Di Sebuah Sekolah Menengah Atas favorit. Menjalin hubungan kencan sesama teman kelas ataupun senior bukanlah hal yang aneh. Tentunya masih segar dalam ingatan bagaimana masa-masa sekolah dulu. Banyak cerita dan keceriaan selama menempuh pendidikan. Anak sekolah terbilang unik, tidak hanya memikirkan mengenai pelajaran saja, Namun mereka juga sangat loyal terhadap teman. Ada yang menarik lainnya, yakni cinta. Kisah percintaan di masa sekolah itu memang sulit dilupakan. Tidak jarang karena memiliki kekasih menjadi rajin pergi ke sekolah, agar bisa bertemu orang istimewa.
Kelebihannya mereka murid-murid yang berprestasi yang berasal dari kalangan keluarga rendah maupun atas. Meskipun begitu, Terdapat Gaya berpacaran remaja memang sudah di luar batas wajar.
Seorang gadis berlari di lorong sekolah yang sudah sepi siswa siswi, Dia tidak ingin seseorang menunggunya terlalu lama, Dengan nafas yang setengah tersengal-sengal sampailah dia di rooftop, untungnya seseorang yang dia tunggu belum datang. Si gadis bisa ada waktu untuk menetralisir kan nafasnya kembali.
Selang 5 menit, Pintu rooftop terbuka, menampilkan pria tinggi dan tampan dengan sebuah buku di tangannya, Mengambil langkah panjang mendekati si gadis, karena tahu gadisnya sudah menunggunya sangat lama.
"Kau datang?" Ia mendekat dan memeluk laki-lakinya.
"Maaf sayang... Kau pasti menunggu lama. Tadi aku harus ke perpustakaan terlebih dahulu menyelesaikan tugasku." Pria itu membalas pelukan gadisnya.
"Tidak mengapa... Aku selalu menunggumu."
"Ada apa? Kau rindu?" Tanya pria itu mencium pipi gadisnya gemas.
"Kau tahu? Aku bahkan selalu merindukanmu."
"Aku juga merindukan mu. Sangat, sangat merindukanmu." Ia sama-sama mengeratkan pelukan.
"Ada apa kau meminta kita bertemu di sini? Biasanya kau langsung ke kelas ku?"
"Ada yang ingin ku beritahukan padamu, Sayang."
"Kau sepertinya senang sekali, Hum! Ayo katakan!! Aku penasaran, Apa yang membuat kekasih ku sesenang ini?!" Pria itu mencubit gemas pipi kekasihnya.
"Tentu saja aku sangat senang. Apalagi ini menyangkut aku dan kau..."
Bukannya langsung mengatakannya, Wanita itu malah tersenyum-senyum sendiri menatap kekasihnya.
"Aku katakan cepat katakan, Jangan tersenyum seperti itu, Membuatku ingin memakan mu!"
Karena gemas dan penasaran, Pria itu menciumi bibir kekasihnya bertubi-tubi, membuat si gadis terkekeh.
"Hahaha... Iya, iya.. Aku akan katakan. Berhenti menciumi ku, Wajahku basah karena mu, Sayang." Ia menjauhkan wajah darinya.
"Cepat katakan!!"
"Dengarkan baik-baik, Aku tidak akan mengulanginya."
Pria itu benar-benar mendengarkan wanitanya, Menatapnya dan tidak lupa senyumnya yang terus mengembang.
"Sayang... Aku, Aku hamil anakmu. Anak kita!"
Senyum wanita itu tidak luntur, Tapi berbeda dengan prianya, Senyumnya seketika hilang diganti wajah datarnya.
"Be-berapa lama?"
"Kemungkinan baru 2 minggu." Jawabnya santai, dan masih tersenyum menatap laki-laki di depannya.
"A-apa kau mencintai ku?!"
"Tentu saja, Sayang. Apalagi aku sedang mengan-..." Ucapannya segera dipotong.
"GUGURKAN JANIN ITU!!"
"Ap-apa maksudmu, Sayang?"
Pria itu berbalik badan membelakangi si gadis.
"Aku belum siap mejadi Ayah. Kita juga masih bersekolah."
"Tapi setelah ini kau akan lulus sekolah, Sayang. Dan kita bisa menikah. Aku akan berhenti sekolah untuk merawat mu dan anak kita!"
"Tidak semudah itu. Aku memiliki cita-cita yang harus aku raih."
"Bukankah kau mencintai ku!! Kau mengatakan akan bertanggung jawab jika sesuatu terjadi padaku. Lalu, Apa ini?! hiks.."
Pria itu mendekati si gadis dan memegang kedua bahunya.
"Aku memang mencintai mu. Tapi untuk saat ini, Aku belum siap menjadi Ayah. Tolong kau mengerti. Ku mohon, gugurkan janin itu, untukku. Untuk masa depan kita."
"Sebegitu jahatnya kau sampai kau ingin membunuh anakmu sendiri!! Apa kau tidak memiliki hati?!! Ini anakmu, darah dagingmu, dan kau ingin membunuhnya hanya untuk kepentinganmu sendiri!! KAU JAHAT!!! Hiks..."
Pria itu mengusap kedua pipinya dan menghapus tetesan air mata yang jatuh.
"Maafkan Aku... Hanya ini yang bisa kita lakukan. Aku harus mengejar impian, tanggung jawab, dan sebuah janji yang perlu ditepati pada Ayah ku."
Si gadis menggelengkan kepala dengan menahan isak nya.
Pria itu mengecup lembut pipi, kening dan bibir kekasihnya.
"Jika kau sudah memutuskannya, Kabari aku segera. Aku akan pergi dulu, Kepala sekolah tadi memanggil ku untuk ke ruangannya. Jangan terlalu lama di sini, udara dingin. Kau harus masuk kelas, jam pelajaran akan segera di mulai. Aku mencintaimu..."
Si gadis menghiraukan kekasihnya yang pergi, Dirinya masih fokus pada dadanya yang semakin sesak dan sakit.
Ia menatap pintu rooftop yang baru saja di tutup dan menghilangkan tubuh kekasihnya.
"Aku akan mempertahankannya apapun yang terjadi. Meski aku harus kehilangan dirimu sekalipun!"
Apartemen...
Laura membanting tubuhnya dan berbaring lelah di ranjang.
Setelah melepas lelah, Laura memutuskan membersihkan diri. Memasuki kamar mandi, dan merendamkan tubuhnya pada ketebalan sabun busa. Sesekali mengelus perutnya yang terdapat kehidupan dan masih rata.
"Sayang.. Semoga kau tetap sehat, ya! Bantu dan temani Bunda menjalani ini semua. Bunda akan tetap mempertahankan mu apapun yang terjadi. Mungkin, tanpa ayahmu. Ibu sangat menyayangimu."
"Izinkan aku merawat janin ini. Lindungi kami. Jangan pisahkan kami." Lirih Laura tidak sadar meneteskan air matanya.
Laura menatap pemandangan luar dari balik kaca kamar mandi apartemennya.
...***...
Satu Minggu kemudian dihari pertama ia kembali bersekolah setelah merenungkan diri, Laura memilih sendirian duduk di bangku taman sekolah, ditemani buku ditangannya.
Sejak seminggu setelah kejadian di rooftop, Laura sengaja menghindari Regan. Telepon dari Regan pun di tolaknya.
"Ra, Kau di panggil kepala sekolah di ruangannya." Ucap Agnes sahabatnya. Ia menghampiri Laura yang tengah duduk sendirian.
"Terima kasih, Agnes. Sebentar lagi aku akan kesana." Jawab Laura tanpa melihat wajah siapa yang sedang berbicara dengannya.
"Ra... Kau ada masalah dengan Regan?" Tanya Agnes merasa curiga karena sahabatnya itu tidak seperti biasanya.
"Tidak ada, Nes. Kami baik-baik saja." Jawab Laura menyimpan satu juta luka dan rahasia.
"Aku harap juga begitu, Kalian tetap baik-baik saja. Ayo, Kepala sekolah menunggumu." Agnes mendorong badan Laura pelan.
"Aku pergi terlebih dahulu. Agnes, Terima kasih." Laura pun beranjak dari duduknya.
"Ra.. Nanti aku tunggu di kantin!!"
"Iya, Nanti aku akan datang." Teriaknya yang semakin berjalan menjauh.
Tak lama kemudian, Laura sampai di depan ruang kepala sekolah. Gadis itu ragu untuk mengetuk pintu, karena dia tidak merasa melakukan kesalahan sehingga dia harus di panggil oleh kepala sekolah. Setelah 5 menit Laura berdiri dengan pikirannya, Laura memberanikan diri mengetuk pintu besar di depannya dan melangkah masuk
.
Nampak seorang pria sedang berdiri menghadap jendela ruangan dan membelakangi pintu.
"Permisi, Anda memanggil saya?" Tanya Laura menghampiri pria yang ia kira kepala sekolah dari belakang.
Pria itu menoleh dan membuat Laura terkejut.
"Kau!!" Pekik Laura.
Pria itu tersenyum semringah saat melihat kekasihnya datang. Regan berjalan mendekati Laura yang melangkah mundur seperti menghindarinya.
Merasa dibohongi, Laura ingin sekali beranjak pergi. Baru saja Laura berbalik badan dan meraih gagang pintu, sebuah tangan besar menarik lengannya lembut.
"Sayang, kau ingin kemana? Kenapa menghindari ku? Mengabaikan panggilan dariku? Dan kau juga tidak menemui ku, bahkan tidak mengabari ku?" Komplain Regan langsung melontarkan banyak pertanyaan.
"A-aku-..." Belum selesai Laura bicara, Regan langsung merengkuhnya ke pelukan.
"Aku sangat mengkhawatirkan mu, Apalagi kau sedang hamil sekarang. Aku tidak ingin sesuatu terjadi padamu, Aku sangat menyayangimu. Tolong jangan seperti ini lagi."
Laura sangat tersentak kaget saat kekasihnya itu merengkuhnya dengan pelukan hangat yang selalu ia rindukan, Namun sekarang sudah tidak ada gunanya lagi.
"Apa ini tandanya dia menerima kehamilan ku ?" Batin Laura demikian merasa lega, dan membalas pelukan Regan.
"Maafkan aku, Regan. Aku juga menyayangimu." Balas Laura.
Regan melepas pelukannya dan menatap kedua mata gadis itu intens.
"Aku ada berita baik untuk kita." Ucap Regan yang sangat bahagia.
"Berita apa?" Tanya Laura mengernyitkan dahinya.
"Aku mendapat informasi dari teman ku. Dia memiliki kenalan yang bisa membantu kita untuk menggugurkan janin ini. Apalagi kandunganmu juga baru beberapa minggu, itu tidak akan sulit." Ucap Regan mengejutkan.
Seketika senyum Laura luntur. Ia pikir Regan telah menyadari kesalahannya, Ia ingin menerima dan bertanggung jawab atas anak yang sedang dikandung Laura.
PLAK!!!
Tamparan keras di pipi Regan, hingga membuatnya terpaksa menoleh ke samping.
"Aku tidak akan pernah menggugurkannya!!!" Ucap Laura penuh penekanan, dan menatap mata Regan tajam penuh kemarahan.
Pada Tahun 2013...
10 Tahun yang lalu...
Masa-masa remaja yang seharusnya dilalui dengan indah rupanya tidak dialami oleh seorang gadis bernama Laura Katherine yang berusia 17 tahun itu.
Di mana ulang tahun ke 17 atau biasa disebut sweet seventeen selalu menjadi momen penting bagi semua orang. Usia 17 tahun dianggap sebagai usia di mana seseorang telah benar-benar dewasa dan siap mengambil tanggung jawab lebih di dalam hidupnya. Bukannya mendapatkan sebuah hadiah mewah, Rupanya Laura benar-benar bertanggung jawab besar pada hidupnya hingga harus mendapat hadiah pemberian istimewa dengan mengandung seorang anak di usia muda. Masa tersulit, Ia berusaha bertahan untuk mengandung benih dari hasil kebejatan kekasihnya yang tidak bertanggung jawab.
Dibesarkan di keluarga broken home membuatnya mencari pelarian lain. Ia menggantungkan dirinya pada pria yang kala itu memberikan perhatian yang tidak pernah ia dapatkan dari keluarganya. Pria itu bernama Regan Adhlino, Usianya hanya terpaut selisih satu tahun, Pria ini yang sudah menghancurkan seorang gadis kecil tidak berdosa.
Namun, Dengan Laura melakukan kesalahan hingga akhirnya hamil di usia 17 tahun dan terpaksa putus sekolah.
Laura hamil di usianya yang masih muda, Bahkan masa remaja yang seharusnya menyenangkan dan mencari jati diri. Bukan, bukan karena diperkosa. Tapi, karena salah langkah.
Tahun 2008 silam, Merupakan tahun yang tidak akan pernah bisa ia lupakan seumur hidupnya. Di tahun itu orang tuanya bercerai. Setelah beribu pertengkaran yang tidak pernah ada selesainya, mereka memutuskan untuk berpisah.
Laura hancur. Bukan berarti ia memiliki hidup yang indah sebelumnya, Tapi perceraian Ayah dan ibunya merupakan pukulan besar dalam hidupnya.
Tahun itu pula ia harus berpisah dengan memilih antara siapa yang perlu ia ikuti, Ayah atau Ibu. Tanpa diberi kesempatan untuk memilih, Ia lebih dianjurkan untuk pergi lepas dari tanggung jawab orang tuanya yang tidak peduli hingga meninggalkan kota kelahirannya. Ia tinggal bersama kakaknya yang sudah menikah.
Masa-masa adaptasi di lingkungan baru bukan hal yang mudah. Laura masuk ke salah satu sekolah ternama tanpa ada perasaan bahagia sedikit pun. Hampa!
Ditambah lagi dengan perbedaan budaya yang semakin membentangkan jarak antara ia dan teman-teman barunya. Sampai akhirnya, Laura berkenalan dengan seorang pria ketika di pelajaran olahraga.
Berbeda dari teman sekelasnya yang lain, ia baik sekali. Ia menanyakan alamat apartemennya, dan bahkan menawarinya tumpangan sepulang sekolah. Singkatnya mereka menjadi dekat dan akhirnya berkencan.
Sekali, dua kali, tidak ada yang terjadi. Hanya berbincang biasa, Menonton TV, dan bercanda. Hal normal yang dilakukan pasangan yang berkencan.
Sampai akhirnya, ketika untuk kesekian kalinya Regan mengundangnya datang ke rumah, Mereka berciuman bibir dengan ciuman pertama mereka!
Mulai dari sana, timbul keinginan untuk melakukan hal lebih. Sampai akhirnya mereka melakukan hubungan seks di luar nikah.
Ketika itu terjadi, Laura tersadar bahwa dirinya sudah tidak perawan lagi, Tapi ia sama sekali tidak menyesal. Saat itu ia berpikir, itu hal yang tepat. Toh mereka sama-sama saling mencintai.
Di sisi lain, mungkin saat itu ada bagian dari dirinya yang ingin balas dendam dengan kehidupan. Kehidupannya yang sudah hancur dan memuakkan.
Masalah yang lebih besar pun datang. Beberapa minggu setelah kejadian itu, Laura harus menelan kenyataan pahit bahwa dirinya hamil.
Tapi dia memberanikan diri untuk mengaku kepada kekasih yang sudah menghamilinya. Dan jujur pada kakak perempuannya jika ia hamil di luar nikah, Tentu saja kakaknya sangat marah. Masalahnya, Regan tipe orang yang sangat keras. Laura tahu pada saat itu sejuta perasaan pasti berkecamuk dalam dirinya. Luapan kemarahan, kesedihan, dan kekecewaan jadi satu.
Berita kehamilannya pun segera menyebar dalam waktu singkat. Satu sekolah tahu jika Laura hamil, bahkan kakak-kakak kelasnya pun tahu. Berbagai makian dan julukan kasar pun dilontarkan kepadanya. Gadis bispak, murahan, jalang, dan masih banyak lagi predikat yang mereka berikan untuk Laura.
Namun, Fokus terbesarnya saat itu adalah masalah kehamilan. Ia tidak siap hamil. Tidak siap menjadi seorang ibu. Dengan sejarah keluarganya yang kelam itu, bagaimana ia bisa jadi ibu yang baik? Tapi ia ingin bertahan. Di sisi lain, Regan pun juga tidak siap untuk menikah dan bertanggung jawab.
Dengan segala alasan, Laura memutuskan kembali merantau jauh meninggalkan kota yang lebih kelam dan tinggal seorang diri. Hidupnya kembali berubah!
Saat itu, Laura tidak lagi sanggup berharap untuk masa depan. Masa depan apanya, ijazah SMA saja ia tidak memilikinya.
Ketika itu, Laura menjalani hidupnya dengan pasrah bersama bayi yang ia pertahankan. Tanpa tujuan dan tanpa arah. Sama sekali tidak terbayang bagaimana ia merawat anak nantinya.
Tapi tanpa adanya gelar dan keahlian, Pekerjaan yang ia dapatkan di masa bertahannya hanyalah sebagai tukang parkir di sebuah swalayan dekat komplek rumah sewanya.
Penghasilannya yang tidak seberapa hanya cukup untuk memberi makan sehari demi sehari. Sedangkan kebutuhannya yang lainnya masih dipikirkan olehnya. Apalagi biaya tabungan untuk melahirkan sedikit demi sedikit ia harus kumpulkan.
Di masa-masa sulit itulah Laura sadar bahwa tindakan bodohnya untuk balas dendam pada kenyataan pahit yang ia alami betul-betul salah. Sudah seharusnya ia tidak menyalahkan alam.
Alasannya untuk berhubungan seks di usia dini juga merupakan sebuah kekeliruan besar. Itu bukan cinta, tapi pelampiasan. Yang ia dapatkan setelahnya hanya rasa penyesalan yang mendalam.
Untunglah selalu ada teman baik yang menjadi pelindung setelah mencari keberadaannya yang hilang dan memutuskan hidup bersama dengan menanggung semua kesulitan yang dialami.
Laura hanya di rumah, mengurus rumah sekaligus menjaga anaknya yang kini sudah duduk di bangku Sekolah Dasar.
...***...
PLAK
Hiks... Hiks...
"Siapa ayah bayi itu?" Tanya Kakak Laura. Dia bernama Tania.
Setelah kejadian di mana Regan tetap pada pendiriannya untuk menggugurkan janin itu, Laura memutuskan untuk memberitahu kakak perempuannya atas kehamilannya.
"Jawab Laura!! Siapa laki-laki brengsek itu?"
"Tidak. Ku mohon kak..."
"Kau masih melindungi laki-laki brengsek itu, setelah dia meninggalkan mu-" Laura mencela perkataan kakaknya.
"Aku mencintainya. Dan dia tidak meninggalkan ku."
PLAK!!
Satu tamparan kembali dirasakan Laura di pipi putihnya.
"Sayang, Sudah... Kau menyakitinya." Pungkas suami Tania untuk meleraikan amarah istrinya. Dia bernama Bryan.
"Suamiku, kau mendengarnya. Dia bahkan masih melindungi laki-laki yang sama sekali tidak mempedulikannya. Laki-laki brengsek yang tidak bertanggung jawab dan meninggalkan Laura begitu saja."
Kakak iparnya mendekat dan memeluk Laura.
"Sayang, sudahlah... Laura membutuhkan ketenangan saat ini. Lihatlah keadaannya. Jangan mendesaknya seperti ini. Kasihan Laura..."
"Jika laki-laki itu tidak ingin tanggung jawab, nikahkan saja dengan pria lain. Jika perlu, akan ku kirim kau ke Italia."
"Kakak! Hentikan!!"
"Lalu, kau akan membiarkan bayi itu lahir tanpa Ayah?"
"Aku bisa merawatnya sendiri."
"Terserah mu saja!" Karena kesal Tania meninggalkan ruangan itu.
"Jangan dengarkan kakakmu!" ujar Bryan berusaha memberikan ketenangan pada adik iparnya.
"Aku mengerti." lirih Laura.
...***...
Acara wisuda sekolah telah selesai berlangsung. Siswa siswi sedang ramai dengan segerombolan kawan-kawannya dan keluarganya, tidak ada kata tak senang dihari itu, kecuali Regan, karena semenjak kejadian di ruang kepala sekolah, kekasih cantik dan tersayangnya itu tak sekalipun menampakkan diri di hadapannya. Jangankan memberi selamat atas kelulusan prianya, bahkan Laura si adik tingkatnya, tidak juga mengabarinya sampai detik ini.
"Agnes, kau tahu di mana Laura? Kenapa dia tak datang? Dia sudah berjanji menemani ku dihari kelulusan. Aku sudah menghubunginya, tapi nomor handphone nya tidak aktif." tanya Regan pada Agnes yang kebetulan lewat.
"Aku tidak tahu. Aku juga mencarinya sedari tadi." jawab Agnes.
"Terima Kasih, Agnes. Aku akan mencarinya."
"Maafkan aku." Gumam Agnes pelan setelah Regan berjalan menjauh,
Flashback
"Ra, apa kau yakin?"
"Iya, Nes. Aku ingin melupakan segalanya. Paling tidak, sampai anak ini lahir."
"Kau tidak ingin aku temani? Aku tahu kau pasti tidak ada teman di sana."
"Tidak perlu, Nes. Kau harus sekolah."
"Aku juga bisa pindah sekolah di tempat yang sama denganmu. Lagipula masa studi sekolah kita hanya tinggal satu tahun."
"Tidak semudah itu. Setelah di sana mungkin aku akan mengambil sekolah di rumah, Sesuai perintah Kak Tania."
"Bagaimana jika Kak Regan menanyakan mu?"
"Tolong kau jangan beritahu apapun yang terjadi. Anggap kau tidak tahu apa-apa dengan keberadaan ku. Aku mohon!"
"Kau bisa percaya padaku."
"Jaga dirimu di sana. Selalu hubungi aku kapanpun. Aku pasti akan merindukanmu." Agnes memeluk Laura kelewat erat.
"Kau juga baik-baik di sini. Aku akan selalu mengabarimu. Aku juga akan selalu merindukan mu." Balas Laura memeluk erat sahabatnya juga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!