"HELENA HARUS KESINI SEKARANG JUGA!"
Pekik marah seorang pria dalam sebuah percakapan telepon sehingga menyebabkan lawan bicara spontan menjatuhkan ponsel dari telinganya.
"Kau dengar sendiri 'kan Hel'? kurasa telingamu masih cukup berfungsi menangkap auman harimau jantan," bisik Sarkas sosok pria yang kini menjauhkan ponsel sembari menutup lubang speaker dengan tangan satunya. Takut-takut sang lawan bicara yang sedang online mendengar ejekannya.
"Berikan ponselmu, Van". Wanita bernama Helena itu menimpali santai seraya mengulurkan tangan ke hadapan sosok pria bernama Arvan. Setelah Helena menerima ponsel, ia langsung menjawab lawan bicara yang berteriak tadi.
"Apa yang kau butuhkan sekarang?"
^^^"Ch kemana saja kau wanita berens*k? kenapa kau baru menjawab ku sekarang?"^^^
Tak langsung merespon pertanyaan Helena, suara pria di saluran telepon itu malah memaki Helena cukup kasar.
"Kau tidak perlu berkata kasar. Aku tahu waktumu tidak banyak karena paparazi sudah mengepung mu, bukan? Sekarang lebih baik katakan apa yang kau butuhkan?" Helena menimpali seraya memutar bola mata dengan malas, seolah situasi seperti ini sering terjadi padanya dan ia sudah terbiasa.
..."Hotel Diamond, kamar 707. Gunakan Coath Gucci Maroon edisi B123 , Tas Louis Vuitton seri A55 Broken White!"...
"Baiklah."
Helena langsung memutus telepon sepihak. Sang wanita menghela nafas, memijat keningnya sejenak. Lelah dan frustasi tergambar jelas di wajah wanita berperawakan mungil berusia 26 tahun itu.
"Kali ini apa?Balenciaga? Chanel?" tanya Arvan dengan nada kesal karena turut geram dengan perlakuan si pria penelepon barusan. Arvan merupakan asisten Helena.
"Bukan keduanya. Cepat kau hubungi toko Gucci dan Louis Vuitton. Pesan warna dan seri ini sekarang juga. Kita akan menjemput benda itu ke sana secepatnya." Helena menyodorkan ponsel berisi pesan warna dan nomor seri yang harus ia beli dari pria yang meneleponnya tadi. Tanpa bertanya lagi Arvan pun pamit untuk menunggu Helena diluar sembari segera menghubungi toko benda fashion merk terkenal tersebut.
^^^"Ibu, bertahanlah. Kau pasti akan cepat pulih. Inilah usaha yang terbaik yang bisa aku lakukan sekarang. Meskipun jika kau tau... kau pasti akan malu mempunyai Putri sepertiku." Helena membatin pilu sejenak di hadapan tubuh wanita paruh baya yang tengah sadarkan diri lengkap dipenuhi beberapa alat medis sebagai penopang hidup.^^^
..."Aku pamit, Bu"...
...wanita bersurai hitam itu pun mencium lembut pundak tangan sang Ibu sebelum beranjak pergi dari ruang rawat tipe ICU. Orang bilang, kau harus memiliki alasan untuk bertahan hidup. Ibu kandung yang sedang koma adalah alasan kuat untuk Helena tetap berdiri tegak walaupun dirinya sedang diinjak dan dipermainkan oleh takdir. Seperti yang sedang terjadi saat ini, Helena tengah terjebak dalam pernikahan kontrak yang tidak hanya memperlihatkan hati, tetapi juga pikiran, dan tenaganya. Merasa tak punya pilihan lain, Helena menegakkan diri, melangkah maju menuju misi dadakan dari sang suami kali ini. 20 menit kemudian mobil yang ditumpangi oleh Helena telah sampai di basement parkiran Hotel Diamond....
"Ini gila! paparazi di depan Hotel penuh dan sesak. Aku berani bertaruh ada di antara mereka berhasil menyusup dan mengawasi di lantai yang sama dengan suami mu," oceh Arvan mengungkapkan teori dengan mata melebar tak percaya. Namun, wanita bernama lengkap Helena Wijaya yang duduk di sebelahnya sama sekali tak merespon, bahkan terkesan acuh. Helena malah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk dibawa menemui pria bertutur kasar yang sayangnya merupakan suami sah sang puan.
"Aku pergi dulu," pamit Helena singkat dengan raut datar kepada Arvan.
"Hel, tunggu!"
panggilan Arvan sukses menghentikan Helena yang hendak menarik tuas pintu mobil. Wanita itu pun menolehkan wajah kepada pria ber-outfit polos shirt hitam lengkap dengan kacamata warna senada.
"Aku yakin ini akan segera berlalu, bertahanlah. Aku akan selalu mendukungmu." Mendengar dukungan dari Arvan, hati Helena cukup tersentuh. Bagi Helena, Arvan tak hanya seorang asisten, akan tetapi satu-satunya teman dekat yang mengetahui betapa berantakan hidupnya sekarang. Bahkan pria itu tak jarang menjadi tameng kala Helena sedang dalam masalah.
"Terima kasih, Van," balas Helna singkat. Tak ingin terlalu larut dalam nelangsa, Helena memilih segera menjalankan tugas dari suaminya.
Dengan menggunakan hoodie hitam, topi dan kacamata berlensa bening, wanita itu memilih masuk melalui pintu khusus pegawai hotel. Hal ini dimaksudkan agar rencana penyamaran Helena sempurna.
"Ah, melelahkan sekali pekerjaan ini," celetuk seorang gadis muda berseragam serupa pegawai hotel.
"Kau masih lebih baik, tugasmu hanya sebagai room service, datang ketika tamu memesan saja. Tidak seperti tugasku yang rutin membersihkan kamar kotor," Timpal partner pria yang kini tengah duduk bersebelahan. Keduanya sama-sama sedang berkeluh kesah mengenai lelahnya pekerjaan yang mereka jalani.
"Kalian mau uang tambahan?" melihat celah, Helena segera memulai misi, ia berinisiatif menawarkan uang dengan syarat si pegawai wanita harus meminjamkan seragam yang sedang dipakainya sekarang. Sedangkan si pegawai pria harus menjadi backup untuk si pegawai wanita.
Awalnya, kedua pegawai itu ragu dan takut akan tawaran Helena. Namun, setelah Helena menunjukkan dua tumpuk uang dengan nominal masing-masing 5 juta, kedua pasang netra pegawai itu berbinar antusias dan menyetujui tawaran Helena. Helena mengatakan bahwa dirinya hanya butuh waktu sekitar 10 menit. Si pegawai wanita bisa langsung mengambil seragam yang ia pakai di kamar 707. Sang pegawai setuju. Tanpa berbicara lebih lanjut, Helena dan pegawai wanita mulai bertukar pakaian di dalam gedung berisi peralatan pembersih dengan dijaga pegawai pria dari luar pintu.
Selang tak berapa lama, Helena telah sukses berpenampilan mirip seperti pelayan room service. Wanita itu mulai menaiki lift sembari mendorong roda besi lengkap dengan tudung saji di atasnya sebagai aksesoris pelengkap penyamaran.
Beberapa saat kemudian....
TING... TUNG!
"Room service".
Berpura-pura sebagai pelayan room service, rencana Helena sejauh ini berjalan tanpa hambatan. Berarti saat ini, Hazel telah sampai di depan kamar nomor 707 dan menekan bel kamar tersebut. Tanpa menunggu lama seseorang terlihat membuka pintu kamar dan meminta Hazel masuk.
"Lain kali, aku tidak akan mentoleransi keterlambatan, mengerti?" ancam seorang pria kepada Helena sesaat telah wanita itu memasuki kamar 707. Wanita itu tak gentar, ia merespon dengan tatapan tak kalah sinis, menjawab seadanya tanpa penyesalan sedikitpun.
Bukan dari kalangan pria biasa, sosok di hadapan Helena adalah suami sah yang bernama lengkap Kevin Andara. Kevin sendiri merupakan seorang Billionaire pewaris tunggal perusahaan rantai hotel bintang lima bernama Andara Paradise dengan puluhan cabang tersebar di seluruh dunia. Sayangnya, pria itu memiliki kebiasaan buruk yakni gemar berganti-ganti wanita meskipun sudah menikah.
..."Sayang, apa kita akan bertemu lagi?" celetuk sosok wanita cantik berambut blonde menyela momen saling tatap pasangan suami istri di hadapannya. Ia bahkan tak sungkan menarik lengan Kevin untuk dipeluknya....
..."Coach Maroon? tas putih? yang benar saja, selera Kevin kali ini sangat murahan." Helena memutar bola mata malas, mengejek dalam hati penampilan wanita yang dikencani suaminya kali ini....
Lain dengan perlakuan terhadap Helena, Kevin langsung merubah nada suara menjadi lembut ketika membalas pertanyaan teman kencannya. Pria itu bahkan tak segan bermesraan di depan Helena yang berstatus sebagai istri sah. Bohong jika Helena tak merasa cemburu dan sakit hati. Sebelum mengetahui perangai asli Kevin, wanita itu pernah jatuh hati pada pesona dan kebaikan sosok tampan sang Suami.
"Kau sudah menyiapkan semuanya?" tanya Kevin mengkonfirmasi. Helena kemudian membalas,
"tunggu, aku akan memastikan paparazi di lantai ini"
..."Clear."...
Helena kemudian menelepon seseorang dan menanyakan situasi di lantai tujuh. Setelah mendapat jawaban yang memuaskan, Helena segera menutup teleponnya dan mengganti baju pegawai hotel dengan Coach dan tas bermerek yang telah ia beli sebelumnya. Helena bahkan tak lupa memasang rambut palsu berwarna untuk menyempurnakan penyamarannya.
"Bagaimana penampilanku? apa aku sudah menyerupai wanitamu saat paparazi menangkap basah kalian?" tanya Helena setengah mengejek. Kevin mengamati sesaat penampilan Helena. pria itu merasa puas, sang istri berhasil berpenampilan seperti kekasih gelapnya sewaktu mereka tertangkap basah difoto oleh paparazi.
10 Menit Kemudian.
Suara nyaring shutter kamera paparazi menggema bersahut-sahutan lengkap dengan cahaya flash bertubi-tubi mengeluarkan ratusan kali kilatnya, mengiringi kemunculan pasangan Kevin dan Helena yang tengah bergandengan tangan keluar dari pintu hotel.
..."Kevin, bukankah tadi anda bersama wanita lain berambut blonde?"...
..."Apakah benar anda berselingkuh? "...
...Hampir semua paparazi melontarkan pertanyaan yang sama kepada Kevin. Sudah terbiasa dengan situasi seperti ini, pria itu menanggapi dengan tenang dan berkata, "kalian telah salah paham. Yang selalu bersamaku adalah istriku sendiri. Benarkan, Sayang?"...
...Kevin menoleh ke sebelah, mengharapkan kerjasama Helena....
..." Benar sekali, kalian telah salah paham. Aku bosan dengan warna rambut hitam, jadi aku melakukan perubahan. Aku sedang suka warna blonde."...
...Berbeda dengan di atas tadi, Helena dan Kevin benar-benar kompak bekerja sama bersandiwara sebagai pasangan serasi di hadapan paparazi...
..."Aku tidak mungkin berpaling kepada wanita lain karena.... Ada jeda, pandangan Kevin yang sebelumnya menghadap ke arah kamera paparazi kini beralih menatap lembut manik coklat milik Helena....
"Aku hanya mencintai istri ku seorang."
Mendengar pengakuan Kevin, tubuh Helena mendadak membeku di tempat, lidahnya keluh tak dapat berkata-kata. Sungguh, ia tidak tau harus merespon apa. Seharusnya Helena bahagia, sang suami mengaku kepada seluruh dunia, bahwa ia sangat mencintainya, hanya Helena satu-satunya wanita yang Kevin cintai. Namun, semua tak lebih dari sandiwara semata. Kau pembohong besar, Vin. Aku sungguh semakin membencimu.
...***...
Pekatnya malam tak menghalangi laju mobil berjenis sedan mewah hitam mengkilap. Kendaraan besi itu melesat mulus sempurna menembus jalanan aspal dengan warna pekat senada.
Hening. Tak ada suara yang keluar dari penghuni yang berada di dalam mobil. Helena dan Kevin duduk berjauhan di kursi penumpang belakang. Sementara itu, Arvan memegang posisi sebagai pengendali kemudi.
Setelah insiden paparazi di pelataran Hotel Diamond, mobil yang dikemudikan Arvan datang tepat waktu menjemput sepasang suami-istri yang tengah bersandiwara dihadapan media.
Meskipun mati-matian Helena menyembunyikan, raut kesal masih terlihat jelas dari wajah wanita dengan rambut tergerai kecoklatan. Tak pernah sedikitpun ia alihkan pandangan dari jendela yang berada tepat di sebelah kanannya.
Marah, kesal, bahkan jijik kembali harus ia rasakan malam itu. Sudah tak terhitung pula berapa kali dirinya berada dalam situasi seperti ini. Mem-back up perilaku tak terpuji sangat suami di hadapan media.
Bukan tanpa alasan, Kevin harus selalu ber-image baik di hadapan publik karena tuntutan keluarga besar. Singkatnya, Kevin sedang dalam masa percobaan berkelakuan baik sebelum sang ayah resmi mewariskan seluruh bisnis perhotelan kepada pria bertahi lalat diatas bibir kanannya.
Sayangnya, rumor Kevin merupakan seorang billionaire kasar dan juga playboy kelas berat terlalu dekat sehingga paparazi kerap mengincarnya karena berita apapun tentang pria parlente itu selalu berakhir viral.
..."Lain kali, jangan membawa-bawa nama cinta. Itu terdengar menjijikkan. Kau tidak ingin aku muntah saat kita bersandiwara, bukan?" tutur Helena sarkas memecah hening....
..."Hahaha."...
Tawa lepas Kevin pun menguar. Tawa yang terdengar sangat puas, seolah perkataan Helena hanya sebuah lelucon untuknya.
..."Tentu saja itu hanya sandiwara, Helena sayang,"...
tegas Kevin sembari mengusap singkat sudut mata yang mengeluarkan cairan bening imbas tertawa lepas.
..."Ah... jangan bilang kau terbawa perasaan lagi? kau sungguh ingin aku mengatakan cinta padamu?" Kevin melanjutkan semua cemoohan....
"Cih! cinta? darimu? jangan bercanda! "
Hazel berdecih muak.
..."Hanya ada kebencian untukmu, Vin"....
Kali ini Helena menatap tajam lawan bicara nya. Tak dapat dipungkiri, ucapan Helena membuat pria berpenampilan necis itu tersulut emosi. Dengan raut murka, Kevin mendekati wajah sang istri dan berkata,
..."Kalau begitu, tetap jalani peranmu dengan benar sampai aku mencapai tujuanku"....
Telunjuk pria itu bahkan melakukan gerakan angkuh mendorong bahu kanan Helena dua kali. Kevin lebih lanjut mengingatkan kesalahan Helena yang sejak awal terlalu tinggi bermimpi menikah dengan pria tampan dan kata raya seperti diri ya.
"Kau seharusnya menolak perjodohan dari nenekku, Hel. Kau pikir aku akan jatuh cinta kepada seorang perawat seperti mu? " Kevin kini merendahkan Helena
.
" Kalau begitu, ceraikan aku. Kau bisa mendapatkan wanita mana pun untuk dipermainkan ," tegas Helena dengan tatapan menukik tajam.
..." Ckck! Bermain dengan mu sudah terlalu menyenangkan, Hel. Kita sudah menjadi tim yang solid. Untuk apa aku mencari wanita bodoh lainnya."...
BAJING*N!!!
CITTTtttt....
Mobil yang dikendarai oleh Arvan tiba-tiba berhenti mendadak, membuat penumpang didalam nya pasrah jika terbentur. Namun anehnya, Helena tak merasakan sakit akibat benturan dimana seharusnya ia rasakan.
"Apa ini?" Helena menerka dalam hati ketika merasakan tubuhnya sedikit sesak, seolah didekap.
"KAU BISA MENYETIR,TIDAK!?" bentak Kevin kepada Arvan sembari posisi mendekap tubuh Helena. Benar saja, Kevin secara spontan melindungi kepala dan tubuh mungil sang istri yang nyaris bertubrukan dengan jok depan mobil.
" Maaf, tuan. Tadi ada kucing lompat mendadak," kilah Arvan yang sebenarnya mengada-ngada
^^^Maafkan aku, Hel. Dadaku panas mendengar bedebah ini tak berhenti mencemooh mu. Arvan membatin geram. Maksud hati ingin memberi pelajaran kepada Kevin, sang asisten lupa kalo Helena pun ada di dalam Mobil.^^^
..."Kau tidak apa-apa?...
..."Entah disadari atau tidak, Kevin bertanya penuh kekhawatiran kepada Helena. Berbeda dengan beberapa menit yang lalu, dimana perilaku sang suami sangat memuakkan....
..."Lepas!"...
Alih-alih menjawab, Helena mengibas kasar dekapan Kevin. Wanita itu tak ingin terbuai akan sikap perhatian dadakan suaminya. Helena menganggap segala perilaku Kevin hanyalah sandiwara semata.
..."Ekhem. Kau jangan salah paham, ya. Itu ku lakukan karna reflek sebagai bentuk kemanusiaan."...
Kevin berkilah seraya menjauh kan tubuh nya, menjaga jarak dengan Helena sampai mentok ke pintu mobil.
Helena memutar bola matanya malas. Ia tidak peduli dengan alasan Kevin. Kedua nya kini kompak memalingkan wajah ke arah jendela pada sisi masing-masing. Beberapa saat kemudian, mobil yang mereka tumpangi telah sampai ke pelataran mension kediaman Kevin dan Helena. Sempat berdebat lagi dengan sang suami, Helena yang sudah muak memilih turun dari mobil lebih dahulu, mengambil langkah seribu memasuki mansion.
𝙂𝙍𝙀𝘽!
"Helena, Sayang! Akhirnya kau pulang."
Sarah, mertua perempuan_ibu kandung Kevin mendadak sudah ada dalam mansion tanpa pemberitahuan sebelumnya. Wanita yang masih terlihat cantik meski berusia 50 tahun itu langsung memeluk erat menantu kesayangan nya.
..." Aku belum selesai bicara berengs*k"...
"APA KAU BILANG? BERANINYA MENGATAI ISTRIMU BERENGS*K! "
𝘽𝙪𝙜𝙝!
Sarah yang sedang memeluk Helena spontan beralih melayang kan bogem mentah ke bahu Putra nya dengan keras. Kevin yang datang belakangan tidak menyadari bahwa sang ibu sudah ada di sana. Pasalnya, tak hanya di depan publik, Kevin dan Helena harus melakukan sandiwara di depan keluarga besar.
..."Aaa! mana kenapa memukulku?Aku dan Helena hanya bermain-main."...
Gabriel merajuk, mengusak kasar pundak yang dipukul Sarah.
..."Tetap saja kau tak boleh berkata kasar kepada istri mu."...
Sejurus itu, Sarah mengeluarkan serentan ceramah. Kevin pasrah tak dapat menimpali ataupun mengelak. Sarah diibaratkan pawang nomor satu yang dapat dengan mudah menjinakkan seorang Kevin. Beruntung nya Helena, Sarah tidak ikut bersandiwara seperti sang putra. Sang mertua begitu tulus menyayangi Helena seperti menantunya. Melihat interaksi Sarah dan sang Putra di hadapannya, sedikit mencuil hati Helena. Pikirannya melayang jauh. Pasalnya, wanita itu sudah lama kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Sang ayah meninggal akibat gagal ginjal saat usia Helena remaja sedangkan ibunya kini terbaring, akibat ulah oknum tak bertanggung jawab.
"Aku minta maaf, Sayang. Kita hanya main-main saja, bukan?"
tutur Kevin lembut kepada Helena membuatnya sedikit terhenyak.Tanpa disadari, tangan suaminya sudah bertengger di bahu wanita bermanik hitam kecoklatan itu. Lagi-lagi, Gabriel memainkan peran sandiwara sebagai suami idaman.
"Aku melihat kalian di laman berita tadi. Apa benar kalian sedang melakukan bulan madu lagi di Hotel Diamond?"
tanya antusias Sarah dengan menata penuh binar. Kevin dan Helena sontak saling bertatap sejenak, mereka terlihat kebingungan, tak tahu bagaimana harus merespon Sarah. Nyatanya, kepentingan mereka di Hotel Diamond jauh dari kesan manis.
"Ah, maaf jika aku terlalu antusias." Sarah terkekeh kecil." Meskipun usia pernikahan kalian baru empat bulan aku berharap dan berdoa agar Helena segera diberi momongan," timpal sang mertua yang kini menatap Helena penuh kasih sayang serta harapanmu
Dulu, semua yang kau ucapkan adalah impianku, Ma. tapi sekarang, rasa benci terhadap anakmu telah mengalahkan cinta tulus yang pernah tumbuh. Maafkan menantumu ini karena harus meruntuhkan harapanmu.
𝘽𝙡𝙖𝙢
Helena segera menutup pintu sesaat setelah masuk ke dalam kamar. Bibir ranumnya bergetar disertai netra yang berkaca-kaca, emosi dalam dirinya sedang bergejolak tak terkendali. Mengingat sang ibu yang masih terbaring koma dan tentu saja perlakuan Kevin langsung makin semena-mena padanya hanya menambah kepedihan di hati saja. Tak sanggup beranjak, tubuh mungil yang terlalu lelah itu memilih bersandar dibalik pintu kamar. Cairan bening di pelupuk mata mulai meluncur deras tanpa seizin pemilik seiras dengan tubuh yang perlahan luluh lantah, jatuh ke lantai. Helena sebenarnya masih ingin bercengkrama lebih lama dengan Sarah, ibu mertua yang tulus menyayanginya, melepaskan rindu terhadap sang ibu kandung yang sedang tidak bisa bersama Helena imbas kondisi koma. Namun, fakta bahwa sosok Kevin turut dalam percakapannya dengan Sarah membuat wanita itu muak. Cukup, Helena tak sanggup lagi bersandiwara terlihat baik-baik saja malam di hadapan keduanya.
Nenek Rossie, aku yakin kau mendengar ku. Mengapa kau menjodohkan ku dengan cucumu yang hanya mempermainkan ku saja, Nek? salahkah aku yang hanya ingin dicintai olehnya?
Helena membatin pilu beberapa kali isakan menguar, mengiringi hati yang pedih teriris mengingat masa lalu di mana seorang nenek bernama Rossie Andara yang tak lain adalah nenek dari Kevin_wanita paruh baya yang telah menjodohkannya dengan sang cucu.
6 Bulan lalu
Helena merupakan gadis berusia 25 tahun yang berprofesi sebagai perawat di Rumah Sakit Central pusat kota. Saat itu, ia kebetulan sedang bertugas merawat pasien wanita lansia berumur 65 tahun bernama Rossie Andara yang dirawat di Bangsal VVIP_Bangsal khusus kaum Crazy Rich dengan biaya perawatan yang terbilang sangat fantastis. Nenek Rossie, begitu panggilannya. Wanita paruh baya itu divonis mengidap penyakit komplikasi yakni darah tinggi, gagal ginjal dan jantung koroner. Suatu hari, hampir 1 minggu anggota keluarganya tak bisa datang menjenguk. Hanya satu asisten yang diutus untuk melayani segala kebutuhan sang nenek.
"Di luar sedang cerah tapi kenapa wajahmu mengabu, wahai sang ratu?"
celetuk Helena berusaha menghibur Rossie yang sedang mengawang, menatap jendela di atas kursi rodanya. Gadis berseragam putih ala perawat itu kebetulan mendapat jadwal untuk memeriksa di kamar Anyelir_ruang rawat VVIP yang dihuni Rossie saat itu.
"Ratu apanya? kalau aku adalah ratu, mereka akan memperlakukanku dengan baik dan tak lupa mengunjungi ku."
Rossie mengeluhkan anak dan cucu nya yang terhitung satu minggu sudah tak kunjung menjenguk. Meskipun dirawat di ruang VVIP dengan segala fasilitasnya, tetap saja Rossie merasa kesepian. Sejurus itu, Helena mencoba menjadi pendengar yang baik sembari menjalankan tugasnya, memeriksa tensi darah sang nenek yang masih mengoceh. Sikap Helena yang sabar dan setia mendengarkan setiap sang nenek bercerita berhasil mengambil atensi dan hatinya.
Rossie yang haus akan perhatian merasa senang apabila tiba jadwal Helena memeriksa dirinya. Bahkan sang nenek hafal Kapan jam Helena datang untuk memeriksa. Namun, dua minggu berlalu, Helena mendadak tidak datang sesuai jadwal pemeriksaan ke kamar rawat Rossie. Terhitung tiga hari berturut-turut, tak ada kabar dari sang perawat yang biasanya menyapa dengan senyuman serta gurauan ketika memasuki ruang rawat Anyelir
𝙋𝙍𝘼𝙉𝙆!
"Ibu, apa yang kau lakukan? Kenapa kau menumpahkan semua makanan ini?" Sarah Putri kandung Rossie yang saat itu sedang berkunjung terkejut ketika ibunya tiba-tiba mengibas kasar satu set makanan di hadapannya, menyebabkan makanan berserakan di lantai. Air muka sang Ibu pun terlihat masam.
"Aku mau Helena yang merawat ku. Kenapa sudah tiga hari dia tidak memeriksa ku?"
respon Rossie ketus.
"Helena? siapa maksud ibu?"
Merasa kebingungan dengan pernyataan ibunya, Sarah berusaha menenangkan Rossie. Sang Putri bertanya lebih lanjut perihal siapa sosok Helena yang dimaksud. Tak lama kemudian, Rossie langsung menjelaskan sosok Helena yang merupakan perawat kesayangannya. Setelah mendengar penjelasan sang Ibu, tanpa membuang waktu, Sarah segera mencari informasi mengenai perawat bernama Helena dengan segala koneksi yang ia miliki di rumah sakit.
Sayang, Sarah harus kecewa. Pasalnya, Ia mendapat informasi bahwa Helena sedang mengalami musibah. Mega Wijaya, ibu kandung Helena sedang terbaring koma selama tiga hari imbas ditabrak lari oknum tak bertanggung jawab.
"Helena."
Tubuh Helena membeku, netranya membola sempurna, kantong plastik yang ia genggam bahkan terjatuh ketika melihat sosok yang memanggilnya di lorong rumah sakit_di mana ia hendak menuju ruang ICU tempat ibunya dirawat.
"Ne-nek Rossie?"
Helena merespon terbata-bata melihat sosok Rossie mengenakan pakaian khusus pasien sudah ada di sana ditemani oleh Sarah.
"Kemari lah, Sayang."
Sarah membantu ibunya yang duduk di atas kursi roda untuk bangkit. Netra wanita paruh baya itu berkaca-kaca seolah turut merasakan kesedihan yang sedang mendera Helena. Ia lalu bergestur merentangkan kedua tangan, ingin memeluk sang dara. Seakan tersihir oleh gestur Rossie, Helena melangkahkan kedua tungkai cepat, menyambut pelukan sang nenek.
"Hiks!"
Cairan bening tumpah ruah seketika sesaat setelah Helena masuk ke dalam dekapan hangat Rossie. Kesedihan yang mati-matian ditahan, kini luruh tak terbendung dalam pelukan. Sang perawat menangis jadi-jadinya sementara Rossie hanya diam sembari membelai surai panjang bergelombang milik Helena. Tak tahan dengan situasi penuh emosi di hadapan nya, air mata Sarah turut mengalir, merasakan kepiluan yang mendalam seorang Helena. Satu minggu setelahnya, Helena harus kembali menelan pil pahit. Pasalnya, kondisi sang ibu yang sedang koma belum juga menemukan titik terang. Kini, masalah baru sudah menunggunya. Helena harus berhadapan dengan biaya perawatan yang mulai membengkak untuk sekedar menopang kehidupan Lisa dengan alat-alat medis. Kesulitan Helena ternyata sampai ke telinga Rossie. Dengan segala kekuatan serta koneksi yang dimiliki, Rossie diam-diam membayar dan menjamin seluruh biaya Ibu Helena sampai ia tersadar dan pulih nanti.
Beberapa hari setelahnya Helena sebagai wali satu-satunya sang Ibu sangat terkejut setelah mengetahui bahwa Rossie lah yang membayar seluruh tagihan Rumah Sakit. Dengan penuh urgensi, detik itu juga Ia berlari menuju ruang rawat Anyelir hendak meminta penjelasan wanita paruh baya itu.
"Nenek apa yang kau... "
Sepertinya, Helena datang di waktu yang kurang tepat. Ucapannya terjeda kala ia membuka pintu, ruangan Anyelir tengah dipenuhi oleh sekumpulan orang sedang mengelilingi sang nenek yang terbaring lemah di atas brankar.
"Ha-zel ke-marilah," pinta suara terbata-bata milik Rossie dengan maksud agar Helena mendekati brankar miliknya. Walau sedikit ragu, gadis itu pun manut. Ketika Helena perlahan berjalan mendekat, netra gadis itu menangkap sosok pria tinggi, berjanggut tipis yang cukup menarik perhatiannya. Berbeda sendiri pria itu memakai jas berwarna maroon, sementara anggota keluarga lain kompak memakai outfit serba hitam. Tak lama, sang pria turut menoleh ke arah Helena dan mata mereka saling bertemu. Cukup lama saling bertatap intens terjadi, seakan terselip makna lain di dalamnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!