Calvin merasa hidupnya sudah berakhir, ia tak ada semangat untuk hidup lagi.
Cintanya telah pergi dengan pria lain, kedua orang tuanya mengirim ke asrama karena tidak ingin Calvin membuat ulah lagi, apalagi uang jajan juga dipotong.
Pemuda ini sangat labil, karena harus meninggalkan kehidupan mewah dengan segala fasilitas, seperti mimpi buruk baginya.
Kini pemuda itu sedang berdiri di atas jembatan. Ia berjanji akan mengakhiri hidupnya.
"Tanpa uang aku bisa apa? Jika kekasihku pergi? Orang tuaku bahkan tidak menginginkan aku? Semua ini siapa yang salah Tuhan?"
Teriakan itu benar-benar memecah kesunyian malam, tepat pukul 00.21, ia datang ke sana untuk melakukan hal bodoh.
Hingga suara seorang bayi, terdengar jelas di telinganya. Ia tak mampu berkonsentrasi.
Sang bayi dengan tangis yang berisik, mampu membuat Calvin menghentikan niat untuk mengakhiri hidupnya.
Ia mencari sumber suara dan mendapati sebuah kardus di ujung jembatan.
Calvin menoleh ke kanan dan ke kiri, siapa tahu bayi itu baru saja di buang disana.
Soalnya, sebelumnya, dia tak tahu ada kardus disana.
"Kalau mau buat anak, jangan buang sembarangan. Setidaknya bawa dia ke panti asuhan. Dasar para pasangan tidak punya hati."
Calvin membuka kardus itu dan mendapati bayi dengan rambut yang tebal berwana pirang, ada sebuah pita di sana. Lalu pakaian sang bayi juga berwarna pink, ia merasa sangat senang melihat bayi itu.
"Kau dan aku bernasib sama. Apakah ini takdir? Haruskah aku membawamu pulang? Asrama adalah tempat para lelaki. Apakah kau bisa bersamaku. Tidak seperti itu, apakah aku bisa merawatmu?"
Calvin merasa pusing, bukannya mengakhiri hidup, dia justru berpikir bagaimana nasib bayi yang ada di hadapannya.
Sang bayi terlalu imut. Calvin tidak bisa membiarkannya di sana.
"Kau ikut aku ya?"
Calvin mengendong bayi itu dan membawa bersamanya.
Entah kekuatan apa yang membuatnya berani mengambil keputusan ini.
Hanya saja, sama-sama merasa dibuang, menjadi satu alasan yang utama.
"Woy, kenapa anakmu?" ucap seorang pria yang menghentikan mobil tepat di samping Calvin.
"Ini bukan anakku, jangan sembarangan," jawab Calvin tidak terima di tuduh memiliki anak.
"Lah, kenapa kau menggendong anak?" ujar sang pria tadi, dia masih penasaran dengan Calvin sepertinya.
"Aku temukan dia di ujung jembatan, pergilah. Kau pria yang suka anak SMA ya?" ungkap Calvin dengan polosnya.
"Dih, mana aku bisa melakukannya, aku hanya ingin menawarkan bantuan. Kalau kau mau," cetus sang pria yang berwajah tampan dan terkesan sangat dewasa.
Calvin menatap dengan jelas siapa pria yang ada di depannya, dari penampakannya, Calvin tidak menemukan potongan seorang penjahat di wajah sang pria.
"Dari wajahmu, tidak ada rupa penjahat."
"Aku memang bukan penjahat, masuklah. Kasihan bayi itu."
"Okelah!"
Calvin menyerah dan masuk ke dalam mobil, dia duduk di jok depan.
Sang pria perlahan melajukan mobilnya.
Ia mengajak Calvin berbincang.
"Heh, anak kecil. Rumahmu mana?"
"Aku tinggal di asrama, kau bisa bantu aku pria baik?"
"Apa?"
"Tolong bawa bayi ini bersamamu, tapi kau single kan?"
"Iya, aku tinggal di apartemen sendirian, ada apa?"
"Bawa dia bersamamu, aku akan mengambilnya besok."
"Jangan, di apartemen ada kekasihku. Dia bisa salah paham. Kau bawa saja ke asrama. Aku ada tas besar, masukkan dia di sana."
"Apa kau gila? dia bisa mati."
"Tidak, dia akan hidup, tidak ada pilihan lain untukmu."
Calvin berpikir keras, dia sudah buntu dan mengikuti apa yang di katakan oleh sang pria.
Hingga asmara yang di maksud sudah ada di depan mata, sang pria memberikan saran agar tas itu di buka sedikit, agar si bayi bisa bernafas.
Calvin mendengarkan saran itu.
"Kau dengarkan aku, setelah sampai di dalam asrama, bersikaplah biasa saja. Kau pasti akan mendapatkan masalah pulang jam segini dengan membawa bayi. Ini kartu namaku, kau bisa menghubungiku jika merasa kesulitan."
"Siap kakak! mulai sekarang, aku akan memanggilmu kakak."
"Ya, bagus. Setidaknya kau tidak memanggilku dengan sebutan kakek."
"Cih, berharap aku panggil kakek? Kau terlalu jelek untuk jadi kakek."
Calvin melihat kartu nama itu dan membaca nama Jonathan.
"Siap kak Jo, aku baru saja membaca nama di kartu ini, jadi aku tahu namamu."
"Apakah aku terlihat bertanya?"
"Pria menyebalkan! Ah sudahlah, aku masuk dulu kak. Hati-hati di jalan."
"Oke."
Mobil itu pergi, perlahan sang pemuda mengendap-endap untuk masuk melalui pintu belakang.
"Woy! tertangkap!"
Seorang pria yang merupakan satpam yang berjaga, menatap basah Calvin, untung bayi itu tidak menangis saat tas bergetar karena naik turun disebabkan gerakan Calvin yang terkejut.
"Apa sih pak? Aku kan sudah bilang, mau keluar sebentar."
"Iya, tapi ini sudah malam, kau bilang keluar jam 23.00, pulang jam 23.30. Coba kau lihat? Sekarang sudah lebih dari waktu yang kau katakan!"
Sang pemuda bersikeras untuk masuk ke dalam asmara dengan alasan barang bawaan berat.
Sang satpam curiga dengan isi tas yang tiba-tiba saja di bawa oleh Calvin, karena sebelumnya pemuda itu tidak membawa apa-apa.
"Apa yang kau bawa, Calvin?"
"Kau mau lihat? ada majah dewasa di sana, aku baru beli dari bandar," ucap Calvin dengan spontan.
Dia tak memiliki ide lain, karena hanya itu yang ada di dalam otaknya.
"Wah, aku memiliki selera yang bagus. Baiklah, kita bisa melihat bersama malam ini."
"Jangan sekarang pak satpam, besok siang saja. Besok kan hari minggu, kau bisa datang ke kamarku. Bagaimana?"
Calvin memberikan tawaran yang bagus, ini membuatnya bisa kabur.
Dengan rasa bangga, Calvin masuk ke area asrama tanpa debat berkepanjangan.
Seperti saran Jo, dia berjalan dengan gaya biasa saja. Beberapa kamar memang sudah tertutup, tapi ada beberapa yang belum tidur, karena hari ini malam minggu.
Calvin baru seminggu ada di sana, tapi sudah tidak betah, namun untuk kali ini Calvin harus berdamai dengan keadaan. Sebab ada bayi bersamanya.
Saat melewati salah satu kamar, Calvin terkejut karena ada yang memanggil namanya, tanpa pikir panjang, Calvin memeluk tas itu dan membawanya berlari bersamanya.
"Woy! Calvin? ada apa?"
Sang teman bahkan keluar dari kamarnya dan ingin mengejar Calvin, hanya saja usahanya dihentikan teman satu kamarnya.
"Masuk, nanti penjaga asrama akan menghukummu."
Setelah teguran itu, sang teman langsung masuk ke dalam kamarnya.
Si Calvin sudah ada di depan pintu kamarnya, tanpa basa-basi, ia segera masuk dan mengunci pintu.
"Huft! Akhirnya, bayiku."
Calvin yang memeluk tas berisi bayi, mendapatkan padangan aneh dari tiga teman satu kamarnya.
Tatapan yang langsung padanya.
"Apa yang kau bawa?" tanya Yonas, si teman sok cool.
"Aku curiga kau membawa boom," sahut Tama, si absurd gak ketulungan.
Satu lagi, Martin, si playboy kaleng krupuk.
Ia tak berkomentar, karena sedang fokus kepada para kekasih yang sedang ia ajak berkencan minggu depan.
Martin terlalu fokus dengan ponselnya yang berjumlah 5 buah itu.
Calvin menelan salivanya, tanpa banyak bicara, ia langsung membuka tas itu dan membaringkan bayi di tempat tidurnya.
"Apa? bayi?" ucap Tama dan Yonas.
Mereka mendekat pada ranjang bertingkat itu, ketiga pemuda mengelilingi ranjang dan satu bayi yang ada di tengah.
Bayi itu diam saja, dan hanya bergerak-gerak sesuai dengan keinginannya, matanya sangat lebar, terlihat sangat jelas.
Bibirnya tipis dan hidungnya mancung. Bayi perempuan itu sangat cantik.
"Jika dewasa kelak, aku berharap, keturunan Martin tidak akan mengetahui ada bayi masa depan secantik ini. Astaga, senyumnya ada lesung pipit. Perfect," ucap Yonas. Dia begitu memuji bayi mungil itu.
"Iya, bagaimana bisa Martin melewatkan daun muda? pacar saja sudah punya 10. Satu ponsel untuk janjian dua orang. Ya Tuhan, kapan dia tobat," sahut Tama setuju dengan ucapan Yonas yang sangat benar.
"Sudahlah, jangan berisik, anakku sedang ingin tidur. Coba kau lihat wajahnya begitu imut seperti aku," ujar Calvin seakan memiliki bayi mungil yang belum ada namanya itu.
Yonas dan Tama menatap mata Calvin, keduanya sedang menyelidiki sesuatu.
"Ada apa denganmu? Kau menghamili seorang gadis? Satu minggu diasingkan oleh kedua orang tuamu, apakah belum cukup?" tanya Tama mengintrogasi.
"Nah, benar. Isi otak Tama sama denganku. Katakan sesuatu tentang asal usul bayi ini!" sahut Yonas yang seakan menghakimi Calvin dengan membabi buta.
Belum sempat memberikan penjelasan, Martin ikut campur, dia yang tidak terlalu mendengarkan apa yang disampaikan oleh tiga orang itu, memberikan pendapatnya.
"Ya, kau hamili anak orang? dasar! aku saja yang playboy masih paham, ada banyak pengaman di mini market. Apakah kau bodoh? Payah sekali."
"Martin! Diam kau! Jika tidak tahu permasalahan yang sebenarnya, tidak perlu berkomentar."
"Oke, begitu saja marah."
Ketiga orang masih berdebat, Calvin selalu ingin menjelaskan, tetapi diberikan banyak tudingan. Martin merasa kesal, dia meninggalkan ponsel dan para pacarnya. Kemudian menghampiri teman satu kamar yang berisik dari tadi.
"Kalian sedang mendebatkan apa, hey?" ucap Martin.
Saat ia berjarak dekat dengan bayi mungil, rasanya seperti bertemu dengan malaikat. Martin langsung luluh.
"Astaga, kenapa ada dewi di sini? apakah dia keturunan dewi kecantikan?"
"Kau ternyata sama saja dengan yang lain. Duduk dan dengarkan Calvin berbicara."
Calvin menghela nafas, lalu memberikan penjelasan mengenai asal usul bayi itu.
Ketiga orang yang menjadi teman satu kamar, merasa sedih dengan keadaan ini. Calvin yang depresi, lalu bayi yang dibuang. Ini sangat mengharukan.
Calvin menyangka jika teman-temannya akan menolak kehadiran bayi itu, tapi justru sebaliknya. Ketiga temannya akan bergantian menjaga si bayi dan bekerja sama untuk membeli semua perlengkapan untuknya.
"Mulai saat ini, dia akan memiliki empat ayah. Meski kita masih kekanak-kanakan, setidaknya ada internet. Kita bisa belajar banyak dari sana cara merawat dan menjaga bayi," ucap Tama yang sangat senang berada di antara teman yang juga suka dengan bayi itu.
"Oke, untuk bagian mandi dan popok, biar aku yang lakukannya. Martin terlalu berpikiran kotor tentang perempuan. Dia tidak cocok," cetus Yonas.
"Aku juga ingin dapat bagian, dia hanya seorang bayi perempuan, aku tidak sekotor itu, kawan!"
"Haha ... oke-oke. Tugas akan aku bagi. Hari pertama Tama yang menjaga dan membeli susu, pempers dan baju bayi. Hari kedua Martin, hari ke tiga aku dan hari ke empat adalah Yonas. Ini cukup adil bukan?"
Calvin memberikan pembagian tugas, semua teman setuju dengan perkataannya.
Hari ini, semua ayah memberikan kasih sayangnya. Hingga terdengar kentut sang bayi, sampai pup. Semua ayah merasa panik, Calvin lupa membeli perlengkapan bayi.
Semuanya jadi kacau. Alhasil, mereka sedemikian rupa menjadikan sprei putih untuk popok bayi.
Keributan ini berlangsung cukup lama, hingga pintu kamar mereka ada yang mengetuk.
"Matilah kita!"
Dari ke empat orang itu, hanya Calvin yang berani membuka pintu.
Ia membaca doa dulu, jangan sampai keberadaan bayi di asrama laki-laki diketahui oleh banyak orang.
Klek!
Pintu telah terbuka, ia melihat pak satpam yang tadi memergoki Cavlin.
"Kau? Ada apa pak?"
"Aku teringat akan kata-katamu, mana majalah dewasanya?"
"Kenapa dia ingat?" batin Calvin.
Dia berpikir dan mencari jawaban paling singkat.
"Oh, ada sebentar. Kau jangan masuk, kami belum tidur dan sedang nobar yang cantik-cantik. Kau sudah dewasa, bahaya kalau sampai ikut kami. Nanti bar-bar."
"Wah, sepertinya seru."
Sang satpam ingin masuk di dalam, tapi dicegah oleh Calvin.
"Eh, jangan masuk. Aku tidak akan memberikannya padamu. Diam di sini, dan tunggu."
"Okelah."
Calvin memberikan kode untuk Martin agar mengambil majalah yang ada di mejanya. Sebab Calvin tahu jika bacaan Martin tidak jauh dari semua itu.
Martin bergerak cepat, dia ambil majalah itu dan memberikannya pada Calvin.
Kini majalah sudah ada ditangan Calvin, dia sedang bernegosiasi.
"Pak, semua majalah ini untukmu, tapi jangan datang secara tiba-tiba di malam hari. Aku sedang banyak pikiran, aku pusing."
Calvin memang sangat pandai berakting.
Dia mengatakannya dengan sangat fasih, tanpa terlihat sedang berbohong.
Sang satpam mempercayainya. Kali ini Calvin selamat.
Hingga tiba-tiba terdengar suara bayi, pak satpam langsung curiga, jika ada sesuatu yang disembunyikan oleh Calvin Cs.
"Suara apa itu? Apakah kalian membawa bayi?"
*****
Semua orang langsung tegang, lagi-lagi Calvin mengelabui sang satpam.
Dia hanya mengatakan jika itu suara dari boneka yang diberikan oleh ayah dan ibunya sebelum mengirimnya ke asrama.
Calvin beralasan jika boneka itu akan mengingatkan jasa ibunya yang sudah susah payah menjaganya.
"Apakah itu benar? Aku sama sekali tidak percaya kepadamu."
Pak satpam memaksa masuk, lalu Tama langsung gercep membuat boneka dari kain, ia menirukan suara bayi. Meski sangat tidak masuk akal, sang satpam enggan memberikan komentar.
Tama yang terkenal sangat aneh, membuat pak satpam tidak mau menghabiskan waktu di kamar Calvin Cs.
Selain banyak waktu terbuang, pak satpam juga masih banyak pekerjaan.
"Ya, aku percaya kau. Kadang aku malas dengan semua alasanmu yang tidak masuk akal. Calvin anak baru, jangan membuatnya makin tidak paham akan pergaulan yang normal."
"Siap pak!"
Satpam sempat melirik ke arah kamar bagian dalam, tapi langsung di tutup oleh badan Calvin.
Sekarang pria itu benar-benar pergi, Calvin sudah memastikannya.
"Astaga, hampir saja! dimana anakku?"
"Kau lihatlah dia, bayimu ada di sana!"
Tatapan mata Calvin menuju ke arah Martin yang sangat fasih memberikan candaan dan kehangatan bagi si bayi.
"Haha, dia bisa juga mengasuh," ucap Calvin yang merasa senang dengan situasi ini.
Dia merasa bahwa Martin hanya tahu tentang para gadis saja, ternyata tidak demikian adanya.
Martin sangat bisa melakukan banyak hal.
Setelah sang bayi tenang, mereka bisa tidur dengan nyenyak dengan Calvin terus menjaga bayi itu.
.
.
.
Pagi harinya, pukul 05.30 ...
Semua orang yang terbiasa bangun siang, langsung berbagi tugas tanpa membiarkan semua penghuni asrama tahu jika mereka merawat bayi di sana.
Untung hari ini minggu, jadi beberapa anak di asrama pulang ke rumah masing-masing untuk melepas rindu. Sedangkan sebagian lainnya memilih untuk menghabiskan waktu di asrama.
Tugas yang sudah tertata rapi, langsung jungkir balik tidak beraturan sebab Martin yang terlalu lama mandi. Harusnya dia bertugas membeli makanan bersama Calvin, alhasil mereka order lewat aplikasi. Lalu Tama gercep pergi ke mini market yang dekat dengan asrama itu untuk membeli beberapa perlengkapan bayi, dia meminta seorang ibu untuk membelikan beberapa barang yang sudah ia list disebuah kertas. Dia menyisihkan uang bersama ketiga temannya untuk membeli popok, baju dan susu.
Ide ini terlintas begitu saja, sebab dirinya tidak mampu berpikir lagi. Tama sangat tertekan kalau ada teman lain tahu jika dia merawat bayi di dalam kamar.
Tama membuat barang-barang itu cukup aman dengan memasukkan ke dalam kardus dan mengirim paket. Ini sangat tak biasa, tapi ini lebih baik daripada satpam yang selalu bertugas akan banyak bertanya.
Ini menjadi pemikirannya juga.
Hingga semua kesulitan itu usai, kini semua sudah lengkap.
Hari minggu yang cerah, tapi mereka semua malas keluar karena terpesona dengan bayi yang ditemukan Calvin tadi malam.
"Kau tahu kan, susahnya cari barang dan mengirimnya ke asmara. Untung kau yang mengambil paketnya, jika ada orang lain, pasti akan menimbulkan masalah."
Tama sangat beruntung memiliki teman Yonas, dia cukup sat set dalam melakukan banyak hal, jadi sangat menyenangkan bisa bekerjasama.
"Iya, aku juga merasa senang, Yonas jadi idolaku. Kau keren."
Calvin mengatakan hal yang sama, dia melirik ke arah Martin yang sedang membuat susu untuk si bayi.
"Dia hanya ingin bersama malaikat kita, tapi tidak mau membeli perlengkapan. Apakah itu namanya solidaritas?" sahutnya kesal.
Martin masa bodoh, dia hanya ingin bersama si bayi mungil yang sangat cantik dan telah membuatnya jatuh hati.
"Jika dia dewasa, jangan kau nikahi. Dia adalah anak kita bersama."
"Mungkin saat si cantik berusia 20 tahun, kita sudah 30an tahun. Haha ... sebenarnya kita bisa menjadi ayah dan suaminya, tapi apakah mungkin?"
Martin dan Yonas sedang berdebat tentang masa depan si bayi cantik, berbeda halnya dengan Tama dan Calvin.
Tama sedang memikirkan nama untuk sang bayi, begitu juga dengan Calvin.
"Namanya Moon saja, dia bagai cahaya bulan. Soalnya kau temukan dia ditengah malam."
"Kau agak pusing ya? tadi malam tidak ada cahaya bulan, mendung tahu!"
"Terus, namanya siapa ya?"
Tama dan Calvin, masih berdebat, Yonas yang penat mendengar tiga temannya sibuk dengan urusan masing-masing.
Dirinya mengambil alih semua itu.
"Diam kalian semua, aku akan memutuskan jika nama bayi kita adalah Angela Flowers. Dia adalah malaikat kita yang harum dan penuh bunga."
"Hahahhahahhaaa."
Ketiga teman tertawa tidak aturan, sebab seorang Yonas sangat tidak romantis. Namun, tiba-tiba saja bisa memberikan ide nama yang cukup manis dan super cute.
Mereka sangat senang menghabiskan hari minggu bersama Angela.
Namun, tanpa disadari, seorang teman yang curiga akan gerak gerik ke empat orang itu mulai melakukan penyelidikan.
Ini sangat berbahaya bagi empat pemuda itu, karena bisa jadi di keluarkan dari asrama dan tidak bisa bersekolah disana lagi.
Di tempat lain ...
"Apakah kau yakin, Jimmy?" tanya Ronald.
Dia dan Jimmy sangat sensitif dengan Martin sebab gadisnya direbut oleh si playboy.
Kali ini, keduanya akan menjatuhkan Martin dengan gosip telah membuat onar dengan membawa anak di sekolahan.
"Yakin, aku mendengar suara bayi, dan mereka sama sekali tidak keluar kamar. Ini aneh."
"Oke, kita segera urus."
Rencana orang-orang yang tidak suka dengan Martin, seketika mengembara ke dalam kebencian yang tiada batas.
Ronald dan Jimmy akan memberikan pelajaran kepada Martin.
Minggu sore biasanya anak asrama sering melakukan makan malam bersama. Ronald yang terlihat sok akrab dengan Calvin, mencoba memintanya untuk menemani di area lantai satu untuk ikut menyiapkan makan malam para bujang di asrama.
Sedangkan Jimmy mendekati Martin.
"Martin, my bro!" ucapnya sambil memeluk tubuh sang rival.
Ini sangat aneh bagi seorang Martin, sebab selama ini Jimmy jarang berinteraksi dengannya. Tapi kenapa tiba-tiba memeluknya?
Fix, ini sangat mencurigakan.
"Oh ya," jawab Martin sekenanya, sebab dia tidak mau terlalu banyak bicara dengan orang yang selama ini membuatnya dalam masalah.
Menurut padangan Martin, bukan dia yang merebut kekasih Jimmy, tapi kekasih Jimmy yang datang padanya karena pria itu tidak bisa memberikan kasih sayang dengan tulus.
Jimmy terlalu fokus dengan teman-temannya tanpa melihat adanya dirinya.
Martin memegang teguh kata-kata setiap gadis yang bersamanya, meski dia sendiri suka bohong.
Dasar playboy memang si Martin.
"Kau mau makan bersamaku?" tanya Jimmy dengan raut muka yang lebih bersahabat.
Jimmy akan memberikan kesan jika dia biasa saja dengan Martin.
"Boleh."
Martin meladeni tawaran Jimmy, akan sampai mana si rival membuatnya lengah.
Kedua orang itu berjalan menuju stand makanan, Jimmy yang kebetulan memiliki kesukaan yang sama dengan Martin, bersama menghampiri stand dengan menu spaghetti dan beberapa kudapan yang sangat nikmat.
"Kau dan aku suka spaghetti, apakah ini sebuah kebetulan?" tanya Jimmy.
Ia mulai sok akrab, rasanya sangat malas, tapi sang rival ingin Martin dan Calvin tetap berada di bawah. Sebab dua temannya sedang berada di atas menyelidiki apa benar ada bayi di kamar Martin cs.
"Tidak, aku suka karena kekasihmu suka. Dia sepertinya memiliki kebiasaan yang sama denganmu."
Satu shoot langsung masuk ke dalam hati Jimmy, apa yang dia maksud kekasih adalah masa lalu Jimmy, yaitu Lisa.
Jimmy tidak mau baper, dia terus memberikan shoot balasan.
"Lisa dan kau sangat serasi. Aku senang gadis itu menemukan pria yang tepat."
"Apakah kau baru sadar jika kau bukan pria tepat untuknya?"
Kata-kata ini bisa memicu kemarahan Jimmy, tapi demi misi, dirinya akan tetap diam saat kalimat sarkas memenuhi obrolan mereka.
Saat obrolan itu, Martin memantau ada dua orang yang berjalan menuju lantai dua, terlihat jelas dari bawah jika mereka akan datang ke kamarnya.
Apa yang dia pikirkan, nyatanya benar terjadi. Martin segera mengirim pesan kepada Tama.
Sedangkan di kamar Martin Cs ...
Tama yang menunggu perintah Martin, terlihat fokus kepada ponselnya.
Ting!
Tiba-tiba ada pesan masuk, saat Tama memeriksa, ternyata pesan itu dikirim oleh Martin.
"Martin mengirim pesan jika kita harus memindahkan bayi ini ke tempat lain, astaga! kita pindah kemana?" ucap Tama merasa bingung dengan apa yang dikatakan oleh Martin.
"Aku juga pusing, bagaimana ini?" jawab Yonas.
Di saat merasakan pusing tujuh keliling, tiba-tiba terdengar suara pintu yang diketuk.
Dua orang mulai panik.
Suara ketukan semakin keras, terdengar jelas orang dari luar mencoba untuk mengintimidasi dua orang itu.
"Aku tahu jika kalian berbohong! buka pintunya, di sini tidak boleh ada bayi! aku akan datang membawanya kepada dewan asrama. Aku sudah menantikan ini semua, kalian keluar dari asrama dengan tidak terhormat."
Tama sangat mengenal suara itu, tapi dia tidak bisa melakukan apapun. Sang bayi yang anteng, membuat seorang Yonas tidak tega memasukkannya kedalam tas.
Hingga tidak ada pilihan lain, Yonas memasukkan bayi itu ke dalam tas besar dengan membuka sedikit tas itu untuk menyisakan ruang oksigen.
Lalu tas itu di letakkan di bagian atas lemari kayu yang cukup tinggi.
"Apakah ini aman?" cetus Yonas cemas.
"Kita bersikap biasa saja, tidak perlu banyak ini dan itu. Ingatlah! orang yang ada di luar sangatlah berbahaya."
Tama hanya bisa mengiyakan, sebab dia tidak mau terjadi sesuatu kepada bayi cantik itu.
Ia membuka pintu dengan perlahan, tetapi dua orang yang tidak tahu malu, langsung masuk dan mencari bayi.
"Dimana kalian sembunyikan bayi itu?"
******
"Apa yang kau cari?" tanya Tama.
Dia harus berakting, agar Angela aman.
"Masih sok lugu? aku mendengar ada suara bayi. Apa kalian membuat ulah di sini?" ucap Santana.
"Iya, aku akan memeriksanya di dalam," sahut Billy.
Kedua orang yang merupakan kakak kelas masuk ke dalam kamar Martin cs, lalu mencari dimanapun, tapi tidak menemukan apa yang mereka duga bayi.
"Aku tidak memahami apa yang kalian inginkan. Tolong keluar dari sini. Jangan membuat ulah!" pinta Tama.
"Heh! aku kakak kelasmu! kenapa sok sekali?" Santana sangat ingin memukul Tama, karena sang adik kelas sangat berani dan melotot ke arahnya.
"San, no! Kita akan menjadikan mereka menang, lain kali kita akan temukan bayi itu!" sahut Billy.
Ia menarik lengan Santana dan keluar dari kamar itu.
Tama dan Yonas merasa tenang, sebab dua orang itu tidak teliti dalam mencari.
"Huft! Mereka tidak mencari di atas lemari."
"Siapa juga yang akan memikirkan bayi diletakkan diatas lemari?"
"Haha, apa yang kau katakan benar juga. Astaga, aku justru merasa sedih untuk mereka. Kakak kelas yang malang."
"Haha ... benar sekali!"
Tama dan Yonas bersenang-senang, sebab untuk pertama kalinya mampu membuat orang yang tidak suka, langsung down karena ide tidak biasa mereka.
Hampir saja keduanya lupa, karena tidak langsung diambil, tas itu bergerak-gerak, fokus mata Tama langsung menuju atas lemari.
Tas itu hampir jatuh, suara bayi terdengar, meski tidak keras.
"Astaga, anak kita."
Tama langsung mengambil tas itu dan segera menggendong sang bayi, sedangkan Yonas membuat susu.
Keduanya terlihat sangat menyayangi Angela. Bayi itu tidak bisa jauh dari Tama dan Yonas ternyata.
Setelah meminum susu dari dot, Angela diam dan perlahan tidur kembali.
Yonas langsung membuat laporan kepada Martin dan Calvin.
Dua orang yang masih berada di bawah, langsung membalas dengan kalimat yang cukup menenangkan.
Kata Calvin, dia bisa lepas dari Ronald. Sedangkan Martin mampu membuat Jimmy muak.
"Kami akan datang."
Ini adalah balasan pesan dari Calvin menggunakan ponsel milik Martin.
Jeda lima menit dari pengiriman pesan, terdengar suara Martin dan Calvin tertawa, keduanya masuk ke dalam kamar dengan penuh kegembiraan.
Yonas yang tahu kedua ayah Angela yang lain sudah datang, lalu mengamankannya. Orang yang baru saja berada di kerumunan, sangatlah kotor. Dia meminta kedua orang itu untuk mandi, karena bayi sangat sensitif dengan apapun.
"Heh! Aku lebih tua darimu, tapi kau selalu mengatur?" canda Martin yang tidak mau jauh dari Angela.
"Mandi saja lah, Martin," jawab Calvin. Dia juga on the way kamar mandi.
"Baik baby, kita mandi bersama!"
Martin memang agak lain, dia berlari dan langsung memeluk tubuh Calvin dari belakang, dia menghalangi sang teman untuk mandi, karena dia juga ingin membersihkan tubuhnya.
Di saat dua orang itu sedang rebutan kamar mandi, Angela begitu tenang dan Yonas menjaganya dengan baik.
"Anakku sayang, jangan kau tiru dua ayahmu yang agak-agak itu." Yonas memang senang menyulut api pertikaian.
"Apa maksudmu Yonas?" Calvin merasa tersinggung, sebab dia yang lebih dulu menemukan bayi itu, harusnya dia yang berhak lebih dulu.
"Tidak apa-apa ayah kedua, aku masih berbaik hati tidak memintanya darimu. Aku akan membawa Angela bersamaku untuk liburan," jelas Yonas dengan percaya diri.
Martin membiarkan Calvin mandi, karena panggilan telepon lima ponselnya terdengar bersamaan.
Ketegangan Calvin vs Martin usai, semuanya berganti dengan kebahagiaan.
"Haha, semoga kau segera tiada Martin! dalam satu hari lima gadis menghubungimu, kau harus lembur dalam berbohong!" canda Tama.
"Haha, kenapa aku sangat senang melihatnya tersiksa!" jelas Calvin yang mendapatkan tatapan tajam dari Martin. Dia lantas masuk ke dalam kamar mandi agar tidak ada orang yang menganggunya lagi.
Sedangkan Yonas dan Tama belum berhenti mengerjai Martin si playboy kelas kakap yang kelabakan mengatur kencan ke 10 kekasihnya.
"Kau lihat Angela, ayah pertamamu sangat berpengalaman mencari ibu untukmu," ledek Tama.
"Benar apa yang kau katakan, dia sangat pandai melakukannya," cetus Yonas yang akan terus mengerjai Martin.
Martin diam, dia tidak mau diganggu, sambil memeriksa panggilan mana yang penting, dia memikirkan bagaimana cara mengatur kekasih lainnya.
"Sebenarnya aku sangat pusing, tapi aku tidak boleh menunjukkannya," batin Martin.
Beberapa menit kemudian ...
Keempat orang itu bergantian untuk mandi, setelahnya belajar memandikan bayi dengan baik. Dengan panduan video di toktok.com, mereka bisa melakukannya.
"Kita pemuda dengan banyak kegiatan, tapi memandikan bayi baru saja belajar. Hah, ini menjadi pelajaran. Jika kita sudah menikah nanti, harus membantu istri mengurus bayi."
Yonas menyadari satu hal, jika dia baru bisa menjaga bayi, memandikan dan ganti popok masih takut-takut.
Di tengah kebahagiaan ini, Martin merasa cemas.
"Calvin, apa kita harus membawa Angela pergi dari sini? sudah ada yang mencurigai kita," ucap Martin sangat berdasar, sebab Jimmy cs tidak akan membiarkan hidupnya tenang.
"Iya, aku juga tahu. Besok kita pikir bagaimana caranya," jawab Calvin yang terpikir akan pria baik itu.
Setelah merasa tenang dengan masalah hari ini. Calvin mencoba untuk menelepon orang baik itu.
Dia membuat panggilan padanya.
"Kak, bisa bantu aku tidak?"
"Bantu apa? Aku sedang sibuk."
"Dih, jahat amat."
"Haha, oke. Aku akan membantumu, ada apa?"
"Bayi kami sudah dicurigai kehadirannya. Jadi bagaimana baiknya?"
"Aku belum bisa merawat bayi, jika ada salah satu dari kalian bisa menjaganya di sini, aku akan membiarkannya, tapi kalau aku yang melakukan, aku tidak bisa."
Calvin mulai pusing dengan semua perbincangan ini, jika harus menjaga bayi, pasti dia dan teman-temannya tidak bisa. Ada yang harus berkorban.
"Dia telah menyelamatkan hidupku, bagaimanapun, aku akan menjadikannya lebih baik di dunia ini," batin Calvin merasa sedih.
"Cal? apa yang akan kau katakan lagi? Aku ada pekerjaan lain."
"Ya kak, tidak jadi. Kau lakukan apapun yang kau mau."
Panggilan telepon usai.
Martin masih sibuk dengan para kekasih, sedangkan Tama mendekat padanya, karena Yonas berada di sekitar Angela.
"Ada masalah?' tanya Tama merasa ada yang aneh dengan sang teman.
"Kita tidak bisa menyembunyikan Angela di sini selamanya, tapi kita masih harus bersekolah."
Raut pusing sudah terlihat jelas di hadapan Tama, Calvin merasa tidak tega jika meninggalkan Angela saat esok hari ketika mereka mulai bersekolah kembali.
"Aku akan menjaganya. Kalian bersekolah saja," ucap Tama dengan sepenuh hati.
Tama yang paling peka dengan keadaan ini, begitu merasa bersalah jika tidak bisa membuat Angela dalam rasa aman.
Bahkan rela absen masuk sekolah demi si bayi.
Namun, Calvin langsung melarang. Bagaimanapun Angela adalah tanggung jawab bersama. Dia akan menelepon kakak itu lagi, merayu agar bisa meminta tolong. Soalnya ini begitu urgent. Jika dewan asrama mengetahui tentang Angela, semuanya pasti akan berakhir.
"Jangan Tama, kita akan berusaha dengan cara lain, pokoknya tidak boleh mengorbankan masa depan," jawab Calvin merasa bertanggung jawab dengan kehadiran Angela ditengah-tengah teman-temannya.
Yonas yang sedang menjaga Angela, tiba-tiba mendapatkan gangguan dari Martin yang hampir tiada karena tiga kekasihnya ngambek.
"Tolong aku baby, aku sangat pusing," ucap Martin kepada Yonas.
"Dih, kalau yang susah-susah selalu mendekat padaku, tetapi kalau kau sedang bersama kekasihmu, kau lupa akan kehadiranku," ungkap Yonas ketus.
Dia memang menjadi korban dari Martin, selalu berada di dalam situasi sulit karena si pria banyak gadis itu.
"Jangan lupa jika aku sudah membayarmu dengan sekotak eskrim dan coklat. Semua itu sangat mahal, ayahku yang mengirimnya khusus untukku, kenapa sekarang kau kesal?"
Keributan dua orang ini, membuat baby Angela terganggu dan menangis, Calvin dan Tama langsung bergerak cepat dengan mengambil susu yang sudah tersedia, dan langsung memberikannya kepada Angela.
Untung kejadian ini tidak menimbulkan kegaduhan.
"Astaga, kenapa kalian berdua begitu ceroboh? Jangan ribut di depan bayi, dasar!" ucap Calvin.
Dia adalah orang yang paling kesal atas apa yang diperbuat oleh Yonas dan Martin.
Hingga terdengar jelas suara ketukan pintu dari arah luar.
"Kami dewan asrama. Apakah kalian bisa keluar?"
Deg!
Empat orang itu tidak bisa melakukan apapun lagi, rasanya sudah pasrah dengan apa yang ada.
Namun Calvin memiliki ide cerdas.
"Kita harus melakukan ide ini," ucap Calvin.
"Apa itu Cal?" Ketiga orang lainnya merasa penasaran dan ingin segera eksekusi, sebab bertemu dengan dewan asrama, bukan hanya mereka yang mendapatkan masalah. Angela juga pasti akan kena juga.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!