Aina Nuraini adalah seorang gadis desa yang dijodohkan dengan seorang pria bernama Adam Leonardo. Sebelumnya, Aina bekerja sebagai asisten rumah tangga di kediaman Adam. Bahkan, ia membantu menyiapkan semua keperluan Adam sehingga mereka sudah saling mengenal satu sama lain.
Adam dipaksa menikahi Aina oleh ibunya karena ia sangat menyukai Aina sebagai menantunya. Ibu Adam percaya bahwa Aina bisa merubah hidupnya Adam. Sementara Aina sudah lama menyimpan rasa pada Adam semenjak ia bekerja sebagai asisten rumah tangga. Aina pun tak bisa menolak permintaan Mariam Leonardo, ibu Adam.
Pada akhirnya, mereka berdua setuju untuk menikah demi keinginan Mariam yang sudah tak sabar ingin memiliki cucu dari Adam dan Aina. Namun, sayangnya sampai saat ini pernikahan mereka yang berusia 5 tahun belum diberikan keturunan, sehingga Mariam merasa sedih.
"Ibu, aku sudah pernah bilang bahwa aku tak mencintai Aina. Kenapa ibu bersikeras menjodohkan aku dengan dia? Sekarang ibu tahu kan, bahwa Aina masih belum bisa mengandung anakku." ucap Adam sambil mengusap kasar wajahnya.
Mariam menarik nafasnya dengan kasar, hatinya sedih karena menantunya masih belum memberikan keturunan untuknya, sedangkan Mariam sudah semakin tua. "Aku masih bisa bersabar menunggu Aina untuk segera memberikan keturunan. Semoga bulan depan Aina positif hamil." kata Mariam.
Adam menjadi resah. "Kenapa ibu tak menyuruhku untuk menikah lagi agar bisa segera memberikan ibu cucu?" tanyanya.
Sementara itu, Aina meneteskan air mata dibalik pintu kamar mertuanya. Ia mendengarkan obrolan mereka berdua dan sangat tertusuk hatinya setelah mendengar perkataan suaminya yang tidak mencintainya. 'Jadi selama ini kau tak pernah mencintaiku mas, kenapa kau tak jujur padaku dari dulu?' pikir Aina dalam hatinya.
"Tidak Adam, ibu tak akan menyuruhmu untuk menikah lagi. Ibu masih setia menunggu Aina untuk memberikan ibu cucu," ucap Mariam.
"Tapi sampai kapan Bu, aku juga butuh seorang penerus di saat aku tua nanti. Aku juga ingin segera memiliki keturunan dari Aina. Tapi sampai saat ini Aina masih belum bisa memberikannya. Aku harus bagaimana Bu?" kata Adam dengan nada kesal.
Mariam terdiam mendengar ucapan anaknya. Apa yang dikatakan Adam memang benar. Namun bagaimanapun, Mariam sebagai mertua yang penyayang tidak ingin menyakiti hati menantunya. "Sabar Adam. Semoga bulan depan Aina positif hamil. Kau harus berdoa meminta pada Tuhan agar Aina secepatnya diberikan keturunan."
"Baik Bu, aku akan bersabar. Namun jika bulan depan Aina masih belum hamil, aku akan menikah lagi demi memberikan ibu seorang cucu. Aku menyayangi ibu, aku tak mau ibu pergi tanpa melihat anakku." kata Adam lalu ia pergi meninggalkan ibunya yang masih duduk termenung di kursi roda.
Aina sudah lebih dulu pergi meninggalkan kamar mertuanya agar Adam tidak mengetahuinya bahwa Aina sedang mendengarkan obrolannya. "Mas, kau sudah dari mana?" tanyanya pura-pura tidak tahu.
"Aku sudah menemui ibu, apa kau sudah sarapan?" tanya Adam.
"Belum Mas, aku menunggu mu."
"Kalau gitu temani aku untuk sarapan," ajak Adam.
"Kau yang masak semua ini?" tanya Adam.
"Iya Mas, ini hari spesial pernikahan kita yang ke-5 tahun. Jadi aku ingin memasak kesukaanmu."
Seketika Adam terdiam, ia menatap meja makan yang penuh dengan makanan.
"Kenapa kau melakukan ini Aina? Lihatlah, makanannya sangat banyak. Siapa yang akan menghabiskan semua ini? Kau jangan terlalu boros. Harusnya kau bisa mengirit uangku." kata Adam dengan nada tajam.
Deg, hati Aina seperti tertusuk duri mendengar perkataan suaminya. Padahal, ia berniat untuk membahagiakan suaminya namun ia malah mendapatkan ucapan yang menusuk dari mulut suaminya.
"Maaf Mas."
"Lain kali sebelum melakukan sesuatu, kau harus berpikir dulu Aina," kata Adam.
Padahal, Adam pria sangat kaya sehingga tak akan miskin meski Aina meminta rumah mewah. Mungkin, Adam kesal pada istrinya yang masih belum mengandung sehingga ia melampiaskan kekesalannya pada Aina.
Adam berdiri dari duduknya dengan menenteng tas di tangannya. "Mas, kau mau kemana? Kenapa tak sarapan?" tanya Aina.
Adam menarik nafasnya dengan kasar. "Aku sedang tak ingin sarapan. Kau makanlah sendiri. Kalau tak habis, berikan saja pada pekerja dirumah ini. Aku akan sarapan diluar."
Kemudian, Adam meninggalkan Aina yang masih berdiri menatap kepergiannya. Adam tak peduli lagi pada istrinya.
Aina menatap kepergian suaminya dengan perasaan sedih. Ia merasa bersalah karena melakukannya tanpa memberitahu suaminya.
"Aina!" panggil Bu Mariam yang baru saja datang bersama dengan Bi Asti yang mendorong kursi rodanya.
"Ya Bu, ada apa?" tanya Aina.
"Apa Adam sudah berangkat? Kenapa dia tidak sarapan?" tanya Bu Mariam.
Aina menunduk sedih karena Adam tidak ingin sarapan bersama.
"Katanya Mas Adam mau sarapan di luar Bu. Kalau begitu kita sarapan bersama saja ya Bu, Aina sudah menyiapkannya untuk ibu."
"Kau yang masak semua ini Aina?" tanya Bu Mariam.
Aina mengangguk sebagai jawaban.
"Banyak sekali. Ibu sangat menyukai semua masakan ini. Kau sangat pandai memasak," pujinya.
Aina tersenyum bahagia mendengar pujian ibu mertuanya. Bu Mariam sangat menghargai kerja keras menantunya, berbeda dengan Adam yang sering menyalahkan istrinya dan membuat Aina sakit hati.
"Kalau begitu, tolong panggil pelayan. Kita sarapan bersama," ujar Bu Mariam.
Aina pun segera memanggil para pelayan untuk sarapan bersama. Semua yang hadir menikmati masakan Aina yang lezat dan sempurna.
"Ini benar-benar nikmat Aina. Ibu sangat menyukai masakanmu," puji Bu Mariam.
"Ayo semuanya kita habiskan makanan ini," ajak Bu Mariam kepada semua yang hadir di sana.
Bu Mariam mengetahui permasalahan anak dan menantunya, jadi ia berinisiatif untuk mengembalikan keceriaan Aina dengan mengajak semua orang menikmati masakan Aina. Ia juga merasa sedih pada sikap anaknya yang tidak bisa bersikap lembut saat berbicara dengan istrinya.
...
Adam menyandarkan kepalanya pada tempat duduknya sambil memikirkan bagaimana cara untuk segera memiliki keturunan. Meskipun sudah beberapa kali membawa Aina ke dokter untuk mengikuti program bayi tabung, mereka belum berhasil memilikinya. Hal itu membuat Adam merasa frustasi.
Adam mengambil ponselnya yang berada di meja kerja, dan mengecek pesan dari istrinya.
"Mas, jangan lupa sarapan ya," tulis Aina di pesan.
Namun, Adam tidak mempedulikannya dan menaruh kembali ponselnya tanpa membalas pesan dari Aina.
"Selamat pagi, pak. Ini berkas yang Bapak minta," ucap seorang wanita yang bekerja sebagai sekretaris.
"Terima kasih, kau boleh pergi," jawab Adam sambil menerima berkas tersebut.
Tiba-tiba saja, Jack datang dan menyapa Adam.
"Pagi bos!"
"Hmm," jawab Adam singkat.
"Gak dijawab," balas Jack.
"Iya, ada apa Jack?" tanya Adam.
"Aku ingin memberitahukan tentang wanita yang kemarin kita selidiki. Bukankah Boss memerintahkan aku untuk menyelidikinya?" ujar Jack.
Adam yang sedang fokus mengecek berkasnya menjadi agak terkejut namun tetap serius mendengarkannya.
"Lalu?"
"Wanita itu dari keluarga sederhana, dan dia menerima perjodohan dengan seorang kakek tua. Aku melihatnya sangat kasihan karena wanita itu masih muda dan cantik," ucap Jack.
"Kenapa dia dijodohkan?" tanya Adam penasaran.
"Orang tuanya terlilit hutang, sehingga mereka terpaksa merelakan anak perempuannya pada pria tua," jelas Jack.
Adam terdiam sejenak, lalu memikirkan suatu rencana.
"Menurutmu bagaimana? Aku ingin segera memiliki anak, apa aku nikahi saja wanita itu daripada dia menikah dengan pria tua?" tanyanya pada Jack.
"Maksudmu kau ingin berpoligami? Bagaimana dengan Aina? Kasihan dia," tanya Jack.
Adam menarik nafas dengan kasar dan menatap Jack dengan serius.
"Aku akan meminta izin untuk menikah lagi. Meskipun aku sudah kepala tiga, tapi aku masih belum memiliki keturunan. Sedangkan kamu baru menikah satu tahun sudah memiliki keturunan, Jack. Aku sangat iri padamu," ucap Adam dengan tegas.
Jack memahami dan mengiyakan boss nya itu.
Sebagai seorang pemimpin perusahaan, Adam merasa perlu memiliki penerus untuk masa depan perusahaan.
To be continued.
Aina menunggu kepulangan suaminya namun sudah pukul 10 malam Adam masih belum menunjukkan batang hidungnya. Aina mulai gelisah memikirkan suaminya.
"Aina kenapa kamu belum tidur?" tanya Bu Mariam.
"Aina belum ngantuk Bu, Aina mau menunggu kepulangan mas Adam."
Bu Mariam menatap Aina dengan rasa kasihan, ia sedih melihat Aina yang masih setia menunggu kepulangan suaminya padahal sudah larut malam. "Aina lebih baik kamu tidur saja, ini sudah malam. Nanti ibu akan memberitahumu jika Adam sudah pulang." Aina menganggukkan kepala atas jawabannya, ia memang sudah sangat ngantuk namun sebagai seorang istri ia harus menyambut kedatangan suaminya.
"Kalau begitu Aina tidur duluan ya Bu, nanti kalau mas Adam pulang tolong beri tahu Aina."
"Iya Aina, tidurlah." Aina kembali menuju kamarnya, ia sangat bersyukur memiliki mertua yang sangat baik dan pengertian. Aina mulai menguap dan merasakan kantuk lalu ia memejamkan matanya. Akhir-akhir ini Adam sering pulang malam. Tepat pukul 12 malam, Adam baru sampai rumah.
"Adam!" panggil Bu Mariam dengan nada tegas menyapa Adam yang baru saja pulang. Adam terkejut melihat Ibunya yang masih menunggu kepulangannya. "Ibu? kenapa ibu belum tidur? ini sudah malam."
"Ibu menunggu kepulangan mu." tegasnya, lalu Adam berjalan mendekati Ibunya dan ia mengecup tangan Ibunya dengan lembut. "Kenapa ibu menunggu Adam, harusnya jam segini ibu sudah tidur. Ibu jangan tidur terlalu malam karena kesehatan ibu sedang tidak baik." ucapnya dengan mengusap lembut tangan sang ibu.
"Kalau kau sayang ibu, seharusnya kau pulang siang. Kasihan istrimu, dia menunggu kepulangan mu."
"Maafkan Adam Bu, karena pekerjaan Adam baru selesai." Bu Mariam menatap Adam dengan penuh curiga.
"Ibu tak percaya! ibu tahu tentang keadaan perusahaan mu, tolong jangan bohongi ibu!" ucapnya dengan nada meninggi. Adam mencoba meyakinkan Ibunya. "Adam tak berbohong Bu, akhir-akhir ini pekerjaan Adam sedang banyak. Jadi Adam terpaksa pulang malam, lain kali Adam akan pulang siang Bu."
Kemudian Adam mendorong kursi roda Ibunya menuju kamar, lalu ia menidurkan ibunya perlahan.
"Ibu tidur ya, ini sudah malam." Bu Mariam pun mengangguk dengan jawabannya.
"Adam permisi dulu Bu, mau menemui Aina." Bu Mariam tersenyum dengan terpaksa, ia tak menyangka Adam bisa berbohong padanya. Ia tahu Adam telah menemui seseorang. sebelumnya, Bu mariam sudah menyuruh orang suruhan untuk melaporkan kegiatan anaknya di kantor.
Awalnya Bu Mariam tak percaya bahwa Adam menemui seorang wanita, namun setelah orang suruhannya memberikan bukti sebuah foto barulah ia percaya.
Adam masuk kekamarnya dengan perasaan kesal melihat istrinya yang sudah tertidur nyenyak.
'Harusnya kau menyambut ku Aina, kenapa kau malah menyuruh ibuku untuk menyambut kepulangan ku. Semakin hari kau semakin membuatku marah.' kesalnya dalam hati.
Adam melemparkan jass nya ke sembarang arah sehingga membuat Aina terbangun dari tidurnya.
"engh, Mas kau sudah pulang?" ucapnya dengan mengedipkan matanya yang masih ngantuk. Adam menatap istrinya dengan tajam.
"Beginilah seorang istri menyambut suaminya!" ucapnya dengan nada tegas dan meninggi.
"Maaf Mas, tadi ibu menyuruhku untuk tidur dan aku menurutinya karena memang mataku sudah mengantuk Mas."
"Bodoh! harusnya kau tak boleh tidur. Walaupun Ibuku menyuruhmu untuk tidur seharusnya kau menolak. Apa kau tak melihat Ibuku sedang sakit?"
Aina menunduk meratapi kesalahannya, entah kenapa setiap hari selalu ada masalah pada dirinya. Ia sudah berusaha menjadi istri yang baik namun tetap saja suaminya sering memarahi dirinya.
"Aku minta maaf Mas, lain kali aku tidak akan seperti ini lagi. Aku menyesal." ucapnya dengan penuh penyesalan.
Adam menarik nafas dengan kasar.
"Kau selalu membuatku pusing Aina, sampai kapan kau seperti ini terus." ucapnya dengan nada meninggi.
Padahal itu semua bukan kesalahan Aina, melainkan kesalahan dirinya karena selalu pulang larut malam. Akan tetapi Adam tak menyadari semua itu, dia selalu menganggap dirinya benar.
"Tolong siapkan air hangat ku, badanku sudah sangat lengket. Kau malah diam saja." ucapnya, dengan cepat Aina pergi ke kamar mandi untuk menyiapkan air hangat, didalam sana ia mengerutuki dirinya yang terlalu bodoh. Ia sudah lelah dengan dirinya sendiri yang selalu dianggap salah.
'Sampai kapan aku harus seperti ini Tuhan,' gumamnya.
"Mas air hangatnya sudah aku siapkan." lalu Adam melewati istrinya begitu saja, tanpa mengucapkan terima kasih. Aina sedih dengan perubahan sikap suaminya, padahal dulu Adam tidak seperti ini. Tapi entah kenapa akhir-akhir ini banyak perubahan dalam diri Adam.
Setiap tidur malam pun Adam selalu membelakangi istrinya, bahkan ia tidak mau disentuh istrinya. Aina hanya bisa menangis dibawah selimut tebalnya tanpa suara, sungguh ia sangat sakit hati dengan sikap suaminya.
Adam sudah pergi ke alam mimpinya dengan nyenyak sedangkan Aina masih belum bisa memejamkan matanya. Ia terlalu larut dengan pikirannya, memikirkan bagaimana caranya ia tak melakukan kesalahan lagi pada suaminya.
Byurrr...
Adam menumpahkan satu gelas air pada wajah istrinya sehingga Aina teronjak kaget dengan perlakuan Adam yang tiba-tiba membangunkan dirinya.
"Mas!" Aina melihat ke sekeliling ruang kamarnya dan ia sangat terkejut melihat jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi.
"Aku kesiangan Mas, aku minta maaf." ucapnya, baru saja semalam ia memikirkan bagaimana caranya untuk tidak membuat kesalahan, namun sekarang ia malah melakukannya lagi.
"Enak ya, tidurmu sangat nyenyak sekali. Istri macam apa kau ini." ujarnya dengan menatap tajam pada Aina.
"Aku minta maaf Mas,"
"Maaf katamu! sampai kapan kau akan mengatakan itu. Nyatanya kau tak bisa belajar dari kesalahanmu. Aku tak tahu kenapa kau jadi seperti ini Aina, sebenarnya ada apa dengan mu." tanyanya dengan nada tegas, Adam malah bertanya pada istrinya tanpa ia bertanya pada dirinya sendiri.
Aina tak bisa menjawab perkataan suaminya, ia hanya bisa meneteskan air mata untuk jawabannya. Selama ini ia tak pernah lemah atau menangis didepan suaminya namun kali ini ia sudah tidak tahan lagi menahan air mata.
Adam meninggalkan Aina yang masih berdiri, ia sangat benci melihat air matanya. Jadi ia lebih baik pergi kelantai bawah tanpa mempedulikan istrinya lagi.
"Pagi Bu," sapanya pada sang Ibu yang sedang duduk di meja makan, lalu ia mengecup keningnya.
"Dimana Aina? kenapa dia belum kesini." tanyanya dengan penasaran karena tak biasanya Aina bangun kesiangan.
"Aina baru bangun Bu, sebentar lagi ia juga akan kesini." Bu Mariam bingung dengan ucapan anaknya, karena setahu dirinya Aina tak pernah bangun kesiangan bahkan Aina terbilang istri yang rajin. Tak lama kemudian Aina turun dari tangga menuju meja makan, Bu Mariam melihat perubahan pada Aina. Ia melihat mata Aina yang sembab dan memerah. Bu Mariam yakin bahwa anak dan menantunya sedang ada masalah.
"Pagi Bu, maaf Aina kesiangan." ucapnya dengan bibir tersenyum namun matanya tak bisa berbohong, ia menyimpan banyak kesedihan disana.
"Tak apa apa Aina, namanya juga manusia jadi wajar kalau kau bangun kesiangan. Ibu tahu kau pasti sangat kecapekan karena kau terlalu sering bekerja dirumah ini. Mulai sekarang Ibu tak akan mengizinkan mu untuk mengerjakan pekerjaan rumah." dengan cepat Aina menggelengkan kepalanya, ia tak mau jika dirinya tak diizinkan untuk bekerja lagi karena dirinya sudah sangat banyak berhutang Budi pada Ibu mertuanya. "Tidak Bu, Aina akan tetap bekerja. Semalam Aina hanya tidak bisa tidur jadi Aina kesiangan. Maafkan Aina ya Bu," ucapnya dengan menatap kearah suaminya.
Bu Mariam sangat sedih dengan sikap Aina yang seperti ini, ia merasa menyesal sudah menjodohkan Aina dengan anaknya yang tak pernah menghargai istrinya.
Setelah selesai sarapan pagi, Adam pamit kepada Ibunya dan juga Aina untuk pergi ke kantor. Aina mengantarkan Adam sampai depan lalu ia mencium tangan suaminya. "Hati-hati dijalan ya Mas," ucapnya, namun Adam tak menanggapinya. Ia mengendarai mobilnya begitu saja tanpa menjawab ucapan istrinya.
'Sepertinya Mas Adam masih marah padaku. Kenapa aku bisa ceroboh sekali.' pikirnya dalam hati.
Rencana Adam hari ini ia akan menemui wanita yang diceritakan oleh Jack, ia juga sudah memperkerjakan bawahannya untuk sementara menggantikan posisinya. Adam dan Jack akan pergi ke sebuah desa terpencil yang berada di Jawa untuk menemui wanita itu.
"Jack persiapkan uangnya untuk menebus hutang orang tuanya."
"Sudah bos, semuanya beres."
"Bagus!"
Mereka berdua telah sampai dengan menempuh perjalanan sekitar 5 jam. Kemudian Adam turun dari mobilnya dengan gagah lalu ia berjalan menuju rumah yang sudah terlihat kumuh. Seorang wanita yang sedang memandangnya sangat terpesona dengan ketampanan Adam.
"Siapa dia Pak?" ucap seorang Ibu yang sudah tua dengan menggenggam erat tangan suaminya, lantaran mereka takut dengan kedatangan Adam yang tiba-tiba.
"Permisi," ucap Jack dengan mengetuk pintu rumahnya. Ia disambut oleh Bapak tua yang baru saja membuka pintu rumahnya "Maaf anda siapa ya?" ucapnya.
"Bolehkah izinkan kami masuk, ada yang ingin kami bicarakan dengan keluarga Bapak."
"Silahkan masuk tuan, sebenarnya ada apa? saya merasa tidak ada urusan dengan kalian."
Adam menarik nafasnya lalu ia menatap bapak tua itu dengan serius. "Saya dengar anda sedang terlilit hutang?" ucapnya, dengan cepat Bapak tua itu mengangguk sebagai jawaban. "Saya datang kesini ingin membantu Bapak untuk melunasi semua hutang Bapak." seketika matanya berbinar mendengar ucapan Adam, begitu juga dengan wanita cantik yang berada dibalik dinding ikut senang mendengar ucapan Adam.
"Tapi kenapa anda ini ingin melunasi hutang saya? sebenarnya ada apa?" tanyanya, lalu Adam menceritakan dirinya akan melunasi hutang dengan syarat putrinya harus menikah dengan Adam. Tentu saja Bapak tua itu senang dan tidak menolak dengan tawaran Adam karena Adam masih muda dan terlihat sangat kaya raya. Adam juga menjanjikan akan memberi pasilitas untuk keluarga Bapaknya agar mendapatkan hidup yang layak.
"Terima kasih tuan sudah membantu saya, saya mengizinkan jika anda menikahi putri saya satu-satunya."
"Kalau begitu tunggu sebentar, saya akan memanggilkan putri dan istri saya." sambungnya lagi.
Tak lama kemudian, seorang wanita cantik yang digandeng oleh Ibunya datang menghampiri Adam dengan senyum manis di bibirnya membuat Adam terpesona dengan kecantikannya. "Perkenalkan ini putri saya, Erina." ucap Ibunya lalu ia menyuruh Erina untuk memperkenalkan namanya. "Saya Erina tuan, anda bisa panggil saya Rina." Adam tersenyum mengangguk. "Saya Adam, dan ini asisten saya Jack."
Adam menceritakan kisah rumah tangganya dengan Aina yang belum diberikan keturunan sampai sekarang kepada keluarga Erina. Adam juga melamar Erina untuk jadi istri kedua Adam, ia meminta Erina untuk menerima lamarannya karena selama ini ia belum menemukan wanita yang cocok untuk dijadikan istri keduanya. Setelah bertemu dengan Erina, akhirnya Adam bisa menemukan wanita yang sesuai dengan tipenya. "Apakah kau mau menjadi istri kedua ku Erina?" ucapnya dengan serius menatap bola mata Erina yang indah.
"Saya menerima lamaran anda tuan, saya akan berusaha memberikan anda keturunan. Saya sangat berterima kasih pada anda karena sudah menyelamatkan saya dari kakek tua yang akan menikahi saya pada Minggu ini." Adam tersenyum bahagia, lamarannya telah diterima oleh Erina bahkan ia tidak menyangka dengan gampangnya mendapatkan seorang gadis desa yang cantik.
Setelah selesai berbicara dengan keluarga Erina, akhirnya Adam izin pamit untuk pulang dan membawa Erina untuk tinggal di Jakarta.
"Bos, kau serius mau bawa Erina kerumah?" tanya Jack pada Adam.
"Ya, memangnya kenapa? bukankah ini tujuanku?" Jack terdiam mendengar jawaban bosnya, bagaimana pun dia juga seorang suami namun bagi dia sangat tidak setuju dengan keputusan bosnya walaupun dalam agama membolehkan. Sementara Erina duduk dengan memainkan jari tangannya, ia sangat gugup berada didekat calon suaminya namun ia juga sangat bersyukur karena sudah terbebas dari hutang orang tuanya.
Adam mulai mengeluarkan suaranya pada Erina, ia bertanya pada calon istri keduanya. "Erina, mungkin malam ini aku akan membawamu ke apartemen dulu. Apa kau tidak apa-apa tinggal sendirian disana?"
"Aku tidak apa apa tuan, lebih baik tuan bicarakan dulu dengan istri anda. Agar saya tenang kalau sudah mendapatkan restu." Adam mengangguk sebagai jawabannya, ia tak menyangka masih ada wanita yang rela jadi istri kedua apalagi wanita itu masih gadis dan perjalanan hidupnya masih panjang.
…
Bu Mariam mendapat laporan dari orang suruhannya, bahwa Adam telah melamar seorang wanita dan membawanya ke apartemen. Sungguh hatinya sangat sakit dengan tingkah anak laki-lakinya yang diluar kendali.
'Adam bukan ini yang Ibu inginkan, kenapa dia senekat ini. Aku harus bagaimana menjelaskannya pada Aina, aku tak ingin menyakiti hatinya. Aina sudah sangat menderita selama ini.'
Bu Mariam sangat kecewa pada Adam, ia memang ingin segera memiliki cucu namun, bukan yang seperti ini caranya. Sebenarnya ia tidak apa-apa jika Adam dan Aina tak memiliki keturunan, ia punya rencananya sendiri untuk mengadopsi seorang anak.
"Ibu!" panggil Aina yang baru saja masuk ke kamarnya dengan membawa secangkir susu ditangannya.
"Ya, Aina ada apa?" tanyanya, kemudian Aina meletakan secangkir susu dimeja. "Aina bawakan susu untuk Ibu. Diminum ya Bu, selagi masih hangat." Bu Mariam mengangguk lalu ia mengucapkan "Terima kasih Aina,"
"Kalau begitu Aina permisi. Mau membereskan dapur dulu Bu," akan tetapi Bu Marian mengehentikan langkahnya dengan menahan tangan Aina. Aina bingung kenapa tiba-tiba mertuanya seperti itu. "Ada apa Bu, apa Ibu membutuhkan sesuatu?" Bu Mariam dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Ibu tidak butuh apa-apa? Ibu hanya ingin bertanya padamu."
Aina mengerutkan keningnya dengan menatap wajah mertuanya yang terlihat sendu. "Apa kau mencintai Adam?" tanyanya dengan hati-hati.
"Tentu saja Aina sangat mencintainya Bu, Ibu tak perlu khawatir tentang perasaan aku. Aku sangat mencintai Mas Adam." ucapnya dengan meyakinkan Ibu mertua. Namun Bu Marian bukannya senang, ia malah sedih mendengar jawaban tulus dari Aina.
"Semoga kau kuat menghadapi semua ini Aina." ucapnya membuat Aina tak mengerti dengan perkataan Ibu mertuanya. "Tentu saja Aina akan menjadi wanita kuat Bu."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!