NovelToon NovelToon

Geeky Girl

Menjadi Murid Baru

Tepat pukul 07.00 pagi gadis cantik bernama Diana sarasvati masih tidur dengan pulas, suasana kamar tidur yang begitu berantakan membuatnya nyaman. Selimut dan guling jatuh di lantai, posisi tidur gadis itu kaki berada di atas ranjang sedangkan kepala berada di lantai yang beralaskan karpet berbulu dengan warna pink kesukaannya.

Anak dari pasangan Edo dan Airin sarasvati memang mempunyai sikap yang agak lain dari gadis pada umumnya, apapun kondisi anak tentunya kedua orang tuanya sangat menyayangi. Papah Edo sangat memanjakan Diana, berbeda dengan Mamah Airin yang selalu marah karena ulah Diana.

"Lama sekali dandannya! terlambat masuk sekolah nanti, sayang," ucap Papah Edo ketika melihat putri cantiknya hendak sarapan pagi.

Papah Edo sudah menyiapkan satu potong roti tawar dengan selai cokelat kesukaan Diana dan segelas susu, sedangkan Mamah Airin sedang membuat kopi untuknya.

"Gimana Pah penampilan Diana? cantik kan," ucap Diana dengan rambut diikat dua dan menggunakan kaca mata besarnya.

Papah Edo menahan tawa ketika melihat putri semata wayangnya berputar-putar selayaknya seorang model. "Sayang, jangan berpenampilan seperti itu! kamu siswa baru, bagaimana kalau ada yang mengejek," ujar Papah Edo.

"Diana!" teriak Mamah Airin.

Gadis itu menutup kedua telinganya, karena Mamah Airin berteriak dengan kencang. Airin meminta putrinya untuk merubah penampilannya, tetapi Diana lebih nyaman berpenampilan seperti saat ini.

"Sudah dong, sayang! biarkan Diana sarapan dulu, dia nanti bisa terlambat," ujar Papah Edo tidak terima putrinya kena omel.

"Papah, jangan belain anak nakal ini dong! awas nanti malam gak ada jatah," ucap Airin meletakkan secangkir kopi di meja depan Papah Edo duduk.

"Kaya anak kecil aja! emang Papah gak punya duit, kan kerja! masa minta jatah ke Mamah," ucap Diana dengan polosnya.

"Papah Edo melotot ke arah istrinya, karena sudah berbicara yang tidak didepan Diana. Beliau juga langsung menyuruh Diana untuk sarapan, agar tidak terlambat.

"Oke, Papah!" ucap Diana mengacungkan ibu jarinya ke arah Papah Edo.

Airin hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah putrinya, rasanya hampir gila menghadapi sang putri akhir-akhir ini.

Dulu sebelum berpindah rumah Diana adalah anak yang penurut, tetapi karena bentuk protes pada sang Mamah ia menjadi seperti sekarang.

Diana berangkat ke sekolah diantar oleh Papah Edo, sekalian beliau juga hendak berangkat ke kantor.

"Stop.... Papah! Diana turun disini saja," ujar gadis berpenampilan culun itu.

"Sekolah kamu masih jauh! masa disini," ucap Papah Edo menatap putrinya.

"Lima langkah lagi juga sampai, Pah! dekat kok," ucap Diana kemudian turun dari dalam mobil.

Papah Edo mengikuti Diana yang berjalan kaki dengan mobilnya, ia melajukan dengan pelan. Diana berteriak menyuruh Papahnya segera pergi, karena sudah sampai didepan sekolahan.

Diana lalu mencari dimana kelasnya berasa, untung saja bertemu seorang guru yang merupakan wali kelasnya.

Ibu Mirna namanya, kebetulan sekali Bu Mirna ini yang mengajar di kelas Diana. Bu guru cantik ini mengajak Diana untuk masuk ke dalam kelas, beliau menyuruh Diana untuk memperkenalkan diri.

Semua teman baru Diana menertawakan penampilan Diana, yang dianggap berbeda. Ada juga yang menolak duduk dengan Diana namanya Siska, gadis paling cantik satu sekolah.

"Diana, sini duduk disebelah ku," ujar Galen ray suhendra siswa paling tampan dan pintar di kelas itu yang kerap disapa Ray.

"Apa! gue yang lama ingin duduk disebelah Ray selalu ditolak, kenapa si culun malah diajak duduk. Kurang cantik apa gue," kata Siska.

Diana meletakkan tasnya di kursi sebelah Ray yang kosong, lalu ia duduk dengan rasa malunya karena baru sekali ini dia duduk disamping laki-laki.

"Kenapa melihat seperti itu! biasanya cewek di sini berebut duduk disebelah ku," kata Ray ternyata sadar ketika dilihat oleh Diana.

"Gak papa, Ray," ucap Diana.

Khusus untuk Diana, dia tidak mau dipanggil dengan sebutan Ray. Ray meminta Diana memanggilnya Galen, agar berbeda dengan yang lain. Diana meminta maaf lalu memanggilnya dengan sebutan Galen.

Selesai acara perkenalan diri siswa baru, Ibu guru melanjutkan mengajarnya.

"Diana, apa kamu sudah paham dengan penjelasan Ibu tadi? kalau sudah tolong maju ke depan dan kerjakan soal ini di papan tulis," ucap Ibu guru.

"Baik, Bu," kata Diana kemudian maju ke arah papan tulis.

"PD amat ya! padahal belum tentu bisa," sinis Maura salah satu teman Siska.

"Murid baru saja udah belagu," sahut Cika.

"Kita lihat saja! bisa tidak itu si culun," kata Siska.

Diana memang gadis yang pandai, dalam hal pelajaran dia tidak pernah main-main. Walaupun terlihat culun tetapi kepandaiannya tidak bisa diragukan lagi, dengan cepat ia bisa mengerjakan soal yang diberikan oleh Ibu guru.

Bu guru mulai meneliti apa yang dikerjakan oleh Diana, ternyata jawabannya benar semua.

"Diana, kamu pintar juga," ucap Ray memuji Diana.

"Kebetulan saja tadi," ucap Diana walaupun pandai dia tidak pernah sombong.

Jam istirahat tiba, semua siswa pergi ke kantin tetapi tidak dengan Diana. Ia lebih memilih membaca buku didalam kelas.

"Culun, lagi apa lu? jangan sok pinter ya di kelas ini," ujar Siska merebut buku yang dibaca oleh Diana.

Ray datang dan mengambil buku dari tangan Siska, lalu mengembalikan pada Diana. Tak terima dengan pembelaan Ray, muka Diana disiram dengan air mineral oleh Maura.

Cika menarik rambut basah Diana yang tersiram oleh air, membuat penampilan Diana acak-acakan.

"Hentikan!" bentak Ray.

"Jangan ikut campur lu! atau culun ini gue siksa," ujar Siska.

"Dia punya nama! perbuatan kalian sudah keterlaluan," ucap Ray.

"Galen, aku tidak papa kok," ucap Diana.

Ray langsung menarik tangan Diana keluar dari dalam kelas, dia menyuruh Diana untuk mengelap rambutnya dengan handuk yang ada didalam mobilnya. Tanpa banyak bicara Ray juga membantu Diana merapikan rambutnya, setelah selesai dia meninggalkan Diana yang masih mematung di dekat mobil.

"Galen, tunggu!" teriak Diana membuat Ray menghentikan langkahnya, setelah Diana mendekat Ray melanjutkan jalannya tanpa bicara sepatah kata pun.

"Galen, terimakasih sudah membantuku," ucap Diana.

"Hmm," Ray hanya berdehem tanpa berbicara.

Diana hendak masuk ke dalam kelas lebih dulu, tetapi Ray menghalangi. "Tunggu disini sebentar, aku ambil buku," ucapnya.

Diana tidak mendengarkan ucapan Ray, dia langsung masuk ke dalam kelas dan duduk di kursi yang dia gunakan tadi.

"Kenapa kamu tidak menunggu ku," ucap Ray sembari memeriksa kursi yang dia duduki.

"Aku takut Bu guru datang," ucap Diana.

Diana hendak berdiri dari duduknya, tetapi kursi yang dia duduki ikut menempel di pantatnya. Ia hendak mengatakan pada Ray tapi malu.

Diantarkan Pulang

Ray melirik ke arah Diana yang nampak tidak nyaman saat duduk, dia menyuruh Diana untuk berdiri. Dengan rasa malu Diana berusaha berdiri, tetapi kursinya masih menempel. Ray menahan tawanya, lalu membantu Diana.

"Lain kali perhatikan dulu kalau mau duduk, merepotkan saja," kata Ray.

Karena sulit dibersihkan Ray pergi ke UKS meminta minyak kayu putih, dan digunakan untuk membersihkan permen karet yang menempel di kursi.

"Ini bersihkan sendiri! masa aku yang pegang rok kamu," ujar Ray.

Diana membersihkan sendiri permen karet yang menempel pada roknya, hingga kursi bisa dilepas. Ray membantu membersihkan sisa permen karet yang ada di kursi, setelah bersih Ray menyuruh Diana untuk mengembalikan minyak ke UKS.

Bel pulang sekolah telah berbunyi, semua siswa satu-persatu meninggalkan sekolah. Diana pulang paling akhir, karena menyerahkan surat perpindahannya lebih dulu.

"Diana, apa kamu yakin pindah ke sekolah ini," ucap kepala sekolah.

"Yakin, Pak," ucap Diana tersenyum.

Diana sejak sekolah menengah sudah tiga kali pindah, karena ada suatu hal yang membuat dia tidak betah di sekolah yang dulu. Dia juga merasa kasihan dengan orang tuanya, selalu dipanggil ke sekolah.

Sesudah menerima surat pindah dari Diana, kepala sekolah memperbolehkan pulang. Hari juga sudah menjelang sore, takutnya orang tuanya mencari.

Diana sengaja pulang dari sekolah berjalan kaki, padahal tadi Papahnya sudah berpesan agar memberitahu kalau sudah pulang sekolah.

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti didepannya, sehingga membuat Diana menghentikan langkah kakinya. Seorang yang dia baru kenal menawarkan diri hendak mengantarkan pulang, tetapi Diana menolaknya dengan alasan rumahnya dekat.

Ray tetap memaksa Diana, karena tidak tega melihat Diana yang berpenampilan culun rambutnya berantakan.

"Jangan menolak! kalau ada orang jahat gimana? mikir," ujar Ray sembari menarik tangan Diana.

Diana hanya bisa pasrah sembari menatap Ray, perlakuan Ray membuatnya ingin mengatakan kebenaran yang dia sembunyikan. Ray begitu tulus membantunya, bahkan teman-teman lainnya hanya diam saat Siska, Maura dan Cika menghinanya.

"Mana rumah kamu?" tanya Ray sembari fokus menyetir mobil.

"Perempatan depan belok kira, rumah yang catnya warna kuning," jawab Diana.

Ray langsung melajukan mobilnya dengan kencang, dan berhenti didepan rumah yang ditunjukkan oleh Diana.

Kebetulan saat mereka sampai, Airin baru berbincang-bincang dengan tetangga. Melihat mobil bagus berhenti didepan rumahnya membuat dia langsung menghampiri.

"Itu Mamah ku, Galen! ayo turun dulu," ucap Diana ketika melihat Airin menghampirinya.

Ray akhirnya ikut turun dari mobilnya, lalu menemui Airin. Dia juga memperkenalkan diri, tak lupa juga menjabat tangan Airin. Ray begitu sopan dengan orang tua, walaupun mereka baru saja bertemu.

Airin menyuruh Ray masuk ke dalam rumah, dan membuatkannya minuman. Dia juga begitu baik menyambut Ray.

"Ray, rumah kamu dimana?" tanya Airin.

"Dekat kok, Tante! ini juga sekalian mau pulang ke rumah," ucap Ray. Jalan damai nomer tiga puluh," Lanjutnya.

"Dekat sekali dong dari sini," ucap Airin.

"Kan tadi sudah bilang, Tante," ucap Ray tersenyum.

Diana dari tadi hanya diam, tidak berani berucap sepatah katapun. Dia tidak tau nasibnya nanti setelah Ray pulang, karena baru pertama kali masuk sekolah pulang sudah diantar oleh seorang laki-laki.

Pembicaraan Ray dan Airin begitu nyambung, walaupun Airin terkesan menginterogasi. Masih banyak lagi pertanyaan yang ditanyakan oleh Airin, Ray juga sangat antusias dalam menjawabnya.

"Tante, kalau gitu Ray pulang dulu ya? kapan-kapan kita ngobrol lagi," ucap Ray.

"Aduh... ! kan Tante belum selesai bicara, Ray," ucap Airin.

"Minuman Ray sudah habis, Tante! Gak mungkin kan minta nambah," ujar Ray.

Airin menawarkan minuman lagi, tetapi Ray menolak karena ucapannya tadi hanya bercanda. Ray pulang karena sudah sore dan takut Mamahnya mencari.

"Diana!" teriak Airin saat berada di depan pintu mengantarkan Ray ke depan rumah.

Diana merasa namanya terpanggil lalu mendatangi Airin, dia berlari takut Airin marah.

"Kenapa, Mah! kok teriak kaya di pasar aja," ucap Diana tanpa rasa bersalah.

Airin langsung mencubit lengan Diana, dan menyuruhnya untuk mengucapkan terimakasih pada Ray karena sudah mengantarkannya pulang.

"Ogah, Mah! orang Galen sendiri yang memaksa Diana antar pulang," ucap Diana.

"Cepat! keburu Ray pergi," kata Airin dengan keras.

Takut Airin bertambah marah, Diana hendak menghampiri Ray tetapi Ray sudah melajukan mobilnya. Dalam hati Diana sangat senang, dan lega tidak jadi mengucapkan terimakasih.

Airin mengajak Diana untuk masuk ke dalam rumah, dia menyuruh anak kesayangannya itu duduk di sofa ruang keluarga.

"Kamu mau buat malu Papah dan Mamah lagi? baru juga sekolah sehari sudah diantarkan pulang laki-laki," ujar Airin.

Diana menjelaskan kalau tadi Ray yang sudah memaksanya untuk mengantarkannya pulang, jadi Diana tidak bersalah.

"Sudah dong, Mah! Masa Diana mau kenal sama temannya tidak boleh," sahut Papah Edo yang kebetulan baru pulang dari kantor.

Diana lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman Papahnya, begitulah Diana kadang sampai berebut dengan Airin.

"Papah, kenapa belain Diana terus! jadi bandel dia sama Mamah," ujar Airin.

"Diana yang bandel gak papa, Mah! asal bukan Papah," ucap Papah Edo seraya mencolek pantat istrinya.

"Papah!" bentak Airin.

Papah Edo memberikan isyarat pada istrinya, kalau Diana sudah datang dengan membawa dua cangkir teh hangat. Lalu dia meletakkan di meja depan Papahnya duduk.

Papah Edo dan Mamah Airin mengucapkan terimakasih pada Diana, karena sudah membuatkannya minuman.

Diana kali ini bisa lolos dari amukan Mamahnya, dia merasa sangat begitu lega. Dia langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur, teringat dengan penampilannya yang amburadul Diana bangun lagi.

Diana mengambil handuk dan berlari menuju ke kamar mandi, selesai mandi dia menyisir rambutnya dengan rapi lagi.

Tak lama kemudian terdengar suara Airin memanggilnya untuk menyuruh makan bersama, Diana pun bergegas menuju ke ruang makan.

"Ini baru anak Mamah," ucap Airin yang tidak suka kalau anak kesayangannya berpenampilan culun.

"Mamah ngeledek kamu, sayang! sini duduk sebelah Papah," ucap Papah Edo membuat istrinya mengerucutkan bibir.

Dimata Papah Edo apapun penampilan Diana tidak jadi masalah, karena beliau yakin anaknya melakukan semua untuk menjaga diri.

"Mamah tidak mau tau, Diana! besok kamu harus mempercantik diri, jangan membuat Mamah malu! kamu gak malu apa kalau jalan sama Ray, berpenampilan seperti itu," kata Airin.

Diana menggelengkan kepalanya, sembari memakan ayam goreng kesukaannya.

"Ayam goreng Mamah kenapa kamu makan? Mamah kan gak suka bagian lain," ucap Airin.

"Mulai deh," ucap Papah Edo menepuk dahinya.

Airin lalu menyuruh Diana menggoreng daging ayam untuknya, tetapi Diana menolak karena takut terciprat minyak. Airin lalu marah dan masuk ke dalam kamarnya, dia tetap meminta Diana yang harus bertanggung jawab.

Bertengkar Dengan Ibu Tiri

"Diana!" teriak Airin saat melihat Diana menggoreng daging Ayam dengan cara dilempar, untung saja minyaknya tidak mengenai muka putrinya.

"Mamah, ngagetin aja," ucap Diana sembari memegang dadanya.

Maksud Airin itu sebenernya baik, berhubung anaknya sudah besar dan belum bisa memasak ia bermaksud untuk mengajarinya walaupun caranya harus ngambek dulu. Karena Diana tidak akan mau disuruh tanpa alasan.

Papah Edo ikut ke dapur, beliau ingin membantu putrinya untuk menggoreng ayam tetapi bola mata sang istri sudah melotot ke arahnya.

"Pah, gak ada niat bantuin putri Papah yang cantik ini ya," kata Diana.

Papah Edo memberikan isyarat agar Diana menoleh ke arah Mamahnya, yang saat ini sedang berdiri didekatnya.

Drama menggoreng ikan pun selesai, walaupun agak gosong tetapi masih enak dimakan. Airin dengan lahap memakan ayam goreng buatan anaknya, dia juga memuji kalau enak.

****

Galen Ray Suhendra.

Ray baru pulang dari rumah Diana tadi langsung merebahkan tubuhnya di sofa, dia merasa sangat lelah.

"Ray, kamu baru pulang? kemana saja tadi," ucap Mamah Icha.

"Bukan urusan, Tante," kata Ray mengambil tasnya kemudian masuk ke dalam kamar.

Mamah Icha tersenyum mendengar ucapan Ray, sembari menatap Ray berjalan ke kamarnya.

"Sayang, kamu gak papa kan," ucap Papah Adi.

"Gak kok, Mas! anak Mas aja yang gak tau diuntung," ujar Mamah Icha.

Adi kemudian menasehati istrinya agar lebih sabar dalam menghadapi Ray, sebenarnya Ray itu anak yang baik selalu menghormati orang tua. Tapi semenjak Mamah kandungnya pergi meninggalkan dirinya, dia selalu merasa tidak nyaman berada di rumah.

Selesai menasehati sang istri, giliran Ray yang akan beliau nasehati. Adi berjalan menuju kamar putra semata wayangnya, dia membuka kamar itu terlihat Ray baru selesai mengganti bajunya.

"Ray, Papah ingin bicara sebentar," ucap Adi duduk di tepi ranjang milik Ray.

"Tinggal bicara, Pah! Ray dengerin," kata Ray sembari membuka buku pelajaran.

Adi menasehati Ray agar lebih sopan kepada Icha, bagaimanapun Icha adalah ibu sambungnya yang nanti akan menjaga Ray dan Papahnya.

Ray menolak permintaan Papahnya, bagaimana bisa wanita yang seumuran dengannya menjadi ibu sambung.

"Ingat, Pah! Mamah Ray hanya Mamah Reni, tidak ada yang bisa mengantikan posisi Mamah Reni," ujar Ray. Papah juga kenapa menikahi wanita gak jelas itu," Lanjutnya.

Dalam hati Adi merasa sakit mendengar ucapan putranya, dia sebenarnya hanya ingin menolong Icha. Icha yang dihamili oleh adik kandung Adi, dan tidak mau bertanggung jawab. Rama tidak mau bertanggung jawab karena tidak yakin dengan anak yang dikandung Icha, tetapi keluarga Icha terus menuntut.

Rama saat ini kabur keluar negeri, dengan terpaksa Adi yang menggantikan adiknya tanpa sepengetahuan Mamah Reni.

Mamah Reni awalnya tidak mengetahui hal ini, tetapi banyak tetangga yang menyindir dan membuatnya malu. Tanpa mengetahui masalahnya dengan jelas Mamah Reni juga pergi meninggalkan Ray dan Papahnya.

Walaupun mereka hidup satu rumah tetapi berbeda kamar, Papah Adi tidak mau menyentuh Icha sama sekali. Sekarang justru Icha yang ingin diperlakukan lebih, layaknya suami istri.

Papah Adi masih sangat mencintai Mamah Reni, jadi dia tidak akan berbuat macam-macam. Soal panggilan sayang tadi, karena Icha yang memaksa .

"Ray, Papah sudah cukup pusing memikirkan semua ini! jadi tolong kamu sabar dulu ya," ujar Adi.

"Wanita itu hamil anak Om Rama, jadi bukan anak Papah! bukan tanggung jawab Papah, Ray mau cari Mamah," ucap Ray mengambil jaket lalu bergegas keluar dari kamar.

Diam-diam Icha mendengarkan pembicaraan mereka, membuatnya sangat senang karena Adi ternyata membelanya.

"Mas, maafkan Icha! Gara-gara Icha keluarga Mas, jadi berantakan," kata Icha.

"Semua sudah terlanjur," kata Adi kemudian masuk ke dalam ruang kerjanya. Adi merenungi nasibnya, dulu keluarga yang begitu penuh dengan kebahagiaan kini hancur sudah. Kini harta yang dia miliki tidak berguna, karena kebahagiaan hill sudah.

Percuma hidup bergelimang harta, tetapi tidak mempunyai kebahagiaan sedikit pun. Istri yang dia cintai pergi entah kemana, sedang anak satu-satunya telah membencinya.

Icha masuk kedalam kamar, dia berjoget-joget senang karena usaha untuk menguasai harta keluarga Adi semakin cepat.

Seandainya Rama yang menikahinya belum tentu dia akan hidup berkecukupan, karena Rama masih suka menghambur-hamburkan uang.

Keesokan harinya Icha sudah menyiapkan sarapan untuk Papah Adi dan Ray, dia menghidangkan segelas susu dan sepiring nasi goreng.

"Bik, ini siapa yang bikin?" tanya Ray saat berada diruang makan, kebetulan Icha baru memanggil Adi untuk sarapan pagi. Jadi Ray bertanya dulu pada Bik Asri.

"Bibi lah, Den! paling Nyonya menghidangkan saja, terus bilang buatannya," ucap Bik Asri.

Ray tersenyum lalu memakan dengan lahap, kalau yang membuat makanan Icha Ray tidak pernah sarapan di rumah. Bik Asri juga memberikan kode pada Ray, makanan itu buatannya atau bukan.

"Masakan Mamah gimana, Ray? enak kan," ucap Icha.

Ray langsung menghabiskan segelas susunya, kemudian berpamitan pada Papahnya dan berangkat ke sekolah.

"Makan, Mas," ucap Icha merasa kesal karena sudah diabaikan oleh Ray.

Papah Adi mengatakan kalau Icha harus sabar menghadapi Ray, wajar kalau Ray belum bisa menerimanya sebagai ibu sambungnya.

Papah Adi kemudian berpamitan ke kantor, karena pekerjaannya juga banyak.

"Semua sudah pergi! aku bisa santai," ucap Icha dalam hati kemudian menonton televisi sambil memakan camilan.

Bik Asri mengingatkan Icha agar banyak melakukan aktivitas, karena kehamilannya sudah tua. Sehari-hari Icha hanya menonton televisi sembari makan, sehingga perutnya tampak membesar dengan cepat.

"Bik, jangan bawel dong! yang penting Bibi kerja dapat gaji! bereskan," ucap Icha.

"Saya hanya mengingatkan, Nyonya! mau dipakai atau gak ya monggo," ucap Bik Asri.

"Cepat lanjutkan kerja!" bentak Icha.

Kebetulan Ray datang dan menyaksikan semua kejadian itu, tetapi Icha mengatakan kalau tadi hanya pura-pura karena meniru gaya di televisi yang dia tonton.

Ray marah kepada Icha karena sudah berlaku tidak sopan pada Bibi kesayangannya, Bik Asri sudah puluhan tahun kerja dengan keluarga Suhendra.

"Aden, kenapa pulang! ini waktunya masih sekolah, jangan kecewakan Nyonya Reni," ujar Bik Asri.

"Buku Ray ketinggalan, Bik! Ray tidak akan pernah mengecewakan Mamah, Bibi tenang aja," ucap Ray menenangkan.

Ray masih melotot ke arah Icha, sehingga membuat Icha takut untuk berulah lagi.

Icha berdiri dari duduknya, dia hendak pergi ke kamar tetapi jalannya terhalang oleh Ray yang mematung di tempat itu.

"Minggir!" bentak Icha.

"Lupa ini rumah siapa?" tanya Ray.

Terjadilah pertengkaran antara keduanya, sehingga membuat rumah yang tadinya sepi menjadi ramai. Bik Asri bingung bagaimana melerai mereka, keduanya tidak ada yang mau mengalah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!