Cerita dimulai dimana diperlihatkan seorang dokter profesional yang sedang melakukan operasi untuk menyelamatkan seorang wanita muda. Namun tidak ada yang tahu bahwa nyawa wanita ini tidak bisa diselamatkan lagi, ia menghembuskan nafas terakhirnya di saat operasi berlangsung di ruangan itu.
Dokter ini bernama Alexander, ia seorang dokter sekaligus menjadi profesor di universitas kedokteran ternama. Dari 150 operasi yang ia lakukan, baru kali ini Alex mengalami kegagalan dalam melakukan operasinya.
"Dok!, detak jantung pasien semakin melemah" ucap suster yang membantu jalannya operasi di ruangan itu.
"Mengapa seperti ini."
Wajah Alex kini di penuhi keringat dingin melihat keadaan pasiennya yang tiba-tiba memburuk. ia juga berusaha memikirkan cara agar bisa menyelamatkan wanita muda ini.
"Dok!, kondisinya semakin buruk."
Salah satu dokter yang berada di ruangan itu memberikan kabar buruk setelah memeriksa keadaan wanita yang sedang terbaring di tempat tidur operasi. Ia bernama Zack dengan wajah yang lumayan tampan sekaligus pembantu Alex untuk menangani pasiennya kali ini.
"Pendarahannya tidak mau berhenti."
Salah satu dokter lainnya sambil menjelaskan keadaan pasien kepada Alex. Ia bernama Fiki sebagai penanggung jawab memeriksa luka-luka di tubuh pasien yang di sebabkan akibat kecelakaan.
"Sial mengapa seperti ini."
Alex terlihat menunjukkan wajahnya yang sedang ketakutan, Ia menghadapi kesulitan yang belum ia temui semenjak berada di ruangan operasi. Alex terdiam sejenak karena pikirannya terganggu oleh beberapa omongan beberapa dokter yang dari tadi terus menjelaskan keadaan pasien.
"Tittt.."
Bunyi mesin monitor di samping kasur pasien. Memberitahukan bahwa detak jantung yang sudah berhenti bekerja. Semuanya langsung panik ketika mendengar bunyi itu terutama bagi Alex yang sebagai pemimpin operasi di sana.
"Gunakan alat pacu jantung secepatnya."
Fiki langsung berteriak mengatakan kepada mereka untuk segera secepatnya menggunakan alat pacu jantungnya, ia juga terlihat gugup melihat keadaan pasien yang sudah tidak bernafas.
"Bokk..Bokk."
Alex yang terlihat menggunakan alat pacu jantung ke dada pasien berulang kali. "Ayo..ayo.." Alex dengan wajah di penuhi keringat saat ia menggunakan alat itu. "Ah, sial." Sedikit kesal Alex langsung terdiam kaku memandangi tubuh pasien yang sudah tidak bernafas lagi berada di hadapannya.
"Kita sudah berusaha pak."
Suster berusaha mengatakannya dengan lembut sambil menyentuh pundak Alex yang masih terdiam memandangi kegagalannya. ia juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena ini sudah takdirnya.
"Bereskan semuanya."
Alex langsung keluar meninggalkan ruangan operasi, ia juga sedikit takut memikirkan bagaimana ia nantinya akan menghadapi keluarga pasien yang di tinggalkan.
"Bagaimana keadaan putri kami dok?."
Seorang pria tua mendekati Alex yang baru keluar dari pintu ruang operasi. Ia juga sedikit tidak sabar ketika melihat ekspresi Alex yang begitu datar di hadapannya.
"(....)"
Terlihat badan Alex masih terdiam di hadapan keluarga pasien. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia juga sedikit merasa bersalah dengan keluarganya karena tidak bisa menyelamatkan putrinya itu.
"Dok!, Dokter katakan sesuatu."
Pria tua itu sedikit tidak sabaran, ia juga memegang kerah baju Alex untuk memaksanya untuk segera mengatakan keadaan putrinya yang masih berada di ruangan operasi.
"(....)"
Terlihat Alex masih terdiam dan menunjukkan wajah sedihnya. Ia tidak bisa menjawabnya karena pertanyaan itu membuatnya sedikit takut atas kegagalan pertamanya ini.
"Ah sial! apa kamu dokter profesional itu?."
Pria tua itu yang masih memegang baju Alex. Ia juga berusaha menahan air matanya karena ia tahu putrinya pasti sudah tidak ada (meninggal).
"Pak sudah!, mereka juga sudah berusaha keras untuk membantu putri kita."
Istri pria tua itu juga menangis dan membantu memisahkan suaminya yang sudah ingin memukul Alex. Ia berusaha membuat suaminya agar tidak melampiaskan kesedihannya itu kepada dokter Alex.
"Maafkan kami pak ini sudah takdirnya, kami tidak bisa apa-apa lagi."
Fiki sebagai dokter yang membantu Alex di ruangan operasi. Ia berusaha menenangkan pria tua itu yang ingin melampiaskan amarahnya kepada Alex. Ia juga tidak ingin melihat pak Alex di sakiti.
"Ah sial kalian semua."
Pria tua itu membalikkan badannya sambil menuju tempat duduk di samping pintu ruang operasi. Ia masih terlihat marah kepada mereka yang sudah gagal menyelamatkan putrinya itu.
"Sudahlah Alex, kamu tenangkan diri dulu." Bujuk Zack, ia mendekati Alex dan memegang pundaknya. Ia mencoba membujuknya agar Alex bisa lebih tenang menghadapi ini semua.
"Maafkan saya pak!, saya akan bantu mengurus semua pembayarannya nanti." Alex yang berdiri di depan keluarga pasien dan memohon agar dimaafkan apa yang sudah terjadi, ia juga sedikit membungkuk agar permohonan maafnya itu bisa di terima.
"Sudah!, pergi sana!! Pergi dari sini!."
Ucap pria tua itu dengan sedikit meninggikan suaranya sambil mengayunkan salah satu tangannya untuk mengusir Alex yang berada di hadapannya itu.
"Dokter Alex!, mau kemana kamu?."
Dokter Fiki sedikit menghawatirkan keadaan dokter Alex, ia juga sedikit tidak enak melihat kesedihan pak Alex itu, ia juga adalah salah satu penggemar berat dokter Alex di rumah sakit ini.
"Biarkan dia sendiri dulu?."
Dokter Zack berusaha menahan Fiki untuk tidak mengejarnya, ia tidak mau Fiki mengganggu dokter Alex saat keadaannya yang seperti itu.
"Apa begini rasanya mengalami kegagalan. Ahh sial!, mengapa jadi seperti ini. Padahal aku tidak pernah mengalami kegagalan ini. Sebelum masuk pasien itu terlihat baik-baik saja. Apa ada diantara kami yang berkhianat." Alex dengan wajah marahnya memikirkan situasi yang sudah terjadi dengannya, ia juga sedikit curiga tentang hal yang masih janggal di ruangan operasi tadi.
--
Terlihat Alex sudah berada di parkiran mobil, ia memasuki mobil mewahnya yang berwarna hitam, ia berkeinginan untuk mendinginkan kepalanya di sebuah bar biasa yang ia kunjungi ketika menghadapi sebuah masalah. Sesampainya di bar ia langsung duduk di kursi depan meja pelayan yang biasa menyediakan minuman kesukaannya.
"Minuman yang standar saja."
"Baik tuan."
Beberapa menit kemudian..
"Ah!, suasana disini berisik sekali."
"Lebih baik aku pulang saja."
Ia langsung keluar bar untuk menuju tempat dimana mobilnya terparkir, dengan sedikit mabuk ia mencoba menyetir di malam hari.
"Rasanya mengantuk sekali."
"Aku tidak boleh terburu-buru."
Tiba-tiba..
Sebuah truk besar menuju mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi, mengarah tepat didepan mobilnya, namun sialnya Alex sulit untuk menghindarinya di karenakan efek minuman yang telah ia minum.
"Cahayanya terang sekali."
"Oh tidak!."
Terlihat wajah Alex kini di penuhi keringat dingin melihat truk yang terus melaju mengarah kepadanya. Ia juga sedikit memaksa matanya untuk melihat jalan di sampingnya agar tidak menabrak pohon-pohon yang ada di pinggir jalan.
"Wus."
"Apaan ini!."
"Sial!, menyingkirlah."
Alex berusaha memutar kemudinya kepinggir jalan, agar mobilnya dapat menghindari tabrakan itu. Truk itu juga berbelok ke pinggir jalan, ia juga berusaha memarahi supir truk itu untuk segera menyingkir, namun truk itu terus melaju kedepannya.
"Brukkk."
Terlihat senyuman seorang supir truk yang sengaja menabrakkan truknya ke depan mobil Alex. Cahaya mobilnya langsung mati dan mesin-mesin langsung berasap setelah tabrakan yang begitu keras.
"Ah!, Sial apa aku mati. Ya sudahlah! ini hari terakhir ku, aku juga tidak punya siapa-siapa lagi. Aku juga hidup tanpa seorang ayah dan ibu. Haha..andai aku juga dulu memiliki orang tua yang menyayangiku, tapi aku hanya anak dari panti asuhan. Haha..aku akan mati!!."
Ia masih bergumam tentang nyawanya yang kini sudah hampir habis, ia juga tidak menyesali apapun lagi di kehidupannya ini, ia hanya ingin memiliki sebuah keluarga yang menyayanginya, ia tidak pernah mengalami hal tersebut di karenakan Alex adalah anak yang besar dari panti asuhan. Setelah beberapa menit akhirnya ia memejamkan matanya dengan wajah yang terlihat di penuhi banyak darah.
*****
"Apa aku sudah mati?."
Dengan mata yang masih terpejam mengucapkan sedikit keraguannya setelah kecelakaan. Ia masih takut untuk membuka mata karena mungkin ia sudah berada di neraka. Ia mencoba membuka matanya perlahan-lahan untuk melihat keadaannya itu.
"Dimana aku?."
Alex sedikit terkejut setelah membuka matanya, ia juga merasa bahwa rasa sakit yang ia alami ketika kecelakaan tadi sudah mulai berkurang namun ada sedikit rasa nyeri di sekujur tubuhnya.
"Hah? Siapa ibu ini?."
Alex sedikit terkejut melihat seorang wanita paruh baya yang sedikit terlihat tidak begitu tua sedang tertidur dengan keadaan duduk di lantai berada di sampingnya, sambil bersandar di atas kasur. Alex segera bangun dan ia juga merasa bahwa wanita inilah yang menyelamatkannya dari kecelakaan malam itu.
Alex berusaha membangunkan wanita yang sedang duduk tertidur disampingnya dengan perlahan-lahan agar tidak membuat wanita itu terkejut.
"Bu..bangun..!."
"Alex!, anakku kamu sudah sadar."
Wanita itu langsung terlihat senang dan ia juga memeluk Alex dengan sangat erat, ia sedikit menetes air matanya karena ia sangat khawatir dengan keadaan Alex yang baru sadar setelah 3 hari terbaring di atas kasur.
"Chottomatte!! (Tunggu dulu!!)."
Alex dengan wajah terkejut berusaha melepaskan pelukan wanita yang tidak ia kenali, sedang berakting menjadi ibunya, ia juga sedikit bingung kenapa tubuhnya sedikit terasa mengecil.
"Ahhh.."
"Sakit sekali kepalaku!!."
Sebuah ingatan baru memasuki kepalanya, seorang bocah yang masih berumur 16 tahun yang baru lulus sekolah SMP, setelah acara perpisahan ia di bully oleh teman-teman nakalnya, ia meninggal dunia dan akhirnya Alex yang sudah berumur 54 tahun memasuki tubuhnya menggantikannya menjadi bocah yang begitu lemah ini.
"Alex apa kamu baik-baik saja?."
"Tolong panggilkan dokter."
karena terkejut, Alex berusaha meminta dipanggilkan dokter agar ia sadar dan tidak berhalusinasi lagi.
"Maafkan ibu Alex. Ibu sudah berusaha memanggil mereka, tapi tidak ada yang mau kesini. Mereka tidak mau datang, karena kita hanya keluarga miskin dan tidak mampu membayar semua biaya perawatan itu."
"Ah!, sial. Sejak kapan dokter disini seperti itu."
Dengan sedikit kesal Alex memikirkan dokter yang ada di sana begitu gila karena uang, namun ia juga tidak bisa apa-apa dan ia juga mencoba untuk memahami situasinya terlebih dulu. karena ia tahu sepertinya ini bukan mimpi atau halusinasinya.
"Sayang, minum obatnya dulu."
Terlihat ibunya yang begitu perhatian kepada anak satu-satunya yang kini sedang tidak berdaya, membuat ia sangat khawatir tentang keadaan anaknya, ia juga tidak bisa apa-apa karena tidak memiliki uang yang cukup untuk membawa anaknya pergi berobat.
"Bolehkah tinggalkan aku sendiri dulu, aku ingin istirahat."
Alex dengan rasa bersalahnya mengucapkan kata-kata yang begitu tidak sopan kepada ibu pemilik tubuh itu. Namun Alex ingin berpikir terlebih dulu bagaimana ia bisa berada di tubuh ini. Apa ia baru saja di reinkarnasi ke tubuh bocah yang lemah bahkan juga miskin.
"Aawww."
Sebuah ingatan pemilik tubuh ini juga masuk kembali, membuat Alex sedikit merasa sakit, ia juga sedikit heran bahwa nama mereka juga mirip. Apa itu yang membuat jiwa kami tertukar dan bocah itu yang mati dan Alex yang masih hidup. Alex masih belum bisa menerima ini dengan begitu saja.
"Aku harus ke rumahku dulu."
"Tapi sekarang aku berada di mana ini?."
Alex masih kebingungan dengan tempat di mana ia berada saat ini. Ia juga sudah mempersiapkan harta lamanya dulu untuk di sumbangkan, namun kini ia masih hidup jadi itu membuat ia sedikit senang karena hartanya itu akan kembali lagi ke tangannya sendiri.
"Ibu!, nama kota ini apa?."
Alex yang terlihat masih canggung di samping pintu kamarnya, memanggil wanita itu sebagai ibunya. Karena Alex tidak pernah sama sekali memiliki seorang ibu di kehidupannya dulu.
"Apa kamu hilang ingatan."
Ibunya yang khawatir mencoba mendekati anaknya yang kini melupakan tempat dimana ia dilahirkan. Namun karena ia adalah seorang ibu yang penyayang ia tidak mau membuat anaknya sakit lagi, ia dengan lembut menjelaskan tempat dimana mereka berada.
"Ini adalah sebuah desa terpencil jauh dari kota, mungkin dari sini kita harus menempuh beberapa jam untuk sampai ke kota. Dengan sebuah mobil taksi kita bisa sampai sekitar 10 jam, dan desa kita juga memiliki beberapa mobil taksi disini jadi mudah kita untuk berangkat atau pergi ke kota."
"Bagaimana dengan ayah."
Alex sedikit penasaran dengan keluarganya, apakah ia juga memiliki ayah atau tidak. Mungkin ini adalah keinginan Alex sebelum meninggal. Ia ingin memiliki keluarga yang lengkap kini sudah terwujud.
"Ayah bekerja jadi kuli bangunan di desa sebelah. Ayah kamu biasa pulangnya malam."
"Hah!, mengapa lama sekali baru pulang."
"Sudah pekerjaannya seperti itu Alex."
"Apa ada yang kalian rahasiakan dari Alex?."
Ibunya sedikit khawatir karena ia takut kalau Alex marah seperti biasanya, ia juga sudah bersyukur dan merasa sedikit senang bahwa anaknya kini mau berbicara dengannya. Dulu Alex anaknya tidak pernah bicara sedikitpun kecuali ia mau meminta uang, itu saja kebiasaan Alex anaknya dulu.
"Jangan berbohong kepada Alex."
Alex sedikit khawatir melihat ibunya yang tampak sedikit merasa takut dengannya, ia juga bingung apa yang sudah terjadi dengan ibunya ini. Namun ia tidak mengingat apapun tentang keluarganya ini, itulah mengapa Alex sedikit kesal.
"Iya...iya ayah dan ibu memiliki hutang pada juragan desa sebelah, untuk membiayai kamu sekolah. Ayah dan ibu ingin kamu mengwujudkan cita-cita kamu yang ingin menjadi seorang dokter."
Ibunya sambil gemetaran dan ketakutan dengan Alex yang masih memandanginya, ia juga terus menundukkan kepalanya karena tidak berani memandangi Alex sebagai anaknya itu.
Alex sedikit kesal karena sudah mengetahui bahwa pemilik tubuh ini adalah anak durhaka yang menindas orang tuanya sendiri demi kesenangannya. Alex yang tidak pernah memiliki orang tua, ia tampak terlihat marah atas perilaku pemilik tubuh ini, ia juga bersyukur pemilik tubuh ini sudah meninggal.
"Ibu, Alex ingin pergi kota beberapa hari ini?."
Dengan wajah serius Alex bertekad untuk menjalani kehidupan keduanya ini sebaik mungkin, ia akan membuat keluarganya kali ini akan bahagia selamanya tanpa ada kekurangan sama sekali atas pemberian tubuhnya ini ia ingin membalas semuanya.
"Apa kamu ingin meninggalkan kami?."
Ibunya sedikit terkejut setelah mendengar perkataan Alex yang ingin pergi ke kota, ia juga memohon agar Alex tidak meninggalkan mereka berdua di kampung. Karena hanya Alex yang mereka punya dan harta paling berharga mereka miliki saat ini.
"Maafkan Alex bu, Alex tahu bahwa banyak salah kepada kalian. Alex hanya pergi beberapa hari saja, ada sesuatu yang harus ku urus di sana?."
"Baiklah, kalau itu mau kamu, tapi ingat jangan lupa pulang. Kami selalu menunggumu, dan ini bawa untuk kamu hidup di kota."
Ibunya tidak bisa memaksa kemauan anaknya yang begitu serius terlihat sorotan dimatanya, ia juga sedikit memberikan uang tabungan mereka untuk Alex pergi ke kota. Dengan senyuman yang menahan tetesan air matanya ia mencoba kuat melihat anaknya sudah berjalan menjauh dari halaman rumah.
Terlihat Alex yang hanya melambaikan tangan dari kejauhan dengan senyumannya. Ibunya tampak senang melihat anaknya kini sudah sedikit mulai berubah, ia langsung menangis melambaikan tangannya melihat Alex yang sudah pergi jauh.
Bersambung...
...Jangan Lupa Di Like, Subscribe, dan Share. Agar Thor Semakin Semangat Updatenya....
Dalam beberapa jam akhirnya Alex sampai di kediaman rumah besarnya, rumah ini hanya ia yang tahu. Ia tidak pernah mempublikasikan rumah besarnya ini kepada siapapun, ia hanya ingin merahasiakannya namun setelah ia meninggal nanti hartanya ini ia akan serahkan ke panti asuhan yang pernah merawatnya waktu kecil. Namun takdir berkata lain ia kembali hidup di tubuh seorang bocah yang masih berumur sekitar 16 tahun, semua aset-aset pentingnya ada di sebuah berangkas di dalam rumahnya ini.
Alex sangat merasa senang karena ia masih bisa memiliki hartanya ini sekali lagi, dan ia juga senang sekarang kehidupan keduanya juga mempunyai seorang ayah dan ibu yang sepertinya menyayanginya tidak seperti orang tuanya dulu yang membuangnya ke panti asuhan ketika ia baru dilahirkan.
Alex langsung membuka pintu rumahnya dengan kode pin yang sudah ia siapkan. Mungkin ini sudah takdirnya ia hanya mengunci rumahnya ini dengan kode pin saja agar orang lain yang menemukannya lebih mudah membukanya. Tapi tidak pernah Alex pikirkan bahwa seseorang itu adalah ia sendiri.
Di dalam rumah. Alex sangat senang bahwa ia akan sekali lagi menikmati hartanya yang sangat berlimpah ini, bahkan Alex juga memiliki perusahaan sendiri di berbagai kota bahkan ada perusahan yang baru ia mulai diluar negeri. Ia juga berniat untuk membawa ayah dan ibunya untuk tinggal disini, merubah kehidupan keluarganya menjadi orang kaya raya.
Alex segera memasuki kamar rahasia dimana ia menyimpan semua aset dan barang-barang berharganya. Ia juga langsung membuka dan mengumpulkan semua surat hak waris yang sudah ia tinggalkan di kehidupannya dulu. Semuanya ia tanda tangani dengan tubuh barunya ini.
Hari semakin sore. Sepertinya Alex tidak bisa pulang terlebih dulu banyak hal yang harus ia lakukan di rumahnya tantang perubahan hak waris ini dengan pengacaranya agar ia memiliki hartanya 100% resmi. Ia harus mencari alasan agar pengacaranya percaya bahwa bocah yang masih berumur 16 tahun ini adalah hak waris yang sudah di siapkan Alex.
Keesokan paginya...
Ia langsung bersiap-siap untuk pergi kesebuah tempat rahasia di mana mereka biasanya bertemu untuk membahas tentang macam-macam perusahaan yang akan di jalankan. Ia tahu bahwa pengacaranya ini sedikit gila uang, namun ia adalah pengacara yang selalu setia kepadanya, ia juga sudah memberikan kabar kepada asisten yang sebagai tangan kanannya yang selalu menjadi presiden di seluruh perusahaan yang ia miliki.
Kali ini Alex akan membuat kehidupan keduanya ini menjadi seseorang yang bahkan tidak bisa di sentuh oleh siapapun lagi di dunia ini, ia juga ingin menyelidiki hal yang membuatnya masih curiga tentang kejadian yang sudah ia alami.
Ia juga sangat senang karena di beri kehidupan kedua untuk merasakan kebahagiaan bersama keluarga. Tapi ia juga ada niat untuk mencari tahu tentang kecelakaannya waktu itu agar bisa membuatnya lebih tenang, siapa yang sudah merencanakan semuanya untuk membuat ia gagal saat operasi.
*****
Keesokan harinya.
Sesampainya Alex di sebuah toko cafe kecil yang bahkan tidak ada pengunjungnya sama sekali, ia sedikit gugup melihat bawahannya yang selalu memandanginya dengan tatapan sedikit mengancam. Ia tahu bahwa dengan tubuh ini bawahannya itu tidak mengenalinya sama sekali. Namun Alex tetap berusaha tenang agar tidak memancing keributan sebelum ia menjadi bos lagi.
--
"Maaf anda mau pesan apa?."
Wanita yang sedikit terlihat tomboi menanyakan menu apa yang akan di pesan oleh Alex. Ia adalah salah satu bawahan yang begitu ahli dalam mencari sebuah informasi seseorang. Ia bernama Via mungkin umurnya sekitar 30-an. Ia juga sedikit bingung siapa yang datang kali ini, karena tempat ini hanya Alex dan semua bawahan yang tahu. intinya tempat ini sangat rahasia.
"Aku pesan minum coklat saja dengan sedikit kue coklat juga sebagai cemilan."
Dengan santainya Alex memesan menu yang biasa di pesan oleh bos besar yaitu ia sendiri. Tanpa di duga semua bawahan yang berada di sana langsung melihat Alex yang sudah duduk itu dengan tatapan yang penuh kecurigaan terhadapnya.
"(Astaga, bahaya sekali disini?)."
Alex terlihat sedikit gugup memikirkan tentang situasinya karena asisten dan pengacaranya belum juga datang. Ia tahu bahwa mereka juga sudah mengetahui bos besar mereka sudah mati. Sebab itulah mereka tidak begitu peduli dengan kedatangannya kali ini.
"Ting..!!"
Bunyi lonceng di depan pintu cafe. Asisten dan pengacara akhirnya datang. Alex langsung mengambil nafas lega karena ingin buru-buru keluar dari tempat yang menyeramkan itu. Ia tahu bahwa bisa mengalahkan mereka namun tidak dengan tubuh yang lemah ini, ia harus menjadi kuat terlebih dulu agar bisa menjadi bos besar kembali.
"Apa kamu yang telah di kirim bos besar?"
Asisten itu langsung duduk dengan sedikit mengeluarkan hawa mengancam. Namun Alex sudah biasa menghadapi mereka, ia tidak takut dengan ancaman, ia langsung mengeluarkan surat-surat sah yang langsung di keluarkan oleh bos besar bahwa warisannya akan di berikan kepada Alex seluruhnya tanpa terkecuali.
"Hah? Sebentar aku harus membacanya?."
Dengan wajah sedikit gugup mereka langsung membaca-baca semua surat yang telah Alex berikan itu. Sambil melihat-lihat wajah Alex mereka juga sedikit gugup dengan surat tersebut kenapa bos mereka langsung memberikan semua hartanya kepada bocah ingusan seperti itu. Asisten dengan temperamen yang sedikit sulit di atur ia menantang Alex untuk mengkonfirmasi bahwa hak ini tidak main-main.
Alex sudah tahu akan terjadi seperti ini. Ia pasti akan mencoba yang terbaik meskipun dengan tubuh lemahnya. Tapi dengan pengetahuan dan pengalaman yang begitu banyak ia tidak akan pernah takut untuk mencobanya terlebih dulu.
Asistennya ingin beradu kekuatan untuk memastikan bahwa Alex benar-benar ahli waris yang benar-benar di pilih sendiri oleh bos besar mereka.
"Baiklah, apa kalian siap?."
Di sebuah tempat rahasia mereka sudah saling berhadapan untuk mengetes Alex yang akan menjadi bos baru mereka. Dengan pelayan wanita tadi sebagai wasit dari pertarungan mereka. Alex sudah menyiapkan kuda-kuda yang ia miliki selama ini, membuat semua bawahan yang melihatnya sedikit tersenyum karena kuda-kuda itu adalah milik bos besar yaitu Alex sendiri.
"Wusssh."
Asisten itu langsung mencoba menyerang Alex dengan kekuatan penuh dengan keinginannya untuk membunuh. Alex yang mengetahuinya sedikit marah baru saja dia hidup sudah ada yang ingin membunuhnya lagi, dengan cepat Alex menghindari serangannya dan langsung membalikkan serangannya itu dengan satu pukulan di ujung hati asistennya.
"Argh..!!"
Semuanya langsung terdiam melihat kekuatan yang begitu besar bahkan asisten yang di latih bos besar secara pribadi pingsan di pukul oleh bocah 16 tahun tanpa pengalaman apapun. Mereka langsung memberikan hormat menyambut kedatangan bos baru mereka. Alex langsung tersenyum sambil menyembunyikan tangan kanannya yang sedikit sakit akibat memaksakan untuk memukul asistennya itu.
--
"Apakah aku boleh tahu, apa anda adalah anaknya beliau?."
Pengacara itu sedikit penasaran dengan nama yang di miliki mereka. Alex hanya memberi tahu bahwa nama ini adalah pemberian dari bos mereka. Ia langsung diam dan menerima semua yang telah dikatakan Alex.
"Jika ada yang perlu anda perlukan bisa hubungi saya, dengan cepat saya akan datang menemui anda."
Dia langsung pamit karena ada sesuatu yang perlu harus ia urus di perusahaan, asisten itu langsung pergi meninggalkan Alex yang masih duduk di kursi, melanjutkan meminum minumannya yang sudah tertunda.
*****
"Akhirnya aku bisa pulang, tanganku sepertinya mati rasa. Aku harus segera memeriksanya terlebih dulu?."
Di dalam mobil mewahnya Alex menuju rumah sakit untuk memeriksa tangannya yang mungkin saja terkilir, akibat ia memaksa untuk memukul asistennya. Meskipun Alex belum mempunyai SIM ia tetap berani mengendarai mobilnya untuk menuju rumah sakit terdekat.
--
"Tangan kamu baik-baik saja! Lain kali kamu harus berhati-hati lagi?."
Seorang dokter wanita terlihat memperban pergelangan tangan Alex yang hanya mengalami nyeri. Tidak ada hal serius mungkin beberapa hari akan sembuh. Mendengar hal itu membuat Alex sedikit tenang, ia langsung berterima kasih dan pergi.
"Aku harus pulang, sudah 2 hari aku berada disini (kota), ibu dan ayah pasti khawatir denganku. Aku tidak mau mereka menungguku terlalu lama lagi. Aku juga harus membawa mereka ke rumah baruku agar kita bisa tinggal bersama."
Alex sedikit tersenyum memikirkan keadaan orang tuanya, setelah ia keluar dari rumah sakit, ia langsung pergi ke kampung untuk segera membawa kedua orang tuanya pindah rumah ke kota. Mungkin ini akan merubah kehidupan Alex yang dulunya hidup sendiri dan sekarang ia memiliki orang tua yang selalu menyayanginya, ia berjanji akan menjaga keluarganya selama hidupnya.
Bersambung...
...Jangan Lupa Di Like, Subscribe, dan Share. Agar Thor Semakin Semangat Updatenya....
"Kapan Alex pulang ya?."
Di depan rumah ibunya selalu mondar mandir menghawatirkan anaknya yang belum pulang setelah 2 hari pergi. Ia juga sangat takut karena Alex belum pernah sama sekali pergi ke kota sendirian.
"Yah, anak kita belum juga pulang bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan dirinya dikota?."
Ibunya juga bertanya kepada suaminya yang juga menunggu kedatangan anak satu-satunya itu. Ia tampak menyembunyikan rasa khawatirnya di depan istrinya.
"Kita berdoa saja semoga dia tidak apa-apa, kamu itu harus percaya kepada Alex jangan berpikir yang tidak-tidak seperti itu lagi."
"Aku khawatir, anak kitakan cuma Alex saja, kemarin itu dia pingsan 3 hari, apa kamu tidak khawatir dengannya, bagaimana sih kamu itu jadi orang tua?."
"Lah kok aku yang salah! Bagaimana ceritanya ini, yang mau pergikan Alex sendiri! Kenapa aku yang kamu salahkan sih?."
"Nanti kalau dia belum pulang, aku susul dia ke kota."
Sedikit perdebatan kecil antara ayah dan ibu yang sangat sayang kepada anaknya yang belum pulang dari kota. Ayahnya Alex juga berusaha membuat istrinya itu agar lebih tenang lagi dan memberi waktu sedikit lagi untuk anaknya. Jika Alex belum pulang juga besok ayahnya akan mencari ke kota. Mendengar semua perkataan itu istrinya sedikit lebih tenang.
"Yah kemari, mobil siapa yang berhenti di depan rumah kita ini?."
Tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di depan rumah mereka. Ibu yang sedikit takut memanggil suaminya yang masih di dalam rumah untuk memeriksa siapa yang sudah datang itu. Suami yang terlihat ingin minum segelas air langsung di tarik paksa oleh istrinya secara terburu-buru.
"Eh..eh aku masih haus ini??."
Suaminya tampak kesal karena belum sempat meneguk setetespun dari gelas airnya. Ia juga tampak kebingungan melihat istrinya yang bertingkah tidak seperti biasanya.
"Ada apa sih, aku ini mau minum saja susah!!."
"Nanti saja kamu minumnya, lihat itu di depan siapa yang datang?."
"Bukannya di periksa sendiri malah aku di tarik-tarik seperti ini?."
"Aduh!!. Kenapa ini ribut-ribut sekali?."
Alex tiba-tiba masuk ke rumah dengan pakaian yang terlihat mahal. Ia juga sedikit kaget melihat ayah dan ibunya sedang ribut-ribut di depan pintu.
"Ini nih dari tadi tarik terus?."
"Hah? Alex!. kapan kamu datangnya?."
Mereka langsung kaget melihat anaknya yang sudah datang, tanpa sepatah katapun ibunya langsung memeluk anaknya itu dengan sangat erat. Alex juga bingung kenapa ibunya terlalu khawatir dengannya padahal hanya 2 hari ia pergi dari rumah.
"Tuh lihatkan dia pasti datang, orang rumahnya disini, kamu saja terlalu khawatir gitu."
Ayahnya sedikit mencoba mengejek istrinya yang masih terlihat memeluk Alex. Ia juga langsung melihat suaminya dengan tatapan penuh emosi. Suaminya langsung merasa takut karena sudah berani mengejeknya.
"Hehe, Alex ayah mau ke dapur dulu ya mau minum soalnya hari ini panas sekali?."
Ayahnya langsung merasa ketakutan dan mencoba mencari alasan untuk pergi dari sana secepatnya, kalau tidak istrinya itu pasti akan memukul dirinya kalau sudah emosi seperti itu.
"Eh sebentar, sekalian Alex mau mengajak kalian pindah rumah?."
"Hah? Pindah?."
Ibu dan ayahnya langsung kaget setelah mendengar ucapannya. Mereka juga bingung kenapa Alex tiba-tiba mengajak mereka untuk pindah dari sini, padahal ini adalah rumah satu-satunya mereka, tidak ada lagi tanah ataupun rumah di tempat lain.
"Kenapa kita pindah, bukankah kita hanya punya rumah disini saja?."
Ibunya sedikit penasaran kenapa anaknya mengajak mereka untuk pindah, ia juga sedikit bingung kemana mereka pergi, sepeserpun uang tidak mereka punya. Bagaimana caranya mereka nanti untuk bayar kontrakannya.
"Kalian siap-siap saja, Alex punya kejutan untuk kalian nanti di kota?."
Alex dengan penuh semangat mengajak kedua orangtuanya pergi untuk pindah rumah, dengan senyuman yang penuh percaya diri membuat kedua orangtuanya tidak bisa berkata apa-apa lagi dan hanya bisa pasrah mengikuti apa yang di katakan anaknya.
Beberapa jam kemudian...
"Apa barangnya sudah semua kalian masukkan?."
"Alex ini mobil siapa? Kenapa supirnya tidak ada??."
Ibu dan ayahnya dari tadi sedikit penasaran kenapa mereka harus memasukkan barang-barang mereka kedalam mobil yang tidak tahu siapa pemiliknya. Mereka takut pemilik mobil ini nantinya bisa marah.
"Oh, ini punya kita. Jadi kalian tidak perlu khawatir lagi."
"Hah? Punya kita! sejak kapan kita beli mobil semewah ini? Makan saja kita susah bagaimana bisa beli mobil?."
Ayah dan ibunya masih tidak percaya dengan perkataan Alex. Mereka masih terlihat takut karena candaan Alex yang tidak lucu sama sekali. Alex dengan terpaksa mengeluarkan semua surat-surat mobilnya agar mereka percaya dengannya. Dengan tanggal pembelian dan bahkan nama Alex itu sendiri di beli 2 hari yang lalu dengan cash (tunai).
"Apa ini mimpi? Dimana kamu punya uang sebanyak ini? Mending uangnya buat kamu sekolah dan kuliah kedokteran nanti."
Setelah melihat surat itu, mereka sedikit percaya, namun mereka juga bingung dimana Alex mendapatkan uang sebanyak itu untuk bisa membeli sebuah mobil. Mereka juga takut kalau anaknya berhutang sama seseorang dikota.
"Lebih baik kita berangkat sekarang, jika tidak hari akan semakin gelap. Nanti saja Alex akan menjelaskan semuanya ketika kita sudah sampai dirumah baru kita."
*****
Tepat pukul 04.30 pagi. Mereka akhirnya sampai ke rumah baru yang ada di kota. Ibu dan ayahnya tertidur di dalam mobil. Alex berusaha membangunkan mereka secara perlahan-lahan agar tidak membuat mereka terkejut. Mata yang masih sedikit tertutup mencoba keluar mobil, mereka juga belum sadar dan menggerutu ingin tidur kembali. Alex yang melihatnya sedikit senang melihat orang tuanya yang masih terlihat seperti anak-anak.
"Ibu ayah, kita sudah sampai! Kapan kalian bangunnya?."
"Iya..iya ini ibu bangun! Apa kamu tidak melihatnya?."
"Iya nih, ayah saja sudah bangun kenapa kamu bawel banget sih?."
Dengan terlihat masih lemas, mereka mencoba berjalan masuk kedalam rumah, mereka juga belum menyadari tempat yang mereka masuki itu di karenakan kepala mereka yang masih sedikit pusing, ibu dan ayahnya juga belum pernah naik mobil selama itu. Alex yang melihat orang tuanya yang masih kelelahan mencoba membawa mereka kesebuah kamar untuk segera beristirahat.
Dengan cepat mereka langsung berbaring ke atas kasur tanpa sepatah katapun. Alex menutupi mereka dengan selimut dan juga mematikan lampu kamarnya. Ia juga tersenyum, sekarang ia memiliki orang tua yang baik dengannya.
Keesokan paginya...
"Alex.....!!!!"
"Dimana kita? Alex dimana kamu?."
Teriakan keras dari dalam kamar terdengar sangat jelas di ruangan makan. Mereka juga langsung keluar kamar dengan wajah yang begitu panik mengetahui bahwa mereka berada di sebuah tempat yang mereka tidak kenali.
"Alex...!! Kamu dimana tolong ayah dan ibu?."
Alex hanya tersenyum sambil menyiapkan makan pagi. Ia juga terlihat tidak bisa menahan tawanya karena orang tuanya begitu panik ketika mereka bangun tidur. Suara ayah dan ibunya terus terdengar beberapa kali memanggil namanya.
"Alex kamu disini? Cepat kita pergi dari sini?."
Nafas yang terengah-engah mencoba memaksa Alex untuk segera pergi. Dengan wajah panik mereka ingin melarikan diri dari tempat yang mereka tidak kenal. Alex dengan santainya mencoba membuat ibu dan ayah agar tenang terlebih dulu.
"Ayo sarapan dulu, kalian sudah laparkan?."
"Iya juga ya."
"Wah, enak sekali!."
Dengan polosnya mereka langsung duduk di kursi dan memakan makanan yang sudah disiapkan Alex, tanpa sadar dengan apa yang sudah terjadi kepada mereka.
"[Alex!!!]."
Mereka langsung tiba-tiba berteriak karena sudah menjahili mereka dengan menyogok dengan sebuah makanan. Alex hanya tersenyum melihat orang tuanya yang sangat polos itu.
"Tenangkan dulu pikiran kalian, nikmati dulu makanannya nanti dingin tidak enak lagi loh?."
"Ah benar juga kapan lagi bisa sarapan enak ini iya kan!!."
Sekali lagi Alex menjahili mereka agar melupakan hal yang baru saja terjadi. Mereka langsung terdiam ketika memakan beberapa suapan. Alex merasa bahwa orang tuanya sudah mulai sadar, ia langsung menceritakan semuanya.
"Ini rumah kita, jadi kalian tidak perlu panik lagi seperti itu!."
Namun harapan Alex tidak sesuai dengan apa yang ia pikirkan. Ayah dan ibunya langsung pingsan setelah mendengar ucapan Alex, ia juga panik karena baru pertama kali melihat orang tuanya tiba-tiba tidak sadarkan diri, ia langsung mengangkat mereka kedalam kamar secara bergantian agar orang tuanya dapat beristirahat terlebih dulu.
Beberapa jam kemudian...
Ayah dan ibunya langsung terbangun dengan wajah yang masih terlihat panik. Mereka juga mencoba mencubit dan memukul satu sama lain untuk menyadarkan mereka dari mimpi. Namun semuanya adalah kenyataan yang tidak dapat mereka percaya bahwa tempat baru yang di sebut anaknya itu adalah sebuah istana besar menurut mereka. Kamarnya saja sudah seluas rumah mereka dikampung.
"Ibu ayah apa kalian sudah baikkan?."
Dengan santainya Alex memasuki kamar mereka, ia juga masih terkejut melihat wajah kedua orang tuanya masih termenung memandangi langit-langit kamar. Dengan sedikit bingung Alex menutup kembali pintu kamarnya karena tidak mau mengganggu orang tuanya yang sedang melayang-layang atau sedang menikmati suasana di kamar.
"[Alex!!! Cepat kesini!!]."
Satu teriakan dari mereka memanggil Alex yang sudah menutup pintu kamar saat itu. Mereka juga sedikit penasaran apa yang sudah terjadi pada mereka, kenapa mereka di bawa ke rumah yang sangat besar.
Alex dengan sedikit takut memberikan surat rumah besar itu untuk membuat orang tuanya percaya. Namun harapan Alex tidak sesuai lagi, mereka langsung pingsan setelah melihat hal yang tidak pernah mereka alami selama hidup mereka. Alex segera menutupi mereka lagi dengan selimut agar orang tuanya bisa beristirahat terlebih dulu agar bisa menerima kenyataan.
"Aduh, bagaimana caranya menjelaskannya ya? Aku jadi bingung. Apa aku suruh asistenku saja nanti menjelaskan kepada mereka??."
Alex langsung meninggalkan kedua orang tuanya yang dari tadi terus pingsan di buatnya. Ia juga ingin mencari seorang pembantu yang bisa meringankan urusannya merawat keduanya orang tuanya ketika ia sedang sibuk. Ia juga bersiap-siap untuk olahraga pagi agar bisa membuat tubuh lemahnya ini menjadi kuat kembali.
Bersambung...
...Jangan Lupa Di Like, Subscribe, dan Share. Agar Thor Semakin Semangat Updatenya....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!