Sebuah lapangan, atau mungkin lebih tepatnya padang rumput terhampar luas di lokasi ini. Angin yang tidak terlalu kencang, namun juga tidak terlalu lembut berhembus dari arah pantai yang tepat berada di selatan wilayah ini. Sebuah kota bergaya Portugis bisa terlihat dengan jelas dari arah sini. Dilihat dari kejauhan, masyarakat terlihat sedang berjalan kaki di jalanan yang berlapis paving block tersebut. Namun sejauh mata memandang, tak terlihat sama sekali kendaraan-kendaraan konvensional yang mengantarkan para penumpangnya dari suatu tempat ke tempat lain, baik itu kendaraan yang ditarik oleh hewan ataupun kendaraan modern dengan bahan bakar tertentu. Yang terlihat hanyalah minibus-minibus bersayap yang terbang mondar-mandir di sekitaran wilayah kota itu. Masyarakat negeri ini menyebutnya sebagai ‘Layang’, moda transportasi yang menghubungkan antar pulau di kepulauan terbesar sedunia ini.
“Indah sekali, sudah lama beta tak lihat pemandangan seindah ini.”
Sesosok gadis terlihat sedang duduk manis di padang rumput yang hijau itu. Tampak dirinya sedang menikmati indahnya pemandangan kota dari tempat ini.
“Hmm… hmm…”
Sambil sedikit menggerak-gerakkan kakinya, ia terdengar bersenandung sebuah lagu tradisional yang bertajuk ‘Buka Pintu’, lagu daerah Provinsi Maluku. Suaranya yang lembut dan merdu itu memecah suara angin laut yang berhembus di tempat ini. Rambut pirang panjangnya sedikit tertiup angin, sebelum akhirnya berhenti bersama hembusan angin itu sendiri.
“Ah, beta ingin mencobanya lagi,” ucapnya.
Gadis itu berdiri dan menepuk bagian belakang roknya yang berwarna merah itu dari debu. Dirinya kemudian berbalik arah dan maju beberapa langkah. Di depannya terlihat ada sekumpulan rumput ilalang yang cukup tinggi. Kalau dilihat-lihat ukurannya lebih tinggi dari tubuh gadis itu.
“Baiklah.”
Gadis itu menarik napas cukup dalam sebelum membuat posisi yang aneh. Kaki kanannya ia gusur ke belakang, sedangkan kaki kirinya bertumpu di depan. Kedua tangannya yang lembut itu mengambil posisi seperti ingin mencengkeram sesuatu. Kini dirinya terlihat seperti memasang kuda-kuda bertarung.
“Huff…”
Ia kembali menarik napas, menunggu saat yang tepat, lalu mengucapkan sebuah kalimat misterius.
“Mantra Cipta, Bayu.”
WUSHH
Secara ajaib, gelombang angin tiba-tiba muncul memutari tubuhnya, khususnya pada bagian tangannya yang terlihat seperti ingin mencakar itu. Pakaiannya, atau lebih tepatnya seragamnya yang berwarna merah dan putih itu ikut bergerak tertiup angin. Rambut pirang panjangnya itu juga ikut bertiup kesana-kemari. Gadis itu tampak seperti mengumpulkan energi yang ada dalam tubuhnya untuk menciptakan angin tersebut.
Tatapan matanya terfokus pada ilalang tinggi yang tepat berada di depannya. Sepertinya ia akan melancarkan serangan pada benda itu, dan memang itulah yang akan ia lakukan. Setelah menunggu saat yang tepat, gadis itu langsung mengucapkan sebuah kalimat misterius kembali.
“Cakar Puyuh!!”
WUSHH
Dirinya melesat bagaikan angin, tepat menuju arah ilalang yang tinggi itu. Dengan kecepatan tinggi, ia berhasil menembus lebatnya ilalang yang tingginya melebihi tubuhnya. Serangan berkecepatan tingginya itu berhasil membuat celah yang sangat lebar di antara lebatnya ilalang tersebut. Daun-daun di sekitaran tempat itu pun ikut tertiup angin akibat dari serangan gadis itu. Namun yang lebih mengejutkan, beberapa helai ilalang nampak tercabik-cabik oleh angin yang diakibatkan serangannya.
Gadis itu mendarat dengan sempurna setelah melancarkan serangan ‘cakar angin’ tersebut. Sambil kembali menarik napas, ia menengok kembali ke arah belakang, atau lebih tepatnya ke arah sekumpulan ilalang bekas serangannya tadi.
“Huff, sepertinya sudah cukup baik,” gumamnya.
Sekumpulan ilalang yang tinggi itu kini terbelah menjadi dua. Serangan itu menghasilkan celah yang amat lebar di antara keduanya. Ilalang yang berada di tengahnya terlihat seperti habis tercabik-cabik oleh mesin bor raksasa. Adanya dampak dari serangan itu menunjukkan bahwa dia bukanlah seorang gadis biasa, melainkan merupakan seorang gadis dengan kemampuan di luar nalar.
Sorot mata cerahnya terus menatap ilalang itu sampai seorang laki-laki menyapanya dari arah depan.
“Hmm…, rupanya kau sudah mahir menggunakan teknik sihirmu, ya…”
Gadis itu menengok ke arah datangnya suara itu. Terlihat sesosok lelaki berambut pendek tengah bersandar di sebuah pohon. Dengan mengenakan seragam yang berwarna sama, dirinya terlihat santai sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.
“…Ali?”
Lelaki itu menyahut sang gadis dengan nama yang aneh, sebuah nama yang biasanya dimiliki oleh anak laki-laki. Mendengar nama itu membuat sang gadis menjadi kesal.
“Hadeh, Dwi. Sudah kubilang jangan panggil diriku dengan nama itu dulu, setidaknya sampai kita berhasil keluar dari dunia aneh ini,” ujar gadis berambut pirang itu.
Lelaki itu sedikit tertawa mendengarnya, layaknya mendengar keluhan seorang gadis tsundere.
“Hahaha, maaf, Anna. Habisnya kita disini sudah terlalu lama sih, mungkin ada sekitar setahun ‘kan?”
“Tidak selama itu. Kita disini baru beberapa bulan,” sangkal gadis itu.
“Oh, begitu ya, hmm…”
Angin laut kembali berhembus di padang rumput itu, namun sedikit lebih kencang jika dibandingkan sebelumnya. Rambut panjang gadis itu pun ikut tertiup angin sehingga ia harus sedikit menahannya dengan tangannya.
“Aduh, anginnya makin kencang sepertinya.”
Gadis itu kembali bergumam padanya, tapi lelaki itu tidak menggubrisnya. Hal itu membuat sang gadis kembali kesal, apalagi setelah melihat lelaki itu menatapnya dengan aneh.
“Hey, apa yang kau lihat?”
“Hmm…, tidak ada. Aku hanya berpikir kalau dirimu tampak lebih cantik dengan rambut yang tertiup angin seperti itu.”
Lelaki itu menjawabnya dengan santai. Namun hal itu malah membuat sang gadis semakin kesal. Dengan wajah memerah, ia pun menggenggam kerah baju lelaki itu.
“Kau bilang apa tadi, hah? Aku ‘kan sebenarnya…”
Sang gadis nampak ingin mengucapkan sesuatu, namun sepertinya ada sesuatu hal yang mengurungkan niatnya untuk melakukannya. Ia pun melepaskan genggamannya.
“eh iya lupa. Kita tidak sedang di Bumi.”
Ia memalingkan wajahnya dari lelaki itu dengan wajah yang murung. Namun sepertinya lelaki itu tidak mempermasalahkannya. Ia langsung menepuk pundak gadis itu.
“Hey, Anna. Ayo kita kembali ke Jailolo. Masih banyak tugas sekolah yang harus kita kerjakan,” ujar lelaki itu.
Mereka pun berjalan bersama menuruni padang rumput itu untuk kembali pulang ke kota.
Rasa bimbang menyelimuti lubuk hati mereka, khususnya sang gadis bernama Anna itu. Di satu sisi, ia mungkin berusaha menikmati semua hal yang ada di tempat ini, termasuk keindahan alamnya, serta kemampuan spesial yang hanya mampu ia kuasai di sini, yakni ‘ilmu sihir’. Namun di sisi lain, dirinya juga kebingungan, bagaimana mengatasi semua permasalahan yang terjadi pada dirinya dan lelaki bernama Dwi itu, tentang bagaimana caranya keluar dari tempat ini dan kembali ke tempat mereka seharusnya berada. Ini bukanlah dunia mereka, dan mereka harus segera mencari cara agar keluar dari dunia yang misterius ini.
“Beta harus pikirkan cara ‘tuk bisa keluar dari dunia yang aneh ini, dan kembali pada wujud asli beta,” ujar sang gadis dalam hati.
***
Malam yang cerah di langit khatulistiwa. Kau bisa melihat langit yang sangat cerah dan bersih disini. Ini bukanlah masa lalu. Ini adalah masa depan. Kemanakah polusi? Hampir tiada sama sekali. Di masa depan ini hampir tak ada polusi. Berkat kecanggihan teknologi yang ada pada masa kini, hampir semua permasalahan bisa teratasi, baik permasalahan eksakta maupun permasalahan sosial.
Malam ini adalah malam yang cukup damai di ibukota Provinsi Maluku itu. Gemerlap cahaya gedung-gedung percakar langit menghiasi cakrawala Teluk Ambon. Tak lupa pula dengan sang ikon Jembatan Merah Putih nan megah ditengahnya. Yup, Selamat datang di Indonesia tahun 2105.
Malam ini sebenarnya merupakan malam yang bagus untuk bersantai dan menikmati secangkir kopi panas di beranda rumah. Namun hal itu tidak berlaku bagi Team Alpha Project Ambon Institute of Technology. Mereka merupakan gabungan mahasiswa dari jurusan mekatronika, elektro, serta informatika yang sedang mengembangkan sebuah megaproyek yang mereka klaim akan ‘menggebrak dunia’. Melalui kerja keras dan kreativitas para pemuda-pemudi yang cerdas itu, mereka berhasil menciptakan inovasi teknologi yang akan mempermudah umat manusia dalam melaksanakan kegiatannya.
Tim yang terdiri dari 50 orang ini diketuai oleh seorang pemuda Maluku blasteran Eropa yang bernama Alistair Sahilatua. Pemuda berambut pirang itu dikenal sebagai mahasiswa yang sangat cerdas, terutama di bidang eksakta. Pada saat SMA, ia hampir selalu mendapatkan nilai sempurna dalam mata pelajaran fisika dan matematika. Pada saat UNBV atau Ujian Nasional Berbasis Virtual, ia juga mendapatkan nilai sempurna pada kedua mata pelajaran tersebut. Dan sekarang ia menjadi leader pada proyek inovasi teknologi yang telah lama ia impikan bersama dengan timnya tersebut.
Selain dengan kemampuan otak cerdasnya, ia juga dibantu oleh seorang partnership handalnya sekaligus tangan kanannya, yakni seorang gadis Jawa bernama Dwiana Septianti. Kecakapannya dalam membaca kondisi menjadikan Alistair memilihnya sebagai partnernya.
Selain itu, ada sebuah perasaan di dalam lubuk hati Alistair terhadap Dwiana. Seringkali dalam berbagai momen saat dirinya kebetulan bertemu dengan Dwiana, ia selalu memalingkan pandangannya, seakan tak mampu bagi Alistair untuk menatap sorot mata Dwiana yang dingin itu. Sampai sekarang, mereka pun masih belum ada kepastian untuk menjalin hubungan yang lebih di antara satu sama lainnya, meskipun sudah banyak gosip yang beredar di antara para mahasiswa, termasuk dalam tubuh Team Alpha Project itu sendiri. Alistair lebih memilih untuk menyelesaikan proyeknya kali ini.
Malam itu, tanggal 7 Februari 2105, Team Alpha Project akan mengemukakan hasil penemuan mereka kepada masyarakat dan pejabat pemerintah. Tepat pada pukul 7 malam di depan aula utama Institut Teknologi Ambon, para pejabat negara sudah duduk bersiap menunggu acara. Terlihat Menteri Riset dan Teknologi, di sebelah kanannya ada Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Pendidikan Nasional, Gubernur Maluku, serta Walikota Ambon. Sayangnya event besar ini tidak sempat dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia yang sebelumnya dijadwalkan untuk hadir, namun tiba-tiba membatalkan rencananya karena suatu hal, ungkap ajudannya. Tetapi hal itu tak menyurutkan semangat tim untuk mempromosikan inovasi mereka.
Tepat pukul 8 malam, acara pun dimulai. Seperti pada umumnya, acara dimulai dari sambutan-sambutan. Mulai dari sambutan oleh Menristek, Gubernur Maluku, dan Rektor ITA. Sementara itu di belakang panggung, tim sedang mempersiapkan diri. Namun sayangnya sang ketua proyek, Alistair Sahilatua tampak gugup untuk berpidato dan mempresentasikan penemuannya itu. Keringat dingin terlihat jelas dari wajahnya.
“Huff, bagaimana ini? Apa yang harus beta katakan pada mereka? Beta tak pandai merangkai kata-kata,” ujar Alistair. Ia terbiasa menggunakan kata ‘beta’ untuk menyatakan kata ‘aku’.
“Sudahlah Ali, tenang aja. Improv juga boleh kok,” ujar Kevin menenangkannya.
“Tak semudah yang kau katakan itu, vin.”
Di tengah kepanikan itu, Dwiana berusaha memberikan semangat kepada Alistair.
“Ali, ndak usah panik. Aku yakin kau pasti bisa. Karena ini proyekmu, coba kemukakan apa saja yang kau pikirkan tentang proyek ini kepada mereka. Lagi pula pesan utama dari acara ini ‘kan pengenalan alatnya, bukan kata-kata pembukanya. Aku yakin dalam hal itu kau pasti sudah menguasainya,” ucap Dwiana menenangkan Alistair.
“Terima kasih atas sarannya, Dwiana,” ucap Alistair, namun hal itu sepertinya masih belum cukup untuk menenangkan pikirannya.
“AYO SEMUA, MARI KITA TUNJUKKAN PERAN KITA SEBAGAI AGENT OF CHANGE!!” David menyemangati mereka sambil bersorak.
Acara inti pun dimulai. Alistair mempersiapkan improvisasinya dalam berpidato. Ia menghela napas panjang dan berjalan menuju panggung. Sayangnya terhitung sekitar lima langkah, kakinya tersandung dan ia hampir terjatuh. Para penonton yang melihat itu tiba-tiba terdiam menahan tawa, meskipun ada pula yang tidak tahan untuk tertawa. Sementara itu Alistair terdiam menahan malu. Terdengar beberapa orang berbisik.
“Lihat, siapa yang terjatuh?”
“Oh, jadi dia pemimpin proyek ini?”
“Sepertinya tidak.”
Sementara itu teman-teman proyeknya juga berekspresi karena insiden kecil itu.
“Aduh, dasar si Ali ini, kelihatan banget gugupnya,” bisik Luthfi.
“Bae lah, yang penting dia ‘kan sudah berusaha, hehe…” ucap Galih.
“Ali…” gumam Dwiana.
Meskipun cukup memalukan, tetapi insiden kecil itu ternyata tak membuat pemuda berambut pirang tersebut berkecil hati. Ekspresi wajahnya terlihat dingin, meskipun memang di dalam lubuk hatinya pasti merasa malu. Namun sebagai profesional, dia menyembunyikan ekspresi negatifnya itu.
“Baiklah, Ali. Kau harus bisa tampil seprofesional mungkin,” gumamnya dalam hati.
Ia pun memulai pidatonya.
“Selamat malam. Salam sejahtera bagi kita semua. Perkenalkan, nama saya Alistair Sahilatua. Saya adalah pemimpin dari proyek ini.”
Sepatah dua patah kalimat terucap dari mulut keringnya. Tampak pelafalan bahasa Indonesia yang fasih bagi seseorang yang memiliki darah keturunan asing. Tetapi sayangnya sebagian dari tamu lebih sibuk dengan AI-Gadget nya.
AI-Gadget sendiri merupakan sebuah ‘Android’ masa kini dengan berbagai macam fitur yang telah disempurnakan. Alat yang dikembangkan pertama kali oleh perusahaan teknologi asal Singapura itu memiliki berbagai macam bentuk, yakni berbentuk seperti Smartphone tahun 2010-an, Smart Glasses, Smart Watch, dan bentuk-bentuk unik lainnya.
Terlihat beberapa orang memainkan sebuah game melalui Glasses. Sebagian dari mereka pun ada yang berusaha mengabadikan momen itu. Sementara itu, terlihat dua tiga orang yang tertidur di belakang. Meskipun begitu, Alistair tetap terus berbicara walaupun ia dikenal kurang cakap dalam public speaking.
Sekitar 5 menit berlalu, beberapa tamu undangan mulai merasa bosan. Namun Alistair dengan kecerdasannya berhasil menarik perhatian mereka dengan meninggikan suaranya dan langsung masuk ke dalam inti acara.
“Baiklah. Tanpa basa-basi lagi kami perkenalkan, proyek baru kami!!”
Sebagian anggota tim mengambil dua buah tali yang terpasang pada tirai sebagai penutup penemuan besar mereka. Dengan dipimpin oleh Kevin di sebelah kiri dan Herlin di sebelah kanan, mereka pun menarik tali tersebut. Akhirnya tirai pun terbuka.
Semua orang, termasuk beberapa diantara mereka yang terlalu ‘sibuk dengan dunianya sendiri’ terdiam kagum melihat hasil penemuan mereka. Gubernur Maluku terlihat sempat melepas kacamata dan mengusapnya, seakan tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Semua terfokus pada sebuah hal luar biasa.
“Whoa…, keren sekali.”
“Besarnya…”
“Sepertinya ini akan menjadi megaproyek teknologi mahasiswa terbesar se-Indonesia.”
Itu adalah sebuah teknologi ciptaan para mahasiswa Institut Teknologi Ambon. Sebuah penemuan yang digadang-gadang akan menggebrak seantero dunia kini telah tampak di depan mata mereka. Semuanya terkagum-kagum melihatnya.
***
Sebuah portal besi berbentuk segi lima raksasa tepat berada di depan penonton. Alat tersebut terhubung pada sebuah controller yang ada di kanan bawah portal raksasa itu yang cukup penuh dengan tombol-tombol berwarna. Beberapa orang berspekulasi, mungkin ini adalah sebuah portal penghubung antar daerah lain seperti yang sering digambarkan dalam beberapa film fiksi ilmiah. Sesungguhnya spekulasi mereka adalah benar.
“Ini adalah Pentagon Portal. Alat ini dapat menciptakan sebuah portal yang akan terhubung dengan wilayah nan jauh disana. Dengan memanfaatkan hipotesa lubang hitam dan lubang putih, alat ini kami perkenalkan sebagai alternatif transportasi antar daerah. Untuk uji coba kali ini kami menempatkan ujung portal lainnya di Saumlaki,” jelas Alistair.
Layar raksasa di atas panggung kemudian menyala dan memperlihatkan beberapa rekan mereka yang berada di Saumlaki.
“Ah, hai teman-teman di Ambon,” sahut teman-teman mereka di Saumlaki.
Mereka menyapa semua penonton melalui layar tersebut. Terlihat mereka sedang bersiap untuk menyalakan alat itu. Alistair lalu melanjutkan pidatonya.
“Dengan alat ini, diharapkan kita semua tidak perlu memakan banyak waktu untuk berpergian ke tempat yang sangat jauh. Jika alat ini berhasil dengan baik, kita akan menempatkannya di antara kota-kota besar di dunia, kota-kota penelitian di bulan, serta kota-kota koloni di Mars dan Titan. Inilah inovasi terbesar umat manusia dari para mahasiswa Institut Teknologi Ambon.”
Semua hadirin pun bertepuk riuh. Tanpa basa-basi lagi, ia menyuruh seorang rekannya menyalakan alat tersebut.
GRUNGG
Alat itu pun menyala. Para penonton terkagum-kagum melihat lubang metal pentagon tersebut menciptakan sebuah cahaya biru membentuk portal, diikuti oleh munculnya sebuah lempengan-lempengan membentuk jembatan digital tanpa pembatas berwarna hitam.
“Wah, keren sekali.”
“Tapi itu portal betulan?”
Pada awalnya para penonton masih meragukan bahwa itu adalah sebuah portal, tetapi Alistair berhasil membuktikannya dengan masuk ke dalam portal tersebut. Ia pun berhasil membuat penonton terkagum-kagum untuk kesekian kalinya.
“Ayo, ada yang mau ikut mencobanya? Rekan saya Dwiana akan menuntun Anda semua.”
Orang yang pertama kali mencobanya adalah Gubernur Maluku yang diikuti oleh pejabat-pejabat lain dan penonton yang merupakan masyarakat biasa. Meskipun begitu, ada sebagian penonton, termasuk menteri yang menghadiri acara itu tidak ikut serta dalam rombongan tersebut. Sementara itu, Alistair, Kevin, dan Bambang mengikuti mereka dari belakang.
Panjang jembatan digital dalam portal tersebut hanya berjarak 20 meter saja. Itu artinya jarak sekitar 600 km jauhnya dari Ambon ke Saumlaki dapat ditempuh hanya dalam waktu beberapa menit saja dengan berjalan kaki melalui portal ini.
“Sudah kubilang ‘kan, kau pasti bisa,” puji Kevin.
“Hehehe, beta sedikit gugup tadi, makanya sempat jatuh,” jawab Alistair sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Setelah ini kita mau ngapain lagi? Bikin sesuatu yang unik lagi gak?” tanya Bambang.
“Kalem dulu cok, capek nih gue, entar aja kita bikin alat biar lu gak jomblo lagi, hahaha…” ujar Kevin kepada Bambang.
“Lah, jangan ledekin gue, entar juga jodoh gue pasti ketemu.”
Canda tawa di antara mereka dan kelompok lainnya adalah hal yang biasa terjadi, sama seperti kehidupan para pelajar pada umumnya.
“Oh iya Ali, ngomong-ngomong lu ada perasaan ‘kan sama Dwiana? Semenjak proyek ini dimulai, lu terus ngeliatin dia ‘kan? Hayo ngaku aja,” ledek Kevin.
“Haha…, bisa saja kau, beta mana ada hal seperti itu? Beta pilih dia karena memang dia punya kemampuan dalam hal ini,” bantah Alistair.
“hmmm…?” Kevin dan Bambang seakan tak percaya dengan apa yang dikatakan lelaki berambut pirang itu.
“Sebenernya memang ada sih, sedikit…” ujar Alistair yang ternyata mengiyakan dengan wajah sedikit menunduk.
“Cie….”
“Tuh ‘kan, gue bilang juga apa. Ntar ah abis ini gue bilangin ke Dwiana,” kata Kevin dengan suara cukup keras.
“eh…, tunggu dulu, bukan maksud beta seperti itu,” ucap Alistair dengan pipi memerah.
“Hahahaha….”
Tak terasa, jarak kita melangkah mencapai 5 meter dari portal Ambon, sedangkan Dwiana bersama Ibu Gubernur sudah mencapai 10 meter, setengah dari panjang jembatan hitam digital tersebut. Para penonton yang mengikuti langkah mereka juga berbincang sambil takjub melihat dunia bercahaya biru muda sepanjang portal tersebut. Semuanya berjalan biasa-biasa saja, hingga sesuatu hal terjadi.
GRUKK GRUKK
Papan lempengan berguncang, tetapi tidak terlalu keras. Para pengunjung yang mencoba alat tersebut mulai panik.
“Ada apa ini?”
“Oh Tuhan…”
Alistair yang ikut merasakan guncangan tersebut berusaha menenangkan para pengunjung.
“Mohon tenang semuanya, sepertinya ini cuman guncangan kecil.”
Di saat Alistair berusaha menenangkannya, terdengar suara alarm dari luar portal Ambon. Para pengunjung bertanya-tanya, sebenarnya apa yang terjadi? Apakah alatnya rusak? Apakah ada kesalahan teknis? Atau hal yang lain?
“Cih ada apa ini?” Kevin pun bertanya-tanya.
Tak lama berselang, Herlin menghubunginya melalui AI-Gadget.
“Vin, lu semua bareng pengunjung harus segera keluar dari tempat itu, cepat.” teriak Herlin.
“Lah, ada apa? Kenapa alarmnya bisa menyala? Apa yang terjadi di luar sana?” tanya Kevin.
“Ada gempa di sini dan sebagian aula roboh. Tapi celakanya bagian penghubung mesin dengan portal rusak terkena reruntuhan. Portal akan shut down dalam 30 detik, cepat keluar dari sana!!” teriak Herlin panik.
“Oh sial. Apa yang harus kita lakukan?” Kevin pun panik dan bingung.
“Kau bersama Bambang bawa pengunjung bagian belakang keluar dari sini. Beta ‘kan membawa pengunjung yang ada di depan,” kata Alistair.
Kevin, Bambang, dan pengunjung bagian belakang berhasil keluar. Sementara itu Alistair pergi ke depan rombongan untuk menjemput Dwiana beserta pengunjung di depan.
“Dwiana!!”
“Ali?”
Terlihat Dwiana sedang berlari bersama Ibu Gubernur Maluku. Alistair pun berusaha membantu mereka agar cepat keluar. Sayangnya, kaki Dwiana tersandung hingga ia terjatuh.
“Nak…” Ibu Gubernur berusaha menolongnya.
“Sudah tidak apa-apa, ibu duluan saja,” kata Dwiana.
Para rombongan beserta gubernur berhasil keluar, hanya tersisa Alistair dan Dwiana di dalam ruang tersebut.
“Ali, Dwi, cepat!!” Kevin panik.
Mereka berdua berusaha untuk keluar dari ruangan penghubung tersebut. Tetapi sayangnya, portal Ambon telah tertutup.
TRINGG
“Portal yang satunya!!”
TRINGG
Dwiana berbalik ke arah portal Saumlaki. Sayangnya portal Saumlaki juga tertutup, tepat saat mereka berbalik ke belakang. Mereka pun terjebak di ruangan pengubung tersebut, berdiri di sebuah lempengan jembatan berwarna hitam dan dikelilingi oleh latar cahaya biru muda tanpa ujung.
“Bagaimana ini, Ali? Kita tidak bisa kembali,” Dwiana panik sambil memegang tangan Alistair secara tidak sadar.
Alistair tak bisa berkata apa-apa di tengah kebingungan tersebut. Dalam suasana penuh kegelisahan itu, lempengan hitam tempat mereka berpijak tiba-tiba bercahaya, membentuk garis-garis seperti dalam film-film sci-fi saat sang tokoh utama mulai menyalakan mesinnya.
Tetapi hal ini berbanding terbalik di sini. Kemunculan garis-garis tersebut malah membawa petaka bagi mereka. Dan benar saja, lempengan jembatan hitam itu pun pecah dan menghilang, menjatuhkan mereka berdua ke dalam ruang biru muda tak terbatas.
Alistair berpengangan erat kepada tangan Dwiana. Mereka terjatuh dan berputar-putar bagaikan seorang penerjun payung yang melompat dari sebuah pesawat. Mereka berusaha tak melepaskan pegangannya satu sama lain. Tetapi ‘hembusan angin gravitasi’ menghempaskan mereka berdua.
“DWIANAAA…..”
“ALIII….”
Distorsi terjadi pada pandangan Alistair, antara cahaya biru muda dengan warna hitam. Keduanya terus berputar sampai warna hitam pun mendominasi dan menghilangkan setitik cahaya biru terakhir dalam pandangannya. Pemuda itu pun tak ingat lagi apa-apa.
***
Terdengar suara burung berkicau dengan merdu. Di samping itu, hembusan angin pun terdengar meniup dahan-dahan pohon. Orang tersebut membuka matanya perlahan-lahan. Kebingungan, itulah yang mungkin terlintas di pikirannya. Apalagi setelah seingatnya, ia terjatuh dan berputar-putar tak karuan. Ia terbangun di sebuah hutan.
“Dimana beta?” ujarnya dalam hati.
Ia melihat ke bawah tubuhnya. Ia sedikit kaget karena pakaian yang ia gunakan berbeda dari yang saat ia pakai terakhir kali. Sebuah pakaian lusuh berwana abu-abu dan kecoklatan. Dan terlihat dadanya maju sekitar beberapa cm. Ia berpikir mungkin ini karena baju yang ia pakai.
Ia pun berjalan diantara pepohonan yang cukup rindang tersebut untuk mencari jalan keluar, hingga terlihatlah sebuah sungai yang jernih. Ia pergi ke sana untuk minum dan mencuci mukanya.
Sungai tersebut sangatlah jernih sehingga dapat memantulkan objek seperti cermin. Ia melihat air sungai itu. Perlahan-lahan riak air menghilang dan memantulkan bayangan dirinya.
“Siapa dia?”
Awalnya ia bingung siapa yang ada di dalam bayangan tersebut. Tetapi setelah memperhatikannya dengan fokus, sikap bingungnya tersebut berubah menjadi kaget dan panik sehingga ia berteriak.
“APAAA??”
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!