NovelToon NovelToon

Crossroads in Your Heart

Converge

Desiran dewi malam membelai pelan si surai hitam legam yang lurus. Sebuah daun yang berasal dari ranting rindang jatuh tepat di atasnya. Luruh dengan sendirinya sampai sebuah tangan menangkapnya. Bau petrichor mulai tercium, pasti sang awan akan kembali menangis malam ini. Bulan dan bintang, kedua benda itu juga tak terlihat sama sekali. Bersembunyi di balik awan dan membiarkan makhluk bumi mendesis pelan saat titik-titik air mulai jatuh secara perlahan. Semua orang mulai berhambur seperti gerombolan semut yang takut akan air. Memilih untuk melarikan diri dan mencari tempat berteduh, sekalipun mereka harus berhimpitan.

Meski hanya air, terkadang dampak dari luruhnya tetesan bening itu memang mengerikan. Seorang anak kecil merangsek masuk ke gerombolan orang di sudut halte bus dengan beringas. Sepertinya dia kedinginan mengingat dia hanya mengenakan pakaian yang tipis tanpa mantel tebal.

"Kakak, boleh aku memelukmu?"

Yang disapa hanya diam seribu bahasa. Enggan mengiyakan mungkin, namun rupanya si anak kecil merasa tidak puas akan respon yang dia dapat. Dengan keberanian penuh si anak kecil menarik ujung pakaian seseorang yang di panggilnya kakak tadi. Dan perbuatannya berhasil menarik perhatian seseorang yang sedari tadi menatap kosong ke arah jalanan. Namun penyesalan selalu datang terlambat, si anak terlihat ketakutan saat kepalanya mendongak ke atas. Tatapan mata yang tajam langsung menyapa atensinya. Si kecil yang sudah terlanjur menyapa hanya bisa meremat pakaiannya sendiri dengan susah payah, merasa terintimidasi.

"Dimana orang tuamu?" Dingin, singkat, dan jelas.

Tidak ada keramahan sedikitpun dari ucapannya. Terkesan begitu arogan dan kasar. Si kecil mulai sedikit terisak saat menyadari dirinya tak akan lagi dalam keadaan aman.

"Ramahlah sedikit pada anak kecil, tuan. Kau itu manusia bukan sih?"

Seorang gadis dengan perawakan mungil datang. Dirinya sudah seperti pahlawan kesiangan. Menatap sinis ke arah pemuda yang tengah menatap tajam ke arah anak kecil tadi. Si gadis membungkuk, mencoba untuk mensejajarkan diri pada anak kecil yang sudah membentuk anak sungai di kedua pipinya. Bertanya dengan kelembutan luar biasa seakan-akan dia itu adalah ibunya. Pemuda tadi hanya berdecih tak suka, kelihatan sekali dari raut wajahnya yang sudah ditekuk sempurna.

Mengabaikan dua insan yang berhasil mengusik ketenangannya, si pemuda langsung berpindah tempat dan mencari tempat yang lebih aman dari gangguan apapun. Sungguh, dirinya jengkel luar biasa saat seluruh perhatian mata tertuju kepadanya. Seakan dirinya baru saja menculik seorang anak kecil.

Cih, dasar manusia.

Mereka pasti sudah menduga-duga dan saling melempar opini atas apa yang dilihatnya. Menghakimi seolah dirinya adalah terdakwa yang harus dihukum mati.

Orang-orang berotak udang ini benar-benar menyebalkan. Dan lagi, apa-apaan tadi gadis kerdil bertingkah menjadi tameng dan mencoba cari perhatian. Menjijikkan sekali. Dasar pendek.

Si pemuda semakin mencebik kesal saat hujan semakin lama malah semakin deras dan mengotori sepatunya. Dia terlihat menghentakkan sepatu lalu mencoba menyingkirkan tetesan air hujan dari sepatu miliknya. Gerutuan kecil ternyata berhasil membuat sepasang mata yang sedari tadi tengah sibuk menenangkan adik kecil di depannya melirik. Mengerutkan keningnya tidak mengerti, lalu mengangkat kepalanya dan memandang langit.

Awan terlihat memutih, ini pertanda tidak bagus. Biasanya jika hujan turun dengan deras disertai awan berwarna putih kelabu maka hujan akan semakin mengguyur dengan waktu yang cukup lama. Tapi kenapa pemuda itu terlihat marah-marah dan menghentakkan sepatunya dengan kesal?

Bukankah dirinya juga sudah berhasil berteduh tanpa basah sedikitpun? Sendirinya juga sudah berhasil membuat anak orang menangis.

Tersinggung?

Si gadis hanya mengerdikkan bahu tak acuh lalu kembali terlihat perbincangan kecil dengan anak di depannya.

Lima belas menit berlalu tak ada perubahan yang berarti, hujan masih tetap mengguyur. Hanya saja beberapa orang lebih memilih menerjang lebatnya hujan karena kedatangan bus yang terlambat.

Menyisakan gadis tadi dan pemuda yang sibuk dengan sepatunya. Sedangkan si anak kecil sudah pergi bersama orang tuanya.

Jung Yerin, gadis dengan surai hitam legam itu mengusap lengannya pelan karena suhu udara yang mulai dingin. Ingin sih dirinya menerjang saja, tapi dia lebih sayang pada kesehatan badannya. Mungkin dia bisa saja pulang lebih cepat namun jika langsung sakit di keesokan harinya. Niat untuk menerjang hujan harus dia pikirkan berkali-kali.

"Cepat jemput, bodoh!”

Yerin langsung menoleh ke sumber suara dan di detik itu juga atensinya bertabrakan langsung dengan manik milik si pemuda. Pemuda itu terlihat menelepon seseorang. Yerin langsung membuang muka dan mengalihkan pandangannya pada langit yang masih setia menurunkan hujan. Detak jantungnya berdetak tak karuan, hingga rona merah sepertinya mulai menjalar ke area wajahnya.

Sial.

Yerin memang tidak bisa jika dirinya harus bertatap mata secara langsung seperti tadi. Tidak hanya pada seorang pria, wanita juga sama saja. Dirinya memang tidak suka dengan hal yang demikian. Banyak dari teman Yerin yang mengeluh karena gadis itu hampir tak pernah menatap satu per satu wajah teman-temannya ketika mereka terlibat pembicaraan. Alhasil, dirinya sering salah mengenali temannya sendiri.

Lima menit kemudian bus datang dengan membawa penumpang yang terlihat berdesakkan di dalam sana. Yerin menghela napas lelah, dirinya harus kembali berdiri selama perjalanan pulang, setidaknya dia harus bersyukur karena masih bisa mendapatkan bus di situasi seperti ini. Sekali lagi, melirik si pemuda tadi yang terlihat masih bergelut dengan benda persegi panjang bernama ponsel.

Yerin memutuskan untuk segera naik ke dalam bus saat melihat langit yang kembali berhiaskan awan hitam. Bersiap mengguyur dan menumpahkan muatannya. Yerin harus berdiri untuk beberapa saat, pandangan matanya dia jatuhkan pada deretan pohon di pinggir jalan yang bergoyang pelan tertiup angin. Lalu memori di otaknya kembali mengingat kejadian yang baru saja dia alami di halte tadi. Tanpa sadar Yerin mengulas senyum tipis dan lagi jantungnya kembali berdegup aneh.

"Jantungku sepertinya memang sedang tidak sehat."

Yerin menepuk-nepuk tubuh bagian depannya itu dengan gerakan teratur. Karena setiap kali jantungnya berdegup dengan kencang maka wajahnya akan terasa panas.

Butuh waktu lima belas menit untuk sampai rumah. Yerin berjalan pelan saat memasuki pekarangan rumahnya. Rumah gaya tradisional dengan pelataran yang luas serta berbagai tanaman hias berkumpul dan membentuk sebuah taman kecil di sebelah kiri pelataran.

Terlihat begitu cantik jika dipandang pada pagi hari. Disana, di balai bambu yang lumayan besar seorang wanita yang usianya menginjak hampir 85 tahun terlihat tengah menunggu seseorang. Siapa lagi jika bukan Yerin, karena memang dirinya hanya tinggal bersama nenek, sedangkan orang tua Yerin tinggal di luar kota untuk bekerja.

"Ayo cepat masuk. Angin malam tidak baik untuk kesehatan." titah sang nenek.

Yerin berhenti melangkah dan membiarkan neneknya pergi masuk ke dalam rumah terlebih dahulu. Memandang punggung renta yang masih setia menunggunya pulang meski hingga larut malam. Neneknya memang yang terbaik.

...°°°

...

Still On

"Kau pulang jam berapa kemarin?"

"Delapan malam."

"Terjebak hujan pasti?"

Yerin mengangguk lemas, semalam dirinya tidur pukul dua dini hari dan sekarang dirinya mengantuk bukan main. Padahal jam dinding baru saja menunjukkan pukul 9 pagi.

"Aku mengantuk."

"Hey jangan tidur, setelah ini kita akan ada rapat penting."

Persetan dengan rapat.

Oh astaga!!

Dirinya kemarin itu disuruh lembur, padahal kemarin adalah hari liburnya. Ditambah hari ini dia harus kembali rapat membahas hal yang tentunya akan membuatnya semakin gila. Yerin mengerang frustasi, ingin sekali dirinya berguling manja di tempat tidurnya. Atau setidaknya liburan satu minggu penuh.

"Beri aku waktu sepuluh menit."

Sejeong, teman satu divisi Yerin menatap iba ke arahnya. Kasihan memang, tapi mau bagaimana lagi namanya juga bekerja. Pasti lelah.

"Kerja paksa ini namanya."

Seakan mengetahui apa yang tengah dipikirkan Sejeong, Yerin berkata dengan nada kesal. Selanjutnya diikuti oleh suara rintihan minta dikasihani. Sejeong menggelengkan kepalanya pelan, mengenaskan sekali memang.

"Baiklah, tidurlah sejenak nanti jika waktunya rapat tiba aku akan membangunkanmu."

Yerin diam sebagai jawabannya, mungkin karena saking lelahnya tubuh. Membuatnya kesulitan untuk tidur dengan nyenyak. Padahal Yerin sudah mengikuti ritual yang diajarkan neneknya jika mulai kesulitan tidur. Tapi tetap saja hasilnya dia tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Waktu sepuluh menit itu sudah seperti kecepatan cahaya bagi Yerin. Dengan langkah terseok mengenaskan dirinya harus masuk ke dalam ruang berukuran yang seperti halaman rumahnya itu dengan senyum yang dipaksakan. Jika tidak ingin kena semprot atasan karena menampilkan wajah horor layaknya valak.

Yerin meringis saat leadernya mengawasi dari jarak jauh. Menatap ganas lengkap dengan seringaian iblis terbentuk dari bibirnya.

Rapat dimulai dengan Yerin yang berusaha untuk tetap terjaga meski rasa kantuk menyerangnya dengan beringas. Sesekali dirinya mencubit pipi atau mengedipkan mata berkali-kali. Namun untuk menit berikutnya, manik kembar Yerin seketika melebar saat dengan begitu semangatnya sang leader mengumandangkan titah tak terbantahkan.

"Yerin, Daniel dan Mingyu akan bergabung dengan divisi Publikasi."

Mati saja sana.

Yerin mengumpat keras meski dalam hati. Dirinya ingin sekali menangis, setelah kemarin dirinya menggarap 3 novel sekaligus untuk di sunting, kali ini malah harus terseret ke divisi Publikasi. Bedebah memang leadernya itu. Mentang-mentang Yerin itu memiliki sesuatu yang istimewa dibandingkan dengan yang lain, dengan seenak jidat malah melemparnya kesana kemari.

Melihat Yerin yang bersiap untuk protes leader bernama lengkap Kim Seokjin itu langsung mengalihkan pembicaraan. Tentu saja hal itu membuat Yerin menghentak-hentakkan kakinya kesal. Rasanya Yerin ingin sekali menenggelamkan pemuda yang belum genap berumur 28 tahun itu ke palung Mariana. Biarkan saja dilahap monster laut, itupun kalau monster laut berminat untuk memakan Kim Bedebah Seokjin. Selesai rapat Yerin langsung meluncur pergi. Mengabaikan teriakan Sejeong yang membahana di lorong kantor. Rasa kantuk yang tadi menyerangnya tiba-tiba saja lenyap. Efeknya melebihi meminum kopi hitam yang pahit.

"Duh, adik kecil kenapa terlihat begitu menggemaskan?"

"Astaga!!" Yerin terkejut bukan main.

Bagaimana dirinya tidak terkejut jika sesosok makhluk tiba-tiba saja menyender pada dinding bercat biru muda. Mau cosplay menjadi siluman cicak dengan raut wajah konyol menjengkelkan, sepertinya.

"Aduh, jangan teriak begitu dong. Telingaku sakit ini."

"Setan. Kenapa kau tiba tiba muncul seperti itu!"

"Ck, kau ini wanita tapi mulutmu sudah seperti preman pasar?"

"Aku lapar, minggir aku mau ke kantin."

Dengan tenaga penuh Yerin menyingkirkan sosok di depannya.

"Ayo makan bersama."

"Kencanmu aku tolak."

Memiliki teman se-ajaib Yerin itu memang harus ekstra bersabar. Bagi yang baru saja mengenalnya, Yerin itu lucu layaknya anak kucing menggemaskan. Tapi jika kau sudah mengenalnya secara dekat. Maka dia akan berubah menjadi gadis bar-bar mengerikan. Mingyu saja yang dulu baru mengenal Yerin merasa kasihan melihat gadis itu selalu saja mendapat bully-an dari teman-temannya.

Namun saat sudah mengenalnya lebih dekat, hasrat untuk menggoda menjadi sebuah hobi baru. Yerin itu jika sudah marah menurutnya sangat lucu. Pipi chubby, mata membola sempurna dan kalimat tak jelas terucap dari bibirnya. Yerin sukses menjadi rapper yang gagal debut.

"Yerin!"

Sejeong mengejar dari belakang, lalu berganti berjalan menjadi se-anggun mungkin saat mendekati seseorang yang tak lain adalah kekasih sendiri.

"Bear, masalah dengan Seokjin lagi?"

Sejeong merengut kesal, kekasihnya kapan sih bisa bersikap romantis meski hanya sebentar. Apa tadi? Bear? Beruang!! Hei, dia tidak segemuk itu untuk disebut beruang.

"Aku bukan winter bear!" sungut Sejeong, merasa amat tidak terima dengan apa yang baru saja dia dengar.

Pemuda bernama Sehun itu hanya tersenyum sambil mengacak rambut Sejeong dengan sayang. Melihat Yerin kembali berjalan dengan aura yang tak bersahabat membuat Sejeong menahan lengan Sehun. Menggelengkan kepalanya pelan, berusaha melakukan telepati dengan sang kekasih melalui gerakan matanya. Sehun mengangguk mengerti lalu menggandeng tangan Sejeong, membawanya ke kantin karena cacing cacing tak tau diri mulai berdemo tak karuan di dalam perut sana.

"Jangan bicarakan apapun tentang Seokjin jika sudah berada di kantin nanti." ujar Sejeong memberi saran.

"Kenapa?"

"Jika kau masih sayang kening dan juga telingamu."

Mendengar hal itu, seketika Sehun menyentuh kening dan telinganya secara bergantian. Otaknya secara otomatis langsung kembali mengorek informasi satu tahun silam. Saat Sehun mengira jika Yerin gadis lemah lembut tak berdaya.

Perlu diingat jika dulu saat Sehun mencoba menggoda Yerin namun dalam tahap yang sudah cukup keterlaluan. Sehun sempat mengalami dan menjadi korban kekerasan Yerin. Gadis itu dengan kekutan luar biasa melempari Sehun dengan high heelsnya dan tepat mengenai pelipis sebelah kanan. Dan saat Sehun lengah tanpa ampun gadis itu juga menarik telinga Sehun dan berkata untuk tidak mengulangi perbuatan tak terpujinya lagi.

Yerin memang dikenal sebagai perempuan yang unik. Dia bisa menjadi gadis cantik dan anggun, namun juga bisa menjadi gadis mengerikan jika kenyamanannya diusik. Yerin bukanlah gadis yang mudah untuk mentolerir atas skinship yang dilakukan oleh orang lain apalagi jika itu adalah lawan jenis.

Yerin membenci itu, namun jika perkataannya saja sudah tidak bisa membuahkan hasil. Maka solusi terakhirnya adalah membela diri dan melumpuhkan lawan.

Sejak kejadian itu, Sehun benar-benar berhenti untuk menggoda Yerin secara berlebihan. Karena menurut Sehun, Yerin benar-benar mengerikan jika sudah mengeluarkan jurus bela dirinya.

"Aku benar-benar masih tidak menyangka jika gadis itu ternyata pemilik sabuk hitam Taekwondo."

"Ya, setidaknya aku memiliki teman yang tidak selemah tampilannya."

Entah mengapa, jika melihat Yerin dari sisi lain Sehun merasa ada yang sedikit aneh pada diri gadis itu. Gadis itu seperti tumbuh dan terpaksa menjadi kuat.

"Yerin benar-benar mampu berkamuflase dengan sangat baik. Semoga saja gadis itu selalu mendapatkan banyak kebahagiaan."

...°°°...

Memories

Suasana hati Yerin lumayan baik saat tadi Sejeong menghampirinya dan mengatakan rapat selanjutnya akan terjadi 3 hari lagi. Itu artinya Yerin memiliki waktu sedikit waktu untuk bersantai. Wajah yang tadi ditekuk sempurna perlahan kembali ke bentuk semula dengan ulasan senyum manis. Saat ini dirinya berada di halte bus, menunggu bus yang akan datang sepuluh menit lagi. Gadis itu kemudian memandang langit yang kembali dihiasi awan hitam yang berarak perlahan.

"Hujan lagi? Bahkan sisa tadi malam masih menggenang," ucap Yerin bermonolog.

Hanya menunggu beberapa menit hingga titik-titik kecil mulai berdatangan dan membentuk hujan. Yerin menggembungkan pipinya merasa kesal. Jika hujan seperti ini bus pasti akan terlambat datang. Karena tidak hanya hujan saja yang akan datang, biasanya selalu diiringi angin yang cukup kencang. Akhir-akhir ini cuaca memang sedang dalam masa berkabung.

Sering sekali memuntahkan isinya dan memporak-porandakan apa yang mereka lewati. Seperti berita yang tadi malam disiarkan melalui televisi, di beberapa daerah yang tak jauh dari tempatnya tinggal, mengalami angin ribut hingga memakan korban jiwa. Karena berita itu, nenek jadi sangat khawatir dan sering memperingatkan Yerin agar lebih berhati-hati. Ah, hujan seperti ini juga mengingatkannya pada satu hal. Memori Yerin yang terlampau pintar mengorek kembali pertemuannya dengan seorang pemuda menyebalkan. Yerin berharap dirinya tidak akan bertemu dengan spesies sejenis dia lagi. Dia hanya tidak ingin darahnya mendesir percuma.

Hingga di keesokan harinya, dirinya harus ditampar oleh kenyataan. Setelah kemarin suasana hatinya sedikit membaik, hari ini kesabarannya kembali diuji.

"Sial, jadwal diajukan. Yerin kita ke ruang rapat sekarang!" Mingyu mengumpat pelan.

Aaarrgghhh...

Rasa-rasanya Yerin ingin membanting Seokjin saat ini juga.

Leader sialan!

Tidak bisakah sehari saja Seokjin melihat Yerin bahagia tanpa harus memakinya. Jika boleh jujur, Yerin lelah luar biasa memang. Begitu banyak tugas yang dilimpahkan padanya. Dengan kata lain tanggung jawabnya semakin besar. Tugas menumpuk, belum lagi laporan yang harus dia setorkan. Jika diibaratkan, otak Yerin mungkin sudah mengepul dengan asap berwarna hitam pekat.

Yerin itu sebenarnya berada di divisi Editorial. Karena kemampuannya yang istimewa dari yang lain, maka dia sering ditunjuk untuk bergabung dan membantu divisi lain. Manajer sendiri yang memilih Yerin untuk menyandang tugas ini. Jika bukan karena gaji yang menggiurkan Yerin sudah lama memilih untuk berhenti. Lelah bukan main berada di posisinya.

Pintu rapat terbuka diiringi dengan perubahan pada ekspresi wajah Yerin. Tak segarang tadi, dengan seulas senyum menyapa orang-orang yang ternyata sudah di dalam menunggu mereka. Langsung mengambil tempat duduk, berusaha mempersingkat waktu berharga mereka.

"Perkenalkan aku leader dari divisi Publikasi, namaku Shin Changmin. Lalu mereka bertiga yang akan bekerja sama dengan kalian. Jimin...,"

Seseorang berpawakan sedang dengan kacamata bertengger manis berdiri lalu membungkuk pelan.

"....Hoseok...,"

Kali ini, lebih kurus dari pemuda yang bernama Jimin. Hoseok terlihat sangat manis saat tersenyum, menyapa ramah dan Yerin yakin dirinya akan sedikit betah dengan rekan kerja yang satu ini.

"....dan yang terakhir, Taehyung."

Yerin memandang pemuda di depannya dengan pandangan heran. Ini aneh, dirinya seperti pernah bertemu dengannya. Tapi dimana?

Tentang bagaimana Taehyung, pemuda itu nyaris sempurna di mata Yerin. Tinggi dengan kulit putih bersih, pahatan sempurna di wajah hingga tatapan teduh namun juga tajam di waktu yang bersamaan.

Dingin.

Itu kesan pertama Yerin. Dia hanya berdiri, membungkukkan badan lalu kembali duduk, tidak ada sekedar senyum formalitas pada pemuda itu.

Kali ini giliran tim Yerin yang memperkenalkan diri. Yerin yang memimpin, dia berdiri dan mulai memperkenalkan dirinya.

"Halo, namaku Yerin dari divisi Editorial. Disampingku ini Daniel dan disebelahnya lagi ada Mingyu. Mohon kerjasamanya." ucap Yerin mengakhiri perkenalan diri dan dua rekan kerjanya.

"Aku mendengar banyak tentangmu, Jung Yerin. Mohon bantuannya juga." ucap Changmin menudukkan sedikit kepalanya dan diikuti oleh ketiga pemuda yang bersamanya.

Setelah perkenalan diri dari masing-masing tim selesai. Selanjutnya mereka semua memutuskan untuk langsung membahas tentang apa saja yang akan mereka lakukan nantinya. Hingga dua jam ke depan, rapat selesai dengan sukses. Changmin hanya berperan sebagai pendengar, dirinya lebih suka melihat interaksi bawahannya. Apalagi saat melihat Yerin yang ternyata cukup mahir dalam meng-organisir anggotanya sendiri. Dia seperti sudah tau akan ditempatkan dimana saja anggotanya dan bagaimana dia harus menempatkan diri. Daniel bersiul pelan saat dirinya dan juga Yerin baru saja keluar dari ruang rapat.

"Kenapa?"

"Kau kenal pria bernama Taehyung itu, kan?"

"Eh?"

"Jangan kira aku tak tahu yah."

Terlihat sangat jelas yah?

Daniel mencoba menggoda, tapi memang benar sih. Sadar atau tidak, Yerin itu sedari tadi mengawasi gerak-gerik Taehyung meski secara diam-diam. Yerin sendiri juga tidak tahu kenapa, itu seperti gerakan refleks saat debu masuk ke dalam matamu. Ada sesuatu yang membuat Yerin merasa begitu tertarik dengan pemuda bernama Taehyung.

"Aku seperti mengenalnya. Tapi tidak tahu dimana?"

"Mencoba mempermalukan diri lagi, heum?"

Sedangkan Yerin langsung mencebik kesal, kenapa ingatan Daniel begitu baik sih jika disuruh untuk mengingat aib dari teman-temannya. Yerin jadi ingat, dulu saat dirinya baru saja menjadi karyawan di perusahaan itu. Yerin kesulitan untuk mengenali rekan kerjanya.

Pada saat itu Yerin yang terlambat mengumpulkan berkas hasil kerja. Harus kecewa saat hanya dirinya seorang yang belum mengumpulkan.

Yerin yang memang mudah panik bertanya pada rekan kerjanya, kemana dia harus mengumpulkan. Sejeong yang saat itu berbaik hati, memberinya petunjuk untuk pergi ke ruang manajer yang terletak di lantai 5. Dengan amat terpaksa Yerin akhirnya pergi kesana sendirian setelah sebelumnya terlibat perdebatan kecil dengan Sejeong. Karena tak memandang jalan, Yerin menubruk seseorang dan membuat tumpukan kertas berhamburan kemana mana.

(Yerin saat masih menjadi karyawan baru)

"Kau ini, jalan pakai mata dong!"

"Maaf ya tuan, saya jalan menggunakan kaki bukan mata. Kau sendiri juga salah. Sudah tahu membawa tumpukan kertas dengan jumlah yang banyak kenapa kau membawanya sendiri."

"Cerewet. Cepat bantu aku!"

"Kenapa jadi aku?" protesnya tidak terima.

"Jangan membantah!!"

Yerin menyerah saat pria di depannya menatapnya garang. Yerin membantu tapi bibirnya sedari tadi terus saja mengerucut. Dia hanya memikirkan bagaimana nasib berkasnya nanti jika harus membantu pria di depannya ini.

"Bawa ke ruanganku."

"Hah?"

"Aku tahu pendengaranmu sedang tidak bermasalah, jadi berhenti menatapku dengan pandangan seperti itu."

"Tap..."

"Ruanganku ada di lantai 5."

Sial

Sial

Sial

Yerin mengumpat dalam hati, dongkol bukan main dia. Gadis itu masuk ke dalam lift lalu menekan tombol yang akan membawanya ke lantai lima. Berdua dengan seseorang yang sangat asing bagi Yerin itu sudah seperti terjun ke dalam jurang. Tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Hingga dirinya terhenti di sebuah ruangan lengkap dengan tulisan 'Ruang Manajer'.

Yerin menelan salivanya susah payah sambil menatap dengan pandangan pasrah. Sepertinya dirinya akan terkena masalah besar setelah ini.

‘Ruang manager ada di lantai lima, jalan lurus saja nanti ruangannya terletak paling ujung.’

Suara Sejeong menggema di gendang telinganya.

"Kenapa diam, ayo masuk."

"I...ini?"

"Ini ruanganku."

Mampus!!

Sumpah yah. Yerin sangat malu, rona merah sudah berhasil dengan sempurna menjalar ke seluruh wajahnya. Berkali-kali Yerin merutuki kebodohannya yang sangat payah dalam mengenali wajah seseorang. Parahnya lagi, yang baru saja berdebat dengan Yerin adalah Manajernya sendiri.

"Kau kenapa?”

Rasa-rasanya Yerin ingin menangis saat ini juga.

"Jadi benar kata teman kerjamu. Kau payah dalam mengingat wajah orang." goda pria itu yang ternyata Manajernya sendiri.

Itu pengalaman terburuknya, Yerin bahkan sampai seminggu harus menahan malu saat rekan kerjanya menggodanya habis-habisan. Untung saja Manajer mereka tidak seburuk yang Yerin bayangkan. Mungkin saja Yerin tertolong dengan kemampuannya itu, makanya Manajernya berbaik hati untuk memaafkan sifat tak sopannya itu.

Yerin menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Lalu menatap Daniel yang terlihat sibuk menghubungi seseorang. Hari ini dirinya akan pulang terlambat, dari kejauhan Sejeong sudah melambaikan tangannya. Yerin menepuk pelan pundak Daniel dan mengisyaratkan jika dirinya akan segera pergi dengan Sejeong. Daniel langsung mengangguk menyetujui.

Yerin mendekat, lalu menyamakan langkahnya dengan Sejeong. Hari ini dirinya menemani Sejeong pergi ke kafe, Sejeong ingin bertemu dengan seseorang. Saat ditanya siapa, gadis itu hanya bilang jika Yerin sudah mengenalnya. Enggan bertanya lebih jauh lagi Yerin memilih untuk diam. Lebih tepatnya Yerin terlalu malas untuk bertanya.

...°°°...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!