NovelToon NovelToon

Zaden Dan Kara

Zaden dan Kara. 1

Kara berjalan menuju kampusnya, hari ini benar-benar menyebalkan buatnya pasalnya pagi-pagi sekali Ibu kost yang galaknya melebihi nenek Tsunade, hokage dari desa Konoha itu menagih uang kostnya. Maklumi saja Kara adalah penggemar anime dari negara jepang tersebut.

Padahal beberapa hari ini, Kara bela-belain bangun pagi, berangkat pagi, pulang malam untuk menghindari ibu panagih uang kost-kost'annya itu. Eh ternyata ibu kostnya malah udah mengerti taktik pasarannya, sepertinya Kara harus menulusuri laman google taktik baru dan jitu menghindari Ibu kost penagih sewa. Bukannya Kara tidak mau bayar, hanya saja kondisi keuangannya lagi memprihatinkan, saat ini dia kerja part time di sebuah cafe. Kerjanya dimulai setelah dia pulang kuliah sampai jam 20.00 malam.

Masalahnya dia juga baru bekerja dan gajian masih dua minggu lagi, tapi untunglah dia masih diberi kesempatan untuk membayarnya saat gajian nanti walau pun telinganya harus rela mendengar kata pedas dan menyakitkan, beruntung mentalnya kebal dengan kata-kata seperti itu. Bisa dikatakan itu adalah makanan sehari-harinya.

Tap... tap..., tidak sengaja Kara melewati kertas kecil berwarna biru dengan tulisan Rp. 50.000, otaknya langsung bekerja, dengan sigap dia kembali mundur untuk memungut uang tersebut, kan lumayan buat ongkos makannya hari ini, yang penting dia tidak mencuri cuma mungut doang.

Tanpa menoleh ke samping kiri dan kanannya, karena menurutnya di sekelilingnya masih sepi dan nggak banyak orang juga yang lewat atau pun berkeliaran di dekatnya saat ini.

Namun saat dia menundukkan badannya dan tangannya berusaha menggapai uang tersebut, tiba-tiba sebuah sepatu kets mahal seorang lelaki menginjak uang tersebut secara tidak sengaja. Ini membuat Kara kesal dan segera menoleh ke atas, seseorang yang telah menginjak rezekinya hari ini.

Dan munculah senyum itu, senyum mengejek dari cowok angkuh tersebut. Dan entah mengapa Kara mulai menyukainya atau mungkin sudah terbiasa. Dia Zaden, si ketua dari ZACKS. Tapi Kara yakin sih Zaden tidak melihat uang yang ingin dia ambil karena tertutupi oleh badannya yang sedang menunduk.

"Ngapain loe jongkok di situ hah...?"

"Hah...?" tanyanya balik, gugup menyerangnya. Kenapa sih setiap dia bertemu dengan cowok itu keadaannya tidak pernah anggun, seperti kemaren dan saat ini.

Zaden Pramudya, ketua geng ZACKS si penguasa kampus, dan entah kenapa? Bisa-bisanya Kara terlibat interaksi dengan orang tersebut, padahal dia cuma ingin menjadi mahasiswi invisible tanpa sedikit pun mendapat masalah dari siapa pun dan bisa lulus kuliah dengan aman dan tepat waktu.

"Bodoh loe nggak hilang-hilang ternyata. Gue kira setelah tidak berteman lagi dengan Oliv cs bodoh loe lenyap?" serunya mengejek.

"Nggak apa-apa bodoh, yang penting aku masih hidup." cuek Kara. Tanpa mempedulikan pandangan sinisnya. Kara bangkit dan menunggu lelaki itu pergi.

'Huss... huss... kapan sih nih laki pergi?' batin Kara.

"Kenapa masih di sini?" tanya Zaden selidik.

Karena gadis yang berada di hadapannya itu sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata pun, cuma berdiri memandangnya dan itu membuat Zaden makin sinis pada gadis yang selalu dipanggil santan itu oleh adik angkatnya, Meira.

"Seharusnya kan aku yang ngomong kayak gitu, kapan kamu pergi?" ucapan Kara terdengar seperti orang yang mengusir dan Kara sadar itu salah, yang dia hadapi sekarang adalah Zaden.

"Apa loe bilang? Loe berani mengusir gue!" kesal Zaden. Ini pertama kali ada orang yang berani menentangnya.

"Enggak... enggak gitu." elak Kara. Dia lupa walau bagaimanapun, Zaden itu adalah penguasa kampus ini, bisa tamat riwayatnya kalau dia berani kurang ajar. Posisi Kara tidak setinggi itu hingga berani melawan si ketua preman itu.

'Duh salah ngomong.' Kara terus memukul kecil bibirnya dengan tangannya sendiri, berharap saat ini ada sang penolong membantunya.

"Triing..." Tuhan mengabulkan doanya, sang penolong berada tidak jauh darinya saat ini.

Setahu Kara cuma perempuan itu yang bisa membuat seorang Zaden luluh. Entahlah hubungan mereka seperti apa? Tapi dalam pikiran Kara, sepertinya Zaden menyukai perempuan polos tersebut, hanya saja sudah keduluan temannya, cinta tak berbalas, Pikir Kara.

"MEIRA..." teriak Kara memanggil gadis tersebut.

Wanita muda itu tersenyum ceria kala melihatnya dan Zaden, tidak biasanya dia berjalan sendirian biasanya ada sang suami menemaninya atau malah teman-temannya sendiri.

Benar, Meira memang sudah menikah, bisa dikatakan pengantin baru. Meira terbilang menikah muda untuk ukuran gadis kota.

"Kak Santan." sapa Meira dengan lambaian tangannya dan senyum cerianya yang tidak pernah pudar dari bibirnya. "Eh... Kak Zad Zad juga ada di sini ya? Oh Meira tau, kak Zad Zad dan kak Santan pacaran ya? Kayak Meira dan Kak Al Al dulu." pikir Meira, soalnya dia dan kak Al Al nya dulu pun selalu bersama, sekarang juga masih selalu bersama sih.

"Enggak." jawab Kara cepat.

"Yang benar saja Meira! Nggak mungkin aku mau sama gadis bodoh ini, aku bisa ketularan bodoh juga nanti." sahut Zaden ketus dengan sindirannya.

"Oh ternyata Kak Santan juga bodoh ya?" ucap Meira cengengesan.

"Hah...?" Kara cuma bisa bengong melihatnya.

"Hihii... berarti sama kayak Meira." bukannya sedih Meira malah tertawa, "Meira juga sering dikatain bodoh. Oh berarti Kak Zad Zad takut ketularan bodohnya Meira juga ya?" muka Meira kini nampak cemberut menatap Zaden.

"Nggak... nggak... bukan seperti itu maksudnya Meira." senjata makan tuan nih. Zaden menggaruk kepalanya, jelas dia terlihat bingung. Meira adalah orang paling tidak ingin dia buat sedih apa lagi itu karena kata-katanya.

"Terus seperti apa?"

"Itu...?" Zaden jadi bingung sendiri mencari jawabannya.

"Meira, tadi kamu mau ke mana?" tanya Kara untuk mengalihkan perhatiannya, kasian juga melihat kebingungan si ketua ZACKS itu.

Selama satu bulan mengenal Meira, dia jadi tau Meira itu seperti apa. Dia sangat mudah melupakan banyak hal yang tidak dia suka, begitu pun perhatiannya.

"Oh iya... Meira kan mau cari kak Al Al, kak Al Al nya Meira lagi sibuk di perpustakaan jadi Meira mau membantu kak Al Al nya Meira." ucapnya dengan mata berbinar.

Soalnya kelasnya juga lagi jam kosong, dosennya tidak bisa datang memberi kuliah untuk hari ini, jadi dia mau menemani kak Al Al nya dulu.

"Biar kakak yang anterin ke sana," sahut Zaden. Takutnya kayak gini nih! kalau sudah asyik ngomong sama temannya, dia malah lupa tujuan awalnya, mending kalau yang diajak ngomong itu orang baik, kalau enggak! Yang pasti Alando sahabatnya itu yang akan panik mencari keberadaan istrinya itu.

"Oh ya udah kalo gitu, kak Santan mau ikut Meira juga nggak?" ajak Meira penuh harap.

"Eeh itu... enggak deh, aku harus kembali ke kelas." tolaknya secara halus. Mana bisa Kara nyelip diantara mereka, yang ada Kara akan di pelototin terus tuh sama ketua gengster paling tampan seantereo kampusnya, batin Kara.

"O gitu, Ya udah Meira pergi dulu."

"Iya... bye-bye." sahut Kara, dan setelah Zaden pergi barulah dia siap-siap mengambil uang tersebut.

"Ayo Meira..." ajak Zaden dan melangkah dari pijakannya.

"Ayo..." belum sempat beranjak dari sana, matanya sudah berbinar ceria ketika melihat uang kertas berwarna biru yang tadi terinjak Zaden. "Oh Meira nemu uang." teriaknya bahagia dan memungut uang tersebut. "Meira bisa jajan banyak coklat." ujarnya.

"Ya Tuhan, Meira." Zaden hanya mampu mengelengkan kepalanya, mau bagaimana lagi sifatnya memang seperti itu.

"Haah... Meira." Tadinya Kara sudah lumayan bahagia, eh... taunya, mata Meira malah jeli juga kalau lihat uang.

Tau sih itu uang seseorang yang jatuh tanpa disengajanya dan mungkin orang itu juga sedang kelimpungan mencari uang tersebut.

Tapi mau bagaimana lagi, dirinya saat ini mengalami krisis keuangan, toh kalau bukan dia akan ada orang lain yang mengambilnya juga dan itu adalah Meira teman barunya yang ceriwis abis tapi polosnya melebihi ambang batas, hingga beda-beda tipis dengan sifat oon.

"Eh, enggak deh. Nanti kak Al Al bisa marah sama Meira, ya udah ini buat kak Santan aja, buat jajan." diserahkannya uang 50.000 rupiah itu pada Kara.

"Hah... ini buat aku?"

"Iya, Meira pergi dulu mau temuin kak Al Al. Dadah kak Santan." lambainya dan melangkah pergi diiringi Zaden di belakangnya.

"Dah..." balas Kara, tidak kalah bahagia.

"Oh gue tau, jadi dari tadi loe sudah ngincar uang itu hah hahaa..." tawanya mengejek sambil berlalu menyusul Meira.

"Huh dasar sombong, rasain tuh bucin sama istri sahabat sendiri." ejek Kara saat Zaden sudah cukup jauh darinya.

Tapi Kara penasaran juga, hubungan mereka bertiga seperti apa sih? Zaden, Alando dan Meira. Yang Kara lihat Zaden sangat menyayangi dan sangat sabar menghadapi Meira, tapi kan yang menikah sama Meira adalah Alando.

'Ah sudahlah itu bukan urusanku' batin Kara yang penting saat ini dia punya uang buat ongkos ojek online.

*****

Yang bingung dengan cerita ini, di sarankan baca Meira dulu ya.

Vote, like dan koment, yang ikhlas aja.

Zaden Dan Kara. 2

Selesai kuliah, Kara langsung berangkat ke tempat kerjanya. Cafe Love Coffee, di mana semua menunya terbuat dari kopi.

Sebenarnya pekerjaan ini dia dapat karena ajakan temannya Zia yang juga lebih dulu bekerja di cafe itu.

Beruntung cafenya juga tidak terlalu banyak tuntutan, sehingga mahasiswa sepertinya bisa diterima kerja di tempat tersebut. Bahkan di waktu senggang mereka pun saat pengunjungnya lagi sepi, mereka masih bisa saling bergosip, tapi kalau lagi banyak pengunjung bahkan untuk menyapa saja justru tidak ada waktu.

"Kar, kamu masih suka Radit ?"

"Enggak! Malas ah Zi bahas orang itu." kesalnya, moodnya jadi buruk setiap ada yang membicarakan laki-laki tukang php itu.

Jadi Radit itu adalah teman satu kuliah mereka juga, beberapa bulan yang lalu lelaki itu melakukan pendekatan pada Kara tapi ternyata bukan cuma dia, masih banyak perempuan lain yang dia beri harapan sepertinya juga.

"Emang siapa?" tiba-tiba temannya yang lain bernama Joe tapi mintanya sih dipanggil Zowi, yang entah berjenis kelamin apa?Dibilang cowok kok kemayu, dibilang cewek kok kayak cowok ya? hahaa... ya udah lah, itu memang menjadi sebuah misteri yang harus dipecahkan oleh mereka yang penasaran.

"Kepo ih." sewot Kara, Joe alias Zowi memang queen sekaligus king of gosip Cafe Love Coffe. Dia sudah seperti berita gosip yang berjalan.

"Siapa tau Zowi bisa kasih saran." sahutnya manja ala-ala princess.

"Yang ada saran kamu itu menyesatkan." sergah Zia, dan kembali menanggapi sahabatnya Kara.

"Menurutku, masih banyak kok cowok ganteng di kampus. Kamu kan cantik Kar, aku yakin kamu bisa dengan mudah menggaet babang tampan available di kampus kita." ucap Zia memberi semangat pada sahabatnya seperjuangannya tersebut.

"Iya banyak, tapi yang mau sama aku nggak kelihatan batang hidungnya." sahut Kara lemes, "Hidupku kok tidak selancar jalan tol sih, atau paling nggak semulus kayak kepala Pak Jariko gitu?" lanjutnya.

Pak Jariko adalah salah satu dosennya yang memiliki kepala paling kinclong, cewek aja kalah beningnya.

"Hahaa... awas loe Kar, kalau sampai Pak Jariko denger, kamu habis! Dapat nilai E baru tau rasa."

"Hehee... bercanda Zi, lagi pula kan cuma ada kamu di sini. Kamu tega sama aku." muka Kara terlihat memelas di hadapan Zia, meski Kara tau Zia cuma bercanda, dia tau Zia tidak akan melakukan hal seperti itu padanya.

"Muka melasmu nggak akan mempan sama aku, hahaa..." tawa mereka, di sela waktu senggang.

"Coba hidupku kayak di novel-novel halu gitu, ketemu CEO ganteng, posesive, dingin-dingin gimana gitu!" Imajinasi Kara semakin liar, berharap dia lah yang berada di posisi tokoh novel romantis yang banyak dibaca remaja-remaja bahkan emak-emak yang lagi halu tersebut.

"Siksa Zowi bang... nggak apa-apa Zowi dipocecipin... Zowi ikhlas lahir batin yang penting ganteng, di kurung dalam kamar juga nggak masalah, hahaa..." tawa Zowi yang ikut-ikutan berimajinasi liar.

Mau tidak mau Kara dan Zia, ikut-ikutan mentertawakan ketidak warasan mereka. Toh menghayal nggak ada yang melarang, paling kalau khayalannya terlalu tinggi ujung-ujungnya, ya jatuh dan sakitnya tidak berdarah.

"Eh tapi kan kita memang hidup di dunia fiksi Kar, authornya aja tuh nyebelin nggak kasih kita CEO-CEO ganteng, tajir, kejam plus bucin." kesal Zia, apa tidak bisa gitu dia juga hidup seperti princess-princess dunia pernovelan.

"Iya, nggak mau gitu merubah nasib kita?" sahut Kara mengiyakan ucapan Zia dengan kedipan rayuannya.

"Dari pada kalian bertiga bergosip di sini! Tuh urusin CEO-CEO halu kalian, siapa tau jadi kenyataan." Omel Kak Wirda, senior di tempat kerja mereka, yang kadang-kadang ketus tapi nggak jahat juga sih, cuma jutek dikit.

"Ee.. Eeh iya kak." Kara cuma menyahutnya dengan cengengesan. Salah mereka juga sih, Karena keasyikan mengobrol mereka tidak melihat ada pengunjung yang berdatangan.

Mereka kini masing-masing melayani setiap meja yang terisi, dan benar saja dari pakaian mereka jelas terlihat layaknya CEO muda, dan yang membuat Kara kaget ternyata meja yang dia layani adalah kumpulan ZACKS dan satu cewek cantik dan berkelas.

Tampaknya cewek itu datang bersama dengan ketua geng mereka atau kini Kara harus menyebutnya boss besar, kan nggak mungkin pakaian jas semahal dan serapi itu cuma selevel ketua geng.

Mau tidak mau Kara harus melangkahkan kakinya ke tempat di mana kini mereka berkumpul, Kara tidak harus menanggapi ejekan dari si boss besar itu, tidak perlu menanggapi tatapan sinisnya, Kara hanya harus melakukan pekerjaannya, itu saja.

"Selamat siang?" sapa Kara dengan senyum ramahnya pada pengunjung cafe mereka.

"Eh loe Santankan? teman Meira dan..." Kenny melirik jahil pada Zaden, dia tau betul bagaimana sikap Zaden pada gadis tersebut, bahkan Kenny pernah berusaha menjadi makcomblang mereka dengan memanfaatkan keluguan overdosis istrinya Alando sahabatnya itu. Meski saat itu rencananya hanya ingin mengerjai boss besar mereka ini.

Hanya saja sepertinya bossnya itu lagi mode kesal karena perempuan sexy di sampingnya itu, bahkan dari tadi sampai sekarang Zaden cuma menutup rapat mulutnya tanpa sedikit pun menanggapi omongan Kenny, padahal biasanya setiap bertemu Kara ada aja kata-kata ketus yang keluar dari mulutnya itu.

"Emm... iya." jawab Kara seadanya, ada rasa sungkan bicara dengan mereka, mereka adalah ZACKS! siapa sih yang tidak mengenal mereka di kampus? Kara paling malas kalau harus mendapat masalah gara-gara orang kaya seperti mereka.

"Dia pacar gue!" jawab Zaden tenang dengan menatap Kara tajam dan tanpa mempedulikan gadis cantik di sampingnya.

"Haah...?" Kara cuma bisa bengong di tempatnya.

"Apa?" kaget, Kenny tidak pernah tau kalau bossnya diam-diam menjalin hubungan dengan teman Meira tersebut, berarti dia dan Meira berhasil. "Wow... sepertinya gue dan Meira bisa buka jasa biro jodoh nantinya." seru Kenny. "Lan, kasih tau Meira..."

"Plak." belum apa-apa Kenny sudah dapat geplakan dari manusia kutub, si Alando. Dan sayangnya Kenny tidak bisa membalasnya, dia cuma bisa pasrah mengusap kepalanya.

"Kapan kalian jadian?" lanjut Christ.

"Serius?" tanya Steven yang ikut penasaran.

"Itu bukan urusan kalian, ini rahasia kami berdua, iyakan Santan?" tanyanya pada gadis di hadapannya yang masih terbengong-bengong, dan parahnya Zaden tidak tau nama asli gadis itu, dia cuma tau nama panggilan yang diberikan oleh Meira.

"Braak..." pukulan di meja terdengar nyaring, gadis yang tadi berusaha menempeli Zaden tampak murka. Dia merasa diabaikan dan Zaden sama sekali tidak menghargai keberadaannya sama sekali.

"Loe anggap gue apa sih Zaden? Gue ini calon tunangan loe, dan itu tidak akan pernah berubah. Loe suka atau tidak." teriak Mayang, hingga tamu-tamu di sana pada menoleh ke arahnya dan berbisik-bisik seolah-olah mereka adalah bahan gosip yang menarik.

"Yang berusaha menjodohkan gue sama loe kan Papa gue sama Papa loe, jadi loe nikah aja sama Papa gue." senyum Zaden seolah mengejek perempuan di sampingnya tersebut.

"Zaden, loe berharap punya ibu tiri?" tuduh Alando dengan pandangan mengejek.

"Sialan loe." maki Zaden, dia tidak bersungguh-sungguh. Tapi tentu saja dia tidak berharap menjadi korban bisnis orang tuanya juga.

"Aaah... gue akan aduin loe sama papa gue!" Murkanya dengan penuh ancaman, dan berlalu pergi menjauh dari mereka.

"Kayak Meira aja loe tukang ngadu." ejek Christ yang juga ikutan kesal dibuat perempuan manja tersebut, sejak kemaren Christ memang sudah tidak menyukainya, karena terus-terusan mengganggu boss mereka yang lagi sibuk kerja di tambah dengan sikap angkuhnya itu.

"Apa loe bilang?" kenapa malah istri manisnya yang dibawa-bawa. Membuat Alando emosi saja.

"Gue bercanda, peace." ucapnya cengengesan dengan membentuk huruf V dendan jarinya.

"Jangan libatkan aku dalam urusan kalian." kesal Kara, karena sudah dijadikan kambing hitam oleh lelaki tersebut, Kara memandang Zaden sengit namun cuma dibalas senyuman mampesona olehnya, seketika Kara ingin meleleh melihatnya.

'Ya Tuhan... kenapa hatiku begitu lemah.'

"Tap... tap..." ternyata Mayang kembali menghampiri meja mereka tepatnya kembali di samping Zaden dengan membawa sebuah gelas berisi es cappucino.

Tanpa aba-aba, "Byuur." minuman itu tumpah tepat di atas kepala Zaden, yang kini jangan ditanya lagi bagaimana marahnya Zaden pada gadis manja tersebut.

"Loe.!" ingin rasanya dia membalas perbuatan perempuan tersebut, tapi tentu saja Papanya akan sangat marah nantinya. Dengan jas mahalnya Zaden membersihkan mukanya yang sudah dikotori air berwarna cokelat dengan aroma khasnya itu dengan kasar dan emosi yang tertahan.

"Sekarang gue ikhlas, loe sama pelayan jelek itu." tatapnya Kara dengan sinis, kemudian pergi dari sana dengan angkuhnya, seolah dialah seorang pemenang.

Entah kenapa, Kara sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan gadis tersebut. Dia justru senang melihat Zaden dapat karmanya karena sudah berkali-kali mengejeknya juga.

"Hahaaa..." tawa sahabatnya suka cita, ini pertama kali mereka melihat Zaden di siram oleh perempuan yang biasanya tergila-gila padanya. Begitu pun Kara yang tidak bisa menahan senyumnya lagi.

"Loe berani mentertawakan gue hah...!"

***

Vote, like dan koment

Zaden dan Kara. 3

Akibat insiden di cafe kemaren, kini Zaden harus menghadap Papanya yang memang lagi marah kepadanya.

Keluarga dari Mayang tiba-tiba ingin membatalkan rencana yang sudah mereka buat untuk anak-anak mereka, padahal tadinya mereka berharap bisa menyatukan dua nama besar keluarga sekaligus dua nama besar perusahaan raksasa mereka, hingga bisa menguasai pasar Indonesia.

Tapi nyatanya kini Zaden malah menghancurkan segala harapan kedua keluarga. Lagi pula di mata Papa Zaden cuma gadis seperti Mayang yang dari keluarga Purwangsa yang pantas menjadi pendamping Zaden.

"Jangan membantah ucapan Papa mu, dia lagi emosi. Turuti aja dulu apa kata Papa mu itu." bujuk Mamanya yang bernama Nania, sambil membelai bahu putra semata wayangnya itu yang masih dilapisi jas mahalnya dengan kasih sayang.

Di usianya yang sudah 45 tahun Nania masih terlihat cantik dan awet muda tentu saja dengan semua pakaian mahal yang melekat pada dirinya menambah kesan elegan dan berkelas tinggi.

Dia khawatir hubungan Ayah dan anak itu semakin jauh, bukan cuma sama Papanya tapi juga dengan dirinya. Nania sadar, dia bukan Mama yang baik buat anak-anaknya.

Selama ini dirinya terlalu terobsesi untuk membesarkan karirnya bahkan saat memiliki anak kedua pun yang berjenis perempuan dia tetap mementingkan pekerjaannya dibandingkan kedua anak-anaknya yang masih kecil saat itu, hingga suatu hari Tuhan mengmbilnya.

Mungkin banyak yang tidak tau, bahkan Zaden sendiri pun membencinya karena itu, padahal di balik semuanya dia juga merasa sangat terpukul dan berkali-kali menyalahkan dirinya, namun bukannya memperbaiki dirinya sebagai seorang Ibu, Nania justru semakin menenggelamkan dirinya pada pekerjaan karena kalau tidak seperti itu, dia yakin dia akan gila. karena dengan sibuk bekerja itulah dia bisa melupakan kesedihannya dan melupakan putri kecilnya yang terus menghantui karena rasa bersalahnya.

Tapi sayangnya dia melupakan satu anaknya yang juga masih memerlukan kasih sayangnya dan dukungan saat itu. Dan kini semuanya sudah terlambat, banyak moment yang sudah tidak bisa dia dapatkan lagi, Zaden kini sudah tumbuh menjadi dewasa tanpa perlu pengawasan dan dukungan dari mereka kedua orang tuanya lagi.

"Hemm..." jawab Zaden singkat, yang tidak mau mendengar nasehat Mamanya lebih banyak lagi.

"Kreek..." Zaden memasuki ruang kerja Papanya, di mana Papanya itu memang sering berada di sana setiap ada pekerjaan yang harus dia selesaikan. Bahkan sekarang pun lelaki berusia 47 tahun itu masih fokus pada layar laptopnya dibanding kan dengan dirinya yang kini sudah berada dalam ruangan tersebut.

"Papa ingin bicara denganku?" tanya Zaden to the point dan mendudukkan dirinya dengan nyaman di atas sofa yang tersedia di sana.

Barulah setelah itu perhatian Papanya yang tadi fokus pada laptopnya kini berpindah pada putra penerus satu-satunya itu.

"Kamu pasti sudah tau kenapa Papa memanggilmu kemari!" tegas Papanya yang bernama Zaven Pramudya.

"Tentang Mayang?" tanyanya balik. "Oh... jadi dia mengadu sama Papa?" sahutnya cuek, Zaden masih kesal dengan perempuan itu, apalagi kalau mengingat dirinya basah dan begitu pun jasnya yang kotor gara-gara di siram minuman oleh gadis manja tersebut, parahnya itu di depan umum, dan tentu saja di depan teman-temannya serta gadis yang memiliki nama panggilan Santan tersebut dan itu membuatnya sangat kesal.

"Dia calon potensial buat kamu, tapi kamu malah mengacaukannya!" kesal Papanya.

"Coba pikir di luar sana apa ada yang lebih baik dari Mayang? Paling-paling cuma perempuan matre yang ingin hidup enak." ucap Papanya, menilai semua perempuan yang Mendekati Zaden, ya memang seperti itu.

"Tentu saja semua perempuan seperti itu Pa, mana ada sih perempuan yang mau hidup susah. Bahkan Mama pun menikahi Papa kan karena ingin hidup enak, apa bedanya dengan perempuan di luar sana.

"Jaga ucapan kamu, dia Mama kamu Zaden!" bentak Papanya yang tidak rela istrinya dihina oleh anaknya sendiri.

"Aku cuma mengingatkan Papa dengan apa yang Papa ucapkan barusan." jawab Zaden santai.

"Sekarang aku yang bertanya, apa Papa menikahi mama karena perjodohan? Apa Papa menikahi Mama karena dia calon potensial? Tidak kan, lalu kenapa aku tidak bisa menjalani hidup seperti apa yang Papa dapatkan? Aku tidak ajan mengikuti keinginan Papa, aku akan menikah dengan perempuan pilihan ku sendiri." setelah mengatakan itu semua, Zaden beranjak keluar dan mendapati mamanya yang terlihat khawatir dengan pertengkaran mereka kali ini.

Ini memang bukan perdebatan mereka yang pertama, Zaden dan Papanya sudah sering berdebat karena perbedaan pandangan.

Dua-duanya memang bersikap keras dan kadang-kadang tidak ada yang mau saling mengalah tapi untungnya tidak pernah terjadi pertengkaran hebat apalagi terjadi kekerasan pada anak.

"Tenang saja Ma, kami tidak saling memukul cuma sedikit berdebat seperti biasa." ucapnya lembut sambil tersenyum menenangkan pada Mamanya yang akhir-akhir ini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan lebih memperhatikannya.

"Syukurlah." sahut mamanya lega. "Ya sudah kamu mandi dulu setelah itu kita makan bersama." ucap mamanya kemudian dan cuma diangguki Zaden dan berlalu ke kamarnya untuk mandi.

Vote, like dan koment.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!