Aku selalu berusaha menjadi pribadi yang kuat, setidaknya saat aku jatuh nanti, aku tidak perlu meminta bantuan orang lain....
**********
Sebut dia Ayu, bukan tanpa alasan, fisik dan kepribadian nya memanglah sangat cantik. semua wanita di muka bumi ini akan sangat bangga dan bersukur dengan anugerah kecantikan lahir batin yang tuhan berikan.
Tapi tidak bagi Ayu, wanita itu sering kali menangis, karna kecantikan nya di bilang meresahkan warga komplek perumahan tempat tinggalnya bersama sang bunda.
Ayu kerap kali di perlakukan kurang baik di lingkungan tersebut. bagaimana tidak, Ayu yang seorang janda muda, sering kali menjadi incara pria genit di lingkungan tersebut.
Meskipun Ayu tak pernah menanggapi rayuan mereka, para istri dari pria genit tersebut menganggap Ayu seorang janda gatal. sakit Ayu rasakan saat para tetangga menyebutnya dengan sebutan janda gatal.
"Kamu yang sabar ya, Nak. jangan dengarkan omongan orang, bunda percaya bahwa kamu bukan wanita murahan seperti yang mereka ucapkan. kamu anak bunda yang paling baik." bunda Fatimah mengusap punggung tangan sang putri yang masih terisak.
Keduanya sama sama menangis, karna 30 menit yang lalu ada seorang wanita yang datang ke rumah Ayu dengan kemarahan meledak ledak.
Wanita itu menggeledah rumah Ayu, dia menuduh Ayu telah menyembunyikan suaminya yang tidak pulang selama dua hari. karna tidak menumukan suaminya di rumah Ayu, wanita itu tak lantas merubah sudut pandangnya terhadap Ayu.
Dia tetap memaki maki Ayu, menyebut Ayu dengan kata kata kasar, ketidak harmonisang dengan sang suami, menganggap Ayu lah penyebabnya.
Padahal gadis cantik itu tak pernah bertegur sapa dengan pria yang di maksut wanita tersebut. beginilah hidup Ayu, selalu di salahkan tanpa sebab dan alasan yang benar.
Ayu selalu menangis, mengeluh karna terlahir dengan paras yang cantik, hidupnya di warnai dengan air mata, karna kecantikan nya yang membuat para suami tetangga kerap kali menawarkan perbuatan zina, alias perselingkuhan.
Tapi Ayu bukanlah wanita murahan seperti yang mereka ucapkan. meskipun menyandang status janda di usia muda, tak menjadikan Ayu sebagai wanita yang tak bermoral.
Justru wanita berhijab itu selalu menjunjung tinggi nilai nilai agama, bahkan Ayu dengan suka rela, mengabdikan dirinya menjadi seorang guru ngaji di komplek penumahan, yang kini sudah begitu minim Ahlak dan kesopanan di lingkungan itu.
Dengan dirinya yang menjadi guru ngaji, Ayu berharap anak anak di komplek tersebut tidak melulu tergantung pada gadget yang kini banyak menawarkan berbagai macam permainan dari yang biasa hingga yang menghabiskan uang orang tua.
Ayu berharap kegiatan mengaji di musollah bisa membuat anak anak di komplek tersebut bisa menjadi pribadi yang lebih baik, mengedepankan sopan santun, berperilaku baik di kingkungan sekitar, terutama kepada kedua orang tuanya.
"Maaf kan Ayu ya, Bun. karna Ayu, Bunda harus menanggung malu." Ayu masih terisak dalam pelukan sang bunda.
Ayu terkadang heran, kenapa semua ibu ibu muda di komplek itu selalu menyalahkan dia, padahal mereka semua tahu jika Ayu tak pernah sekalipun menanggapi godaan atau bahkan rayuan para laki laki yang kerap kali mengganggunya.
"Kamu tidak perlu minta maaf nak, justru bunda bersukur punya anak sebaik dan secantik kamu, bunda tidak pernah merasa malu, karna bunda tahu, tuduhan mereka tidaklah benar, mereka menuduhmu tanpa alasan, bunda percaya sama kamu." bunda Fatimah masih terus mengusap punggung sang putri yang madih terisak.
Menenangkan sang putri agar tidak semakin terpuruk dalam menjalani hidup di masa depan, baru satu tahun yang lalu dia bangkit dari keterpurukan, kehilangan suami beberapa jam setelah ijab Qobul, tidaklah mudah bagi Ayu.
Perlu berbulan bulan untuk menata hatinya kembali, hingga ia berada di sini, di komplek perumahan elit, rumah yang telah di berikan oleh mantan suaminya sebagai mahar mas kawin.
*******
Sore ini seperti biasa Ayu akan berangkat ke musolla untuk mengajar ngaji anak anak di komplek itu, dia akan berjalan kaki, karna memang jarak dari rumahnya ke musolla tidak terlalu jauh, hanya di tempuh sekitar 10 menit dengan berjalan kaki.
Gadis berpakaian syar'i itu terus melangkah, melewati beberapa bangunan yang sudah di huni, ada juga yang belum siap huni, karna masih dalam proses pengerjaan.
Tepat saat melewat pos ronda, Ayu sedikit merasa takut, sebab di sana banyak sekali laki laki yang sedang main kartu.
Langkah Ayu semakin dekat dengannpos ronda, seketika seorang laki laki langsung berdiri lalu menghampiri Ayu yang sedang berjalan.
"Assalamualaikum, Dek, Ayu. mau berangkat ngajar, ya? mau di anterin, gak?" sapa laki laki dengan perawakan tinggi tersebut. tersenyum ke arah Ayu, sambil mengelus kumisnya yang sangat tebal.
"Waalaikumsalam, terima kasih, bang. gak perlu di artar kok, karna musollanya sudah dekat dari sini." tolak Ayu dengan halus.
"Ya nggak apa apalah, Dek Ayu. abang siap ngantar dek Ayu sampai tujuan, pakek motor, mobil, atau abang gendong sekalian. mau kemanapun abang siap ngantar, apalagi mau ke KUA." ucap pria tersebut sambil mengedikkan matanya dengan genit.
Ayu hanya geleng geleng kepala melihat tingkah pria yang tak pernah bosan setiap hari menggodanya itu. "Terima kasih, bang. saya permisi. Assalamualaikum."
Ayu langsung melipir meninggalkan pria dengan kumis tebal tersebut, pria itu hanya berdecak kesal melihat kepergian Ayu.
"Ternyata, lo gak ada kapoknya ya Ton, setelah sekian purnama di tolak sama Ayu, masih aja menawarkan diri mau mengantar dia. lo itu harus ngaca, Ayu gak bakalan mau sama tampang lo yang kayak jemuran kagak kering itu. ingat selera Ayu itu sangat tinggi, contohnya seperti gue ini." ucap salah satu dari mereka, membanggakan diri sendiri.
Pria dengan kumis tebal tersebut hanya komat kamit tidak jelas, pasalnya dia sangat kesal karna di tolak Ayu, bukan hanya sekali atau dua kali Ayu menolaknya, mungkin kalau di hitung dengan jari, maka akan butuh seribu jari untuk menghitung bagaimana pria itu menawarkan diri untuk mengantar Ayu.
Bukan hanya pria berkumis itu saja yang menggoda Ayu, sebagian besar di antara mereka memang kerap kali menggoda Ayu dengan berbagai gombalan dan rayuan maut yang mereka ucapkan.
Tentu saja semuanya Ayu tolak, karna pria pria tersebut sudah punya istri dan anak, tapi ya itulah mereka, begitu senang menggoda janda muda yang satu itu.
Tanpa memperdulikan akiban dari perbuatan mereka, ada sebuah beban derita yang harus Ayu tanggung karna perbuatan mereka, Ayu harus menghadapi caci maki dari para istri mereka yang cemburu.
Ayu baru bernafas lega setelah sampai di musollah, karna di sepanjang jalan, ada saja laki laki yang menggodanya, selain dari para pria yang sedang bermain kartu di pos ronda tadi.
Setelah menunaikan ibadah sholat isya lberjemaah, Ayu langsung bergegas pulang bersama para murid yang ia didik.
Seperti biasa para anak anak didiknya meminta di antar ke rumah masing masing, Ayu pun tak keberatan, toh semua rumah murid muridnya berdekatan dan satu arah dengan rumahnya sendiri.
Ayu dengan senang hati mengantar mereka satu persatu sampai kerumah masing masing. dan momen seperti itulah yang selalu di tunggu tunggu oleh orang tua murid, terutama ayah dari mereka semua.
Bukan tanpa alasan, mereka akan punya kesempatan untuk menyapa si janda perawan yang menurut mereka patut di tunggu, bahkan tak jarang dari mereka yang rela menunggu di teras rumah, bukan untuk menunggu sang anak pulang mengaji, melaikan menunggu sang guru ngaji yang seorang janda mudan nan cantik.
"Assalamualaikum." ucap Ayu saat sampai dirumah murid pertama yang dia antar.
Tak ada jawaban, hanya seorang wanita yang keluar dari dalam rumah, usianya kira kira 28 tahun, wanita itu langsung menutup pintu dan menguncinya dari luar. menatap Ayu dengan tatapan sinis.
"Assalamualaikum, mbak. ini saya mengantar putri mbak." ucap Ayu dengan tutur kata lemah lembut.
Tapi tidak dengan wanita itu, sedari tadi dia hanya memandang Ayu dengan wajah datar, tersenyum pun tidak, apalagi menyapa atau mengucap terima kasih.
"Masuk Fisa..l!!" bentak wanita itu pada putrinya. lalu menatap Ayu bengis.
Sedang kan dari dalam rumah, pintu yang tadi di kunci wanita itu, di gedor gedor dari dalam, seperti seseorang yang berada di dalam sudah tidak sabar ingin keluar.
"Ma, buka pintunya, ma. papa mau keluar. dor...dor.. dor..!!" ucap seorang laki laki sambil menggedor pintu dari dalam.
"Kalau begitu saya permisi mbak." pamit Ayu sambil tersenyum tulus.
Namun balasan yang Ayu terima, adalah kebalikan nya. "Bagus deh, kalau tau diri." ucap wanita itu sambil menatap Ayu bengis.
Ayu hanya mengelus dada, untuk meredam emosi yang sudah bergejolak, pasalnya wanita itu sering kali berkata kasar, tapi Ayu tidak tahu apa penyebabnya.
"Emangnya mau apa papa kekuar? mau menggoda si janda gatel itu ya, dasar laki laki mata keranjang!!" maki wanita itu dengan suara meninggi, hingga Ayu mendengarnya dengan jelas meski sudak keluar dari halaman rumah tersebut.
Setetes air mata begitu saja lolos dari pelupuk mata Ayu, rasanya begitu sakit saat ada orang menyebutnya dengan sebutan janda gatel. "Kenapa bunda nangis?" tegur seorang anak kecil yang belum Ayu antar kerumahnya.
Ayu cepat cepat menghapus air matanya, lalu menjawab teguran anak kecil tersebut. "Bunda gak nangis sayang. bunda hanya kelilipan. Abel, nanti bunda nganternya sampai pintu gerbang aja ya. soalnya bunda kebelet pipis."
Ayu beralasan suapya anak kecil itu tidak mengajaknya masuk kedalam rumah, sebab kemaren kemaren orang tua anak itu juga bersikap kurang menyenangkan.
"Kenapa nggak pipis di rumah Abel aja bunda?"
"Gak bisa sayang. rumah bunda kan udah dekat. jadi lebih baik bunda pipis di rumah bunda aja, oke."
"Oke, bunda."
Sesuai permintaan Ayu, anak itu tidak banyak protes meski di antar hanya sampai pintu gerbang.
*******
Pagi hari
Seperti biasa, Ayu akan berangkat ke butik di jam 8 pagi, selain menjadi guru ngaji, Ayu juga menelola sebuah butik yang cukup terkenal dengan pakaian muslim pria dan wanita.
Menjelang bulan suci ramadhan, pesanan di butik Ayu sudah membeludak sejak dua hari yang lalu, hingga wanita itu mulai kualahan untuk menyiapkan segala pesanan.
Dari mulai memilih kain serta mendesain, semua Ayu yang kerjakan, tapi juga ada beberapa karyawan yang bekerja untuk menjahit dan menyetrika di butik Ayu.
Hingga wanita itu tidak begitu kesulitan untuk mengerjakan semua pesanan, bahkan di butik Ayu, sudah ada 8 pegawai yang Ayu pekerjakan.
"Bagaimana baju yang kemaren, Tik?" tanya Ayu pada Tika karyawan kepercayaan nya.
"Alhamdulillah, sudah 90 persen selesai mbak, tinggal pemasangan kancing dan aksesoris lain nya, mungkin hari ini sudah selesai semuanya." sahut Tika sambil merapikan beberapa kain yang berantakan.
"Sukurlah lah kalau begitu, Tik. karna besok pagi, bajunya sudah mau di ambil sama orangnya."
"Tadi pagi, ada seorang wanita datang kesini, mbak. katanya mau pesen baju muslim, tapi pas saya bilang jika mbak gak ada, eh, orangnya malah gak jadi mesan, katanya mau pesan langsung sama mbak." tutur Tika
"Wanita apa perempuan, Tik?" tanya Ayu tanpa mengalihkan sedikitpun fokusnya dari kertas dan pena yang berada di depan nya. wanita itu sedang menggambar sebuah desain baju terbaru yang akan dia pajang di butiknya.
Baju buatan Ayu memang sangat indah dan anggun, maka tidak jarang orang orang kelas atas akan memesan baju yang Ayu desain. contohnya menjelang bulan puasa tahun ini, sudah banyak pemesan yang datang untuk di pakai di hari lebaran nanti.
Saat sedang berbincang dengan Tika, tiba tiba ada tamu yang datang, tampak seorang wanita paruh baya yang tampak cantik dan anggun.
"Selamat pagi, apa benar ini dengan mbak Ayu, pemilik butik ini?" tanya wanita itu sambil melihat seisi butik. Wanita tersebut mengangguk anggukkan kepalanya. entah apa yang membuat tingkahnya seperti itu.
Dari gayanya berpakaian dan bersikap, sudah jelas jika wanita paruh baya tersebut, bukan orang biasa. wanita itu pasti istri seorang pengusaha.
"Assalamualaiku, itu benar bu, saya Ayu, pemilik butik ini. apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Ayu dengan tutur kata yang sangat sopan dan lemah lembut.
Wanita paruh baya tersebut tidak menjawab salam dari Ayu, dia hanya langsung mengutarakan maksud dan kedatangan nya. "Saya ingin memesan baju muslim untuk saya dan suami saya serta anak saya juga." ucap wanita itu dengan wajah datar.
"Oh, mari silahkan duduk dulu, Bu, nanti pegawai saya yang akan mengukur badan ibu. ibu silahkan pilih modelnya di buku ini." Ayu menyodorkan sebuah buku hasil desain nya pada wanita paruh baya tersebut.
Wanita itu langsung meraik buku tersebut dan membukanya. lembar demi lembar dia buka, hingga gerakan tangan terhenti di sebuah desain yang sangat Ayu sukai.
Ayu tersenyum simpuh saat melihat wanita paru paya tersebut seperti tertarik dengan model yang Ayu desain tadi malam.
"Saya mau model seperti ini. Dan saya juga mau pesar warna yang sama untuk suami dan anak saya."
"Baik,Bu. anak ibu laki laki atau perempuan?"
"Anak saya laki laki, mungkin sebentar lagi dia dan suami saya akan sampai di sini."
Ayu hanya mengangguk sembari tersenyum manis, "Selagi menunggu suami Ibu datang, bagaimana kalau karyawan saya mengukur ibu terlebih dahulu?"
"Tentu. karna setelah ini saya masih banyak urusan."
"Baik Bu. saya akan panggil karyawan saya dulu. Tika tolong ukur Ibu ini dulu ya, mungkin sebentar lagi suami dan putranya akan sampai disini."
"Iya mbak." Tika bergegas mengambil pengukur serta buku catatan dan sebuah pena.
Sedangkan Ayu kembali kemejanya untuk menyelesaikan gambar yang ia keejakan tadi.
Tika dengan cekatan mengukur badan wanira paruh baya tersebut, hingga dua orang laki laki datang secara bersamaan.
"Ma!!" panggil pria itu padang sang istri yang tengah di ukur oleh Tika.
Seketika wanita itu tersenyum hangat pada dua orang yang di ketahui sebagai suami dan putranya.
"Mas, sudah sampai? sini sayang nanti kamu juga bakalan di ukur, kamu duduk dulu di samping mama. kamu juga mas." sapa wanita tersebut pada suami dan putranya.
Ayu yang sedang asik menggambar juga mendengar jika ada yang datang karna mereka semua ada dalam satu ruangan, namun jarak Ayu dan tamu tersebut agak jauh.
Namun demi kesopanan sebagai pemilik butik, Ayu meninggalkan sejenak pekerjaan nya guna menyapa dua tamu yang datang.
Ayu merapikan alat gambar lalu berdiri menghampiri tamu tersebut, "Assalamualaiku, pak. perkenalkan nama saya Ayu, memilik butik ini?" sapa Ayu dengan ramah. lengkap dengan memperkenalkan diri.
"Waalaikumsalam, saya Damar prasetyo , ini putra saya Alex dan ini istri saya Serli." pak Damar menyahut tak kalah ramah. beda dengan sang istri dan anaknya yang tampak acuh tak acuh.
Pria paruh baya itu sikapnya sangat berbeda dengan kedua orang di sampingnya, pria itu lebih ramah, mau pemperkenalkan dirinya balik, tidak seperti istrinya yang selalu memasang wajah datar sejak tadi sampai.
Tidak beda jauh dengan sang putra, yang sedari tadi hanya sibuk dengan ponselnya, tak ada basa basi sedikitpun sekedar menyimak percakapan orang-orang yang ada di ruangan itu, semua orang di ruangan itu bagaikan mahluk tak kasat mata bagi Alex, hingga pria itu hanya sibuk dengan dunianya sendiri.
"Kalau begitu silahkan Bapak duduk kembali, saya akan mengambil minuman."
"Anda tidak usah repaot- repot." tolak Pak Damar merasa tidak enak hati.
"Enggak Pak, gak repot kok, kami memang menyediakan minuman untuk para pelanggan kami." setelah mengatakan itu, Ayu segera undur diri, mengambil tiga minuman kaleng dari dalam lemari pendingin yang sudah tersedia untuk para tamu atau karyawan yang haus.
"Silahkan di minum Pak." Ayu meletakkan tiga minuman itu di atas meja.
"Terima kasih." sahut Pak Damar.
"Sama-sama, Pak. kalau begitu saya undur diri Pak, karna saya masih harus meyelesaikan pekerjaan saya." Ayu tetap berpamitan dengan sopan meski dalam satu ruangan.
"Oh. silahkan-silahkan."
Ayu langsung beranjak kembali ke mejanya untuk menyelesaikan pekerjan nya yang tadi sempat ia tinggal.
Saat sedang fokus menggambar, tiba-tiba Tika datang mendekat dan berbisik di telinga Ayu, "Mbak Ayu, mbak Ayu aja ya yang ngukur kedua laki-laki itu." bisik Tika tak enak hati.
"Loh! emang kenapa Tik." Ayu masih tidak mengalihkan fokusnya dari kertas gambar di hadapan nya. tapi wanita itu tetap bertanya sebagai respon.
"Badan tu orang sangat tinggi mbak, aku gak sampek buat ngukur bahunya. mbak aja ya yang ngukur. heheee.." Tika tersenyum malu-malu.
Ahirnya Ayu menghentikan pekerjaan nya, lalu beralih memandang Pak Damar. dan benar saja ternyata pria paruh baya itu tubuh nya sangat tingga. Ayu memaklumi tubuh kecil Tika yang tingginya mungkin hanya 150 cm, sedang kan pria itu, Ayu perkirakan tingginya kurang lebih 180 cm. ah pantas saja Tika gak nyampek.
"Baiklah, biar mbak aja yang ngukur, nanti kamu yang catat."
Ayu mengambil pengukur baju, lalu mendekat ke arah Pak Damar, "Permisi pak, saya yang akan mengukur Bapak." pamit Ayu seraya tersenyum ke arah pak Damar.
"Silahkan." Pak Damar berdiri dan mulai di ukur oleh Ayu.
"Loh, loh..!! kok kamu yang ngukur? bukan nya tadi karyawan kamu?" Sepertinya Bu Serli tidak suka jika yang mengukur suaminya adalah Ayu.
"Maaf, Bu. karyawan saya kesulitan mengukur pak Damar, mungkin karna postur tubuh pak Damar yang di atas rata-rata sehingga Tika karyawan saya jadi kesulitan." jelas Ayu, wanita cantik itu mengulas senyum canggung karna tak enak hati.
Sebab Ayu tahu jika gelagat Ibu Serli seperti sedang cemburu padanya. setelah itu Bu Serli tak lagi berkomentar, wanita paru baya itu hanya duduk dengan angkuh sambil melihat cara Ayu mengukur tubuh sang suami.
Setelah beberapa menit, Ayu sudah selesai mengukur Pak Damar, "Sudah selesa, Pak." ucap Ayu, tak lupa selalu memasang senyum manis di sepanjang pekerjaan nya.
"Terima kasih." Pak Damar segera kembali duduk di sofa. "Ayo Lex, sekarang giliran kamu."
"Iya Pa." sahut pria itu, Alex segera berdiri, lalu menghampiri Ayu yang sedang mengoreksi apa yang di catat Tika.
Alex hanya berdiri di samping Ayu tanpa mau memanggil agar segera di ukur, pria itu memperhatikan Ayu dari atas sampai kebawah, hingga Ayu sendiri tersadar jika di sampingnya ternyata ada seseorang.
"Eh! maaf Mas, saya kira masnya masih duduk di sofa." Ayu terkejut karna di perhatika oleh pria di sampingnya. mendadak dia jadi gugup dan salah tingkah.
Sedangkan Alex hanya memasang wajah datar, tanpa mau menanggapi sedikitpun ucapan Ayu. masih dengan rasa gugup yang mendera, Ayu mulai melingkarkan pengukur di pinggang Alex.
Alex tidak bergerak sama sekali, tapi ekor mata pria itu terus memperhatikan bagaimana jari lentik Ayu menyentuh kulitnya yang di lapisi kemeja hitam.
Entah kenapa jari-jari lentik Ayu bagaikan mengelitik bagian intim dari tubuhnya, hingga pria itu merasakan desiran aneh yang selama ini tak pernah ia rasakan.
Setelah selesai mengukur bagian pinggang, kini Ayu pindah kebagian dada pria itu, sejenak Alex dan Ayu sama-sama membeku saat keduanya bertemu pandang, bisa terlihat dengan jelas, bibir seksi milik Ayu, mata sayu dengan bulu mata lentik tanpa tambahan bulu mata palsu, di tambah dengan lesung pipi di salah satu pipinya yang tidak terlalu tirus, wanita itu terlihat begitu cantik, wajah yang putih bersih, bahkan tanpa polesan make up tebal.
Kecantikan Ayu begitu alami, hingga siapapun yang memandangnya tak akan pernah bosan, apalagi dengan jarak yang begitu dekat seperti Alex saat ini, tentu saja pria itu sampai menahan nafas, wajahnya tiba-tiba memerah hingga ketelinga. entah apa yang di pikirkan Alek saat ini. author juga tidak tau.
Hingga Ayu membuang muka terlebih dahulu, wanita itu tak ingin jatuh terjerambat kedalam kubangan dosa dengan terus mengagumi seorang pria yang bukan muhrimnya. namun tak dapat di pungkiri jika Ayu merasakan hal yang sama, terpesona dengan ketampanan pria yang saat ini ada di hadapan nya.
Hidung mancung, rahang tegas dengan di hiasi bulu-bulu halus, yang seketika membuat bulu kuduk Ayu meremang. Ayu segera menggelengkan kepala demi mengusir hayalan kotor yang tiba-tiba muncul bak tamu tak di undang. beberapa kali wanita itu beristigfar dalam hati.
Wajah wanita itu juga memerah seperti kepiting rebus, jantungnya berdegup dengan sangat kencang. pernah tahu kan rasanya mendengar detak jantung kita sendiri, seperti itulah jantung Ayu saat ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!