Happy Reading!
Dengan senyum mengembang di wajahnya, Angkara menatap bunga mawar merah yang ada di tangannya. Laki laki itu ingin memberi kejutan pada pacarnya.
Sengaja ia tak memberi tahu pada sang pacar jika ia sudah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan sang ayah.
Ia ingin melihat bagaimana ekspresi nanti sang pacar jika ia memberikan kejutan seperti ini. Karena jarang jarang ia memberi kejutan pada pacarnya.
Ia menatap pintu apartemennya yang diberikan pada pacarnya satu bulan yang lalu. Ia menekan pin apartemennya dan masuk ke dalam apartemen.
"Kenapa apartemen ini sangat gelap? Kemana Naura? Apa dia pergi ke suatu tempat hingga membiarkan apartemen kosong begitu saja?" tanya Angkara pada dirinya sendiri.
Tapi satu yang membuat daranya mendidih, ada sebuah sepatu laki laki di lantai dan juga bra berwarna merah di sofa.
"Sialan."
Angkara membanting bunga itu disana, kemudian berjalan cepat menuju kamar yang ada di apartemen itu.
"Hahaha ceroboh sekali wanita itu," gumamnya tertawa sinis menatap pintu kamar yang tidak terkunci dengan rapat. Dengan jelas Angkara mulai mendengar apa yang terjadi di dalam kamar itu.
"Ahh jangan nakal deh, aku masih capek."
"Aku mau puas puasin hari ini, baby. Kan besok kamu sudah sama bajingan itu," ucap laki laki yang tak lain adalah Nezi, teman kuliah Angkara walau tak terlalu akrab.
"Ahh benar, membayangkan wajah datarnya itu membuat aku muak. Aku ingin dia cepat menikahiku dan aku menjadi nyonya Arsenio. Aku sudah susah susah menyingkirkan Alena dari hidupnya masa aku diam ditempat sih," ucap Naura seraya memainkan batang yang sangat tegak itu.
"Hahaha bajingan itu juga bodoh sekali, sampai dia gak sadar kalau foto itu hanya editan dan juga laki laki yang bersama Alena di hotel itu adalah kakaknya sendiri," ucap Nezi dengan tawa.
Posisi mereka sangat in**m hingga membuat Angkara jijik dengan mereka. Kemudian ia langsung teringat dengan apa yang membuat hubungannya dengan wanita yang dicintainya itu kandas.
"Astaga betapa bodohnya aku," ucap Angkara.
Angkara membayangkan Alena yang menangis seraya menjelaskan jika dirinya tak selingkuh. Tapi Angkara dengan kejamnya malah menendang tubuh Alena hingga membuatnya terbentur pot saat itu.
"Cepatlah rebut semua hartanya dan kita pergi dari negara ini. Kita harus membangun keluarga kita sendiri dengan bahagia di luar negeri," ucap Nezi seraya meremat buah dada Naura.
"Yes ahh yes ahh ahh."
Angkara yang tak tahan itu langsung membuka pintu kamar itu dengan lebar. Hingga membuat Naura dan Nezi terkejut melihat laki laki yang berdiri di tengah pintu itu.
"Sayang."
"Bagus ya permainan kalian, hahaha bodohnya selama ini gue percaya dengan ucapan busuk lu. Kalian sama sama penjilat dan juga bajingan. Lihat aja apa yang akan gue lakukan untuk kalian."
"Naura kita putus, lu bukan lagi pacar gue."
Naura yang mendengar itu langsung menggelengkan kepalanya. Ia tak bisa membayangkan hidup tanpa harta yang diberikan oleh Angkara.
Selama ini derajatnya sudah diangkat setinggi langit ini oleh Angkara, masa iya harus kembali turun ke derajatnya yang serendah tanah itu.
"Enggak ini semua gak bener, sayang. Nezi yang goda aku, aku di perko**a sama dia. Kalau aku gak nurutin apa yang dia mau aku akan di bunuh. Tolong aku!!"
Naura langsung bangkit dari kasur itu menyeret tubuhnya yang polos dengan selimut.
"Bit** tetaplah bit**, kalian sama saja."
Nezi tampaknya juga terkejut hingga membuat ia lupa jika ia tak memakai sehelai benangpun. Tapi ia langsung mengambil pistol yang dia curi dari Alex, temannya yang tak lain adalah seorang mafia kelas kakap di kota ini.
"Lihat saja apa yang akan gue lakukan pada perusahaan lu, dan juga kehidupan kalian," ucap Angkara dengan ajaran menujuk dua manusia itu.
"Jangan lihatin perusahaan gue, bangsa*"
Angkara tak mau lebih lama melihat dua orang penghianat ini. Angkara membalikkan badannya dan keluar dari kamar itu.
Angkara harus cepat cepat meminta maaf pada Alena dan juga menebus semua kesalahannya pada Alena selama ini.
Ia terlalu bodoh karena sudah percaya pada wanita ular yang kini menjadi pacarnya.
Belum ada 3 langkah Angkara keluar dari kamar itu, Nezi menembakkan pistol itu.
Dor
"Akhh."
Peluru itu menembus kepala bagian belakang Angkara hingga membuat Angkara langsung terjatuh.
"Nezi apa yang lu lakukan?" teriak Naura melihat kepala Angkara yang mengeluarkan banyak darah.
Naura takut jika mereka akan masuk penjara saat ini apalagi yang ada disana adalah mereka berdua. Pasti setelah ini akan banyak orang yang ada datang ke apartemennya ini.
"Gue sengaja biar dia gak buat perusahaan gue bangkrut."
"Lu gila ya, kalau di mati gimana?" tanya Naura dengan tergesa gesa mulai memakai bajunya begitupun dengan Nezi.
Angkara masih bisa mendengarkan apa yang mereka bicarakan dan mereka lakukan untuk melarikan diri. Angkara lemah saat ini, rasa sakitnya membuat ia seakan ingin mati saat ini juga.
Tapi....
"Alena aku minta maaf, aku berharap masih bisa bertemu denganmu dan meminta maaf dengan semua yang sudah aku lakukan," lirih Angkara dengan nada terbata bata.
Kesadaran Angkara hilang begitu saja bersamaan dengan kaburnya dua orang yang sangat jahat ini.
***
Di sebuah ruangan bernuansa putih biru, Angkara terbangun. Hingga membuat seorang wanita berparas ayu dan masih memakai jas kampusnya itu langsung mengucapkan syukur.
"Alhamdulillah kamu sudah bangun," ucap Alena memeluk tubuh Angkara yang ada di ranjang kamarnya.
"Alena," ucap Angkara dengan pelan. Pelukan itu sudah terlepas begitu saja kemudian tatapan mereka saling beradu.
Tanpa basa basi, Angkara langsung memeluk tubuh Alena yang ada di depannya kemudian mengucapakan berkali kali minta maaf. Laki laki itu bahkan sampai menitikkan air matanya.
Alena yang melihat sang pacar menangis itu hanya bingung. Kenapa Angkara meminta maaf? Apa Angkara memiliki salah padanya. Sepertinya tidak.
"Hei hei kamu kenapa?" tanya Alena melonggarkan pelukannya kemudian menghapus air mata sang kekasih.
"Aku minta maaf sudah sakiti kamu, aku minta maaf," ucap Angkara lagi yang membuat Alena mengangguk walau ia tak tahu apa yang membuat.
"Kamu nyakitin aku apa sayang, astaga sepertinya kepala kamu korslet karena dua hari tidak bangun," ucap Alena mengelus kepala Angkara.
Angkara yang mendengar itu langsung terdiam, kenapa ia bisa dua hari tidak bangun. Apa semua yang ia alami selama ini hanya mimpi? Tapi semua ini sangat nyata.
"Kamu pasti lapar kan, udah dua hari kamu tidur di kamarku. Gak makan dan gak minum, bangun bangun kamu kayak gini. Aku kaget banget tahu," ucap Alena mengambil makanan yang sudah ia buat tadi.
"Aku tidur sampai 2 hari?" tanya Angkara dengan ling lung.
"Heem, katanya cuma mau baringan setalah kita dari kebun binatang, lah kok sampai dua hari. Aku bangunin kamu gak bangun bangun, bahkan aku sempat panggil dokter pribadi keluargamu untuk mengecek keadaan kamu. Kan gak bagus kalau kamu meninggal di kamar aku, nanti aku yang masuk penjara," ucap Alena meletakkan lauk itu di sendok.
"Aku kenapa? Apakah aku bermimpi? Atau memang aku bertransmigrasi?" tanya Angkara pada dirinya sendiri.
Bersambung
Happy reading
"Hei ngelamun lagi sih kenapa?" tanya Alena memberikan jus jeruk pada Angkara.
"Emm ini tanggal berapa ya, Al?" tanya Angkara dengan raut masih belum percaya. Kemudian Alena mengambil ponselnya dan memperlihatkan tanggal saat ini.
"Selasa, 29 Maret 2022."
Berarti ini adalah 4 tahun anniversary hubungannya dengan Alena selama 4 tahun. Dan datangnya Naura dalam hidupnya.
"Jadi benar aku bertransmigrasi, tapi kenapa seperti mimpi. Aku belum percaya ini," gumamnya dengan pelan.
"Kamu ngomong apa?" tanya Alena yang tak mendengarkan apa yang dibicarakan oleh Angkara.
Angkara yang melihat Alena itu langsung menggeleng kemudian memeluk lagi tubuh Alena dengan erat. Ia tak akan membiarkan pelukan ini hilang seperti sebelumnya, ia sudah berjanji untuk tetap percaya pada Alena. Tak peduli yang ia rasakan itu mimpi atau memang benar transmigrasi.
"Jangan tinggalin aku ya, Al."
"Iya enggak, kamu ini kenapa sih sayang? Aku gak akan ninggalin kamu kalau kamu gak berbuat kesalahan yang fatal," jawab Alea mengelus rambut Angkara.
Alena tak tahu apa yang ada dipikiran Angkara, ia juga bingung dengan perubahan yang ditunjukkan sang pacar. Angkara adalah tipe cowok yang selalu berbicara dengan to the poin. Tak pernah Angkara seperti ini, apa memang pas tidur Angkara terbentur sesuatu hingga membuat otaknya sedikit geser.
"Aku gerah nih, lepasin ya."
"Nanti kamu ninggalin aku," ucap Angkara dengan pelukan yang makin erat.
"Enggak sayang, udah ya aku mau mandi udah hampir malam nih. Nanti aku masuk angin lagi."
"Aku ikut mandi."
Alena yang mendengar itu langsung melotot menatap Angkara dengan tatapan tak percaya.
"Kamu bukan Angkara kan?" tanya Alena melepaskan pelukan itu dengan paksa.
Deg
Jantung antara bercadar kencang kala mendengar pertanyaan dari Alena. Apa Alena tahu jika dirinya ini bukan Angkara yang dulu melainkan Angkara dari masa depan? Alena langsung berdiri dan menatap Angkara dari atas sampai bawah.
"Aku Angkara Alena," jawab Angkara dengan jujur.
Memang benar kan dia adalah Angkara Arsenio Galvin.
"Kalau kamu Angkara kenapa kamu mau ikut aku mandi, aku malu tahu lihatin kalau mandi dan kamu tahu akan hal itu. Kenapa kamu masih mau ikut mandi?"
Dengan tatapan tak percaya akhirnya Angkara tahu apa yang membuat gadis itu berpikir ia bukan Angkara. Yah karena selama ini Alena adalah orang pemalu jika tentang barang barang pribadinya apalagi mandi. Yang otomatis barang pribadinya itu terlihat.
"Aku gak akan lihat kok, Alena."
"Stop!!! Kalau kamu Angkara kenapa kamu panggil aku nama. Biasanya kamu gak panggil aku dengan nama. Kamu bukan Angkara kan, jawab!!!"
Alena menatap wajah Angkara yang ada di depannya, apa mungkin Angkara diculik dan digantikan laki laki yang mirip Angkara ini. Kemana pacarnya kalau begitu? Tapi tak mungkin kan Angkara punya kembaran? Wong Angkara anak tunggal.
"Ayo jujur kamu siapa?" tanya Alena dengan tangan yang sudah memegang kemoceng yang entah itu tadi dapat dimana.
Antisipasi ya say, siapa tahu yang di depannya ini bukan Angkara. Entah kenapa sejak bangun Angkara berbeda di mata Alena. Tidak ada Angkara si dingin dan cuek. Kenapa Angkara yang ini sangat gemar nyerocos. Dan juga Angkara akan memeluknya disaat saat tertentu saja. Lah ini tadi malah langsung memeluk saja sejak bangun.
"Al sayang, aku Angkara. Pacar kamu, hubungan kita sudah memasuki tahun ke 4, kamu gak lupa kan jika tanggal 27 kemarin kita merayakan anniversary kita yang ke 4?" tanya Angkara yang kini mulai ingat dengan anniversary mereka yang ke 4 tapi ia lupa jika pernah tidur di kamar sang pacar sampai 2 hari.
Alena memicingkan matanya dengan tatapan mengintimidasi gadis itu langsung mengarahkan tangannya untuk membuka kancing baju Angkara.
"Kamu mau ngapain?" tanya Alena pada Angkara yang ada didepannya.
"Kalau kamu Angkara yang asli, kamu pasti mempunyai tato ular di atas dada kamu," ucap Alena pada Angkara.
Akhirnya dengan pasrah Angkara membiarkan Alena untuk membuka bajunya. Ternyata meyakinkan Alena tak semudah yang ia kita, hingga akhirnya bajunya terbuka dan terlihatlah sebuah tato ular kobra yang tak terlalu besar di atas dada Angkara.
Angkara menikmati wajah cantik sang pacar, kemudian menarik pinggul Alena hingga mereka kembali berbaring di tempat tidur itu. Dengan posisi Alena di atas tubuhnya.
"Yank, dada kamu empuk banget. Pengen ngere*es," bisiknya yang membuat Alena langsung menonyor kepala Angkara.
"MES*MMMMMM!!!!"
Tawa Angkara menggelegar di kamar itu melihat wajah Alena tadi. Lihatlah gadis itu yang langsung melarikan diri ke kamar mandi hingga lupa jika belum membawa pakaian gantinya.
Angkara hanya ingin menikmati wajah yang sudah ia sia siakan selama ini. Angkara akui selama ini ia sangat cuek dengan hubungannya dengan Alena. Bahkan Angkara tak mencari tahu siapa saja keluarga Alena hingga membuat kesalahpahaman itu terjadi.
"Maafkan aku Alena, aku salah. Dan aku akan melindungi kamu dan selalu mempercayai kamu. Akan ku balaskan dendamku pada Naura dan Nezi dari masa ini. Karena aku sudah kalian bunuh di masa depan," gumamnya dengan tangan terkepal.
Sungguh sampai saat ini masih teringat jelas tentang apa yang dilakukan Naura dan Nezi di apartemen miliknya sendiri yang belum ia ganti kepemilikannya.
"Argghhh sialan memang mereka," umpat Angkara yang kini mulai melemparkan bajunya ke lantai.
"Sayang, tolong ambilkan baju aku ya. Di lemari," teriak Alena dari dalam kamar mandi.
Angkara yang mendengar itu langsung mengambilkan pakaian paling se*si milik Alena. Senyum jahil itu terbit di bibirnya, ini sangat bukan Angkara. Tapi ya sudahlah mungkin otaknya rasa geser.
Hingga pandangannya jatuh pada sebuah tank top putih dan juga hotspan abu abu berbahan empuk itu. Tak lupa CD milik Alena ikut serta tapi tidak dengan bra. Karena Angkara ingin melihat sang kekasih memakai pakaian ini.
"Pasti sangat cantik," gumamnya menatap pakaian yang dipilihnya.
Kemudian ia berjalan ke arah pintu kamar mandi.
"Sayang nih baju kamu," ucap Angkara yang langsung dibuka sedikit pintu itu oleh Alena.
Tangan putih gadis itu mulai mencari dimana pakaiannya, setalah dapat Alena kembali menarik tangannya.
"1.. 2.. 3.."
"Arkana ini baju apa!!!"
Teriakan Alena membuat Angkara tertawa dengan pelan.
"Sayang aku mau kamu pakai itu," balas Angkara dengan senyumnya.
"Enggak."
"Ya sudah sekalian gak usah pakai baju," ucap Angkara dengan entengnya malah membuat Alena yang berada di kamar mandi itu langsung getar getir.
Sebenarnya tak ada yang aneh dengan pakaiannya, karena jika ia sendiri di rumah ini ia juga akan memakai pakaian minim karena nyaman. Tapi sekarang ada Angkara disini tak mungkin Alena memamerkan tubuhnya pada laki laki yang belum menjadi suaminya. Nanti suaminya dapat bekas laki laki lain dong.
Tapi ia sudah tak ada baju lagi, bajunya tadi juga sudah basah di bak cucian.
Bersambung
Happy reading!
"Awas aja kalau dia nakal, aku diami baru tahu rasa dia," gumam Alena dengan cepat langsung memakai pakaian yang diberikan Angkara tadi.
Setelah selesai memakai pakaian itu, Alena kembali membuka pintu kamar mandi dan keluar. Ternyata Angkara juga masih ada disana, menunggu Alena dengan bersandar di dinding dekat pintu kamar mandi
"So seksi baby," bisiknya dengan jahil. Kemudian laki laki itu masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Alena yang masih mematung di depan pintu kamar mandi.
"Aneh, dia gak pernah bilang seperti ini. Bener nih pacar gue habis kejedot kayaknya," ucap Alena menggelengkan kepalanya kemudian berjalan keluar dari kamar menuju dapur untuk membuat makan.
Tadi ia memang belum sempat makan, setelah membuat makanan untuk Angkara tadi. Ia belum sempat makan.
Gadis itu mengambil pancil dan merebus air, malam malam gini kalau makan mie instan dan minum kopi kan paling mantab.
****
Angkara keluar dari kamar mandi hanya memakai celana pendek hingga membuat tubuh kekarnya itu terekspos jelas.
"Sayang kamu dimana?"
Tidak ada jawaban dari Alena hingga membuat Angkara langsung tahu dimana kekasihnya itu berada.
Angkara langsung keluar dari kamar itu menuju dapur, Angkara menatap sekeliling rumah minimalis ini. Tak besar tapi cukup nyaman untuk ditempati.
Rumah ini adalah hadiah anniversary pertama yang diberikan oleh Angkara pada Alena.
Bukan tanpa sebab, dulu Angkara ingin membelikan penthouse untuk Alena tapi gadis itu menolak karena Alena tak suka bangunan yang tinggi. Bisa dibilang Alena memiliki trauma mendalam tentang bangunan bertingkat seperti apartemen. Karena dulu ibunya meninggal karena bunuh diri di gedung apartemen mereka dulu.
Ibu Alena depresi setelah di tinggal mati oleh suaminya yang sangat dicintainya. Hingga membuat ibu Alena memutuskan untuk menyusul sang suami dengan cara melompat dari gedung apartemen lantai 17.
Hancur hidup Alena saat itu, ia tak memiliki keluarga lagi selain ayah dan ibunya. Hingga hanya meninggalkan Alena sendiri yang saat itu masih berusia 17 tahun.
Akhirnya rumah ini yang menjadi pilihan Angkara daripada Alena harus ngekost. Lebih baik membelikan rumah sederhana ini yang tak lain juga pilihan Alena.
Bayangan dimana ia mengusir Alena dari rumah yang sudah atas nama Alena itu membuat hatinya kembali berdenyut sakit. Tapi tunggu, jika Alena sudah menjadi sebatang kara siapa laki laki yang kata Naura adalah Kakak Alena itu. Apa selama ini Alena masih memiliki keluarga?
Betapa bodohnya ia membuang berlian demi batu kali, dimana Alena selalu menjadi tempat ternyaman baginya memilih jurang kematian.
Tangannya mulai terulur untuk mengambil pigura yang fotonya masih bagus walau sudah termakan waktu.
Foto keluarga Alena saat gadis itu masih kecil, menggunakan gaun berwarna pink dengan rambut yang di ikat dua. Ditambah senyum yang tampak tulus dan juga bahagia.
"Aku akan terus membuat senyummu selalu terbit dari bibirmu sayang. Aku janji," ucap Angkara pada dirinya sendiri. Itulah janjinya pada dirinya sendiri.
Setalah itu ia meletakkan kembali foto itu dan berjalan menuju dapur. Tempat favorit Alena jika di rumah adalah dapur. Bahkan kekasihnya itu sangat tidak betah di kamar.
Entah bagaimana jika nanti mereka menikah, mungkin nanti mereka akan membuat kamar di dapur itu. (Eh kok kata nanti kalau mereka menikah, emang sampai menikah atau malah kandas di tengah jalan?)
Sampainya di dapur Angkara melihat Alena yang sedang memasak air dan Angkara tahu apa yang akan di masak oleh Alena. Yaitu mie instan dan juga kopi. Padahal malam, tapi jika sudah menyiapkan kopi bisa dipastikan Alena akan bergadang.
Dengan langkah pelan, Angkara berjalan ke arah Alena yang sedang menunggu air masak. Tangannya mulai melingkar di pinggang ramping itu. Alena yang merasa tangan kekar melingkar di pinggangnya itu sontak langsung menatap tangan yang ada di perutnya itu.
Kaget? Tentu saja, Alena tak yakin jika itu adalah tangan kekar milik Angkara tapi melihat jari jari itu membuat ia yakin. Haihh kenapa lagi ini, Alena merasa setelah setelah bangun dari tidur panjangnya itu Angkara jadi aneh.
Mulai dari memeluknya tiba tiba hingga memeluknya seperti saat ini. Alena sangat tahu Angkara yang cuek dan jarang melakukan hal hal romantis seperti ini. Bahkan memeluknya saja bisa dihitung dengan jari.
"Kamu kenapa?" tanya Alena yang membuat Angkara malah makin mengeratkan pelukannya.
"Cuma peluk kamu doang. Gak kenapa napa juga, aku sehat. Apa gak boleh aku peluk pacar aku sendiri?" tanya Angkara yang membuat Alena diam. Bukan tak boleh tapi aneh saja.
"Kamu aneh."
"Mas sih, yang aneh itu kamu sayang. Udah di kasih baju bagus bagus malah pakai beginian," ucap Angkara menarik cardigan lengan panjang itu.
"Kamu tahu dingin?" tanya Alena dan dianggukkan oleh Angkara.
"Ya itu. Awas aku mau buat mie," ucap Alena melepaskan pelukannya.
"Jangan mie terus sayang, kamu juga harus makan makanan yang bergizi biar tambah tinggi," ucap Angkara yang membuat Alena.langsing memicingkan matanya.
"Gak salah, aku makan mie aja tingginya sudah 163 cm, gimana kalau aku makan makanan yang bergizi apa gak sundul langit aku," jawab Alena yang tak terima jika dibilang pendek begitu saja. Pasalnya tinggi ia dan Angkara hanya selisih 17 cm-an.
Iya sih kalau di banding Angkara, ia lebih pendek tapi tak pendek pendek banget.
"Hahaha gemes deh pacar aku, aku mau dibuatin kopi juga."
"Ya sudah tunggu aja di tempat biasa. Aku punya rekomendasi film bagus," ucap Alena mengusir Angkara dengan cepat sebelum air yang hampir mendidih itu tumpah.
Akhirnya Angkara mulai menyingkirkan tangannya kemudian hanya mengamatinya dari jarak dekat. Setelah selesai membuat dua kopi instan, Alena kembali membuat mie samyang dengan level pedas. Gak tahu nanti gimana lidah Alena setalah makan pedas harus minum kopi panas. Apa gak melepuh itu lidah🤣. Tapi itulah Alena si gadis bebal jika dinasehati.
Setalah selesai membuat mie dan kopi, keduanya ke ruangan khusus yang terdapat televisi besar disana. Di lengkapi dengan sofa empuk dan juga meja jangan lupakan lampu LED yang sangat cantik menghiasi ruangan itu.
"Film romantis?" tanya Angkara dan dianggukkan oleh Alena.
Tak heran lagi dengan yang ada dalam pikiran gadis itu, pasalnya Alena adalah tipe orang pecinta genre romantis. Entah itu novel atau film.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!