NovelToon NovelToon

MY CHOICE

Chapter 1

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

"Masuk,"

"Ayah bilang masuk Disa." Bentak ayah.

Karena kaget, aku pun dengan pasrah masuk kembali menuju kamar ku. Sedangkan teman ku Niken dan Bobi, mereka berdua diam mematung di ambang pintu.

Di dalam kamar, aku hanya bisa menahan tangis ku di balik selimut. Aku merasa kesal dengan ayah, kadang aku tidak mengerti dengan perhatian ayah yang seperti itu.

Melihat ayah yang sudah marah, kedua teman ku pun langsung berpamitan untuk pulang. Ayah hanya menganggukkan kepalanya,tanda mengiyakan ucapan kedua teman ku itu.

"Eh itu, siapa nama kamu?" ucap ayah.

Bobi dan Niken pun langsung menghentikan langkah mereka karena terkejut dengan ucapan ayah barusan.

"Bobi om....."

"Jangan lupa, tutup kembali pagarnya."

Setelah itu, ayah langsung menutup pintu dengan kasar. Sehingga menimbulkan suara yang cukup keras dan buat kedua teman ku kaget.

"Ya ampun Bob,"

"Sepertinya kita emang salah deh, ngajakin Disa pergi." Ucap Niken.

"Pantas saja, selama ini dia selalu menolak ajakan kita."

"Iya......."

"Udah yuk ah, nanti ayahnya balik lagi." Ajak Niken.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Malamnya aku pun baru tersadar dari tidur ku, saking kesalnya aku sampai tertidur pulas. Bangun-bangun ternyata kamar ku sudah gelap gulita karena sudah malam.

"Jam berapa ini?"

Aku langsung beranjak dari tidurku untuk menyalakan lampu,sekalian untuk melihat jam.

"Ah pantas, ini sudah jam 8 ternyata."

Aku pun meraih air minum yang sudah biasa aku siapkan di kulkas mini di bawah meja belajar ku. Aku memang sengaja beli kulkas sendiri di kamar, karena malas untuk keluar kamar. Terlebih lagi saat sudah malam, aku malas mendengar keributan antara ayah dan bunda yang tiada hentinya.

Duarrrrrr.......

Terdengar bunyi benda pecah dari luar kamar, aku sendiri sudah tidak merasa heran lagi. Kalau bukan ayah yang membanting itu barang, pastinya ibu yang membanting barang itu.

"Hem......"

"Ya ampun, aku sudah merasa muak dengan semua ini."

Aku pun memilih untuk masuk ke dalam kamar mandi dan membunyikan musik sekencang-kencangnya. Supaya aku tidak bisa mendengar keributan yang di timbulkan oleh kedua orang tua ku itu.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Namaku Adista Agnesia Wibowo, aku anak kedua dari pasangan Burhan A.Wibowo dan Melia Hutabarat. Aku memiliki seorang kakak,bernama Kaila Nesya Wibowo. Namun sayang nya, kakak ku sudah berhasil pergi dari rumah ini. Karena kakak ku tengah kuliah di Inggris,ikut bersama paman ku yang tinggal di sana.

Malangnya aku, masih terpenjara di rumah yang sudah seperti halnya neraka. Tiada hari tanpa keributan dan benda yang di pecahkan.

Aku sebenarnya bisa saja kabur ke rumah saudara atau ke rumah nenek dan kakek, hanya saja aku tidak bisa meninggalkan bunda sendirian di sini. Karena aku tahu, bunda pun tak kalah menderita dari pada aku.

Awalnya saat aku masih kecil, keluarga ku bisa di bilang cukup romantis dan jauh dari keributan seperti saat ini. Namun semua itu berubah, semenjak ayah ketahuan mempunyai selingkuhan dan mempunyai anak yang seumuran dengan ku. Keluarga ku baru mengetahuinya saat aku masuk kelas satu SMA tahun kemarin dan kakak ku baru kelas 3 semester awal.

Semenjak itu, ibu yang tadinya hanya berdiam diri di rumah hanya mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus aku dan kakak. Sekarang lebih suka untuk menghabiskan waktu di luar,mengurus toko bunga yang iya buka tahun lalu.

Dulu, di rumah ada mba Parmi yang suka bantu-bantu bunda. Namun sekarang beliau sudah kembali ke rumah nenek, karena ibu merasa tidak enak karena tiap hari harus menyaksikan keributan antara ayah dan bunda.

Sebenarnya bunda sudah mengajukan untuk berpisah dengan ayah, tapi sayangnya ayah malah merobek surat cerainya itu dan malah berubah jadi sosok ayah yang kasar dan tempramen.

Terkadang beliau akan bersikap lembut,namun tidak lama kemudian sikap kasarnya suka keluar secara tiba-tiba.

Makanya aku lebih memilih untuk mengurung diri di kamar menyendiri,paling nelpon sama kakak ku yang jauh di sana.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Entah kenapa, mungkin karena sejak tadi siang aku tidak makan apa-apa. Aku pun memutuskan untuk keluar dari kamar, untuk mengambil makanan yang ada di dapur. Kebetulan stok makanan di kamar ku sudah habis dan aku belum sempat untuk mengisi ulang kembali,karena minggu ini aku di sibukkan dengan pekerjaan sekolah dan pelajaran tambahan.

"Apa ini?" Ucap ku kaget.

Aku mendapati pecahan botol yang biasa terpajang di atas meja makan. Perlahan langkah ku pun mengikuti pecahan botol itu, alangkah kagetnya aku mendapati bunda sudah terbaring dengan berlumuran darah di bagian tangan dan kepalanya.

"Bunda......" Teriak ku.

Aku sangat ketakutan dan tidak tahu harus melakukan apa sekarang, tangan ku gemetaran meraih HP dari dalam saku celana tidur ku.

Aku segera menelpon panggilan darurat rumah sakit, sambil memangku kepala bunda.

Setelah berhasil menghubungi rumah sakit terdekat, aku perlahan menyingkirkan pecahan botol yang berada di dekat ibu. Namun sialnya, tangan ku malah terkena pecahan kaca itu dan tergores cukup besar.

Aku sudah tidak peduli lagi dengan rasa sakit yang di timbulkan oleh goresan kacanya, yang aku pikirkan saat ini itu kondisi ibu yang tidak sadarkan diri. Padahal sebenarnya darah di tangan ku pun sudah mengalir begitu deras.

Hal yang paling buat aku semakin sesak adalah, ketidak hadiran ayah saat ini. Kemana dia saat ini? Apa mungkin kejadian yang menimpa ibu itu adalah ulah ayah?.

Entahlah, aku sendiri tidak tahu. Karena sekarang ini yang aku tahu tidak ada siapa-siapa di rumah terkecuali aku dan bunda yang terbaring tidak sadarkan diri.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya mobil ambulan dan satu orang petugas dari rumah sakit pun datang. Tanpa menunggu lama, kami pun langsung menuju rumah sakit terdekat untuk segera mendapatkan pertolongan pertama untuk bunda.

Sepanjang perjalanan aku hanya bisa menangis, sambil menatap wajah bunda yang tampak pucat. Aku sangat takut sekali, kondisi beliau tidak bisa tertolong.

"Pak cepat......"

"Bunda tampak pucat," ucap ku pada supir yang membawa mobil ambulan nya.

"Baik, sebentar lagi kita bakalan sampai."

"Cepat pak, tolong bunda aku....." Isak ku.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan sekitar 10 menit, kami pun sampai di rumah sakit. Petugas itu pun langsung menurunkan bunda dan di bantu petugas rumah sakit yang datang menghampiri kami.

"Cepat bawa pasien ke ruang UGD, dia sudah kehabisan banyak darah." Ucapnya.

Mereka berdua pun menarik tandunya,menuju kedalam rumah sakit, di ikuti aku dengan tangis yang masih belum berhenti sejak tadi.

"Maaf dek, adek tidak boleh ikut masuk. Sebaiknya tunggu di luar, sampai dokter memberikan pertolongan pada pasien." Ucap salah satu petugas yang menahan ku masuk ke dalam ruangan dimana bunda di rawat saat ini.

Chapter 2

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Aku pun duduk termenung sambil menangis di kursi yang berada di bagian depan ruangan itu. Rasa sakit di tangan ku, mengalahkan rasa sakit di hati ku saat ini.

Hati ku bertanya-bertanya, kemana ayah sekarang ini. Di saat bunda dan ku membutuhkan kehadiran dia. Apakah kejadian yang menimpa bunda saat ini, ada hubungannya dengan kepergian ayah dari rumah.

Tiba-tiba saja, ada tangan yang meraih tangan ku pelan. Aku sempat terkejut dan langsung melihat siapakah sosok yang berasa di hadapan ku saat ini.

"Arhan......." Lirih ku.

Dia hanya diam saja dan malah jongkok sambil menutup luka di tangan ku,menggunakan sapu tangan miliknya.

"Kenapa kamu membiarkan luka ini mengering begitu saja. Nanti kalau nggak di obati,yang ada luka kamu ini malah infeksi." Ucapnya.

"Sudahlah, kamu tidak perlu memperdulikannya."

"Aku tidak apa-apa," lanjut ku.

"Tidak apa-apa bagaimana? Tangan kamu terluka cukup parah ini. Kalau tidak segera di obati, yang ada....."

"Sudahlah Arhan, jangan pedulikan aku. Sebaiknya kamu pergi saja dari sini," aku langsung memotong ucapannya.

"Terserah kamu, aku hanya ingin menolong kamu."

"Karena apa? Karena kenal sama kamu,meskipun kita tidak begitu dekat." Lanjutnya.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Arhan Permadi, siswa laki-laki merupakan teman satu kelas ku. Di sekolah dia salah satu siswa yang cukup populer di kalangan siswi perempuan.

Meskipun aku dan dia berada di kelas yang sama,namun aku tidak cukup akrab dengan dia. Arhan termasuk cowok yang tidak banyak bicara dan hanya dekat dengan segelintir orang saja.

Banyak siswa di kelas ku yang menganggapnya sosok yang sombong, karena sikap pendiam dan ngomong seperlunya itu.

Aku pernah dengar, Arhan merupakan cucu dari pemilik salah satu perusahaan Information technology (IT) yang ada di kota ku dan mempunyai beberapa cabang juga di beberapa kota besar di Indonesia.

Meskipun dia terlahir dari keluarga yang berada, namun aku mengakui dia sosok yang cukup sederhana. Dia pun tidak pernah menunjukan kekayaannya itu, baik di depan teman-teman di kelas atau pun di sekolah.

Bahkan dari kebanyakan anak orang kaya yang ada di sekolah ku,rata-rata mereka memamerkan kekayaan yang di miliki keluarganya itu. Beda dengan Arhan, dia begitu sederhana dan berangkat sekolah dengan hanya menggunakan sepeda motor biasa saja.

Mungkin kalau ada anak baru, tidak akan menyangka kalau Arhan itu anak orang kaya. Karena penampilannya tidak menunjukan hal itu.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

"Aku hanya ingin menolong kamu saja,mana mungkin aku pura-pura tidak lihat. Di saat ada seorang yang aku kenal terluka seperti ini."

"Harus aku pura-pura tidak lihat? Aku tidak sekejam itu Dis," lanjutnya.

Mendengar ucapan Arhan barusan, malah semakin buat aku menangis kembali sejadi-jadinya.

"Kenapa harus kamu yang lihat aku dalam keadaan seperti ini?"

"Kenapa?" Isak ku.

"Aku tidak tahu, masalah apa yang tengah menimpa kamu saat ini. Yang ingin aku lakukan hanya menolong kamu saja."

Arhan kemudian berdiri dan pergi begitu saja. Aku sendiri tidak begitu memperdulikan kepergian dia, kondisi ku saat ini cukup kalut dan hancur.

Aku pun memperhatikan balutan sapu tangan pemberian Arhan barusan,di sana tertulis bordiran bertuliskan inisial nama dia.

Sepertinya itu sapu tangan yang di buatkan khusus oleh seseorang untuk dia.

Tidak lama setelah itu, Arhan malah kembali dengan membawa bungkusan obat dan menarik tanganku.

Dia pun menaruh tangan ku di atas lututnya,perlahan sapu tangan yang membalut luka ku pun dia buka. Ada rasa perih saat sapu tangan itu terbuka,karena adu luka yang menganga cukup lebar.

"Ini pasti akan sakit,jadi tahanlah. Kalau kamu tidak tahan,gigit saja jaket ku ini." Ucapnya.

Aku hanya menganggukkan kepalaku,tanda aku mengerti dengan apa yang di ucapkannya.

"Aku akan mulai mengobati luka mu ini," lanjutnya.

"Iya......."

Saat Arhan mulai membersihkan darah yang sudah mengering, secara spontan aku langsung memejamkan mata ku dengan air mata yang sudah membasahi wajahku.

"Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu Dis? Kenapa kamu sampai tidak bisa merasakan sakit di tangan kamu ini."

"Hati ku sakit, luka di tanganku tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan luka di hati ku saat ini." Balas ku.

Mendengar jawaban ku barusan, Arhan yang tengah mengobati luka ku pun langsung terhenti.

"Kenapa? Lucu yah, aku mengatakan ini sama kamu."

"Orang seperti kamu, mana mungkin bisa merasakan sakit yang aku alami sekarang." Lanjut ku.

"Dis, aku tidak tahu apa yang menimpa kamu saat ini."

"Namun satu hal yang harus kamu tahu, kamu tidak sendiri di dunia ini. Di dunia ini ada orang yang menjatuhkan mu,ada pula yang menyayangi kamu. Namun pada akhirnya kamu akan berterima kasih pada keduanya." Jelas Arhan.

"Tapi bagaimana, jika hanya ada yang menyakiti ku saja di hidup ku? Apakah sama, aku harus berterima kasih?" Balas ku.

"Ya......."

"Karena orang itu yang buat kamu kuat sampai saat ini. Kamu itu spesial,kamu itu pilihan. Belum tentu masalah yang menimpa kamu saat ini,menimpa hidup aku atau orang lain. Aku bakalan sekuat kamu,"

"Setidaknya kamu harus kuat untuk diri kamu sendiri." Lanjutnya.

Mendengar ucapan Arhan barusan, aku pun perlahan membuka mata ku. Tangan Arhan pun perlahan menghapus air mata yang membasahi wajah ku.

"Aku tidak bisa mengobati luka hati mu, karena luka hati tidak ada obatnya. Yang bisa mengobatinya hanya kamu sendiri Dis,"

Ucapan Arhan malah buat air mata ku jatuh kembali dengan derasnya.

"Ya sudah,menangislah. Jika itu bisa buat kamu meras lebih baik dan lega."

"Makasih,"

"Makasih, karena kamu sudah baik sama aku."

"Sama-sama, aku mungkin tidak bisa banyak membantu kamu. Setidaknya aku bisa memberikan sedikit kekuatan untuk kamu."

"Iya......."

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Setelah perasaan ku sudah terasa lebih tenang dan luka ku pun sudah di obati oleh Arhan. Tidak lama setelah itu, suster keluar dari ruangan dimana bunda di rawat.

"Keluarga ibu Melia.......!" Serunya.

"Iya, saya sus....."

Aku pun langsung beranjak dari tempat duduk dan menghampirinya.

"Gimana keadaan bunda saya sus?"

"Keadaannya sudah membaik,untungnya beliau bisa melewati masa-masa kritisnya tadi. Meskipun beliau banyak kehilangan darah dan cairan, untungnya masih dapat di tolong dan sekarang beliau tengah istirahat." Jelas susternya.

"Sebaiknya adek langsung ke ruangan dokter,untuk menanyakannya lebih lanjut."

"Baik sus,"

Sepeninggal susternya, aku pun menghampiri Arhan yang sudah berdiri tidak jauh dari ku.

"Jadi, yang kamu tangisi itu ibu kamu?" tanyanya.

"Iya......."

Chapter 3

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

"Ya sudah, sebaiknya kamu ke ruangan dokter dulu. Supaya kamu pun tahu,gimana kondisi ibu kamu saat ini." Jelas Arhan.

"Aku akan menunggu kamu di sini,"

Aku pun langsung menuju ruangan dokter yang berada di bagian paling ujung di lorong itu.

*Tok......Tok.....Tok.....

"Ya masuk,"

Aku pun masuk dengan ragu,jujur entah kenapa aku merasakan ketakutan di hati ku saat ini. Aku takut mendengar penjelasan dokter,apa yang akan beliau katakan.

"Ini anak dari pasien bu Melia," ucap suster yang tadi memberitahu ku.

"Oh iya, silahkan duduk dek."

Aku pun duduk dan berusaha untuk tenang,meskipun pada dasarnya aku merasa gugup.

"Jadi begini, kondisi pasien bu Melia tadi sempat mengalami masa kritis. Karena banyak kehilangan darah dari luka yang ada di tangannya."

"Untungnya beliau bisa melewatinya dan sekarang kami berikan obat tidur supaya beliau bisa beristirahat. Sepertinya beliau kekurangan tidur atau istirahat,makanya kondisinya pun sangat lemah."

"Untuk saat ini, saya sarankan supaya beliau di rawat dulu beberapa hari ke depan. Supaya kami bisa memantau juga,kemajuan kondisi beliau. Dikhawatirkan ada hal yang menyebabkan beliau kembali melakukan hal seperti ini lagi kedepannya."

"Saya sarankan juga, sebaiknya adek menghubungi keluarga yang lainnya." Jelas pak Dokter Rahadi.

"Iya dok, saya mengerti."

"Saya ikuti apa yang di sarankan oleh dokter saja. Saya ingin bunda kembali sembuh seperti semula."

"Dek,"

"Sebelumnya saya minta maaf, ini mungkin terdengar sedikit lancang saya menanyakan hal ini sama adek." Ucap beliau.

"Kenapa ya pak?"

"Apa mungkin,kejadian yang menimpa pasien ini ada sangkut pautnya dengan masalah keluarga. Saya lihat beliau seperti tertekan,"

Aku sempat terdiam sejenak, ternyata orang lain pun bisa melihat bagaimana keadaan keluarga ku saat ini.

"Aku tidak bisa menjelaskannya dok,ini menyangkut keluarga ku."

"Ya sudah, saya tidak akan memaksanya juga."

"Jadi apa sekarang,saya sudah boleh melihat bunda saya?"

"Untuk saat ini belum bisa, pasien tengah beristirahat. Nanti kalau beliau sudah sadarkan diri,adek bisa menjenguknya."

"Seperti itu,"

"Baik dok....."

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Dengan hari yang kecewa,karena aku tidak bisa langsung menemui bunda. Aku pun berjalan menuju ruang tunggu dan berniat untuk mencoba menghubungi ayah.

Ternyata Arhan masih ada di sana,tengah duduk termenung sendirian.

"Arhan......"

Dia tampak terkejut dengan kehadiran ku dan langsung berdiri.

"Gimana?" Katanya.

"Bunda lagi beristirahat dan aku belum bisa menjenguknya sekarang ini."

"Jadi gimana? Apa kamu mau pulang saja atau gimana?" Tanya nya.

"Aku akan coba hubungi ayah dulu,"

"Ya sudah......"

Aku pun kemudian duduk dan meraih HP dari dalam saku celana ku. Sebenarnya aku ragu untuk menghubungi ayah saat ini, tapi setidaknya ayah harus tahu kondisi bunda sekarang.

Namun saat aku hendak menelpon ayah,ada telpon masuk dari eyang atau nenek yang tidak lain ibu dari bunda.

Aku sempat ragu untuk mengangkat telpon dari nenek,karena aku takut.

"Kenapa?" Ucap Arhan pelan.

"Ini nenek ku,ibu dari bunda."

"Aku takut Arhan, aku takut salah." Balas ku.

"Angkat saja, setidaknya beliau pun harus tahu kondisi bunda kami sekarang ini."

"Iya......"

Aku pun langsung mengangkat telpon dari nenek dan saat itu pula tangis ku pecah. Aku terus terisak menangis tanpa mengatakan apa-apa,sedangkan nenek terus bertanya pada ku.

"Disa....."

"Kenapa nak? Kenapa kamu menangis?"

"Apa yang terjadi nak? Kenapa tidak bicara?"

"Bicara nak,"

"Dimana bunda? Nenek tadi menelpon bunda,tapi nomornya tidak aktif. Apa bunda baik-baik saja?"

Arhan berusaha menguatkan aku,dengan menggenggam tangan ku erat sambil mengelus pundak ku.

"Bunda,"

"Bunda nek, sekarang ada di rumah sakit nek."

"Hah? Kenapa nak? Apa yang terjadi sama bunda?"

Aku langsung dihujani pertanyaan oleh nenek,terdengar ke khawatiran dari nenek.

"Di rumah sakit mana sekarang? Biar nenek dan paman kesana."

"RS Harapan Kasih,"

"Tunggu nenek di sana ya nak,"

"Iya nek......"

Sambungan telpon pun langsung terputus, ada sedikit ras lega di dadaku setelah menelpon dengan nenek. Meskipun aku pun merasa takut,karena ini kali pertama keluarga dari ibu akan mengetahui kondisi bunda selama ini.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Bunda memang tidak pernah memberitahukan masalah yang terjadi di dalam keluarga kami selama ini,baik pada keluarga ayah atau pun keluarga bunda.

Saat mba Parmi keluar dan kembali bekerja di rumah nenek, bunda meminta mba parmi untuk tidak membicarakan atau membuka aib dari ayah pada keluarga bunda.

Mba Parmi sempat ragu dan tidak mengiyakan permintaan bunda saat itu, aku pun tahu betul kenapa mba Parmi sempat ragu. Bagaimana bisa, seorang istri yang sudah lama menerima perlakuan kurang baik dan sudah di selingkuhi oleh suaminya masih ingin menutupi kesalahan suaminya dari keluarganya sendiri.

Orang tua mana yang akan menerima,saat mengetahui anak yang selama ini di manja dan di sayang sepenuh hati, di perlakukan tidak baik oleh laki-laki yang menikahinya.

Bunda pun sering kali meminta kak Kaila dan aku,untuk tidak buka suara prihal perselingkuhan ayah dengan tante Livia yang katanya cinta pertama ayah dulu.

Aku dan kakak hanya bisa diam dengan luka di hati yang tiap harinya terus di sirami dengan luka-luka yang baru. Bukan nya sembuh, yang ada luka itu makin menganga dan terus menggerogoti perasaan dan hati ku selama ini.

Hal yang paling buat aku kuat,tidak lain adalah bunda sendiri. Beliau pasti jauh lebih menderita di bandingkan aku dan kakak. Selama kurang lebih 17 tahun, bunda di selingkuhi dan di bohongi oleh ayah. Sosok laki-laki yang selama ini beliau sangat cintai dan sayangi.

Mungkin perubahan sikap bunda sekarang,hanyalah bentuk dari pengalihan rasa sakit yang bunda terima dari ayah.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

"Arhan......." Lirih ku.

"Ya,"

"Menurut kamu, apa yang aku lakukan sekarang ini benar atau salah?" Tanya ku sambil menatapnya.

"Dis, baik itu benar atau salahnya. Anggap saja, mungkin sekarang ini waktunya buat kelurga kamu mengetahui kebenarannya."

"Sampai kapan kamu dan bunda kamu akan terus menutupi masalah ini?"

"Entahlah, aku tidak tahu."

Melihat aku yang kebingungan,Arhan pun kemudian memeluk ku dan mencoba untuk menenangkan aku.

"Tenanglah, semuanya pasti akan baik-baik saja."

"Ini semua bukan salah kamu," lanjutnya.

Aku hanya bisa menangis dalam pelukan Arhan. Entah kenapa aku merasa nyaman saat berada dalam pelukannya ini. Padahal sebelumnya di antara aku dan Arhan,kami berdua tidak dekat satu sama lain.

"Aku capek......" Lirih ku.

"Iya aku tahu itu," balasnya.

"Biarkan seperti ini, sebentar saja." Lanjut ku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!