NovelToon NovelToon

Istana Pasir II

Hujan

Pada Tahun 1970 (Bilqis di masa muda yang luntang-lantung mencari kata sekolah).

Agar mencapai derajat kesehatan secara optimal tersebut dibutuhkan tenaga-tenaga kesehatan yang bisa bekerja secara professional sesuai dengan keahliannya masing-masing. Bilqis membaca garis besar spanduk arah gerbang besar masuk bagian depan.

Dunia fana tempat persinggahan sementara. Pada hari sulit terlalu lama di lewati pergantian musim sendu. Perjuangan hidup mencari selembar kertas pengetahuan di gambarkan sebagai tontonan hidup sebagai ingatan hari lalu dan esok. Kalu hari ini dia masih mengatakan hal keinginan pulang kampung, berari di dalam hati Bilqis timbul penyesalan terdalam. Kesedihan, beban antara belum sepenuhnya melepaskan niat berpisah dari keluarga.

Hari kelabu di kota metropolitan, Bilqis membuka surat dari kepala sekolah. Dia di pindahkan ke sekolah kesehatan. Semua peran yang andil di dalamnya tidak lain adalah kakak sepupunya Rita. Padahal satu tahun lagi dia akan naik kelas tiga. Dia juga mendengar, syarat masuk sebagai calon siswi perawat memiliki ijazah SMA.

Menunggu kepulangan Rita, detik jarum jam menunjukkkan waktu petang. Dia sungkan bertanya pada nek Rina, mengenai perpindahan sekolahnya. Suara batuk berat nek Rina terdengar kuat. Bilqis memperhatikan dia menekan dadanya sulit menarik nafas. Mengambilkan obat lalu membantu membuka setiap pil di dalam bungkusan. Tangan Rina bergetar menerima gelas yang berpindah ke tangannya.

“Terimakasih ya nduk.”

“Ya nek. Nenek istirahat yuk, Bilqis bantu jalan ke kamar ya nek..”

Selesai mengurus nek Rina, dia berjalan ke kamar Riky. Bilqis menciup aroma asap, di dalam kamar Riky yang berantakan terlihat kain gorden terbakar sampai setengah jendela.

“Bi Sumi! Panggil yang lain bi! Kamar Riky kebakaran!” teriak Bilqis dari atas tangga.

Para pekerja bergotong royong memadamkan api. Nek Rina terhentak melihat kamar cucunya terbakar. Melihat Riky tidak terkena bakaran api, dia memeluk erat sambil menangis. Bagi Rini, uang dan harta benda bisa di ganti tapi tidak dengan nyawa. Rini mengikhlaskan semuanya dan berdoa cucunya selau selamat dari musibah apapun.

“Kenapa bisa kebakaran? Kamu main api ya di kamar?” tanya Bilqis menggunakan bahasa isyarat.

Riky menggeleng kepala, tapi melihat mata Bilqis dengan tatapannya yang menyilidik. Dia mengangguk mengakui, menunduk menghadap ke bawah. Takut Bilqis marah padanya, dia menggunakan bahasa isyarat meminta maaf di samping gerakan menyatukan kedua tangan. Bilqis menawarkan jari kelingking, dia meminta Riky berjanji agar tidak mengulanginya lagi.

Dengan berpisahnya waktu bersama mu.

Bukan berarti aku tidak akan mengutarakan perasaan ku ini. “Arghh!” Bara mencoret-coret kertas yang tidak jadi dia berikan pada Bilqis.

Perempuan yang sangat lama dia tunggu agar pintu hatinya terbuka untuk dirinya. Memahami saingan terberat adalah kakak kandung sendiri. Bara mengingat perkataan Bilqis yang tidak mau persahabatan mereka di bumbui cinta sehingga bisa menjadi di kehidupan mereka.

“Aku mendengarnya, dia akan pindah! Apa aku akan melepaskannya? Kami pasti akan berjauhan” gumam Bara merobek selembar kertas berwarna merah muda.

Benar adanya, Bilqis tidak berhak menentukan sekolahnya. Dia harus menerima dimana kakinya berpijak untuk menyandang nama sebagai pelajar. Pagi-pagi sekali bi Sumi mengetuk pintu,dia memberikan seragam baju perawat dan dua koper kosong berukuran besar. Hari ini dia akan berangkat ke asrama, jalur pendidikan kesehatan jenjang SMA yang baru di buka itu masih membuat tanda tanya besar di hatinya.

“Aku belum berpamitan pada bapak , ibu guru dan teman-teman.”

Sehat dalam arti kata majemuk meluas dalam pribadi masing-masing yaitu keadaan yang seimbang baik biopsiko-sosio-spiritual secara dinamis yang nantinya memungkinkan individu dapat berkembang dan menyesuaikan diri untuk menjaga metabolism maupun stimuno tubuh.

Di depan sana para siswa-siswi berpakaian putih lengkap dengan artibutnya. Bilqis bergegas keluar mobil, dia berlari memasuki barisan. Hari pertama menyandang kata terlambat. Pak Yosep membantu membantu mengangkat koper dan tasnya.

“Maaf sampai disini saja pak. Biar saya yang mengantarnya ke dalam."

“Baik, saya titip non Bilqis ya pak__”

Tidak boleh menggunakan handphone, jam istirahat terbatas dan panggilan alarm pada benda kecil yang di miliki setiap masing-masing murid. Di setiap barisan, murid harus benar-benar terjaga kebersihan dan kerapiannya. Topi perawat belum terpasang sempurna, Bilqis di panggil ke depan mengikuti barisan murid lain yang penampilannya lebih berantakan.

“Bagaimana kalian bisa menjadi seorang perawat professional, dari segi kebersihan saja yang terpenting tidak di jaga. Ini lagi kukunya mirip kuku setan!” bentak salah wanita yang membawa kayu panjang kecil di tangannya.

Ada seorang wanita bergetar sampai jatuh pingsan. Bilqis membantu mengangkat wanita berambut pirang yang topinya terlepas itu. Di sebuah ruangan bernuansa putih, udara segar berasal dari ventilas yang jendelanya terbuka lebar. Bilqis mengeluarkan kepala, dia berpikir mengapa tidak ada pembatas atau jaring tipis yang membatasinya.

“Bagaimana kalau ada orang yang tanpa sengaja terjatuh?”gumamnya menarik jendela agar tidak terlalu lebar.

“Duh! Sakit banget! Huhh nyesal banget aku mau mendengar kata mami. Guru pembimbingnya kejam banget!” umpat wanita yang baru siuman.

Bilqis mendengar lebih lanjut ucapannya yang banyak meracau. Celoteh hingga ejekan yang terlontar membuat dia sedikit jengah.

“Kamu udah sarapan belum? Kalau sudah, ini minum obat pil demam biar cepat sembuh” Bilqis menyodorkan segelas air bening dan satu tablet obat.

Wanita itu mendorong menolaknya, dia sangat anti minum obat atau mencium aromanya. Hidungnya di tutup rapat, wanita itu pergi begitu saja keluar dari ruangan. Bilqis yang semula simpati berubah menjadi kesal. Dia mengikuti kemana wanita itu pergi. Di salah satu kamar asrama, dia mengemasi barang-barangnya. Tanpa memperdulikan Bilqis, dia mengganti pakaian meraih koper dan tasnya keluar.

“kamu mau kemana? Atau jangan-jangan kamu pura-pura pingsan?” selidik Bilqis melirik tajam.

Dia menepis rambut, membanting tas selempangnya yang berwarna merah mengkilat. Gerakan melipat kedua tangan sambil menunjuk ke depan pintu.

“Ya benar sekali! Gue emang sengaja pura-pura pingsan biar cari alasan angkat kaki dari tempat neraka ini! apa urusannya sama lu?” bentaknya bernada tinggi.

Melihat sikapnya yang kasar, Bilqis menarik rambutnya. Dia tidak perduli ada salah seorang perawat memperhatikannya. Wanita itu kesakitan, dia meringis saat Bilqis melepaskannya. Bilqis berpikir telah sia-sia telah membantu hingga mengabaikan hari pertamanya di barisan. Dia meninggalkan wanita itu begitu saja. Melewatkan jam belajar selanjutnya, para siswa-siswi di gedung yang terpisah akan di kumpulkan kembali di lapangan tepat dalam jeda waktu lima belas menit.

Kantin berdesakan, para penjual menarik setiap kartu tanda pelajar agar memberikan potongan setiap menu makanan. Bilqis memilih satu piring mie dan segelas teh manis dingin. Dia mengambil posisi bagian depan dekat pintu keluar sambil memperhatikan siswa-siwi lainnya.

Ironis

“Bi Sumi cepetan!” teriak Rita memukul kuat pintu.

Seperti biasa wanita yang kakinya bagai setriakaan itu sehari saja tidak terlewatkan dengan kata belanja. Tidak perduli pagi, siang atau malam. Dia berbelanjadan berpergian sesuai dengan suasana hatinya. Wanita itu adalah tipe ibu yang tidak memperdulikan anak, mengurusnya saja seperti suatu beban yang sangat berat.

“Baik nyonya, semuanya sudah siap bibi. Semua tas sudah bibi masukkan ke dalam bagasi” jawabnya gelagapan.

“Jangan lupa kasih obat si Riky. Bilangin ke nek Rina kalau sudah bangun, uang belanja saya letakkan di atas meja.”

“Ya non..”

Pergi mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, musik full kuat hingga tanpa sadar dia mau menabrak seorang pengemudi sepeda motor. Rita mengambil sisi belok kiri, arah potongan jalan agar segera sampai di pusat karaokean terbesar di kota itu. Semua teman-temannya telah berkumpul menantikannya. Terutama Deni, para ajudan menyambutnya di depan pintu masuk. Satu meja khusu untuk Rita dan Deni, di sisi lainnya satu meja khusus teman-temannya.

Deni menyewa sebuah ruangan karokean terluas kelas VIP. Pada hari itu Bilqis bagai ratu yang di istimewakan. Suara Deni menyanyikan lagu untuknya, meski di dalam ruangan itu ada banyak wanita cantik menggoda. Deni tetap memuja kecantikan Rita dan selalu menatapnya penuh rasa sayang dan cinta.

Oh dunia, hubungan yang bersifat haram tanpa di halalkan kebanyak semanis madu. Setiap kekurangan masing-masing tetap terlihat sempurna di tutupi pandangan mata setan yang menyesatkan dalam lubang perselingkuhan. Kata mesra, perlakukan hangat dan rasa ingin bertemu keduanya setiap hari, Pada hari ini salah satu teman Rita ada yang risih melihat keromantisan keduanya.

“Aku juga mau punya selingkuhan tajir melintir! Lihat aja lu Ta! Gua bakal kasih perhitungan sama lu!”

Susi membayar seorang pelayan untuk mencampurkan minuman beracun. Agar menghilangkan jejak, dia memberikan sarung tangan sebagai pelapis saat menuang atau mengantarkan gelas. Susi meminta ijin pada yang lain beralasan ada panggilan mendesak mengenai keluarganya.

Sebelum pergi dia memastikan apakah Rita sudah meneguk air beracun itu. Alangkah bahagianya raut wajahnya melihat Rita meneguk habis meinuman yang di sulangkan Deni.

“Rasain lu! Sebentar lagi lu akan mati atau sekarat sementara pacar lu masuk penjara! Ahaha” gumam Susi melengos pergi.

Rita merasa kepalanya sangat pusing, dia menghempaskan tubuh ke pundak Deni. Wajah pria itu gelagapan melihat Rita yang tidak sadarkan diri. Deni membawanya ke rumah sakit khusus tempat menangani para bandit yang terluka. Di depan ruang UGD, di berdiri mondar-mandir tidak tenang.

Seorang dokter mengatakan pasien terkena racun sianida. Tidak memungkinkan nyawanya bisa melayang dalam kurang lebih lima belas menit. “Untung saja tuan segera membawanya ke rumah sakit. Kalau tidak nyawa pasien kemungkinan besar tidak bisa di selamatkan” ucap dokter tersebut.

“Tolong berikan penanganan sebaik-baiknya dok. Saya akan membayar berapa pun biayanya.”

“Saya akan berusaha tuan..”

Dokter itu melihat sang ketua mafia bersikap lebih lembut. Biasanya dia akan membentak atau menodongkan pistol ke arahnya. Setelah di perbolehkan masuk melihat Rita, pria yang berhati kapas itu menepis ujung genangan air matanya yang rapuh.

Dia memeriksa tasnya, ada atm miliknya dan milik Rita. Wanita itu hanya memiliki satu ponsel, tapi Deni tidak pernah mencari masalah menghubunginya di saat jam kerika mereka tidak bersama. Nomor Deni juga tertulis namanya yang lengkap. Deni berpikir dia adalah wanita pemberani yang telah siap siaga jika dirinya sewaktu-waktu mengim foto mesra atau meneleponnya di waktu tengah malam.

“Sampai saat ini entah mengapa aku tidak sanggup kalau harus mencari masalah dengan si Arun. Bisa saja ajudan ku menembak mati dalam satu detik dan aku menggantikannya sebagai suami di rumah itu” gumam Deni mengeluarkan semua isi uang di dalam dompetnya.

Satu tumpuk uang memadati tas selempang Rita. Dia duduk di samping menunggunya siuman. Semalaman Deni dengan sabar menunggu menahan rasa ngantuk. Suster yang mengganti infus dan mengecek keadaannya tidak berani mendekat meski kesulitan merawat Rita. Pria yang bertubuh tegap bertampang sangar membuat para suster ingin cepat buru-buru pergi.

......................

“Pak Yosep, mang! Haduh bagaimana ini? Riky demam lagi!” bi Sumi berlari keluar rumah meminta bantuan pada para pekerja yang lain.

Nomor Rita, nek Rina dan pak Yosep tidak aktif, dia memutar telepon memanggil dokter pribadi keluarga Arun. Berpikir biasanya sang majikan akan memberikan bayaran ketika pak dokter selesai memeriksa anggota kelurga yang sakit. Bi Sumi membuka laci uang tempat penyimpanan belanja.

“Semoga ini cukup” gumamnya menghitung nominal satu juta rupiah.

Deskripsi penggambaran telepon pada zaman dahulu.

Bentuknya yang antik dan unik, pemakaian memutar angka tombol akan berbunyi. Penerima akan mengangkat gagang telepon saat berbunyi. engguna telepon harus memutar tuas dan akan terhubung dengan petugas sentral telepon. Petugas sentral telepon akan bertanya nomor tujuan telepon dan menyambungkan dua kabel di papan hubung dan memutar nomor.

Pada zaman itu hanya orang-orang tertentu atau kelas menengah ke atas yang memilikinya.

Bi Sumi membayar pada pak dokter, dia mengingat-ingat semua obat yang jenisnya berbeda-beda. Karena terlalu banyak obat di dalam kemasan tablet maupun botol, bi Sumi meminta pak dokter mencacat tulisan setiap nama dan pergantian hari yang harus di minum Riky.

Kepulangan nek Rina mengerutkan dahi melihat kehadiran dokter keluarga di rumahnya. Tidak salah lagi di pikirannya pasti Riky sedang kambuh atau demam tinggi.

“Bagaimana keadaan cucu saya dok?” tanyanya mempercepat langkah naik ke atas loteng.

“Demamnya sudah menurun dan suhu tubuhnya kembali normal. Nyonya, saya mohon pamit.”

“Maaf dok, bi Sumi yang mengantar dokter sampai ke depan ya..” jawab nek Rina di tengah menaiki anak tangga.

Cucunya yang malang, sedari kelahiran hingga kini di usianya yang genap tujuh tahun tidak bisa merasakan aktivitas kehidupan normal seperti anak-anak lainnya. Dia jarang bersekolah, setelah Bilqis tinggal di asrama, Riky lebih sering mengamuk dan tidak mau makan maupun minum obat. Pemberontakan, amarah yang tidak terkendali dan perlawanan ingin keluar rumah. Nek Rina mengusap rambut lalu mengecup dahi cucunya.

“Kalau saja ada pengobatan yang bisa mnyembuhkan anak autis. Nenek akan berjuang meski harus ke ujung dunia” gumamnya.

Inilah karma yang harus dia terima atas semua kesalahannya di masa muda dahulu. Rina masih mengelus dada karena sampai saat ini hubungan rumah tangga anaknya tidak terpecah belah. Dia melihat Arun sangat penyabar meski pernah melakukan kesalahan berselingkuh dengan sekertarisnya. Dia tetap mempertahankan anaknya sebagai istri sah.

Semua itu Rina lakukan dengan menggunakan sihir yang setiap bulan dia minta dari seorang dukun di perkampungan luar kota. Menundukkan hati menantu agar patuh pada semua ucapan dan mencintai anaknya Rita. Hanya dia yang mengetahui semua rahasia hitam itu.

Di ganggu makhluk tak kasat mata

Wajah mertua yang selalu tersenyum, menyayangi menantunya seperti anak sendiri. Tidak pernah memarahi semua sepak terjang menantu yang pernah menyakiti hati anaknya. Dia selalu tersenyum manis menyambut kepulangan Arun sambil menyodorkan segelas kopi di meja kerjanya.

“Bagaimana pekerjaan kamu hari ini nak?” tanya Rina tersenyum menyeringai memperhatikan menantunya mulai meneguk minuman berisi minuman pelet pengasih agar selalu menyayangi dan mencintai Rita anaknya.

“Lancar-lancar saja bu, oh iya ini ada sedikit uang jajan buat ibu beli roti. Sekalian untuk Rita ya di amplop satu lagi ya bu.”

“Kamu kasih saja ke Rita, kamu kan suaminya. Bagian ibu untuk Riky saja, anak kamu demam tinggi lagi. Sana lihat keadaan Riky..”

“Yasudah bu, saya ke kamar Riky ya.”

Tidak ada sedikitpun hati Arun memikirkan anaknya. Dia mengingat Riky hanya karena ucapan Rina, itu juga kalau dia tidak pulang setiap dini hari. Melihat Riky hanya sekejap bayangan berjalan lima detik. Dia menuju ke kamar yang tampak rapi. Menarik laci penyimpanan, dompet Rita dan segala keperluan alat make up nya kosong. Dia berlanjut membuka lemari tas, Salah satu tas tidak ada di dalamnya.

Memahami hubungan keretakan rumah tangganya yang semakin sangat renggang. Arun hanya bisa menelan ludah menunggu Rita membuka kembali hatinya. Dering ponselnya berbunyi, sekertaris muda yang wajahnya selalu terbayang berparas cantik jelita bersama bentuk tubuhnya yang bohai. Dia mulai menggoda Arun hingga berani menanyakan masalah pekerjaan tepat di malam hari.

Semalaman di udara bersama bosnya, sekertaris Mawar yang tidak sabar bertemu meminta ijin agar datang ke kantor lebih awal. Dia menggunakan pelet, menabur mantra dari dukun yang dia bayar mahal demi memikat hati Arun.

“Selamat pagi pak, bagaimana tidurnya bapak?”

“Pagi Mawar, saya agak sedikit mengantuk. Hari ini kamu cantik sekali!”

Perselingkuhan mulai terjadi untuk yang kedua kalinya. Hati istri sah selalu terdetak merasakan suaminya bersama wanita lain. Dia telah siuman, melihat Deni tertidur posisi duduk meliat tangan di pinggir kasurnya.

“Bang bangun! Aku haus!” ucap Rita bernada suara parau.

Deni membuka mata mendengar suara Rita, senyumannya teramat lebar. Dia memeluk Rita yang dapat melewati masa krisis panjang. Berpikir menyiapkan diri akan mengakhiri hidup kalau Rita tiada. Deni merasa semakin ketakutan kehilangan dirinya.

“Aku sangat takut kehilangan mu Rita, jangan tinggalkan aku ya..”

Kamus pria yang ingin dia poliandri itu selalu menyebutkan sebuah kalimat yang tidak mau kehilangan dirinya. Rita hanya mengangguk bertujuan menyenangkan dirinya, dia mencoba menggerakkan tubuh agar bisa berdiri tegak. Akan tetapi dia mengalami sesak nafas hingga pandangan kunang-kunang.

“Dok, dokter! Suster!” Deni berlari meninggalkan ruangan.

......................

Di ruangan tunggu mengunjungin siswa-siswi hanya di beri batas selama satu jam. Wijaya menunggunya di bagian sudut meja yang di penuhi puluhan plastik besar. Melihat Bilqis menuju ke arahnya, dokter muda itu tersenyum menarik bangku untuknya.

“Akhirnya kita ketemu lagi dik..”

Wajah Bilqis murung, pipinya yang semakin tirus, lengkungan mata hitam dan sentuhan jabatan tangannya yang sangat dingin. “Kamu sakit dik?"

“Nggak. Mas ngapain datang? Terus plastik sebanyak itu untuk apa?”

Bilqis takut kalau mata-mata kakaknya melihat pertemuan mereka. Wijaya menarik tangan kirinya memeriksa denyut nadinya yang sangat lemah. Dia meraih salah satu plastik, mengambil satu pil vitamin. Sebelumnya dia mengajak Bilqis untuk makan bersama dengannya.

“Makan dulu ya baru minum vitamin”

“Tapi Bilqis nggak laper. Mas juga nggak jawab pertanyaan ku tadi.”

“Mau di siram kakak kamu ketiga atau empat kali, yang penting mas bisa lihat kamu. Hihh, makan yuk. Mas laper nih..”

Makan di kantin dekat asrama siswi. Wijaya tampak Lahap menelan makanan sambil memandangi wajah Bilqis. Dia menjadi sorotan para guru dan murid yang melihatnya. Bilqis berpesan cukup sekali ini saja melakukan kunjungan wali murid. Dia tidak mau ketahuan kakaknya atau Wijaya di hajar habis-habisan. Meminta pada pria itu agar dengan cara apapun tulisan kunjungan buku siswa jangan sampai terbaca kakaknya.

“Terus, bagaimana kalau mas rindu?” ucapnya memelas.

Tangan Bilqis di tarik, tapi Bilqis menarik menyembunyikannya di bawah meja. Dia tidak mau menjadi pusat perhatian para guru atau murid lainnya. Wajah murung yang tidak bisa di tutupi berbeda dengan ucapannya yang ingin pergi. Wijaya tau wanita polos di depannya memiliki sepercik rasa sayang utnuknya. Karena Wijaya tidak mau pergi, Bilqis berjanji akan menghubunginya jika libur sekolah. Berhubung selama di asrama tidak di ijinkan memegang handphone , kesepakatan itu membuat dia beranjak berpamitan.

“Mas tunggu ya dik” ucapnya melambaikan tangan.

Di sisi kanan ada seorang dokter tersenyum padanya, dia terkejut melihat ada Wijaya seorang dokter terkenal pewaris salah satu rumah sakit di kota besar menyempatkan diri datang kesini.

“Dokter Wijaya? Saya dokter Tya, oh jadi dokter saudara atau wali siswi baru ini?"

“Saya, hehe__” Wijaya gelapan, dia bingung harus menjawab apa.

......................

Kalau sudah meneguk air mantra dari kopi yang di berikan nek Rina. Pria itu seolah mengalami halusinasi atau mimpi buruk di alam sadarnya. Dia tidak bisa membuka mata secara sempurna, tubuhnya tenggelam di dalam air berwarna hitam. Suara yang tidak terdengar, di dalam air ada seribu tangan menariknya. Dia terlempar dari atas langit-langit kamar. Nafas sesak, hingga dia membuka semua jendela.

“Huhh, kenapa aku?” gumamnya berdiri di depan jendela.

Di halaman belakang, Rita berlari memakai gaun hitam yang menyeret kakinya. Arun memanggilnya tapi istrinya itu tidak mendengar. Dia berlari menuruni tangga, saat di luar dia bertanya pada para pekerja ke arah mana Rita berlari. Tapi, tidak ada satupunpara pekerja yang ada di luar melihatnya. Arun mendengar suara jeritan dari pepohonan. Dia melompati pagar belakang, berlari memanggil nama Rita.

“Tuan Arun! Tuan! Disana jalan buntu tuan!” panggil seorang pekerja.

Dia melaporkan pada bi Sumi, mendengar Arun mulai bertingkah tidak wajah. Bi Sumi merasakan majikannya itu seperti seorang yang terkena guna-guna. Sering kali dia mendengar Arun berteriak hantu di pertengahan malam. Kali ini di waktu mau memasuki petang, pria itu terpanggil sosok yang mengganggunya.

“Pak, itu pasti yang di kejar tuan bukanlah non Rita! Cepat cari tuan Arun pak..”

Menghindari fitnah, bi Sumi tidak mau menuduh siapapun yang melakukan praktek perdukunan. Tidak terlintas di pikirannya jika anggota keluarga ini yang melakukannya. “Aku rasa ini pasti ulah selingkuhan tuan Arun, wanita seksi yang berani berdiri di depan mobilnya tadi pagi. Kemungkinan lain taun Deni, tapi tidak mungkin beliau melakukannya. Dia sangat baik dan ramah kepada semua pekerja di rumah ini. Aku juga melihat dia sangat menyayangi Riky” batinnya sambil berjalan menaiki anak tangga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!