"Pergilah ke neraka, karena surga tak akan menerima keberadaan perempuan kejam sepertimu!" ujar seorang perempuan yang menatap dengan bengis ke arah tubuh seseorang yang sedang terbakar. Tak ada raut kasihan yang terpancar dari sorot mata penuh kebencian itu
"Matilah kau, Inka!" lanjut wanita itu sembari memeluk seorang pria yang berdiri di sampingnya sambil tertawa penuh kemenangan dan kegembiraan. Gadis bernama Inka Alora itu pun terbakar bersama dengan vila yang menjadi saksi bisu dari kejamnya sebuah pengkhianatan.
****
"Sa..., sakit!" rintih seseorang lirih yang membuat gadis di sampingnya terbangun dan menjerit histeris.
"Non, Nona Muda udah bangun!" seru sang gadis pelayan. Sang gadis yang baru terbangun itu hanya memandang Rima dengan tatapan tak percaya.
"No, Nona Muda kenapa ngeliat saya kayak itu? Nona kenal siapa saya kan?" tanya gadis bernama Rima itu dengan wajah khawatir. Gadis muda yang baru siuman itu hanya menggelengkan kepalanya sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit.
"Nona engga kenal saya?" tanya Rima memastikan kembali apakah ingatan gadis yang bernama Inka itu baik-baik saja.
"Rima kan? Aku ingat siapa kamu, cuma aku bingung kenapa bangun-bangun kepalaku sakit kayak gini? Dan kenapa aku ada di rumah?"
Rima terkejut mendengar penuturan Inka. Ia segera berlari keluar kamar. Tak lama tiga orang masuk mengikuti Rima. Inka terkejut saat melihat kedua orang tua dan kakak laki-lakinya memiliki penampilan yang terlihat lebih muda dari pertemuan terakhir mereka, enam bulan yang lalu. Perasaan Inka terasa teriris saat melihat ketiga keluarga yang disayanginya itu. Air mata tiba-tiba mengalir deras dari pelupuk matanya yang membuat semua orang di ruangan itu terkejut, tak terkecuali Inka sendiri.
"Sayang, kamu kenapa? Tadi kakakmu nemuin kamu pingsan di dekat danau. Kita lagi nunggu dokter Mina untuk memeriksa kamu," tanya Elisha Alora, ibu dari Inka. Inka terkejut mendengar penuturan sang ibu, karena yang ia ingat adalah bahwa ia sudah mati terbakar di vila milik Kanigara, sang suami.
Apa aku hidup lagi? batin Inka tak percaya. Ia segera turun dengan terburu-buru yang membuat tubuhnya hampir terjatuh. Asher Alora, sang kakak langsung menangkap tubuh sang adik.
"Pelan-pelan dek! Kamu kenapa sih?" tegur Asher sembari mendudukkan Inka di ranjangnya. Inka melihat ke seputar kamarnya dan menemukan yang ia cari.
2013?! pikir Inka tak percaya saat melihat kalendar yang ada di kamarnya. Selama ini ia berpikir bahwa kehidupan kembali hanya akan terjadi di dalam kitab suci, film, novel atau cerita fiksi lainnya. Namun kali ini ia sendiri yang mengalaminya. Ia mencoba mencubit keras lengannya sampai ia mengaduh, dan menyadari bahwa semua yang baru ia alami bukan mimpi. Inka menangis sejadi-jadi sambil tertawa sambil memeluk dan menciumi keluarga yang sangat dicintainya. Ia bersyukur Tuhan masih memberi dirinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya dan membalaskan dendam untuk orang-orang yang menyakitinya. Ia juga meminta sebuah cermin kepada Siti, untuk memastikan wajahnya saat itu. Ia menyentuh wajahnya yang terlihat masih segar dan jauh lebih muda.
Seluruh keluarganya yang bingung dengan tingkah laku Inka yang tak biasa itu. Mereka masih menunggu sang dokter keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap Inka.
"Nona Inka hanya mengalami shock pasca pingsan di dekat danau. Tidak ada hal serius, tapi kalo Tuan Oliver ingin memastikan kondisi Nona Inka dengan lebih baik, saya bisa memberikan rujukan ke rumah sakit. Ini resep obat dan vitamin untuk Nona Inka," jelas Dokter Mina.
Setelah kepergian Dokter Mina, seluruh keluarganya meninggalkan Inka untuk beristirahat. Namun bukannya beristirahat, Inka malah berusaha mengingat kilasan kejadian masa lalu yang terus mengganggu pikirannya sejak tadi. Ia masih mengingat bagaimana di tahun 2020, ia bertemu dengan sang suami untuk pertama kali dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama pada Kanigara Janu, lelaki bermata elang itu. Tahun 2021, mereka resmi menikah karena Inka terus mendesak sang ayah untuk melamar Kanigara untuk menjadi suaminya. Lalu tubuhnya bergetar hebat, saat mengingat betapa panasnya api membakar tubuhnya dan wanita iblis yang menjadi penyebab kematiannya tertawa di atas penderitaanya.
Inka menangis sejadi-jadinya sembari memeluk dirinya. Tubuhnya terguncang hebat saat mengingat masa lalunya yang kelam. Lalu tiba-tiba ia tertawa begitu keras, karena merasa lucu dan miris dengan kehidupannya kala itu.
"Dua tahun yang terasa bagai di neraka! Tuhan apa maksudmu menghidupkan aku kembali? Apa boleh aku balas dendam di kehidupan keduaku ini?" ujar Inka bermonolog. Ia mengepalkan tangannya sangat mengingat wajah orang-orang yang ada di masa lalunya. Inka bangkit dari ranjang dan mencari buku hariannya dan mulai menuliskan sesuatu.
Ia mulai merunut semua kejadian yang dialaminya sejak tahun 2013 hingga hari kematiannya. Ia mencoba mengingat semua peristiwa penting dan menjadi poin utama perjalanan hidupnya. Ia juga mulai menulis semua orang yang menjadi bagian dari kisahnya selama rentang waktu itu. Ia menghela nafas lega setelah tiga jam berkutat dengan catatan pentingnya itu.
****
Menjelang malam, terdengar ketukan di pintu kamar Inka.
"Masuk...," ujar Inka yang sedang duduk di meja riasnya setelah selesai berpakaian.
"Loh, Nona Muda udah mandi?" tanya Rima bingung karena biasanya gadis itulah yang membantu Inka untuk berpakaian dan merias diri. Inka hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Rima merasa nona mudanya itu terasa asing karena setelah mengalami kecelakaan, Inka terlihat lebih pendiam dan mandiri hanya dalam waktu beberapa jam.
"Non, Nona Muda beneran gapapa? Masih ada yang terasa sakit?" Raut muka Rima terlihat khawatir yang membuat Inka memandangnya dengan sayang.
"Aku gapapa, ehmmm, bentar lagi makan malam kan? Ayo kita ke ruang makan, udah lama aku engga makan bareng papi, mami dan Kak Asher," ujar Inka yang membuat Rima terkejut.
"U..., udah lama bukannya tadi pagi Nona Muda masih sarapan bareng ya?" ujar Rima ragu dan menatap Inka dengan pandangan takut. Inka menyadari ia sudah salah bicara, ia langsung tertawa dan menatap Rima dengan geli.
"Aku becanda Rim, engga usah natap aku dengan pandangan horor gitu. Aku engga kesurupan atau berganti jiwa sama orang lain kok."
Rima mengelus dadanya lega, dan tertawa canggung karena kata-kata yang keluar dari mulut Inka. Rima menemani Inka ke ruang makan, dimana kedua orang tuanya dan Asher sudah menunggu kedatangan mereka. Inka menyukuri keadaan mereka saat itu karena sejak menikah dengan suaminya, ia tak punya banyak waktu luang untuk mengunjungi keluarganya karena ia terlalu sibuk mengejar cinta dan mengemis perhatian sang suami yang sama sekali tak memperdulikan dirinya. Ia berusaha menahan air matanya yang hampir tertumpah karena mengingat semua kebodohan yang ia lakukan di masa lalu. Ia menatap wajah-wajah orang yang dicintainya itu dengan penuh sukacita dan berjanji akan menggunakan kesempatan keduanya ini untuk merubah takdir masa lalunya yang kelam.
"Saatnya berubah, selamat tinggal Inka yang lama!"
****
Seluruh keluarga merasa aneh dengan perubahan yang terjadi pada Inka, sejak kejadian pingsannya gadis itu beberapa waktu yang lalu. Inka lebih suka membenamkan dirinya di perpustakaan untuk membaca buku-buku tentang bisnis, properti dan lain sebagainya. Inka juga mengajukan permintaan untuk mengambil program pasca sarjana dengan jurusan bisnis di Singapore setelah ia menyelesaikan pendidikan sarjananya. Keputusan Inka itu membuat seluruh keluarganya terkejut karena seorang Inka yang mereka kenal sebelumnya, tak pernah menunjukkan minat berlebihan di bidang pendidikan, apalagi bisnis. Inka adalah seorang gadis yang menyukai seni, sehingga di kehidupannya dulu Inka lebih banyak menghabiskan waktunya di galeri lukis yang disiapkan oleh sang ayah untuk dirinya.
Inka yang dulu cenderung lugu, pemalu dan suka menarik diri dari keramaian. Inka yang sekarang terasa sangat berbeda, walau sisi pendiam gadis itu masih terlihat namun sisi lugunya sama sekali menghilang. Inka yang sekarang terlihat percaya diri, tegas dan sangat mandiri. Kedua orang tua dan sang kakak sampai pernah memeriksakan kesehatan Inka, kalau-kalau terjadi benturan di kepala Inka yang membuat perubahan sifat dan sikap yang drastis pada gadis itu. Namun setelah diperiksa kondisi kesehatan Inka sama sekali tidak ada masalah. Semua hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Inka baik-baik saja.
****
Tak terasa tiga tahun berlalu, sejak kehidupan kedua yang diterima Inka. Ia memang sama sekali tak melepaskan semua kesempatan yang bisa ia raih untuk mengubah takdir kehidupan masa lalunya. Sejak pulang dari Singapore, Inka langsung terjun membantu mengurusi bisnis keluarga mereka sebagai wakil CEO mendampingi Asher, sang kakak yang merupakan CEO di perusahaan mereka. Inka bekerja di belakang layar, karena ia sangat jarang mengikuti rapat yang dilakukan dengan pihak luar perusahaan. Asherlah yang bertanggung jawab untuk urusan eksternal perusahaan. Hal itu merupakan permintaan dari Inka karena ia tak ingin bertemu dengan orang-orang dari masa lalunya terlalu cepat.
Perasaannya belum siap untuk menghadapi mereka, walau semua persiapan sudah dilakukan oleh Inka sebagai sarana pertahanan diri dari gempuran musuh yang suatu saat pasti muncul dihadapannya cepat atau lambat.
"Dek, besok malam ada acara ulang tahun perusahaan si Josh yang diadakan di ballroom hotel H*lton, Bali. Kebetulan kakak hari ini kan berangkat ke Surabaya untuk pengecekan proyek kita sekaligus meeting dengan vendor dan klien kita. Jadi kali ini kamu yang harus mewakili perusahaan kita untuk acara yang di Bali. Soalnya Josh langsung yang ngundang kakak, kakak juga udah bilang kamu yang akan gantiin kakak," ujar Asher menyebutkan nama sahabat sekaligus rekan bisnis sang kakak.
Inka hanya menghela nafas pelan dan menganggukkan kepalanya. Asher langsung tersenyum dan mengelus kepala Inka dengan sayang, sebelum kembali ke ruangan kerjanya. Inka berusaha menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin agar besok pagi ia bisa langsung terbang ke Bali.
"Sel, tolong batalkan semua meeting saya untuk besok. Geser ke hari Senin aja. Ehmm, tiket sama penginapan saya udah diuruskan?" tanya Inka kepada sekretarisnya, Sellah Malachi.
"Sudah bu, tadi Pak Segara udah email semuanya ke saya. Saya juga udah email ke ibu, setelah saya konfirmasi ke hotelnya," jelas Sellah yang langsung mendapat anggukan dari Inka.
Tiba-tiba ponsel Inka berdering, gadis itu tersenyum melihat siapa yang menghubungi dirinya siang itu.
"Iya mak, tumben siang-siang udah sibuk nyariin aku?" sapa Inka kepada sang penelepon.
"Rindu aku nak, makan siang bareng nyok!" balas Gianna Naomi yang merupakan sahabat dekat Inka sejak kecil.
"Nyok, tapi aku ajakin kak Asher sama Segara ya."
"Sekarepmu nduk. Bye!" Gianna langsung memutuskan panggilannya membuat Inka mencebik kesal. Hal itu merupakan kebiasaan jelek sang sahabat yang sering kali membuat Inka menghela nafas lelah.
****
Keempat insan muda itu pun makan bersama di restoran yang dipilih oleh Gianna. Gianna sudah tiba lebih dulu sebelum Inka. Asher dan Segara tiba setelahnya. Mereka pun mengobrol sembari bersantap siang. Segara dan Gianna adalah sahabat kecil Inka, dan Segara merupakan asisten pribadi dari Asher. Kedua pria itu sangat sulit dipisahkan karena dimana ada Asher bisa dipastikan Segara juga mengikuti atasannya itu. Gianna berprofesi berbeda dengan kedua sahabatnya itu. Ia lebih memilih menekuni kecintaannya terhadap bunga dengan membuka toko bunga dan tempat budidaya berbagai jenis bunga dan tanaman hias.
"Kak, aku boleh ngajakin Gia ke acara besok engga, aku malas berangkat sendiri takut mati gaya aja ntar di sana. Gi, besok temanin aku ke Bali, nyok! Minggu kita balik," ujar Inka dengan tatapan penuh harap yang ia tujukan kepada sang kakak dan Gianna.
"Kakak sih oke aja, kalo Gianya mau," balas Asher sambil tersenyum.
"Mau kak! Tapi temenin aku berburu bunga di sana ya!" ujar Gianna penuh semangat yang membuat Inka mengangguk pasrah karena ia tahu kegilaan yang bisa dilakukan oleh Gianna bila sudah berbicara tentang bunga. Gianna pernah mengajak Inka berburu tanaman hias ke hutan di pedalaman Jambi, karena mendapatkan informasi tentang tanaman hias langka yang bisa ditemukan di sana. Asher dan Segara hanya memandang wajah frustasi Inka dengan tatapan geli.
****
Keesokan harinya, sesuai rencana Inka dan Gianna pun berangkat menuju Bali. Sesampainya di Bandara Ngurah Rai Bali, supir kantor Josh sudah menunggu kedatangan Inka dan Gianna. Sang supir pun mengantarkan kedua gadis itu menuju hotel yang sudah disiapkan untuk mereka berdua.
Setelah sampai di hotel mereka menghabiskan waktu dengan berspa ria di spa yang direkomendasikan oleh pihak hotel. Setelah selesai merawat diri, mereka memilih untuk bersantap siang di restoran yang ada di dalam hotel. Mereka mengobrol banyak hal terkait perubahan yang terjadi pada Inka. Gianna sendiri tak menyangka bahwa Inka bisa berubah 180 derajat dari Inka yang ia kenal sejak kecil. Inka memilih menggunakan alasan yang masuk akal untuk semua perubahan yang ia lakukan, karena ia tak mungkin menceritakan kejadian yang sesungguhnya kepada orang lain. Ia memilih untuk merahasiakan masalah itu kepada semua orang tanpa kecuali.
Menjelang sore, Inka dan Gianna pun bersiap untuk menghadiri acara ulang tahun perusahaan Josh itu. Kali ini kedua gadis itu menggunakan gaun dengan warna yang mirip. Inka menggunakan gaun malam yang bermodel off-shoulder panjang berwarna navy. Sedangkan Gianna menggunakan gaun tanpa lengan bermodel pensil yang berwarna biru laut. Mereka berdua terlihat anggun dan sangat cantik. Mereka juga menggunakan perhiasan dan sepatu dengan warna yang senada dengan gaun mereka. Menjelang pukul tujuh yang merupakan waktu yang ditunjukkan di undangan mereka pun turun ke ballroom hotel yang merupakan tempat acara berlangsung.
Inka merasa sedikit canggung karena ia tak menyukai keramaian. Josh yang melihat kehadiran adik sahabatnya itu, langsung mengajak sang istri yang bernama Keila untuk menemui kedua gadis itu.
"Wahhh, ada angin apa ini, dua macan betina turun gunung?" goda Josh sambil memeluk Inka yang sudah dianggapnya sebagai adik perempuannya itu. Josh merupakan anak tunggal sehingga ia langsung menyayangi Inka sejak pertemuan mereka pertama kali. Josh juga memeluk Gianna yang juga sudah dikenalnya sejak bayi karena Gianna merupakan adik sepupunya sendiri. Inka dan Gianna hanya tertawa mendengar guyonan dari Josh.
"Kok tumben duo introvert ini mau datang ke acara beginian?" tanya Josh lagi.
"Aku diajakin sama Inka. Kalo tau ke acara kakak aku ogah ikut!" ujar Gianna sembari memeluk kakak iparnya yang berada di samping Josh. Josh menyentil dahi Gianna pelan yang membuat gadis itu cemberut. Setelah itu Josh mengenalkan Inka pada Keila istrinya.
"Om sama Tante bungsu sehatkan, Gi?" tanya Josh. Kedua orang tua Gianna menetap di Belanda, hanya Gianna yang tinggal seorang diri di Jakarta. Gianna sangat mandiri sehingga kedua orang tuanya membebaskan anak gadisnya itu hidup berjauhan dengan mereka.
"Sehat kak, mainlah ke Belanda sekalian bulan madu," ujar Gianna. Inka sendiri memilih untuk melihat ke sekelilingnya, hampir tak ada wajah yang dikenalinya. Josh dan Keila meninggalkan kedua gadis itu, untuk menyapa tamu lain yang mulai berdatangan. Seperti biasa Inka dan Gianna akan memilih tempat yang tak terlalu mencolok, hingga mereka bisa merasa lebih tenang. Gianna memilih untuk duduk di meja yang paling dekat dengan pojokan dan meja sajian sehingga dirinya dan Inka tak perlu bersusah payah untuk mengambil makanan yang mereka inginkan.
Saat sedang asyik mengobrol, tatapan Inka tak sengaja melihat ke arah pintu masuk. Tubuh Inka tiba-tiba membeku, ia merasa tubuhnya bergetar dan matanya terpaku pada seseorang.
"Di..., dia!"
****
Tubuh Inka tiba bergetar hebat, Gianna yang melihat wajah Inka yang memucat langsung mendekati Inka. Inka meremas gaunnya, mencoba menghentikan getaran pada tubuhnya.
"Say, kamu kenapa?" bisik Gianna yang cemas melihat perubahan raut wajah Inka dan tubuh sang sahabat yang bergetar.
"Ba..., bawaaa aku keluar dari sini sekarang, Gi! Pleaseeee...," ujar Inka dengan nafas tersengal yang membuat Gianna semakin khawatir. Gianna segera memapah tubuh Inka yang terlihat sangat lemah di dalam rangkulannya.
"Jangan pingsan di sini, Ka. Tolonggg!" bisik Gianna. Seseorang memandang kepergian Inka dan Gianna sembari memicingkan matanya dan menatap kedua gadis itu dengan bingung.
"Kanigara, sohib kental gue. Akhirnya lu datang juga, udah gue tungguin dari tadi," sapa Josh yang melihat kedatangan Kanigara Janu, suami Inka di masa lalu itu. Kedua sahabat itu saling berpelukan dengan akrab. Josh melihat ke sekeliling tetapi tak menemukan apa yang dicarinya.
"Lu ngeliatin apaan?" tanya Kanigara sembari mengikuti arah pandang Josh.
"Ohhh, adik Asher sama adik sepupu gue tadi di sini. Tapi ini kok engga kelihatan ya. Lu ingatkan si Inka sama Gianna? Dulu waktu masih kecil kita suka manggil mereka si kembar karena lengket kayak perangko tuh anak berdua...," Perkataan Josh membawa ingatan Kanigara ke masa lampau, saat ia masih tinggal di Jakarta. Ia tak bisa mengingat jelas wajah Inka dan Gianna saat masih kecil, tapi ia mengingat bahwa Asher mempunyai seorang adik perempuan dan Josh juga mempunyai adik sepupu perempuan yang sering main kerumahnya.
"Ehmm, apa keduanya pakai gaun biru? kalo iya, mereka berdua tadi jalan keluar tadi," ujar Kanigara santai. Josh mengiyakan perkataan Kanigara. Tak lama, Inka dan Gianna menjadi terlupakan karena Kanigara dan Josh langsung menyapa kolega mereka yang hadir di acara itu.
****
Sementara di salah satu kamar hotel, Inka duduk termangu di salah satu sofa sambil menatap langit malam. Ia baru bisa bernafas lega saat Gianna memberikannya segelas teh hangat. Gianna tak langsung memborbardir Inka dengan berbagai pertanyaan yang sudah memenuhi kepalanya. Ia mencoba bersabar menungg hingga Inka merasa tenang.
Ternyata aku masih lemah! batin Inka. Kenangan masa lalu itu masih terlalu kuat menghantuinya. Melihat wajah Kanigara rasa takut, rindu, sedih dan terguncang bercampur menjadi satu. Ia merasa kesal dengan dirinya sendiri karena perjuangannya selama ini, ternyata masih tak mampu membuat dia kuat sesuai dengan keinginannya. Ia juga bingung mengapa sepertinya ada yang berubah pada catatan masa lalu yang ia tulis selama ini karena seharusnya ia bertemu dengan Kanigara pada tahun 2020, sedangkan pertemuan mereka malam itu lebih cepat empat tahun. Ia takut bahwa ia bisa saja bertemu dengan orang-orang dari masa lalunya lebih cepat dari dugaannya.
Inka merasa ia harus sembuh dari trauma masa lalu yang masih menghantuinya, dan harus menjadi lebih kuat lagi sehingga ia siap saat menghadapi pertempuran hidup yang sebenarnya di masa depan. Inka menatap Gianna sembari menghela nafas berat, yang membuat Gianna menatapnya dengan tatapan bertanya.
"Gi, carikan aku psikiater yang handal dan bisa dipercaya. Aku butuh! Tapi jangan sampai ada yang tahu tentang hal ini. Ini rahasia antara aku, kamu dan psikiater itu!" jelas Inka yang membuat Gianna semakin penasaran. Inka merasa butuh seseorang yang bisa menjadi tempatnya berkeluh kesah karena ia berpikir bahwa dirinya takkan mampu menanggung semua beban itu sendiri.
"Gi, kamu percaya tentang kehidupan kembali setelah kematian?" Pertanyaan Inka sontak membuat Gianna terkejut. Ia tak tahu harus bereaksi apa tentang pertanyaan aneh yang keluar dari bibir sahabatnya itu. Inka menghela nafas berat, lalu menceritakan semuanya kepada Gianna yang membuat gadis itu kehilangan kata-katanya. Ia bingung harus mempercayai Inka atau tidak. Ia sampai berpikir bahwa sahabatnya mengalami halusinasi pasca kejadian pingsannya Inka beberapa waktu yang lalu.
"Ka..., kamu engga lagi berhalusinasikan? Fix kamu butuh psikiater atau kita CT scan ulang kepala kamu gimana?!" tanya Gianna setelah ia lepas dari keterkejutannya.
"Aku tahu kamu engga bakalan percaya. Tapi seiring berjalannya waktu, kamu bakalan percaya sama omongan aku! Kalo emang aku halu, kenapa aku harus berusaha keras berubah dari Inka yang lama?" ujar Inka yang membuat Gianna kembali berpikir. Ia tahu bahwa Inka yang sekarang sangat berbeda dengan Inka yang dikenalnya dulu. Gianna tak lagi mendebat Inka, ia pun berjanji akan mencarikan psikiater sesuai dengan keinginan sahabatnya itu.
****
Inka pun menjalani sesi konsultasi secara rutin di psikiater yang direkomendasikan oleh Gianna. Gianna pun mempercayai perkataan Inka karena terus mendampingi sahabatnya itu selama sesi konsultasi berlangsung. Menemani Gianna adalah alasan yang digunakan kedua gadis itu setiap kali pergi ke psikiater untuk mengelabui keluarga Inka.
Setelah dua tahun teratur menjalani perawatan, Inka pun merasa dirinya sudah pulih. Sang psikiater juga mengatakan hal yang sama dan berjanji akan terus mendampingi Inka bila ia membutuhkan dirinya. Inka juga menjalani latihan bela diri untuk membantu dirinya menghadapi situasi sulit kedepannya. Gianna selalu setia mendampingi Inka, kapanpun dan dimanapun yang membuat Inka semakin menyayangi sahabatnya itu.
****
"Bu Inka, ada tamu yang ingin bertemu dengan Pak Asher. Tapi Pak Asher lagi ada meeting dadakan, jadi kata tamunya dia mau ketemu dengan wakilnya Pak Asher. Apa ibu berkenan ditemui?" tanya Sellah, sang sekretaris.
"Hmmm, kamu tanya dulu yang bersangkutan ada urusan apa dengan Pak Asher dan siapa nama tamunya," balas Inka lalu mematikan sambungan intercomnya.
Sellah kembali menghubungi Inka.
"Bu, tamunya bernama Kanigara Janu, dia sahabat Pak Asher...." Jantung Inka berdebar kencang saat mendengar perkataan sekretarisnya itu. Pikirannya terasa kosong dan ia tak lagi mendengar penjelasan Sellah. Inka menekan dadanya. Ia berusaha menenangkan dirinya. Sellah yang tak mendapat jawaban dari Inka, berinisiatif mengetuk dan masuk ke ruangan Inka untuk memastikan kondisi Inka karena ia mendengar deru nafas Inka yang cepat melalui intercom.
"Ibu, gapapa?" tanya Sellah saat melihat Inka menangkupkan wajahnya ke atas meja. Sellah menunggu dengan sabar sampai Inka mengangkat wajahnya.
"Tolong siapkan, teh chamomile saya. Ehmmm, minta resepsionis membawa Pak Kanigara ke ruang Delima aja, dan siapkan kopi atau teh dan camilan kalo dianya mau nunggu Pak Asher selesai meeting. Kalo engga bisa nunggu, suruh datang lain waktu aja. Bilang aja saya lagi ada teleconference dengan cabang, jadi engga bisa jumpain yang bersangkutan," jelas Inka dengan nafas yang terdengar masih sedikit berat.
Untuk pulih total, kamu harus berani berhadapan dengan masa lalu mbanya. Karena kalo engga selamanya, mba Inka engga akan bisa pulih.
Inka mengingat perkataan psikiaternya itu. Ia pun menghentikan langkah Sellah.
"Jamu aja tamunya di ruang Delima. Saya akan menemui beliau," ujar Inka pada akhirnya.
Inka mencari obat yang diresepkan oleh sang psikiater bila Inka mengalami serangan panik seperti yang ia rasakan saat itu. Ia pun mulai melafalkan doa dan bersiap menghadapi masa lalu yang ternyata kembali menghampirinya hari itu.
Inka berjalan secara perlahan ke ruang Delima didampingi oleh Sellah. Sellah membukakan pintu setelah Inka memberi instruksi.
Kamu bisa Inka, kamu pasti bisa! batin Inka menyemangati dirinya.
"Selam..., Jordan?!" tanya seru Inka tak percaya karena melihat adik sahabatnya di ruangan itu.
"Selamat siang bu bos, apa kabar?" Jordan langsung memeluk Inka dan dibalas oleh Inka sambil tersenyum senang. Inka dan Jordan saling bertukar kabar dan melupakan keberadaan Kanigara dan Sellah sesaat.
"Ekhemmm," gumam Sellah yang membuat Inka dan Jordan tersadar dan segera meminta maaf kepada Kanigara dan Sellah.
"Kak, kenalin ini Pak Kanigara, CEO dari Janu Group, sekaligus atasan aku di kantor," jelas Jordan yang membuat Inka terkejut karena di masa lalu Jordan tidak bekerja di perusahaan milik keluarga Kanigara itu. Inka berusaha bersikap tenang dan mengulurkan tangannya ke arah Kanigara yang sedang menatapnya dengan intens.
"Halo saya Inka Alora, wakil CEO perusahaan ini," sapa Inka sambil menjabat tangan Kanigara. Ia berusaha menyembunyikan kegugupannya dan memandang suami masa lalunya itu dengan tenang. Kanigara membalas jabatan tangan Inka, sentuhan Kanigara membuat perasaan rindu dan sakit di dalam hati Inka membuncah. Ia berusaha menahan air matanya yang ingin muncul ke permukaan.
"Ekhem." Lagi-lagi Sellah bergumam untuk menyadarkan petinggi kedua perusahaan itu. Jordan menatap Sellah dengan tatapan geli, yang dibalas Sellah dengan tatapan dingin. Wajah Jordan yang semakin sumringah membuat Sellah merasa kesal. Inka langsung melepas genggaman tangannya yang membuat Kanigara menatapnya lekat.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
Deg!
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!