NovelToon NovelToon

Aku Ini Milikmu, Bukan Miliknya

Bab 1

Nadira thefani, dia gadis cantik yang memiliki banyak masa kelam. Namun di balik itu semua, Nadira tidak pernah merasa berkecil hati, ia tetap menjadi Nadira yang kuat dan penuh semangat. Hingga kini ia sudah tumbuh menjadi wanita dewasa.

"Nadira, apa yang sedang kamu lakukan disitu?" wanita yang baru saja memanggilnya itu adalah Sarah, wanita yang selama ini membesarkannya disebut club malam tempat ia dilahirkan.

Nadira tersenyum, "Iya Tante, aku tidak sedang ngapain-ngapain, aku hanya.. Oh iya Tante" Nadira berlari kearah Sarah. "Tan, bagaimana dengan keadaan ibu ku? Apa Tante Sarah sudah mendapatkan kabar darinya?" ia tiba-tiba menunjukkan wajah kesedihan. "Aku tiba-tiba merindukan ibu".

"Kenapa? Apa ibu mu benar-benar tidak memberikan kabar sampai sekarang ini kepada mu?".

"Mmmm, sampai sekarang ibu belum memberikan kabar kepada ku. Aku khawatir kalau sesuatu terjadi kepadanya".

"Jangan khawatir, ibu mu pasti akan segera kembali. Sekarang kamu ikut Tante, ada pekerjaan yang akan Tante berikan sama kamu".

"Ayo".

Santa thefani, dia wanita yang sudah melahirkan Nadira thefani disebut club akibat dari pergaulan bebas yang pernah ia lakukan dengan seorang pria pujaan hatinya. Namun naasnya, suatu hari Santa mengalami penghianat dari pria tersebut sehingga si pria itu tidak mau bertanggung jawab dengan apa yang sudah ia lakukan dengan Santa.

"Nadira, kamu lihat pria disana?" Sarah menunjukkan kearah salah satu meja yang berada di tengah-tengah itu.

"Iya tante, aku melihatnya".

"Sekarang kamu bawa minuman ini kesana, dan ingat!" Sarah memperingati Nadira agar ia tidak sampai melakukan kesalahan yang membuat si pria itu marah. "Lakukan...

"Ck, Tante Sarah jangan khawatir. Serahkan semua kepada Nadira Tante".

"Bagus kalau begitu, sekarang pergilah".

"Tapi Tante tunggu dulu. Apa pria itu hanya sendiri saja? Dia sangat tampan meskipun dia sudah terlihat mmmm bisa di bilang sedikit tua".

"Aku tidak tau, pergilah. Dan ingat seperti yang baru saja aku katakan kepada mu".

"Mmmm".

Nadira lalu membawa minuman tersebut berjalan menghampiri si pria tua yang sedang duduk seorang diri di salah satu meja dengan tatapan kosong. Kemudian Nadira berkata.

"Permisi, maaf tuan saya menganggu waktunya" Nadira meletakkan minuman alkohol diatas meja. "Ada yang bisa saya bantu lagi tuan".

Si pria paruh baya langsung melihat kepadanya, ia menatap wajah Nadira dengan tatapan mata kosong. Hingga beberapa menit kemudian ia tersadar akan kehadiran Nadira.

"Kamu siapa?" tanyanya.

Nadira tersenyum kembali, "Saya pelayan disini tuan".

"Mmmmm" si pria itu hanya mengguman sembari menatap Nadira lagi. "Siapa nama mu? Kenapa aku tidak pernah melihat mu?".

"Wah" Nadira sedikit menggoda. "Kalau begitu, bisakah aku duduk disini tuan?".

"Silahkan".

"Terima kasih" Nadira mendudukkan diri, ia melihat pria itu dengan wajah yang masih penuh dengan senyuman. "Saya sudah lama tinggal disini tuan, nama saya Nadira dan hanya saja tuan tidak pernah melihat ku. Begitu juga dengan saya tuan, ini juga yang pertama bagi ku pernah melihat tuan".

"Benarkah?" si pria itu tersenyum menyambar gelas yang sudah Nadira tuang.

"Iya tuan".

Lalu beberapa menit lamanya kedua orang itu terdiam bersama, tetapi si pria paruh baya tetap menikmati setiap tegukan anggur tersebut. Hingga kedua mata mereka saling bertabrakan, pria itu langsung tersenyum tipis membuat Nadira segera membalasnya.

"Kamu cantik".

"Apa?" Nadira pura-pura tersipu malu.

Si pria itu kembali mengulangi perkataannya, "Kamu sangat cantik. Apa kamu sudah menikah?".

Tertawa kecil, "Tidak, saya belum menikah tuan dan saya belum memiliki kekasih".

"Sayang sekali" ucap si pria itu menatap Nadira dengan tajam.

"Hahahaha, jangan melihat saya seperti itu tuan".

"Kenapa?" si pria itu semakin menatap Nadira. "Kamu sangat cantik, tapi kamu.. Bahkan tidak memiliki kekasih".

"Untuk saat ini, terkadang lebih menyenangkan hidup seperti ini tuan dari pada memiliki seorang kekasih. Terus tuan?".

"Kenapa dengan ku?".

"Saya rasa tuan sudah...

"Sudah menikah" jawabnya tersenyum manis membuat Nadira mengangguk. "Kenapa? Apa kamu kecewa?".

"Hahahaha, tentu saja tidak tuan. Saya hanya membenarkan tebakan saya saja tuan kalau tuan itu sudah menikah. Tapi meskipun demikian, tuan masih tetap tampan seperti pria muda pada umumnya".

Si pria itu lalu seketika terdiam, ia tampak memikirkan apa yang baru saja Nadira ucapkan.

"Ada apa tuan? Apa tuan merasa tersinggung dengan perkataan saya? Kalau begitu maafkan saya tuan, tolong maafkan saya".

"Tidak apa-apa, saya sudah terlalu sering mendengar kata pujian itu".

"Benarkah tuan? Saya sangat takut" kemudian Nadira melihat sekitar mereka. Satu persatu meja semakin terisi penuh melihat jam telah menunjukkan hampir pukul 12 malam. "Oh iya tuan, boleh saya mengetahui nama tuan? Maaf jika saya sudah terlalu lancang".

Si pria itu terdiam, lalu mengeluarkan sebuah kartu nama dari dalam jas miliknya dan langsung memberikan dihadapan Nadira yang bertuliskan Rudian Herlambang dari Presiden group Texas.

"OMG!!" Nadira membulatkan kedua matanya melihat kartu nama tersebut. "OMG! OMG! Tuan, apa saya tidak salah lihat apa yang sedang saya lihat sekarang ini?".

Rudian mengangguk, "Kamu tidak salah lihat" ia lalu bangkit berdiri membuat ia hampir saja terjatuh kalau saja Nadira tidak segera menahan tubuhnya. "Terima kasih".

"Tuan baik-baik saja?" Nadira khawatir. "Sepertinya tuan sudah mabuk berat. Apa tidak sebaiknya tuan menginap disini saja? Saya khawatir kalau tuan pulang dengan keadaan seperti ini malah...

"Malah apa hhmmm?" Rudian menyentuh dagu Nadira dengan lembut. "Jangan bilang aakkhhh" tiba-tiba ia merasa pusing.

"Ayo tuan, sebaiknya tuan istirahat disini saja" Nadira membawa Rudian pergi dari sana membawa ke dalam kamar penginapan yang mereka sediakan setiap tamu yang ingin tinggal. Kemudian dengan lembut Nadira menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur. Sembari menatap wajah tampan Rudian yang begitu sangat memesona, ia tanpa sadar menyentuh dada bidang Rudian kalau saja ia tidak tersadar.

"Astaga, apa yang baru saja aku lakukan?" Nadira mengangkat tangannya. "Aku hampir saja melakukan satu kesalahan".

Namun saat Nadira hendak pergi meninggalkan Rudian yang terbaring diatas ranjang, tiba-tiba sebuah tangan menahan pergelangan tangan miliknya membuat ia berhenti melihat kearah pria tersebut dengan wajah terkejut.

"Jangan pergi, tinggallah disini bersama dengan ku" suara Rudian terdengar begitu sangat lembut.

Nadira masih terkejut, "Tapi tuan...

"Hhmmsss.. Aku membutuhkan mu, tinggallah disini sampai aku benar-benar tertidur" dengan sangat kuat Rudian menarik Nadira sampai ia terjatuh di atas ranjang.

"Akh, a-ap...

"Sshhuueeett... Jangan bersuara, mereka bisa mendengar mu" Rudian kemudian menatap kedua bola manik mata Nadira dengan intens sampai ia merasakan sesuatu sedang bergejolak di bawah sana membuat Nadira segera menyadari akan hal itu.

Bab 2

Pagi hari pun tiba, Nadira membuka kedua matanya dengan tubuh lelah. Ia lalu turun dari atas ranjang berjalan memasuki kamar mandi, kemudian menatap pantulan wajahnya di depan cermin sembari mengingat kejadian yang ia lakukan dengan Rudian.

"Aiisss, apa yang aku lakukan? Aarrkkhhh".

Tok... Tok....

"Nadira!" Lala memanggilnya dari luar.

"Iya, tunggu sebentar" tidak lama setelah itu ia keluar dari dalam kamar mandi membukakan pintu untuk Lala. "Ada apa pagi-pagi seperti ini kamu sudah menggedor-gedor pintu kamar ku?".

"Ini untuk kamu, seseorang memberinya".

"Siapa?".

"Aku tidak tau, pelayan juga yang memberikan kepada ku".

Lala lalu pergi meninggalkannya, setelah itu Nadira membawa surat tersebut masuk ke dalam kamar. Dengan rasa penasaran, ia mencoba menebak-nebak siapa orang yang sudah memberinya, namun ia tidak berhasil menebak kecuali.

"Atau jangan-jangan" Nadira pun langsung membukanya dan membaca isi pesan tersebut dengan wajah datar. "Ternyata dia, aku pikir dari siapa. Tapi kenapa dia tiba-tiba ingin mengajak ku bertemu?" Ia melihat kartu nama yang pria itu berikan kepadanya. "Selain di tempat ini, aku merasa tidak enak bertemu dengan pria yang sudah menikah di tempat umum".

Tidak ada pilihan, pada akhirnya Nadira bersedia bertemu dengan Rudian di tempat yang Rudian tentukan. Dan sebelum Nadira berangkat, ia tidak lupa sarapan pagi bersama dengan yang lainnya seperti biasanya.

"Selamat pagi semuanya" Nadira mendudukkan diri.

"Pagi" balas mereka.

Sarah lalu melihat kepadanya, dan Nadira yang duduk disebelah Lala segera menyadarkan Nadira kalau ia sedang diperhatikan oleh Sarah.

"Dira, ada apa Tante Sarah melihat mu seperti itu sedari tadi?".

Nadira kemudian mengangkat wajahnya melihat kepada Sarah yang masih memperhatikan dirinya dengan intens membuat ia langsung melemparkan senyuman.

"Ada apa Dira?" Lala semakin penasaran.

"Tidak, tidak ada apa-apa La" Nadira menggeleng.

"Benarkah? Tapi cara Tante Sarah melihat mu membuat aku merasa ada sesuatu diantara kalian berdua. Oh iya, aku dengar-dengar dari yang lainnya kalau semalam kamu itu melayani salah satu orang berpengaruh di jakarta ini. Apakah itu benar Dira? Dan siapa orang itu Dira? Astaga, kamu membuat ku penasaran saja. Siapa orang itu Dira?".

Nadira terdiam.

"Hey, ayo jawab aku dong Dira. Kamu kok malah diam seperti itu sih?".

Nadira melihatnya, "Kamu penasaran siapa pria itu?".

"Mmmmm, aku sangat penasaran sekali Dira siapa orang tersebut. Ayo dong beritahu aku Dira, please".

"Tapi...

"Tapi apa Dira?".

"Sebaiknya nanti saja deh aku beritahu kamu, soalnya aku akan bertemu dengannya lagi hari ini".

"Apa? Kamu serius?".

"Mmmm, pesan yang tadi pagi kamu bawakan untuk ku dari pria itu".

"Oh begitu? Ya sudah, aku akan menunggunya hehehehe. Jam berapa kamu kesana? Kamu tidak perlu bantuan ku?".

"Tidak usah, aku bisa sendiri".

"Baiklah kalau begitu, semoga sukses Dira".

.

Dan sekarang Nadira tengah berdiri di depan sebuah gedung mewah yang bertulisan hotel A group. Ia melihat samping kiri kanannya begitu banyak orang berlalu lalang begitu saja, ia yakin kalau mereka itu adalah karyawan/karyawati disana.

Setelah lama menatap gedung tersebut dari atas sampai bawah, ia segera memasuki lobby menuju lift, karna tujuannya berada di lantai 25 kamar hotel nomor 2509. Dan setibanya Nadira disana, ia pun segera menemukan kamar tersebut. Dengan perasaan sedikit was-was, ia mengetuk pintu sebanyak tiga kali sampai ia mendengar sebuah jawaban dari dalam menyuruhnya masuk.

Ceklek!

Nadira pun langsung masuk ke dalam dan langsung melihat tubuh seorang pria yang perkasa berdiri tepat di dekat jendela kaca sembari menatap keluar dengan tubuh kekar dengan menggenakan pakaian kemeja putih.

"Permisi! Apakah ini tuan Rudian?".

2 menit membiarkan Nadira berdiri tepat di belakangnya dan membiarkannya berbicara sendiri tanpa menjawab pertanyaannya. Kini si pria tersebut memutar tubuhnya menghadap Nadira dengan senyuman manis di wajahnya tampannya.

"Ternyata aku benar" Nadira tersenyum.

"Maaf membuat mu datang kemari" Rudian melangkah mendekati Nadira. Kemudian menyentuh kedua bahunya dengan lembut, "Kamu tidak keberatan jika aku memanggilmu disaat seperti ini?".

Nadira menggeleng kepala, "Tidak tuan, aku sama sekali tidak keberatan. Lalu bagaimana dengan tuan? Apa tuan baik-baik saja?".

"Ya, aku baik-baik saja. Ayo, silahkan duduk".

Keduanya lalu mendudukkan diri diatas sofa, Nadira melihat beberapa minuman beralkohol tersaji diatas meja dan juga beberapa makanan ringan.

"Kamu mau minum bersama ku?".

"Apa tuan yakin disiang hari seperti ini? Apa tuan tidak ke kantor?".

"Tidak, hari ini aku hanya ingin bersenang-senang dan menghabiskan waktu bersama dengan mu. Minumlah".

"Baiklah" Nadira pun menerima gelas tersebut dari tangan Rudian, dan keduanya saling meneguk milik mereka masing-masing sambil tertawa bersama dengan beberapa candaan. "Tuan!" Nadira terlihat sedikit mabuk. "Apakah saya boleh bertanya tuan?".

"Mmmm, kamu ingin bertanya apa?".

Nadira menatapnya, "Apakah tuan menyukai saya?".

Rudian terdiam dan tidak menjawab sambil meneguk anggur miliknya.

"Kenapa? Kenapa tuan tidak menjawab pertanyaan saya? Tidak apa-apa kalau tuan menjawab iya ataupun tidak. Soalnya dari beberapa pria yang sudah pernah saya layani, diantara mereka tidak pernah satu orang pun yang berani memberikan sebuah kartu yang begitu sangat berharga kepada saya. Tapi tuan.. Tapi tuan memberikan kartu ini kepada ku".

"Kamu menyukainya?".

"Ya?".

"Kalau kamu menyukai kartu itu kamu boleh memilikinya dan menggunakannya sebanyak yang kamu mau".

Kedua mata Nadira berbinar-binar tak karuan, "Benarkah?" Nadira terkejut sembari tertawa senang. "Benarkah tuan memberikan kartu ini kepada ku secara cuma-cuma? Oh tidak, aku tidak bisa mempercayai ini semua. Aku yakin ini tidak nyata, tidak mungkin tuan memberika...

"Aku benar-benar memberikannya kepada mu. Jangan khawatir, aku tidak akan memintanya lagi dari mu".

Merasa sangat bahagia sekali mendengar akan hal tersebut, Nadira langsung memeluk Rudian dengan sangat erat.

"Kalau begitu, sebagai balasannya. Saya siap melayani tuan Rudian kapan pun tuan mau".

.

1 bulan berlalu..

"Dira, kamu sedang apa disini?" Lala menghampirinya di taman belakang.

"Tidak sedang ngapain-ngapain La. Ada apa?".

"Mmmmm, itu Dira. Besok aku ingin mengunjungi kampung halaman ku. Tapi aku tidak tau, hadiah apa yang harus aku bawa kepada mereka".

"Jadi kamu besok mau pulang kampung La?".

"Iya, katanya ibu ku sedang sakit. Aku khawatir sesuatu terjadi kepadanya. Kamu sedang sibuk tidak? Temani aku membeli sesuatu untuk mereka dong Dira".

"Tentu saja, ayo. Aku akan menemani mu".

"Terima kasih Dira, ayo".

Kedua orang itu segera meninggalkan taman belakang, dan tujuan mereka sekarang ini yaitu sebuah mall yang begitu sangat terkenal di kota Jakarta.

"Terus, kabar ibu mu sudah bagaimana Dira?".

"Aku juga tidak tau La. Sejak saat itu ibu ku benar-benar seperti di telan bumi saja. Sampai sekarang aku belum menerima kabar darinya".

Bab 3

Selesai berbelanja, Lala membawa Nadira memasuki salah satu restoran di dalam mall, keduanya terlihat sangat asik.

"Belanjaan ku banyak juga Dira" Lala tertawa kecil melihat Nadira yang ikutan melihat barang-barang yang sudah mereka beli. "Oh iya, sebagai tanda terima kasih aku Dir, kamu mau apa?".

"Hey, tidak usah Lala. Kamu ada-ada ajah deh, lagian aku ikhlas membantu mu datang kemari. Nanti aku titip salam saja kepada keluarga mu, dan semoga ibu mu juga segera pulih. Di traktir makan saja oleh mu aku sudah sangat senang sekali. Terima kasih".

"Hahahaha.. Iya Dira".

Sambil menunggu pesanan mereka tiba, kedua orang itu asik bermain ponsel mereka masing-masing. Kemudian Nadira melihat sekitarnya, tiba-tiba saat itu juga ia melihat sosok seseorang yang ia kenal yang tak lain adalah Rudian bersama dengan rekan-rekan kerjanya.

"Astaga, ada dia! Semoga saja dia tidak melihat kami" batin Nadira.

Lala lalu melihatnya dan bertanya, "Ada apa Dira? Kamu kok terlihat gelisah seperti itu?".

"Itu La, ada tuan Rudian di ujung sana bersama dengan teman-temannya. Kamu jangan melihat kesana yah, aku takut dia melihat kepada mu".

Namun rasa penasaran Lala yang lebih tinggi dari pada menuruti perkataan Nadira, ia pun langsung melihat kearah meja tersebut dan langsung melihat Rudian bersama dengan teman-temannya yang lain.

"OMG Dira, ternyata dia sangat tampan sekali dilihat secara langsung meskipun dia.. Oh no, dia benar-benar sangat tampan sekali Dira".

"Ya Tuhan, aku ingin sekali...

"Yah.. Sedang apa kamu?" Nadira segera menyadarkan Lala yang tak henti-hentinya memandang kearah meja Rudian. "Aku sudah katakan jangan melihat kesana lagi Lala. Entar mereka melihat kita".

Kemudian Lala menjauhkan arah pandangan matanya dari mereka, kedua matanya benar-benar sangat berbinar tak karuan.

"Dira, jawab aku dengan jujur. Pria setampan dia dan segagah dia bahkan sekaya dia. Apa kamu benar-benar tidak jatuh cinta Dira kepadanya?".

Nadira terdiam.

"Kamu yakin Dira tidak mencintainya? Bahkan kamu sudah melakukan" Lala tertawa menggoda sang sahabat. "Kalau aku sih kaya kamu, aku sudah memintanya untuk menikahi ku".

"Ck, kamu ada-ada saja. Kamu pikir aku ini wanita apaan La meminta pria yang sudah beristri menikahi ku? Aku ini masih punya harga diri yah. Enggak usah ngawur deh".

"Siapa bilang kamu hanya bisa menikahi pria yang belum menikah? Ck, kamu bodoh sekali Dira, bukankah kamu tau sendiri kalau di luaran sana banyak wanita yang menikah dengan pria yang sudah beristri asalkan uang ya banyak".

"Itu mereka La, bukan aku".

"Terus kamu yakin tidak mau...

"Akh sudahlah La, jangan dibahas terlalu jauh kesana. Itu pesanan kita sudah datang, aku sangat lapar sekali".

Tidak lama setelah si pelayan menaruh pesanan mereka diatas meja. Lala kembali membahas yang masih mengganjal di dalam hatinya.

"Lalu, apa kamu akan seperti ini terus Dira? Masa kamu mau hanya untuk budak **** dia saja. Kalau aku sih jadi kamu ya mana mau, dan juga kemarin kamu bilang kalau istrinya tidak tinggal di Indonesia. Apa kamu benar-benar....

"Mmmm, aku sama sekali tidak berniat menjadi istri simpanan dia".

Lala pun akhirnya mengangguk mengerti dengan keputusan Nadira yang tidak mau menjadi istri simpanan si tuan kaya raya tersebut.

Dan sekarang mereka telah selesai menikmati hidangan tersebut dengan sangat lahap. Nadira lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan melihat sebuah pesan masuk dari Rudian bertuliskan.

"Aku melihat mu, apa yang sedang kamu lakukan?".

Nadira kemudian menarik nafas panjang, ia lalu membalas pesan tersebut.

"Aku sedang menemani Lala berbelanja untuk kebutuhan keluarganya".

Tidak lama menunggu, Rudian mendengar ponselnya bergetar. Ia pun segera membuka pesan Nadira dan membalasnya lagi begitu ia membacanya.

"Lalu bagaimana dengan mu? Apa kamu tidak berbelanja untuk dirimu sendiri?".

"Tidak" balas Nadira singkat. Setelah itu ia mengajak Lala segera pergi meninggalkan restoran karna ia merasa bosan berlama-lama disana ditambah Rudian yang juga berada disana.

"Ayo, aku juga harus segera menyusun ini semua. Jam 9 pagi besok aku harus sudah berangkat".

Sedangkan Rudian yang berada di ujung hanya bisa menatap kepergian Nadira bersama dengan Lala dengan kebisuan dikarenakan ia sedang bersama dengan rekan-rekan kerjanya. Tetapi tidak sampai disana, Rudian kembali mengirim pesan kepada Nadira.

"Bisakah kita bertemu malam ini? Aku sangat merindukan mu".

.

Dan sekarang mereka sudah tiba di mes club tempat keduanya tinggal. Nadira lalu meletakkan semua barang belanjaan Lala yang berada di genggaman tangannya di atas tempat tidur, setelah itu ia pergi menuju kamar.

Dan di dalam kamar, ia terbaring lemas tanpa tau arah tujuan pikirannya saat ini tertuju. "Akh, kenapa aku merasa sangat lelah sekali? Hari ini aku hanya menemani Lala berbelanja saja, tapi rasanya aku seperti sedang mengangkat beban yang begitu sangat berat sekali".

Nadira mencoba meraih ponselnya yang berada di dalam tas, dan saat itu juga ia melihat sebuah pesan dari Rudian lagi. Tidak membalas pesan tersebut, Nadira malah menaruh ponsel itu kembali di dalam tas dan memilih memejamkan kedua matanya sampai ia terlelap.

Hingga malam hari tiba, Nadira membuka kedua mata itu kembali melihat jam sudah menunjukkan pukul 8 malam.

"Aku tidak tau sekarang sudah jam 8 malam saja" ia turun dari atas tempat tidur memasuki kamar mandi. Dan sambil membersihkan tubuhnya, Nadira kembali teringat dengan pesan Rudian yang tadi ia baca, ia tampak berpikir, apakah ia harus pergi atau tidak?.

Dan sekarang ia telah selesai membersihkan tubuhnya, ia meraih ponselnya dari dalam tas dan menemukan sebuah pesan dari Rudian lagi sekitar 45 menit yang lalu.

"Aku akan menunggu mu di tempat biasa. Ada sesuatu untuk mu" isi pesan Rudian.

Kemudian Nadira menatap pantulan wajahnya di depan cermin, ia terlihat sangat bimbang dengan hubungannya yang semakin jauh dengan Rudian.

"Apa yang harus aku lakukan? Semakin hari aku melihat kalau dia semakin mencintai ku! Aku tidak mau menjadi perebut suami orang, tapi kalau aku meninggalkannya sekarang, aku tidak akan mendapatkan apa-apa lagi selain dari hanya pekerjaan ku saja".

Meskipun demikian, Nadira tetap menemui Rudian di tempat biasa mereka bertemu yaitu di hotel A. Lalu Nadira menarik nafas panjang dan mengetuk pintu tersebut sebelum ia masuk, dan seperti biasa ia langsung mendengar sebuah jawaban dari dalam menyuruh ia masuk.

Ceklek!

Sebuah senyuman hangat dan pelukan langsung menyambut Nadira. Bahkan Rudian tidak pernah lupa mencium keningnya.

"Maaf membuat tuan lama menunggu".

Rudian menggeleng kepala, "Sudah berapa kali aku katakan kepada mu? Jika kita hanya berdua saja, aku tidak suka kalau kamu memanggil ku dengan sebutan tuan Nadira".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!