Tuhan....apa ini akhir dari hidup hamba. Pertemukanlah Hamba dengan Nenek dan Kakak Hamba, Oh Tuhan. Nenek...tunggu aku di akhirat, aku mungkin tidak bisa masuk surga, tapi setidaknya aku bisa melihatmu dari bawah neraka,' Batin Inaya tersenyum. Ia melihat gelang kuno pemberian Nenek yang pernah di tolongnya.

"Bluarrr(bunyi suara Inaya jatuh ke dalam air empang).

Sebuah mobil yang menabrak Inaya terbalik, pintu mobil terbuka dan Dua gadis di dalamnya terguling-guling keluar dijalan dan akhirnya tercebur ke dalam Empang.

`````````````````

Disebuah kamar klasik bernuansa mewah, namun tampak kuno. Seorang anak kecil menangis di samping seorang wanita yang terbaring tak sadarkan diri.

"Hiks, hiks, Ibunda...tolong bangun. Aku janji tidak akan nakal lagi. Hiks, hiks, Ibunda boleh memukulku tiap hari, aku siap. Bangun Ibu, hiks," Tangis Seorang anak kecil yang berusia sekitar 5 tahun.

"Akhrhhtt.....kepalaku sakit sekali," Ucapku.

"Ibunda," Ucap Anak kecil itu. Dia langsung memelukku.

"Akhrthh, sakit...," Ucapku.

"Maafkan atas kesalahan Saya yang mulia," Ucap Anak kecil itu. Dia melepaskan pelukannya.

"Ini dimana....apa ini surga? Bukankah aku harusnya masuk neraka? Kenapa ini seperti kamar. Aneh, kok ada neraka yang semewah ini?" Ucapku memerhatikan sekeliling.

"TABIB...TABIB," Teriak Anak kecil itu berlari keluar kamar.

"Eh tunggu, kamu mau kemana. Ini dimana, kenapa aku ada disini," Ucapku sedikit berteriak. Namun suaraku sedikit lemah.

"Ini dimana? Bukankah tadi aku kecelakaan gara-gara ada mobil yang menabrakku," Gumamku.

"Tap..Tap..Tap," Suara langkah kaki.

Seseorang memasuki kamar, Dia berjalan ke arah Inaya berada.

"Ilham," Ucapku menatap terkejut ke arah pria itu.

"Cukup kau berpura-pura, wanita licik," Ucap Pria itu memegang bahuku dengan keras.

"AUHH...SAKIT GOBLOK," Teriakku sembari melayangkan pukulan ke arah wajah Pria itu.

"PLAK."

"YANG MULIA PUTRA MAHKOTA," Teriak seseorang berpakaian panglima di belakang Pria itu.

"Kau sudah berani rupanya, wanita murahan," Ejek Pria itu.

"Ilham, kenapa aku ada disini? Apa kamu menculikku? Bebaskan aku, biarkan aku pergi. Aku udah capek denger perkataanmu yang terus menghinaku. Aku muak liat tampangmu yang sok baik," Ucapku sembari berdiri dari ranjang.

Tiba-tiba seseorang Pria dan Wanita paruh baya memasuki kamar.

"Salam yang mulia Raja. Salam yang mulia Ratu," Ucap Pria itu dan Panglima dibelakangnya, membungkukkan badan.

"Siapa meraka? Kenapa pakaian mereka seperti pakaian kerajaan-kerajaan yang biasa aku baca di novel online?" Gumamku bertanya-tanya.

"Dimana sopan santunmu Putri Mahkota? Apa Kau kehilangan kesopanan semenjak terjatuh di dalam sumur," Ejek Wanita Paruh baya.

"Putri Mahkota? Siapa?" Tanyaku sembari menengok kebelakang dan kesamping kiri dan kanan.

"Daya ingat Putri Mahkota semakin berkurang rupanya," Ejek Wanita Paruh Baya.

"Putri Mahkota Kina, ada apa dengan engkau?" Tanya Pria paruh baya.

"Putri Mahkota Kina? Siapa dia?" Tanyaku bingung.

"Anda Putri Mahkota Kerajaan Majahpahit," Ucap Panglima.

"Putri mahkota....aku?" Tanyaku semakin bingung.

'Masa iyya aku jadi putri mahkota? Enggak mungkin kan aku berpindah dimensi ke zaman kerajaan? Ini pasti prank, mereka pasti bercanda,' Batinku.

"Kalian lagi syuting atau apa? Tolong biarkan aku pergi. Aku enggak kenal sama Bapak dan Ibu," Ucapku.

"Apa itu Syuting?" Tanya Pria Paruh baya.

"Hah," Aku melongo heran, 'Bapak ini dari planet mana? Masa Syuting saja tidak tau?'

"PANGGILKAN TABIB SEGERA!" Titah Pria Paruh Baya menatap kearah panglima.

"SIAP LAKSANAKAN, YANG MULIA RAJA," Ucap Panglima Ansya.

"Tunggu dulu...tabib? Apa ini jaman kerajaan?" Tanyaku.

"Ini kerajaan Majahpahit, Putri Khinasari ," Ucap Pria Paruh Baya.

"Khina? Namaku bukan Khina, namaku Inaya," Ucap Inaya.

"Panggil Tabib segera!" Titah Pria Paruh Baya.

"Siap laksanakan yang mulia," Ucap Panglima Ansar.

'Wajahnya mirip Irmanyah? Apa dia orang yang sama?' Batinku.

Tiba-tiba datang seorang anak kecil dan seorang tabib.

"Salam Yang Mulia Raja. Salam Yang Mulia Ratu. Salam Putra Mahkota. Salam Putri Mahkota," Ucap Tabib membungkukkan badan kearah nama-nama yang dia sebut.

"Periksa keadaan Putri Khina, segera!" Perintah Pria Paruh baya yang bernama Raja Dayat.

"Baik Yang Mulia," Ucap Tabib mulai berjalan mendekatiku.

"Eh, anda mau apa? Saya baik-baik saja," Ucapku.

Tabib mulai memeriksa denyut nadi dan mengoleskan obat kebeberapa luka goresan di tangan Inaya.

"Sepertinya Yang Mulia Putri Mahkota mengalami cidera di bagian kepala. Yang mengakibatkan semua ingatan Yang Mulia Putri Mahkota hilang," Terang Tabib.

"Apakah ingatan Putri Mahkota bisa pulih?" Tanya Raja Dayat.

"Untuk saat ini, kondisi Yang Mulia Putri Mahkota masih belum pulih total. Sebaiknya Yang Mulia Raja tidak boleh mengingatkan masa lalu Putri Mahkota. Karena itu akan sangat membahayakan bagi kesehatan Tuan Putri," Terang Tabib.

"Saya sudah meresepkan obat, tolong obat ini diminum oleh putri mahkota tiap dua hari sekali. Saya pamit undur diri Yang Mulia Raja, Yang Mulia Ratu," Ucap Tabib.

'Obat? Pasti itu rasanya pahit kayak obat jaman modern. Tunggu dulu...jaman moderen? Astaga berarti aku beneran berpindah dimensi dan masuk ketubuh orang lain. Gak bisa di percaya, ternyata Zaman Kuno itu beneran ada. Aku pikir itu cuman ada di dunua novel. Kira-kira wajahku kayak apa ya? Tapi kok aku heran ya, nama mereka kayak familiar gitu. Khina? Namanya kok kayak pernah kudengar?Entahlah, aku pusing. Sebaiknya aku istirahat biar cepat pulih,' Batinku penasaran.

Terdengar suara keributan di luar kamar Inaya.

"Suara apa itu?" Tanya Raja Dayat.

"Saya tidak tau yang mulia," Ucap Ratu Helena.

"Sebaiknya kita melihat apa yang terjadi diluar, Ayahanda, Ibu suri," Ucap Putra Mahkota Ilyas.

Mereka berjalan keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi.

'Mumpung mereka keluar, aku liat wajah baruku dulu ah,' Batinku mulai beranjak dari ranjang, menuju kearah kaca.

'Wah, cantik sekali wajah ini. Iris mata yang bewarna Abu-abu, alis yang tebal, hidung yang mancung, bibir yang tipis dan rambut warna coklat. Ini sih kalah cantik sama wajahku yang dulu,' Batinku penuh kagum.

••••••••••

Diluar kembali terdengar keributan.

"PERGI LO SEMUA, JANGAN MENDEKAT," Teriak seorang wanita dari luar kamar Inaya.

"Siapa yang teriak-teriak gitu sih," Ucapku kesal. Aku pun bergegas keluar untuk melihat apa yang terjadi.

Diluar, tampak banyak orang yang berkumpul.

"Siapa yang teriak-teriak tadi ya?" Gumamku penuh rasa penasaran. Aku berjalan masuk ke dalam kerumunan.

"Putri Irha, tolong jangan melukai dirimu sendiri, demi aku," Ucap Putra Mahkota dengan penuh rasa khawatir. Ia menatap sendu ke arah Putri Irha.

"Gue kagak kenal Lo, ya. Jangan sok akrab sama gue. Atau gue tusuk tangan Lo pakai pedang ini," Ancam Putri Irha.

"Tolong tenang, dengarkan aku lebih dulu putri...." Ucap Putra Mahkota sembari mendekat ke arah Putri Irha.

"Srekkk (suara pedang menggores pergelangan tangan Putra Mahkota)."

"Arhkktt," Jerit Putra Mahkota.

"Putra mahkota," Ucap Raja Dayat penuh rasa cemas.

"Yang Mulia Putra Mahkota," Ucap Para pengawal dan pelayan saat melihat Putra Mahkota terluka.

"Sudah gue bilang menjauh, Lo keras kepala sih. Kalain siapa sebenarnya? Apa kalian dari planet pluto? Pakaian kalian itu aneh dan jelek sekali. Ini juga siapa yang memasang pakaian jelek ini pada gue," Ucap Putri Irha mulai melepas selendang di punggungnya.

"PUTRI IRHA!" Teriak Marah Raja Dayat.

"HUKUM CAMBUK PUTRI IRHA SEBANYAK 100 KALI," Titah Raja Dayat.

"Jangan hukum Putri Irha, Ayahanda," Ucap Putra Mahkota.

"Yang salah akan tetap dihukum. Kau jangan buta karena cinta. Ingat, kamu sudah memiliki seorang Istri dan putri," Ucap Raja Dayat memperingati.

"Ayahanda....," Ucapan Putra Mahkota terhenti.

"LAKSANAKAN HUKUMAN CAMBUK PUTRI IRHA," Titah Raja Dayat.

"SIAP LAKSANAKAN YANG MULIA," Ucap Para pengawal dengan suara tegas.

"Eh, eh, kalian mau apa hah! Menjauh, gue bilang menjauh," Ucap Putri Irha mengayungkan pedang. Namun ditahan oleh beberapa prajurit.

"LEPAS OIII, JANGAN MACAM-MACAM KALIAN ATAU GUE LAPORIN KALIAN KE POLISI," Teriak Putri Irha memberontak.

'Lo, gue, polisi? Atau jangan-jangan dia dari dunia modern kayak aku,' Batinku.

"WOII LEPAS SETAN," Teriak Putri Irha.

"HENTIKAN," Ucapku menghadang para prajurit yang memegang tangan Putri Irha disisi kanan dan kiri.

"APA YANG KAU LAKUKAN PUTRI MAHKOTA?" Tanya Raja Dayat dengan intonasi suara sedikit tinggi.

'Mampus aku, harusnya tadi aku tidak teriak. Habislah aku jika Raja itu marah padaku. Bisa ilang leherku ini,' Batinku meneguk air liur dengan susah payah.

"Ya..ng Mu..lia," Ucapku gugup, 'Aku enggak boleh gugup, bisa-bisa aku juga dapat hukuman karena melawan titah raja.'

"Begini Yang Mulia, Putri Irha sedang mengalami fase hilang ingatan. Dengan itu tingkahnya menjadi seperti tadi," Ucapku.

"Fase hilang ingatan? Dari mana Kau tau, Putri Mahkota, kalau Istriku hilang ingatan?" Tanya Pangeran ketiga bernama Adrian, suami dari Putri Irha.

"Itu...itu jelas dari tingkah lakunya," Ucapku, 'Matilah aku, ketahuan bohong.'

"Yang dikatakan Putri Mahkota benar, liat saja tingkah Putri Irha yang jadi aneh semenjak bangun dari koma," Bisik-bisik para pelayan.

"Yang Mulia Raja, boleh saya bicara berdua dengan Putri Irha?" Tanyaku.

"Kau jangan macam-macam, lepaskan Putri Irha dari tangan kotormu," Ucap putra mahkota melepaskan tanganku dari tangan putri Irawati. Dia menatap tajam kearahku.

'Tatapannya gitu amat, kayak mau telan aku hidup-hidup,' Batinku ngeri.

"Ilh....Maksud saya Putra Mahkota, saya tidak berniat jahat dengan Putri Irha. Saya hanya mau bicara sesuatu hal yang penting. Mungkin dengan saya bicara berdua dengan putri irha, bisa membuat ingatan putri pulih," Ucapku beralasan.

...¤BERSAMBUNG¤...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!