NovelToon NovelToon

Mata Batin

Adik kakak di jalanan kota

"Anak aneh... Anak aneh ..." Ejekan yang mereka lontarkan dengan percaya diri, rasanya akan ku robek satu persatu mulutnya hingga terputus sampai tampak rahang yang menganga lebar, dan darah akan membanjiri seluruh badannya.

#####

Tubuh mungil itu lemah sekali, tragisnya ia harus hidup sendirian di jalanan sesuatu yang menjadi satu-satunya pilihan untuk diandalkan agar bisa bertahan hidup bagaimanapun caranya. Kadang menjadi seorang pemulung, tukang sapu di jalanan, apapun itu asalkan bukan menjadi peminta-minta.

Hingar bingar lampu jalanan dan gedung-gedung mewah yang berlomba semakin menjulang tinggi seolah menjadi atap bagi seseorang yang ada di bawahnya. Kemewahan khas kota di abad ke 22 yang mencerminkan bagaimana orang-orang nya hidup sekarang di tahun ini. Namun, begitulah hidup, kadang ada satu sisi kecil yang dimana orang-orang melupakannya dan tak lain adalah kehidupan anak-anak jalanan.

Baju khas lusuh kotor mungkin tidak dicuci sampai beberapa hari, rambut kumal, kulit menghitam karena cahaya matahari, ada lagi yang lebih bagus dari semua itu? Tidak ada hal indah yang ingin mereka tunjukkan karena masih bisa hidup di hari esok saja sudah menjadi sesuatu yang paling baik dari segalanya.

Angin malam sudah menjadi teman, tidak bisa beralaskan dengan busa empuk atau tempat tertutup oleh dinding indah yang dihiasi lampu neon kelap-kelip, namun cukup dengan alas seadanya, kardus bekas mie instan atau dengan sehelai kain yang mereka temukan tadi siang. Sangat jauh dari kata wajar dan cukup atau sederhana, itu masih kurang. Tapi siapa yang mau dilahirkan dari serba kekurangan? Jika saja memilih lebih baik hidup dengan serba kemewahan.

Seorang anak yang genap usianya 5 tahun pada bulan terakhir di tahun ini. Dia tampak yang paling kecil diantara semuanya, di sampingnya adalah kakak laki-laki yang paling baik dan mungkin satu-satunya keluarga yang dimiliki untuk sejauh ini. Meski hubungan keduanya bukanlah terikat karena darah, namun karena kebaikan hati anak lelaki yang mau membawa anak gadis itu dengan mempertaruhkan segalanya.

"Lapar." Rengeknya pada sang kakak yang sudah setengah mati karena capek memungut apapun yang bisa dijual namun naas uangnya hilang untuk membeli sepotong roti hangat bagi adik cantiknya.

Matanya tampak sedih dan menyesal, harusnya dia tidak senekat itu membawa anak gadis hingga hidupnya menjadi buruk. Tak disangka air mata menetes keluar dari balik celah mata yang sipit dan gemetar. Anak lelaki itu menangis menanggung beban yang seharusnya bukan untuk seusianya itu. Dia tidak pantas untuk mempertaruhkan hidupnya yang bukan apa-apa demi anak gadis yang entah siapa, bahkan dia juga tidak wajar jika harus mencari nafkah cukup untuk mereka berdua. Sedangkan hasilnya dari memulung saja hanya bisa untuk membeli sebotol air mineral kecil.

Alih-alih tenang anak laki-laki dan gadis kecil itu menangis bersamaan. Tidak ada orang dewasa yang bertanggung jawab atas hidup mereka, keduanya benar-benar sendirian di tengah luasnya kota dan kerasnya hidup sebagai pemulung.

"Jangan menangis, kalian menyedihkan sekali." Kedatangan seseorang langsung menghentikan keduanya yang merengek menangis. Mata mungil itu melihat seorang perempuan dewasa cantik dan mungkin baik.

"Aku berikan ini, ambilah dan jangan bilang-bilang pada yang lain. Cepat sembunyikan!" Perintahnya sambil menyelipkan lembaran uang di balik baju gadis kecil.

Untuk pertama kalinya melihat seseorang yang tiba-tiba saja baik pada mereka bahkan memberikan lembaran kertas sekaligus dengan mudahnya. Anak lelaki itu semakin erat memeluk adiknya. Sorot matanya tampak ketakutan saat itu, mungkin trauma di malam itu masih membayanginya.

"Anak yang baik sekali. Tenanglah aku seorang polisi tidak mungkin memisahkan kalian. Sebaiknya sekarang kalian pergi dan beli lah makanan, jangan di sini." Bisiknya pada anak lelaki yang tampak menggemaskan di mata wanita itu.

Anak lelaki yang masih berusaha melindungi adiknya melihat kartu identitas polisi, dia mulai malu-malu dan melonggarkan tangannya. "Maaf. Dan terimakasih." Ucapnya terbata.

Wanita yang sudah akan pergi lalu kembali berbalik melihat dengan penuh senyum pada dua orang anak yang dia temui tak sengaja di jalanan. "Pergilah!" Ucapnya sambil memberikan sebuah tanda agar dia bersama adiknya cepat pergi.

Tak lama wanita baik yang mungkin dikirimkan tuhan malam itu pada keduanya sudah tak terlihat dimakan oleh gelapnya malam. Entah kemana perginya, andaikan dia menjadi dewasa dia akan selalu berterimakasih dan membalas Budi.

"Ayo kita pergi!" Ajaknya pada adik yang masih saja tampak kelaparan itu.

Dor...dorr...

Suara tembakan yang terdengar tidak begitu jauh.

Matanya langsung terjaga sebisa mungkin dia cepat menyeret tubuh mungil adiknya untuk bersembunyi. Entah apa yang terjadi, namun dari pengalaman yang dia miliki suara tembakan bisa berarti itu adalah polisi atau seorang penjahat.

Di balik gelapnya gedung keduanya bersembunyi. Terdengar napasnya yang mulai panik, denyut jantung yang mungil sebesar kepalan tangannya mungkin sangat syok mendengarkan suara tadi.

Tak lama terdengar suara kaki yang berlarian ke arah keduanya. Jantung anak lelaki itu semakin tak tenang.

"Takut." Rengek gadis kecil itu yang tanpa sengaja sudah menimbulkan suara. Mendengarnya membuat sang kakak panik. Segera dia berlari tak karuan ke arah lain.

"Ada orang! Di sini ada orang!" Teriak Seorang lelaki dewasa pada kawanan lainnya.

Guk ...guk...guk ...

Suara anjing yang biasa digunakan polisi, jenis anjing terlatih untuk membantu investigasi.

"Cari!" Perintah yang lainnya.

"Mereka mungkin anak jalanan atau pengemis." Komentar seseorang yang kebetulan masih melihat bekas kain yang tadi dipakai untuk alas tidur.

Tidak sulit bagi orang dewasa untuk mencari kemana perginya orang jalanan yang mereka sebut tadi, apalagi jika orang itu hanya dia orang anak kecil yang menyedihkan.

"Cepatlah kita lari!" Bisiknya berusaha menjaga agar tidak ada yang dengar. Namun bagaimana agar bisa berlari jika jalanan yang mereka lalui hanya tempat gelap saja, sebuah gang yang tidak memiliki lampu.

"Jangan nangis lagi, ingat!" Anak laki-laki itu memperingatkan lagi pada adiknya.

Sebenarnya dia juga tidak tahu harus kemana perginya, setelah jalanan ini entah apa yang akan mereka temui setelahnya, apakah keduanya bisa selamat dan kembali menjalani kehidupan meskipun sebagai pemulung setidaknya masih bisa makan dan tidur bebas tidak seperti situasi sekarang.

Langkah mungil anak itu ternyata tidak membuatnya bisa cepat bebas dari kejaran orang dewasa yang sedang mencarinya.

Guk...guk...guk...

Terdengar suara anjing menggonggong lagi.

Setelah mendengarnya anak laki-laki itu semakin panik, tampak tak jauh di depannya sudah ada cahaya dia hanya tinggal keluar sedikit lagi. Tak sabar karena langkah adiknya begitu lambat dia langsung menggendong adiknya. Namun sesuatu terjadi membuatnya langsung menjerit kesakitan.

"Aaaaa...." Teriaknya. Mulutnya terbuka lebar menjerit. Tubuhnya langsung terjatuh begitupun adiknya.

"Pergi! Pergi!" Ucapnya memperingatkan agar adiknya pergi. Menyedihkan sekali meski kakinya digigit oleh satu ekor anjing besar dia juga berusaha menahan anjing itu agar tidak mengejar adiknya, memegang tubuh besar anjing yang sangat liar dengan tangan mungilnya itu.

Gadis kecil yang tak tahu apapun, dia berjalan pelan sekali sambil sesekali melihat ke arah kegelapan. Entah apa yang terjadi di sana diapun tidak tahu, hanya suara jeritan dan rintihan kesakitan dari kakaknya saja.

"Cepat! Cepat pergi!" Teriaknya. Memilukan sekali.

Dorr...Dor...dor... Suara pistol yang beberapa kali terdengar.

Anak kecil itu tampak ketakutan dan langsung berlari sampai akhirnya dia berhasil keluar dari jalanan gang.

Guk...guk...gukk ... Suara anjing tadi yang terdengar.

Dia masih bingung, tampak syok ketika mendengar suara tembakan tadi. Entah itu karena ingatan sebelumnya yang dia dapatkan. Karena takut dia terus berlari dan tiba-tiba tampak pintu rumah yang terbuka lebar, tanpa ragu dia langsung masuk ke dalam.

Siapa anak kecil itu?

Di dalam rumah yang tidak tampak ada orang, buru-buru tangan mungil itu mendorong pintu. Berjalan mengendap dan melihat ke sekeliling dengan teliti. Ada sebuah lemari besar yang memiliki dua pintu. Dia berjalan ke arah lemari itu hati-hati kemudian masuk ke dalam dengan ketakutan. Di ingatannya kini beberapa kali tergambar suara tembakan tadi yang baginya seperti suara petir menyambar, terus terulang.

Tok...tok...tok...

Suara pintu diketuk.

"Siapa itu?" Ada suara perempuan menyahut.

Derap langkahnya terdengar ke arah pintu.

"Apa ada anak kecil masuk ke sini?" Tanya seseorang.

Guk...guk...guk...

Suara anjing liar tadi terdengar.

Anak kecil yang bersembunyi di balik lemari hanya bisa merangkul lututnya rapat, kakinya gemetar sekali.

Sedangkan perempuan di luar cukup syok melihat kedatangan orang dengan sebuah pistol di tangan, juga ada seekor anjing di luar.

"Aku tidak melihat apapun. Tidak ada." Jawabnya tegas. Tentu saja dia tidak berbohong karena dia tidak melihat anak tadi masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi.

"Jangan berbohong wanita ******!" Tiba-tiba dijambaknya rambut panjang wanita itu sampai dia meringis kesakitan.

"Aw... tolong!" Dengan berani dia berteriak.

"Ada apa?" Seorang pria berlari dari dalam rumah.

Dor...dor...dor...dor...

Entah berapa tembakan itu, pria di dalam rumah bahkan tidak sempat mengatakan apapun, tubuhnya langsung terjatuh dan darah tak hentinya keluar.

Sedangkan wanita yang ketakutan itu kini menangis.

"Sayang ... Tidak!" Ucapnya gemetar lemah. Tak tahan melihat kekasihnya tewas oleh tangan asing yang menanyakan seorang gadis.

"Sialan, kau terlalu berlebihan. Cepat kita pergi!" Kawannya mengingatkan. "Kau meninggalkan jejak lagi." Ucapnya kecewa.

nging....

Suara sirine mobil polisi tiba-tiba menyergap. Kedua pasang mata orang itu tanpa syok dan bingung, di kawasan yang tidak ada cctv nya seperti ini mengapa masih bisa membuat polisi datang?

"CEPAT!" Ditariknya temannya itu untuk cepat pergi. Namun dia malah jadi bingung ketika disergap dengan suara itu.

Dor ...

Satu tembakan tepat di kepala. Mata wanita itu tampak melotot tenang tubuhnya lemas dan jatuh ke lantai.

Guk...guk ..guk

ternyata suara anjing miliknya mengganggu.

Dor...

Tembakan lagi yang berasal dari pistolnya, dia menembak anjing itu agar tidak bisa mengikutinya.

"BODOH!" Teriakan yang berasal dari temannya. Sebisa mungkin keduanya berlari bersama ke jalanan yang cukup membingungkan karena semua area di sana merupakan tempat baru.

Namun sayang kedatangan rombongan polisi yang langsung menuju rumah itu ternyata sudah sangat terlambat.

Semuanya langsung berpencar atas perintah salah satu orang di sana, sedangkan dia dan satu orang temannya fokus melihat TKP.

"Berhenti. Ada jejak anak kecil di sini." Ucapnya menghentikan langkah kaki dari temannya itu. Senter kecil berwarna biru itu kemudian terus menyebarkan cahaya sepanjang jejak langkah kaki mungil yang terlukis di lantai sampai matanya berakhir di lemari besar yang terpampang di sana.

"Kau periksa di dalam. Hati-hati!" Perintahnya lagi yang langsung di ia kan.

"Lelaki dewasa yang tewas, diduga penyebabnya sama karena ditembak." Ucapnya sebagai laporan.

"Teruskan!" Jawab lelaki yang masih memandangi lemari besar itu.

"Kau di dalam sana?" Tanyanya. Namun tidak ada respon.

"Kita akan keluar dari rumah ini dengan aman, jadi keluarlah sekarang." Ucapnya lagi membujuk.

Namun masih tidak ada jawaban apapun.

Perlahan dengan langkah yang hati-hati dia berjalan, kemudian sekarang sudah memegangi pegangan lemari itu dan membuka kedua pintunya bersamaan.

Kosong, tidak ada anak kecil di dalam sana.

Ditutupnya lagi lemari itu, namun dari ekspresinya dia tampak tidak puas. Ada yang mengganggu. Harusnya anak itu masih ada di dalam lemari namun entah kemana perginya.

"Apa kau menemukan sesuatu, Pak?" Tanya salah satu orang yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Astaga! Berhenti di sana. Aku butuh alat penjiplak nya. Cepatlah jejak kaki di sana!" Ucapnya sambil menunjukkan ke arah lantai.

"Siap pak!" Buru-buru orang yang tadi bersamanya masuk langsung mengerjakan sesuatu yang diperintahkan.

"Ada jasad anak kecil di gang belakang rumah ini." Lapornya pada lelaki itu.

"Mari kita periksa!" Ucapnya tampak kecewa karena tidak menemukan apapun di dalam rumah. Matanya masih beberapa kali memandangi rumah itu kemudian baru berjalan ke gang yang disebutkan tadi dan jaraknya itu sangat dekat.

"Diperkirakan ada beberapa orang, membawa anjing juga. Ada bekas gigitan di kaki, tangan, dan juga tembakan di tubuhnya." Laporan yang dia terima dari satu orang polisi.

"Sial. Siapa yang mau membunuh orang-orang jalanan seperti mereka. Menyedihkan sekali." Komentarnya. Dia juga memeriksa keadaan jasad itu.

Ternyata bisa separah itu luka yang dialaminya. Apalagi bekas gigitan anjing yang mencabik kulit halus anak kecil sepertinya.

"Amankan!" Ucapnya lagi.

Tak lama muncul beberapa orang dari arah yang berbeda. Seseorang menyerahkan 3 buah pistol dan 2 pasang baju. Sedangkan yang lainnya kembali dengan tangan kosong.

"Semuanya jangan sampai ada yang keluar dari area ini, periksa juga setiap orang yang keluar masuk." Pintanya.

"Apa? Kau serius?" Cela seseorang yang berdiri di belakangnya.

"Pelakunya masih di sini bodoh!" Ucap lelaki itu dengan yakin.

"Nona Inez tidak ditemukan dimanapun." Seseorang melapor memberikan berita yang sangat tidak begitu enak didengar.

Tampak lebih kecewa dari sebelumnya.

"Hubungi Pak Ridwan!" Ucapnya.

"Geledah rumahnya jangan lewatkan apapun!" Ingatnya lagi pada semua orang.

"Apa kita akan pergi, kemana?" Tanyanya.

"Mencari para berandal jalanan itu."

Tak terlewatkan seperti yang diminta oleh ketua investigasi penyelidikan, semua TKP sudah ditandai, jasad yang ada di TKP sudah dikirim ke rumah sakit untuk di Otopsi, rumah warga disekitar sudah digeledah. Namun tidak ada yang bisa dihasilkan setelah beberapa jam.

Untuk sementara penyelidikan diserahkan kepada unit investigasi dan polisi lain menyusuri sisa jejak yang ditemukan.

Lelaki yang masih tampak rumit itu memandangi rumah tadi, dia yakin harusnya ada anak kecil dan tidak mungkin lenyap ditelan angin seperti itu kan?

Mau bagaimana lagi satu-satunya petunjuk hanya lemari besar itu, karena jejak kaki yang ditemukan hanya sampai di sana saja, di sekeliling rumah tidak tampak ada bekas kaki yang lain. Jadi apa yang membuatnya salah dan terlewatkan dalam penyelidikan ini?

"Aku yakin anak kecil ini pergi dan bersembunyi ke dalam lemari. Itu artinya dia sangat ketakutan karena terancam oleh sesuatu." Gumamnya sambil terus mengamati lemari dari semua sudut.

"Mungkin pasangan yang kita temukan adalah orang tua dari korban yang sengaja disembunyikan di sana, namun tidak ada jejak yang tertinggal di tempat lain. Arah kakinya tepat mengarah seperti masuk dari arah pintu." Tebak orang yang bersamanya.

"Kemungkinannya para berandal itu membawa anak yang ada di dalam lemari." Tebaknya lagi.

"Tidak ada bukti yang mengarah kesana, bahkan tidak ada sidik jari juga jejak sepatu atau kaki semacamnya di sana."

Tampak janggal kali ini tidak mudah untuk memecahkan teka-teki yang membuat kedua orang polisi itu kebingungan.

****

Masalalu tuan detektif

"Kau mengenalku?"

"Apa kau bisa melihatku?"

"Lihatlah kemari!"

Anak kecil yang terus mengoceh itu sambil terus tertawa senang. Berlarian kesana kemari membuat anak lelaki yang sudah ketakutan seperti tikus di dalam kandang, duduk tidak bisa bergerak kemanapun, hanya bisa membisu memperlihatkan matanya yang melotot menonton semua yang terus muncul di hadapannya.

"Kau bisa melihat ku kan?" Tanyanya lagi.

Keringat dingin keluar membasahi dahinya, namun tak sengaja sudut matanya bergerak dan bertemu dengan sosok hantu gadis kecil itu.

"Aku bisa melihatnya, kau sudah melihatku kan?" Ucapnya lagi di depan wajah anak lelaki itu ketika kedua mata mereka berpapasan.

Setengah mati ketakutan, untuk usianya yang memasuki tahun ke 10 dia sudah tahu dan mengerti apa yang terjadi saat itu. Tentu saja bukan hal yang biasa pada umumnya. Tiba-tiba matanya bisa melihat makhluk tak kasat mata dimana-mana, lalu anehnya dia melihat hantu gadis kecil yang begitu gembira ketika tahu dia mampu melihatnya.

"Pergi kalian!" Bentaknya asal.

Sekejap mata pemandangan kali ini kembali membulatkan mata anak lelaki itu lebar-lebar. Mustahil sekarang tidak ada satu pun makhluk seperti tadi di semua sudut ruangan. Hanya tinggal dia seorang dengan gadis kecil yang masih terus melihatnya aneh.

"Cepatlah bertanya padaku! Aku ini siapa, aku ini apa, atau kau sudah mau menjadi temanku sekarang?" Tebaknya asal.

Anak lelaki yang masih ketakutan, tapi untuk sekarang dia sedikit bersyukur karena tidak ada penampakan menakutkan yang ada di ruangan itu. Makhluk lain menyeramkan karena penampilannya yang tidak utuh lagi, sedangkan gadis kecil di hadapannya layak seperti manusia dan seluruh tubuhnya seperti anak albino, kulit pucat bahkan rambut memutih seluruhnya.

"Kau apakah kau benar hantu?" Tanyanya polos.

"Apa aku terlihat seperti manusia?" Tanyanya.

"Kau seperti anak kecil." Jawab anak lelaki itu.

"Oh senangnya, ternyata ada manusia yang bisa melihatku kali ini." Gumamnya pada dirinya sendiri. Saking gembiranya dia tak henti-henti terus tertawa dari tadi.

"Hei. Jangan panggil aku anak kecil, bahkan umurmu hanya 10 tahun. Aku lebih tua dari umurmu itu." Dia bicara lagi pada anak laki-laki itu.

Tak disangka hanya 5 menit berlalu kemudian anak laki-laki itu tertawa.

"Kau lucu sekali, lihatlah sekarang tinggi mu saja tidak lebih tinggi dariku." Ejeknya bak bicara dengan anak kecil.

"Kau baru 10 tahun, aku anggap itu sebagai lelucon." Ucapnya nampak bosan.

"Apa kau benar hantu? Apakah aku bisa melihat hantu?" Beberapa kali anak laki-laki itu bertanya dengan topik yang sama.

"Kau memang bisa melihatku, bodoh sekali. Manusia seperti mu malah bisa melihatku." Oceh nya yang mulai meladeni ejekan anak laki-laki itu.

"Baiklah. Aku pergi sekarang!" Tiba-tiba anak laki-laki itu berpamitan.

Mendengarnya hantu gadis kecil yang dari tadi senang ketika tahu ada manusia bisa melihatnya, tidak mungkin sekali dia bisa membebaskan manusia yang melihatnya dengan mudah kan.

"Kau mau kemana? Tidak bisa semudah itu pergi kan!" Cegahnya segera menghadang di depan tubuh anak laki-laki itu.

"Kau mengagetkanku!" Ucapnya.

"Tapi aku harus pergi dari sini. Aku harus pulang ke rumah." Jelasnya.

"Kau harus menjadi temanku sekarang!" Sebuah keputusan sepihak terdengar memaksa saat itu.

"Baiklah aku akan menjadi temanmu, bisa aku pergi sekarang?" Tak disangka anak lelaki itu langsung menyetujuinya dengan mudah, tanpa tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi saat itu.

"Kau tahu apa artinya berteman?" Tanya lagi gadis itu.

"Aku tidak bisa lama-lama di sini. Sudah aku katakan aku akan berteman denganmu mulai dari sekarang." Ucapnya lagi tampak tak ingin membuang waktu.

"Kata-kata mu sudah tertulis, mulai dari sekarang kau temanku. Kita akan berbagi umur di usiamu 10 tahun berarti 10 tahun milikku juga." Terangnya tampak begitu senang.

"Hah? Bagaimana bisa? Apa maksudmu?" Memang mengejutkan mendengarkan kata-kata itu di usianya yang baru saja 10 tahun ini.

"Kau sudah menjadi teman ku kan. Sekarang usia hidupmu 10 tahun adalah milikku. Terimakasih." Penjelasan sama seperti yang dibicarakannya tadi.

"Bagaimana bisa? 10 tahun? Sudahlah aku mau pergi sekarang. Jangan mencoba membohongiku lagi." Ucapnya kesal sambil berjalan namun ketika berusaha pergi tubuhnya terbentur dengan hantu gadis itu, membuat kedua matanya spontan membulat. "Kau hantu atau manusia?" Tanyanya syok. Sambil meraba bagian fisik lainnya yang benar-benar tersentuh oleh tangannya. "Kau membohongiku lagi?" Dia masih tidak paham apa arti dari perjanjian pertemanan, dan arti dari kejadian itu.

"Pergilah, mulai dari sekarang aku akan selalu ada bersama mu." Ucap gadis kecil itu kemudian menghilang dalam sekejap mata.

Melihat pemandangan mustahil itu dan untuk pertama kalinya suatu pengalaman yang tidak pernah terlupakan.

Takdir yang tidak bisa dimengerti baik, karena bisa bertemu dengan roh seribu tahun yang berpenampilan seperti anak kecil.

*****

"Tuan detektif kita pergi sekarang?" Seorang gadis kecil mengoceh sambil dia tidur di atas meja kantor yang berjajar di sana.

"Membosankan sekali. Dia selalu diam dan semakin tua usianya dia akan lebih bisi lagi."

Tak membuatnya berhenti bicara, dia berjalan sedikit lebih dekat ke tuannya itu. Kini bahkan dia duduk di atas pangkuannya.

"Coba aku tebak. Kau frustasi dengan nyawa seseorang, anak kecil yang ada di rumah itu kan?" Tebaknya.

Berhasil matanya menatap gadis kecil itu, namun tidak mengatakan apapun karena ada begitu banyak cctv di ruangan, dia tidak ingin dianggap gila oleh orang lain.

Tak sabar ingin banyak bertanya maka tujuannya sekarang adalah tempat tanpa cctv. Menyedihkan sekali karena tempat itu adalah toilet pria.

"Memalukan sekali. Aku tidak bisa berlama-lama di tempat menjijikan seperti ini." Keluhnya.

"Sebutkan apa yang kau ketahui tentang kejadian itu." Tanyanya singkat karena tak ingin basa-basi.

"Kau tertarik dengan lelucon ku kan? Apa kau ingin meminta bantuanku saja untuk menyelesaikan kasus ini?" Jawabnya tampak membuat polisi itu kecewa. Tidak mungkin banyangkan saja dulu karena kebodohannya dia harus kehilangan usia hidupnya sebanyak 10 tahun.

Lelaki yang berdiri di dal toilet hanya bisa menghela napas, berjalan gontai kembali keluar dari dalam toilet.

"Ayolah aku akan berbaik hati. Aku tahu semuanya dan kau bisa meminta bantuanku sekarang!" Tak puas melihat tingkah lelaki dewasa yang sudah berusia 30 tahun itu bersikap lebih dingin lagi.

"Kau menyebalkan, padahal kita berteman baik, kau tidak mempercayai ku lagi." Ocehnya asal.

Lelaki itu hanya bisa menoleh dan memandanginya tanpa mengatakan apapun. Dia tidak bisa melakukannya, sudah cukup dengan rumor gangguan jiwa atau apalah tentang dirinya sudah membuat dia sangat kesulitan sekali, sekarang dia tidak akan melakukan asal apapun yang membuat rumor itu semakin terlihat nyata.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!