NovelToon NovelToon

Dendam Salah Sasaran

Kerja Kelompok

Sagi membersihkan meja, setelah baru saja selesai memotong ayam. Kini dia mengantar, ke banyak tempat. Sesuai pesanan Weni, untuk membawanya ke toko kelontong.

"Sagi, bilang ke Ibu kamu, hari Jum'at bawa pesanan Ibu lagi. Seperti biasanya, hanya berjumlah 10 kilogram." ujar Sanah.

"Ya Bu, akan aku sampaikan nanti ya." jawab Sagi.

Sagi menerima uang pembayaran, yang diberikan oleh Sanah. Dia langsung pergi, setelah semuanya beres.

Raniwe dan Anchil makan mie ayam dicampur seblak. Keduanya baru saja belanja di mall, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Eh, nanti setelah ini Mama mau pergi ke perusahaan." ujarnya.

"Ya Ma, aku juga mau ke rumah Keke." jawab Anchil.

"Kamu ada apa ke sana? Mau lihat tetangga laki-laki nya ya?" canda Raniwe.

"Heheh… tidak Ma, aku mau mengerjakan tugas kelompok." jawab Anchil.

Keke sudah menunggu, dengan menyiapkan sirup. Tidak lupa juga, dengan parutan dogan. Anchil melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah, setelah dipersilakan oleh Keke.

"Kamu tadi darimana, kok tumben lama sekali?" tanya Keke.

"Aku baru saja jalan dengan Mama." jawab Anchil.

Anchil dan Keke membuka buku pelajaran, lalu datang Amran dan juga dua teman sekelas. Anchil menyapa semuanya, begitupula dengan Keke.

"Eh Amran, apa yang kamu bawa?" Keke melihat sekotak kardus.

"Biasa, ini minuman kaleng." jawab Amran.

"Ngapain terlalu banyak, seperti di rumahku miskin stok makanan." Keke mengerucutkan bibirnya, lalu menoleh ke arah Anchil.

"Ya bukan gitu juga, tapi lebih puas membawa bekal sendiri." jawab Amran.

Mereka mulai membuat rumah, dari gagang es krim. Rumah pun mulai jadi sedikit demi sedikit, membentuk bangunan yang nyaris sempurna. Mereka makan cemilan terlebih dulu, sambil diselingi dengan pembicaraan.

"Wow, kita pasti dapat nilai yang bagus." ujar Keke.

"Ya dong, secara di sini aku yang paling membantu." jawab Amran.

"Tidak usah merasa paling berperan penting deh. Aku juga membantu dari awal hingga akhir." Anchil menyudutkan Amran, yang sudah berkoar-koar paling hebat.

"Ya, iya Anchil. Aku tetap mengapresiasi kerja kerasmu kok. Bagaimana bila aku traktir, dengan membuat makanan yang lezat." Amran menawarkan maksudnya.

"Boleh, cepat sana ke dapur. Jangan lupa buat yang pedas manis." ujar Anchil, memesan sesuai keinginannya.

"Siap nona yang cantik." jawab Amran, dengan sumringah.

Anchil, Keke, Rudit, dan Qishi bermain tebak kertas. Mereka saling melemparkan pertanyaan, namun harus dijawab dengan jujur. Siapa yang kalah, harus makan cabai pedas. Kali ini Anchil yang dihukum, karena tidak mau menjawab.

"Mengapa kamu tidak jawab jujur saja, siapa orang yang kamu cinta." ujar Rudit.

"Aku tidak bisa menjelaskan, siapa orang itu di hatiku. Mau dibilang istimewa pun, dia hilang entah kemana." jawab Anchil.

Anchil sampai meneteskan air mata, saat menelan cabai rawit. Dia berhasil mengunyah nya tanpa dibarengi dengan makanan lainnya. Keke meringis sendiri, padahal Anchil yang merasakan pedas.

Weni melihat kepulangan Sagi, dengan raut wajah ceria. Sagi memberikan hasil jualan pada ibunya, sekaligus menyampaikan amanah dari para pelanggan.

"Terima kasih ya Nak, karena kamu mau menolong Ibu." ucap Weni.

"Ibu, jangan ucapan kata itu setiap kali aku membantu. Itu memang sudah menjadi kewajiban buat aku." jawab Sagi.

"Kamu memang anak yang berbakti." ujar Weni.

"Heheh... harus menghargai Ibu dong." Sagi mengambil gelas berisi air putih, yang ada di atas meja.

Sagi Bertemu Qishi

Darto dan Raniwe melihat Anchil yang baru sampai ke rumah. Anchil terlihat sangat kelelahan, langsung merebahkan tubuhnya untuk bersandar di kursi sofa.

"Anak Mama ngapain saja?" tanya Raniwe.

"Tadi 'kan sudah aku bilang kerja kelompok Mama sayang." jawab Anchil.

"Yakin, tidak mengerjakan hal lain juga." ujar Raniwe, yang sengaja menggodanya.

"Aku hanya bersenang-senang dengan Keke dan teman-teman lain. Amran memasak untuk aku, dan aku memakannya." Anchil tersenyum.

Anchil melangkahkan kakinya, menuju ke ruang pribadinya. Dia ingin membersihkan diri di kamar mandi. Anchil melakukan panggilan video, setelah selesai mengeringkan rambut.

"Ada apa kamu memanggil aku?" tanya Anchil.

Amran memamerkan rambutnya, yang baru saja dicuci. "Aku ingin memberitahu kamu satu hal. Aku ini keren, banyak yang mau menjadi pacarku."

"Terus, hubungannya sama aku apa?" Anchil gregetan sendiri.

"Tidak ada si, ingin pamer saja." jawab Amran.

"Kalau gitu, aku matikan panggilan videonya." Anchil malas berlama-lama.

"Janganlah, aku masih ingin bicara." jawab Amran.

Sagi melangkahkan kakinya, ke sebuah mall. Dia ingin membeli bahan, untuk membuat ayam tepung goreng. Sagi tidak sengaja bertabrakan dengan seorang perempuan, yang asing di matanya.

"Maaf ya, sudah membuat barang-barang kamu jatuh." ucap Sagi.

Qishi mengambil belanjaannya yang terjatuh."Ya tidak apa-apa. Aku juga salah, karena tidak lihat-lihat lagi."

Sagi baru saja mau masuk ke dalam mall, tiba-tiba ada sebuah tawuran dengan batu besar. Qishi tampak ketakutan, lalu dibantu oleh Sagi bersembunyi di parkiran. Tidak lama kemudian, banyak satpol-pp yang menghentikan.

"Hei, berhenti tawuran di sekitar mall ini." ujar laki-laki paruh baya, yang menggunakan topi berwarna hijau.

"Kami tidak mau, ada hak yang harus diperebutkan." jawab seorang laki-laki botak.

Laki-laki paruh baya itu menarik baju, dari lelaki botak yang ada depannya. Rekan yang lain sibuk mengamankan beberapa orang, yang ingin melanjutkan aksi tawuran. Sagi dan Qishi keluar dari persembunyian, saat keadaan telah aman.

"Aku mau masuk ke dalam mall dulu, untuk belanja nanti. Setelah selesai ini aku akan mengantar kamu pulang, tunggu di sini dulu ya sebentar." ujar Sagi.

"Baiklah, tolong jangan lama-lama ya. Aku masih merasa takut, karena kejadian tadi." jawab Qishi.

Sagi hanya menganggukkan kepala, membiarkan Qishi menunggu di luar. Sagi benar-benar tidak keluar juga, entah berapa lama Qishi menahan kedinginan.

"Lama sekali laki-laki itu, Jangan-jangan dia tidak punya niat baik. Lebih baik, aku pergi saja."

Tiba-tiba ada Rudit yang muncul, kebetulan lewat sana, setelah kumpul dengan teman-temannya. Rudit menurunkan kaca mobilnya, lalu melihat ke arah Qishi.

"Ayo pulang ke rumah, ngapain kamu berdiri di sini." ujar Rudit.

"Awalnya si menunggu teman, tapi dia tidak datang juga. Ya sudahlah, pulang denganmu saja." jawab Qishi.

Qishi melangkahkan kaki, masuk ke dalam mobil Rudit. Qishi diantar pulang sampai ke rumahnya, sedangkan Sagi baru saja keluar. Saat membuka pintu kaca, malah tidak melihat lagi gadis yang telah ditolongnya.

"Kemana ya gadis itu? Mengapa dia pergi begitu saja?" Sagi berjalan dengan cepat, ke arah tempat tujuannya.

Sagi langsung masuk ke dapur, untuk membuat ayam goreng. Pertama-tama mengadon tepung, dibantu oleh Weni. Keduanya sangat kompak bergulat dengan kuali.

Sagi Vs Bonar

Keesokan harinya, di sekolah Sagi harus bertemu dengan siswa pindahan. Baru saja ada di sana, sudah memusuhi orang yang senior. Sagi menetap jauh lebih lama di sana, dibandingkan para preman sekolah yang baru hadir.

"Hei kamu, beli air minum untuk kami di kantin sekolah." ujar Bonar.

"Aku tidak mau menurutinya, karena kalian masih punya tangan dan kaki." jawab Sagi, dengan tegas.

"Kamu memang membuat emosi, lihatlah bagaimana aku mengatasi sifat aroganmu ini." ancam Bonar.

"Aku tidak takut, dan apa peduli ku terhadap hal yang ingin kamu lakukan." Sagi melangkahkan kaki, membiarkan Bonar masih digelayuti emosi.

Anchil dan Keke memanjat pohon mangga, tidak sengaja ketiban buahnya yang paling besar. Anchil memegangi kepalanya yang kesakitan, sambil meringis ke arah Keke.

"Kamu pasti sudah ingin ketawa dengan suara kekuatan toa." ujar Anchil.

Keke menutupi mulutnya, yang menahan gelak tawa. "Kamu tahu saja sih, kalau aku dari tadi ingin menertawakan hal sial, yang menimpa sahabatku."

Anchil melemparkan buah mangga kecil pada kepala Amran, hingga laki-laki tersebut menoleh. Anchil tersenyum dan segera melompat ke bawah. Rudit menyiapkan kedua telapak tangannya, saat melihat Keke ingin melompat.

"Sini, biar aku tangkap tuan putri." canda Rudit.

"Tidak, aku bisa sendiri kok." jawab Keke.

Setelah Keke berhasil turun dari pohon mangga, dia memilih mengikuti langkah kaki Anchil. Rudit sibuk mengejar-ngejar di belakangnya, sambil menarik ikat rambut Keke. Anchil merasa risih, melihat Rudit dan Keke sibuk.

"Diam kamu, nanti aku pukul." ancam Keke.

"Kalau nanti dipukulnya tidak apa-apa deh, yang penting jangan sekarang saja." jawab Rudit.

Plak!

Akhirnya punggung Rudit terkena sasaran juga, karena ulahnya yang pecicilan. Rudit sampai menunduk sebentar, sambil berkata aduh berulang kali.

"Ampun Keke!"

"Makanya jangan berulah lagi, lama-lama aku bosan harus meladeni kamu." jawab Keke.

Mereka masuk ke kelas masing-masing, karena pelajaran akan segera dimulai. Keke dan Anchil mengeluarkan buku pelajaran, yang akan dibahas oleh guru yang pertama kali masuk.

Sagi masih teringat dengan perempuan, yang kemarin ditemuinya waktu di mall. Entah bagaimana perempuan itu bisa kabur begitu saja, tanpa berpamitan dengannya. Padahal Sagi telah menolong perempuan itu, saat aksi tawuran sedang terjadi.

"Aku tidak habis pikir, dengan siapa perempuan itu kabur?" Sagi bertanya-tanya sendiri.

Raniwe melihat foto zaman masa sekolah, meraba dengan perlahan gambar orang yang berasa di sebelahnya. Raniwe tersenyum, teringat dengan Weni sahabatnya.

"Entah kemana lagi aku harus mencari kamu. Kalau kita bertemu, aku ingin menjodohkan anak-anak." monolog Raniwe.

Darto melihat Raniwe, yang sedang melamun. Darto menyentuh pundak istrinya, lalu berbisik lirih.

"Bila rindu, kamu temui sahabatmu. Coba cari akun sosial medianya, siapa tahu dapat menemukannya. Menjodohkan anak-anak bagus juga, tapi tunggu mereka dewasa terlebih dulu." ujar Darto.

"Sudah aku cari, tapi tidak ada sosial medianya. Jika bertemu, aku pasti mengundangnya makan ke rumah." jawab Raniwe.

Seperti biasanya Weni memotong ayam, sampai menjadi beberapa bagian. Kali ini yang akan mengantar pesanan, kurir yang sudah menjadi langganan setianya.

"Biasanya, kalau ada Sagi dia yang gerak cepat untuk mengantar." ujar Weni.

Perempuan paruh baya tersenyum. "Aku tidak kalah cepat dari Sagi kok Bu." jawabnya dengan lantang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!