"Ma, Tiara mau daftar ke SMA Bakti Kencana, ya!" ucapnya yang sedang antusias menscroll ponselnya yang bertipe iphone itu.
"Sayang sekali. Permintaanmu tidak bisa Mama wujudkan mulai sekarang," kata sang Mama tenang. Kini wajah Tiara mengkerut karena tidak mengerti ucapan mamanya.
"Maksud Mama apa?" Tiara masih berusaha bersikap tenang dan bersabar menunggu alasan mamanya berkata seperti itu.
"Alhamdulillah. Papa punya sobatnya yang ngurus di pondok pesantren. Wah, pondoknya itu terkenal bagusnya. Jadi kami sepakat untuk memasukkanmu ke sana. Minggu depan juga!" ucap Sandra tersenyum manis pada Tiara, sedangkan sang anak malah wajahnya terlihat memerah, tanda menolak.
"Haha. Mama kalau bercanda gak lucu deh. Ini bohong kan mah?" sangkal Tiara, ia tidak begitu percaya pada perkataan mamanya barusan.
"Big No! Ini betulan sayang.. Kenyataan! Mama kan udah nurutin keinginan Tiara dari dulu sampai sekarang. Nah, saat ini.. Tiara-lah yang harus patuh terhadap keinginan kami, oke baby!" ungkap Sandra yang berusaha mengelus rambut hitam Tiara yang tebal dan bergelombang, namun Tiara menepis tangan mamanya itu dengan kasar.
"Enggak! Ini gak masuk akal. Sejak kapan Mama mau masukin Tiara ke penjara itu. Pokonya Tiara gak mau masuk pesantren, lebih baik Tiara gak sekolah!" Tiara pun merajuk dan hendak melangkahkan kakinya ke dalam kamar. Namun sang mama punya ide, agar anaknya ketakutan dan akan menuruti perkataanya saat ini juga.
"Ya sudah, Nak. Kalau kamu tidak mau masuk pesantren, lebih baik mama nikahkan saja kamu sama om Beni. Selain dia masih single, umurnya pun belum sampai 30 tahun. Dia bisa kok langsung papa andalkan untuk memegang perusahaan, terus kamu ada yang jagain deh. Kan mama sama papa bisa tenang jadinya" ucap Sandra sedikit keras agar terdengar oleh Tiara yang sudah melangkahkan kakinya begitu jauh.
"Mama!!!!" berontaknya sambil menangis dan berusaha menolak ide konyol mamanya itu yang ingin menikahkan dirinya dengan seseorang seperti Beni.
"Kenapa, begitu kan keinginanmu?" tanya Sandra yang berusaha mati-matian menahan tawanya.
"Tiara gak mau nikah! Tapi... Tiara juga gak mau masuk pesantren! Argh!! Kenapa hidup Tiara hancur begini sih?!" ungkapnya berdecak kesal sambil mengacak-ngacak rambutnya yang hitam legam.
"Nak. Papa sama Mama hanya ingin yang terbaik untukmu sayang. Coba kamu liat, bagaimana tetehmu dulu. Kami gak mau kamu pun terjerumus pada pergaulan bebas di luar sana. Mending kamu pilih, menikah? Atau masuk pesantren?" ujar Sandra yang masih bersikap tenang dibalik hatinya yang memberontak ingin tertawa.
"Sumpah deh. Mama sama Papa, jahat! Tega! Kenapa mama begini sih sama Tiara?!" ungkap Tiara yang semakin kesal, ia tak terima dengan pilihan konyol mamanya. Ia merasa tidak bisa memilih salah satunya.
"Nanti Papamu sendiri yang akan berbicara padamu, Nak. Jika kamu tidak percaya Mama, silahkan malam ngobrol sama Papamu, ya?" tawar Sandra yang kemudian dianggukkan oleh Tiara.
"Tiara yakin, Papa akan mendukung keinginan anaknya. Tiara pengen jadi Jaksa! Jangan halangi Tiara untuk mencapai cita-cita itu, inget Ma!" peringatkan Tiara namun sedikit memelas dengan raut wajahnya yang sembab, karena sejak tadi ia terus menangisi takdir yang sudah diambang kehancuran, menurutnya.
"Lihat saja, sayang. Yaudah, kamu mandi dulu gih. Anak perawan ko jorok," ledek sang mama, Tiara pun mencembik.
"Biarin! Biar Tiara gak dinikahin atau dimasukin ke pesantren. Kelar deeeh," Tiara pun menjulurkan lidahnya ke arah mamanya, namun Sandra pun terkekeh dan akan tetap teguh dengan pendiriannya, yaitu memasukkan tiara ke pondok pesantren.
...----------------...
"Pa, yang diucapkan mama, bohongkan?" ungkap Tiara sambil memeluk papanya. Kini mereka sedang duduk dan ngobrol berdua di ruang keluarga.
"Itu benar sayang. Jadi kamu sekarang ini, udah siap masuk pesantren?" tanya Raihan antusias. Tiara pun seketika menekuk wajahnya sebal, lalu melepaskan pelukannya pada sang Papa.
"Papa!!!"
Akhirnya Tiara membuat jurus jitu yang bisa membuat hati papanya luluh. Tapi sayang, Raihan dan Sandra sudah sepakat. Mau anaknya nangis darah sekalipun, keinginan mereka sudah bulat, yakni memasukkan Tiara ke pondok pesantren.
"Maaf, Nak. InsyaAllah ini yang terbaik untukmu. Semoga kamu bisa menerima ini dengan lapang dada. Papa yakin, kiai Rifki dan bu nyai Susi bisa membimbingmu menjadi muslimah sejati. Papa doakan kamu menjadi anak yang sholehah, dunia akhirat. Aamiin" ucap Raihan tulus pada anak keduanya.
"Kenapa teteh dulu gak diginiin aja kayak Tiara? Kenapa harus Tiara yang menanggung penderitaan ini semua? Kenapa? Tiara salah apa sama papa dan mama?" Tiara masih terus saja sesegukkan dengan tangisannya yang begitu menyayat.
Terbesit rasa sesak di hati Raihan, tatkala ia mengingat Santi, anak sulungnya yang terbawa pergaulan bebas dan menyebabkannya hamil di luar nikah. Walaupun saat ini Santi sudah berkeluarga dengan ayah biologis anaknya, tapi tetap saja, anaknya itu berstatus haram dan tak bisa disematkan pada ayah biologisnya walaupun saat ini mereka sudah berkeluarga.
Santi menyesal, karena ia telah terbuai oleh nafsu duniawinya sesaat. Santi akui, ia juga penasaran, bagaimana rasanya menikmati surga duniawi yang telah biasa dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah. Awalnya ia coba-coba, namun lama-kelamaan, nafsu Andre yang saat ini menjadi suaminya tak bisa terbendung lagi. Akhirnya hubungan terlarang yang dilakukan satu kali itupun berbuah benih dan sialnya, anaknya itu harus wanita.
Begitulah celakanya pria dan wanita yang belum halal namun selalu bersama-sama. Maka tak ada lagi yang menganggu keduanya, kecuali syetan yang akan senang hati menyambut keduanya untuk melakukan dosa terlarang dan akhirnya bisa membawa mereka pada petaka yang berujung penyesalan.
"Sayangku. Anakku yang Sholehah..." belai Raihan lembut pada rambut anaknya dengan penuh kasih sayang.
"Hem" kini tangis Tiara sudah reda, ia sudah menghentikan jurus tangisnya, karena ia pun sudah capek juga dari tadi pagi ia terus saja menangis oleh keputusan pelik orangtuanya.
"Kamu gak mau kan, nyeret papa ke lubang dosa?" tanya Raihan hati-hati. Ia mencoba membuat anaknya mengerti, mengapa ia semenjaga itu pada Tiara, agar ia tak salah paham.
"Nyeret gimana maksudnya?" ucap Tiara tak mengerti.
"Kamu tau kan peristiwa apa yang menimpa tetehmu nak?" tanya Raihan kembali.
"Hem, Iya. Tau kok pa!" sahut Tiara lemas.
"Nah, hal itu juga yang membuat papa begitu menjaga mutiara satu-satunya ini. Papa gak mau kecolongan lagi, kamu sendiri tau kan? dunia ini sangat kejam sayang. Musibah gak ada yang tau, mau nimpa kita kapan dan di mana. Maka dari itu papa ingin mencegahnya sebelum semuanya terlambat," ungkap Raihan panjang lebar, sedangkan Tiara sedikit merenungkan ucapan papanya kali ini.
"Tapi Tiara bisa jaga diri kok, papa! Tiara kan sering ikut karate sama taekwondo, jadi bisa kan bela diri. Makannya cita-cita Tiara jadi jaksa, ya gitu. Biar bisa nangkap penjahat, lalu menjebloskannya ke penjara." ucap Tuara antusias, namun hal itu malah membuat Raihan sedih.
"Nak. Wanita itu qudratnya di rumah. Wanita itu tidak wajib bekerja. Wanita itu baiknya patuh dan tunduk pada suaminya. Kalau kamu menjadi wanita karir yang sibuk di luar. Siapa yang akan mengurus rumah tanggamu nanti? Siapa yang akan mengurus anak-anak kamu kelak? Tentu wanita yang wajib akan hal itu. Maka darinya, belajarlah! Belajarlah jadi wanita yang sholehah, yang patuh dan turut pada suaminya. Papa yakin, lelaki mana pun ingin istrinya tinggal di rumah. Biarlah urusan nafkah menjadi hak dan kewajiban suami sebagai kepala rumah tangga." nasihat Raihan penuh pengertian pada anaknya.
"Ko papa ngomongnya ngelantur ke mana-mana sih? Tiara kan belum mau nikah, kok condong-condong ke situ segala. Tiara gak suka!" sahutnya sambil cemberut dan menyingkapkan kedua tangannya ke dada.
"Anakku. Umurmu saat ini sudah baligh. Maka ibadahmu, dosamu, kelalaianmu, kebaikanmu, semuanya sudah kamu tanggung, nak! Jika dulu sebelum kamu baligh, semuanya papa yang tanggung. Kini kamu harus menanggungnya sendirian. Dan papa sebagai orangtuamu sekaligus yang bertanggungjawab padamu, papa hanya sekedar ingin mengingatkan, bahwa belajar rumah tangga itu harus dari sejak sekarang. Tidak mandang usia, mau itu muda atau tua. Gimana kalau nanti tiba-tiba ada yang ngelamarmu nak? Tiba-tiba menikah aja. Kamu tentu harus siap jadi seorang istri. Makannya, latihlah dari sekarang.. Gak akan rugi kok, justru kamu yang akan senang dan malah akan terbiasa. InsyaaAllah kamu pun akan dewasa dengan sendirinya" ungkap Raihan panjang kali lebar.
"Huft! Capek.. Ya Allah, kenapa hidup Tiara semenyedihkan ini" keluh Tiara.
"Istighfar nak. Istighfar! Papa sama Mama hanya ingin anaknya terjaga dan terjauh dari maksiat. Bukan mau menjerumuskanmu dalam lubang dosa kok. Bersyukurlah sayang! Ikhlaslah! Yakinlah! semua ini pasti ada hikmahnya"
"Papa gampang bicara gitu, karena papa gak pernah ngerasain mesantren, kan? Kenapa si, kalian tu maksa banget Tiara." Ia pun mellow kembali, akhirnya bulir-bulir air mata pun berjatuhan lagi ke pipinya yang mulus.
"Suatu saat kau akan mengerti, nak!" kini Raihan memeluk anaknya. Ia menerima pukulan dan berontakan dari anaknya itu. Bagaimanapun keputusannya sudah baik, sobatnya pun akan menerima Tiara dengan sabar, seandainya anak itu suatu saat akan membuat ulah di pesantren.
...----------------...
Assalamualaikum Wr. Wb.
Terimakasih Readers yang sudah membaca karya pertamaku di noveltoon.
Semoga kalian suka dan terhibur dengan cerita recehan ini.
Jangan lupa tap tombol like, vote, komennya ya di setiap babnya...
Begitupun ulasannya untuk buku ini😉🤩
Sehat sll readers. Jangan lupa tersenyum dan bahagia :)
Wassalamualaikum wr.wb.
"Gais, ada kabar buruk dari aku untuk kalian. Maafin gue ya gais! Kalau selama ini, gue banyak salah ke kalian semua!" ucap Tiara dalam grup whats Apps-nya dengan para bestienya. Grup itu bernama "Anak Hedon".
"Apaan, lu ngomong apa sih ti?" ucap Rayn sedetik kemudian.
"Iya, kabar buruk apa? Jangan bikin kita syok!" Mega pun menyusul membalas pengumuman Tiara.
"Lu mau pindah ke luar negeri?" tanya Rere si bestie paling moody-an.
"Jangan-jangan, lu mau dinikahin?" tebak Rayn ngasal.
"Hah, beneran Ti? Yaampun, belum aja SMA ortu lu jadul banget sih, Ti!" umpat Mega kemudian.
"Hei kalian.... Gue belum beres ngomongnya tauuu," Tiara pun mulai meluruskan perbincangannya di grup anak hedon.
"Terus ada apa?? Ngomong yang jelas ah, Ti!" kata Rere tak sabaran.
"Gue mau dimasukin ke pesantren sama nyokap. Gak ada angin, gak ada hujan. Tiba-tiba gue mau dimasukin aja ke penjara bernama pesantren itu.." kata Tiara sambil mengirimkan emoticon menangis yang begitu banyak.
"Hah? Serius lo??" tanya Rayn cepat.
"Wah, auto jadi bu ustadzah nih, bestie kita!" goda Rere ngasal.
"Asikkk, punya bestie santri nih, gais! Nanti kabarin kalau banyak yang gantengg, yaa!! Gue pengen dong, santri lakik yang sholeh, satuu aja!" pinta Mega sambil menyelipkan emoticon sendu.
"Heh lu semua, bukannya bantu gue buat ngomong sama nyokap. Kok lu semua ngedukung sihh?!" ungkap Tiara dengan emoticon sebal dan marah.
"Tiaraku sayang.. Masuk ke pondok pesantren itu gak ada salahnya. Justru lu makin terjaga di sana. Kami hanya bisa mendukung keputusan nyokap lu, karena gak salah-salah amat kok, masukin lu ke pesantren. Btw, adik laki gue aja yang sekarang mau masuk SMP, bilangnya dia pengen masuk tuh ke pesantren. Lah gua kakaknya, ogah!!" kata Mega dengan menyisipkan emoticon ngakak di akhir kalimatnya.
"Kenapa lu gak mesantren juga, mega? Temenin tuh si Tiara. Siapa tau jodoh lu para akang-akang santri kalau di sunda, kalau di jawa, bisa tuh dapat gus-gus," goda Rayn.
"Iyah tuh, apa kita bareng-bareng aja mesantren sama Tiara?" usul Rere yang sedikit tertarik dengan kata pesantren.
"Nah, karena kalian bestie gue. Gimana kalau kita sepakat masuk pesantren? Ini masih waktunya liburan kok. Yuk kita refreshing dulu sebelum ke sana." Tiara pun menyetujui usulan Rere.
"Duh, gimana ya?! Gue gak yakin, bisa betah dan kuat di sana." keluh Mega.
"Lu gimana rayn? Mau kan?" tanya Tiara antusias.
"Hem, selama ini gue jarang ngurusin perkara akhirat sih. Kalau gue pribadi, siap-siap aja. Ntar deh, gue pikirin dulu!" kata Rayn meragu.
"Oke gais. Semoga kita bisa mesantren bareng, yah! Gue tunggu kabar baiknya.. Unch, sayang kalian," ungkap Tiara dengan emoticon love berwarna merah yang sangat banyak.
"Jangan dulu seneng Ti. Gue belum tentu diizinin nyokap, secara nyokap gue kan orang pemerintahan." curhat Rere serius.
"Iya, Ti! Gue juga ragu. Adik gue mau dimasukin pesantren. Masa gue juga? Nyokap gue bisa-bisa kesepian. Ntar deh, gue juga ngomong dulu" timpal Mega.
"Yaudah deh. Besok kita bisa ketemuan kan gais? Aku mau happy-happy an sama kalian. Kangenn!!" ungkap Tiara dengan emoticon sedih yang begitu banyak.
"Iya lah, gue juga kangen! Yaudah, besok kita liburan di Ancol, gimana? Sambil maen ke dupan" ajak Rere antusias.
"Wah, boleh tuh? Besok gue bawa mobil" usul rayn.
"Boleh, jadi besok kita ketemuan di mana?" tanya Tiara.
"Besok ketemuan di Bundaran HI. Gimana? Gak deket juga jauh dari rumah kita kan?" kata Rayn.
"Oke, boleh tuh. Selamat istirahat bestie, semoga mimpi Indah" kata Mega dengan emoticon tidur.
"Good night" percakapan grup pun berakhir.
...----------------...
Keesokan harinya...
"Ma.. Tiara pergi dulu ya! Mau main ama temen-temen ke Dufan." izin Tiara pada mamanya Sandra.
"Main ke mana, sayang? Nginep gak?" tanya Sandra yang memperhatikan style anaknya.
"Mau ke Dufan, udah gitu ke Ancol. Boleh ya?" tawar Tiara sambil tersenyum manis.
"Iya sayang, boleh. Tapi kalau mau nginep atau apapun itu, chat Mama atau Papa ya! Bekal kamu masih ada?"
"Ada kok, mah! Yaudah, tiara berangkat dulu yaaa!"
"Assalamualaikum kek," sindir Sandra yang nampak geleng-geleng kepala dengan tingkah anak muda saat ini.
"Eh, iya. Assalamualaikum Mama..." ungkap Tiara cengengesan.
"Iya, waalaikumussalam. Gitu dong. Itu baru calon santri yang baik namanya." puji Sandra pada anaknya.
"Ih mamah, itu mulu yang dibahas. Udah ah, bye!" ucap Tiara sebal sambil menutup pintu.
"Haduh, semoga engkau lunakkan hati anakku, Rabb..." harap Sandra sambil tersenyum memandang anaknya yang sudah masuk taxi dari kaca rumah megahnya.
- Di bundaran HI -
"Rayn, lu masih di mana? Gue udah stand by nih dari tadi di sini," gerutu Rere yang sedari tadi menunggu para bestienya.
"Emangnya di sana belum ada siapa-siapa?" tanya Rayn yang nampak masih di rumahnya.
"Astaga, kamu lagi apa Rayn?" tanya Rere kesal. Ia sudah bisa menebak, pasti kawan-kawannya itu bakal ngaret lagi kayak biasanya.
"Masih make-up, hehe. Wait, gue sekarang otw!" ungkap Rayn sambil memutuskan panggilan teleponnya.
"Huh, dasar ngarettt!" umpat Rere sambil terduduk di kursi yang ada di sekitaran bundaran HI.
"Hei, Rere!" sapa Tiara dari kejauhan.
"Hih, kalian lama bangett sih. Dasar tukang ngaret!" keluh Rere sambil mencebik.
"Ya maaf, habisnya macet. Lo tau sendiri kan? Jakarta kayak gimana," ungkap Tiara tanpa merasa bersalah.
"Liat jam gak lu? Kalian ngaret udah hampir satu jam. Gue kesel nunggu di sini, kampret!" ucap Rere saking kesalnya.
"Telepon tuh si Mega, biasanya dia ratu ngaret dari kita berempat. Lagi ngapain dia sekarang?" perintah Tiara sambil ikut duduk di samping Rere.
"Males gue, coba nih sama lu aja!" suruh Rere balik sambil memberikan handphonenya pada Tiara.
Telepon tersambung, "Halo Ga, lu lagi ngapain sekarang? Udah siap kan?" tanya Tiara disebrang telepon.
"Bentar, Ti. Gue masih makan, kesiangan nih bangunnya," kata mega santai, sedangkan Rere yang mendengar di samping Tiara nampak semakin emosional.
"Lu gimana sih, Ga? Dari tadi gue nunggu kalian, kalian nyantai gini! Ah, nyesel deh gue berangkat sesuai waktu yang telah disepakati. Lain kali, nanti gue yang bakal telat!" amuk Rere pada Mega, sedangkan Mega yang mendengarnya hanya bisa cekikikan saja.
"Yaampun, Nyonya. Maafin abdimu ini. Bentar lagi beres kok! Yaudah nih, gue udah beres tinggal berangkat. Daahhh, sampai ketemu disana bestiekuh." kata Mega yang langsung memutuskan panggilan teleponnya.
"Sabar, Rereku! Mending kita baca novel online dulu yuk! Itung-itung sambil nunggu Rayn dan Mega datang." ajak Tiiara yang berusaha menenangkan bestie nya itu.
"Gak mood! Gue kesel!" ketus Rere.
"Eh, itu kok kayak artis ya? Siapa gituh," gumam Tiara sambil menunjuk ke arah depan di sebrang jalan.
"Mana?" Rere pun menanggapinya karena penasaran.
"Hish, tadi kek penyanyi Ziva. Tau kan? Penyanyi yang lagi hitz ituuh." kata Tiara yang berusaha mengalihkan mood-nya Rere.
"Lu boong kan, Ti?" selidik Rere dengan tatapan tajamnya.
"Beneran! Sueerr. Lu suka kan sama Ziva itu? Ah, keknya langsung masuk mobil deh tadi. Padahal jelas-jelas baru keluar dari hotel, ditemani para bodyguardnya," ucap Tiara meyakinkan.
"Masa?" Rere masih tidak percaya pada ucapan Tiara.
"Eh, itu si Rayn. Akhirnya anak itu datang juga.." Tiara merasa beruntung, karena Rayn saat ini menghampiri ke arahnya.
"Hei, Re. Ti. Ehh, kok kamu cemberut sih, Re?" tanya Rayn yang sudah duduk dipinggir Rere.
"Kalau gak jadi, bilang! Gue kesel. Kenapa sih kalian seneng banget, N-G-A-R-E-T !!" ungkap Rere yang mengeja kata ngaret saking kesalnya.
"Yaelah, keknya dia harus kita traktir es-krim. Yaudah yukkk.. kita masuk mobil. Si Mega katanya udah nunggu kita di depan." ajak Rayn. Tiara pun menggandeng tangan Rere yang terus saja menolak tangannya untuk digandeng.
"Re, nanti gue traktir bakso kesukaan lu yang di pinggir pantai. Udah, jangan cemberut lagi. Nanti cantiknya ilang," goda Rayn sambil menyetir.
"Awas kalian, kalau boong!" ancam Rere tanpa melirik ke arah Rayn di sampingnya.
"Iya. Nanti gue juga traktir lu seafood deh." tawar Tiara juga.
"Hem," jawab Rere meng-iyakan, padahal ia senang karena kawannya sudah mau membujuknya.
"Hadeuh, si Mega lagi ngapain ngobrol ama cowok berpeci segala sih." gumam Rayn yang tampak menunggu Mega tengah berbincang dengan seorang pria di depan sebuah hotel.
"Biasa. Pasti lagi nyari mangsa tu anak," celetuk Rere sekenanya.
"Tapi kok sama cowoknya berpeci ya?" tanya Rayn heran, sementara Tiara yang duduk di belakangnya tak terlalu memperhatikan perbincangan kedua sobatnya.
"Huh, lu ngomong sama siapa sih, Ga? Mana pake peci segala tuh cowoknya, emangnya kamu gak malu ngobrol dengan pakaian seksi begini?" omel Rere kesal. Akhirnya Mega pun bergabung bersama mereka dan masuk ke mobil Rayn.
"Dompet gue tadi ngilang. Eh, ditemuin sama tu cowok. Baik banget kan?" puji Mega sambil tersenyum.
"Baik sih. Tapi lu jangan kegeeran, akhi-akhi kek dia mana mau sama modelan kayak lu." sindir Rere yang tampak menyadarkan Mega karena mulai menghalu.
"Mulut lu pedes banget sih, kayak merecon. Maaf, gue telat. Kayaknya gue harus neraktir lo, deh," kata Mega yang sudah tahu kelemahan Rere, namun Mega terus saja mengalihkan pandangannya ke arah cowok yang tadi menolongnya.
"Udah, jangan diliatin mulu. Stop menghalu, liatlah yang real life aja." tukas Rayn. Ia pun kemudian melajukan mobilnya dengan cepat menuju ke arah Ancol.
***
Kini keempat sekawan itu telah tiba di Dufan (Dunia Fantasi) yang sangat ramai dan banyak didatangi oleh kalangan anak muda dari penjuru kota, bahkan banyak juga turis asing yang berkunjung ke sana. Apalagi dufan sangat dekat dengan pantai ancol, siapapun pasti akan makin betah aja kalau udah main ke sana.
Mereka sepakat, akan ditraktir tiket masuknya oleh Mega, karena ia adalah orang yang paling telat datang. Mega pun menyanggupinya, karena ia sendiri adalah orang yang paling kaya di antara mereka. Maka ia pun tak keberatan. Maklum, mereka berasal dari kalangan atas. Menurut mereka, uang bukanlah perkara yang sulit, karena mereka sadar apapun bisa dibeli asalkan punya uang.
"Eh, kamu?" sapa Mega kembali pada sosok laki-laki berpeci di hadapannya. Pria itu yang sempat berbincangnya tadi di depan hotel.
"Iya, mbak," jawab lelaki itu yang nampak menunduk dan seketika tatapannya beralih pada Tiara yang pakaiannya nampak paling tertutup di antara mereka, walau iapun tidak memakai jilbab.
"Lagi main juga toh di sini, Mas?" tanya Mega basa-basi.
"Iya, kebetulan pondok pesantren kami sedang melakukan liburan ke sini." jawab lelaki itu apa adanya.
"Yaudah, saya permisi dulu ya, mbak" lelaki itupun berpamitan pada mereka berempat. Sementara Tiara tak menyadari, bahwa dia di lirik sebegitu dalamnya oleh lelaki itu.
...----------------...
"Ti, lo gak sakit kan?" tanya Rayn yang kini melihat Tiara sedang melamun.
Sedangkan Mega dan Rere tampak senang menaiki wahana tornado. Tiara dan Rayn tak begitu minat menaiki wahana yang menurut mereka berbahaya itu, sehingga mereka memilih untuk duduk dan menyaksikan kegembiraan dua sahabatnya itu.
"Em, nggak kok. Emangnya kenapa?" ungkap Tiara meng-anehkan perkataan bestienya itu.
"Dari tadi lo ngelamun mulu. Mikirin apa sih?" tanya Rayn kembali.
"Gue bingung, masih kepikiran nasib gue ke depannya. Apa kabur aja gitu ya dari rumah nyokap? Biar gue gak dimasukin pesantren atau dinikahin." ucap Tiara pada Rayn, ia sedang menanyakan solusi pada bestienya.
"Jangan, Tiara. Kenapa lo gak mau banget masuk pesantren? Coba utarakan alasannya pada sahabatmu ini." pinta Rayn.
"Gue gak mau di kurung di pesantren, Rayn! Sebenarnya, malem gue udah scroll-scroll, gimana gambaran hidup gue nanti pas di pesantren. Buset, gue liat videonya aja udah gak sanggup!" ungkap Tiara sendu, saat ini matanya pun sedang berkaca-kaca. Berharap ada keajaiban datang. Apapun itu, dia tidak mau masuk pesantren atau menikah dengan orang yang tak ia cintai.
"Hem, kamu kan cuma liat videonya aja. Belum ngejalaninya. Coba aja dulu deh. Saran gue, jangan kabur atau apapun lah yang berkenaan dengan ketidakridhoan nyokap. Gini-gini gue nurut apa kata nyokap, takut kualat. Nantinya dosa, gak berkah deh hidup gue ke depannya." nasihat Rayn tulus.
"Kok hidup gue berat banget sih, Rayn? Kenapa di saat gue punya cita-cita yang sangat ingin diraih, tapi nyokap gue ngehalangin itu semua. Apa Tuhan gak sayang yah sama gue?" keluh Tiara.
"Hush! Gak gitu konsepnya, Tiara sayang. Tuhan tuh sayang banget sama lo, makannya dia pengen ngebentuk diri lo, menjadi pribadi yang lebih mengenal Tuhannya. Setahu gue, di pesantren itu kita malah semakin dekat pada Allah. Jujur, kalau gue diizinin nyokap. Gue mau kok mesantren bareng lo!" ungkap Rayn apa adanya.
"Tapi kok gue ragu ya?" keluh Tiara kembali. Kini Mega dan Rere pun sudah beres naik wahana tornado dan menghampiri mereka berdua.
"Lebih pada hal itu ngerusak mood lo yang lagi liburan, mending kita basah-basahan yuk, naik arung jeram misalnya," usul Rayn pada ketiga kawannya itu.
"Pengen ke istana boneka dulu..." pinta Rere manja sambil mengkerucutkan bibirnya.
"Hem, yaudah deh. Kita kabulin dulu keinginan bocil ini." Mega pun melangkahkan kakinya duluan, disusul Rere yang mengaitkan tangannya dengan tangan Mega. Mereka sudah damai kembali, setelah drama marah-marahan akibat Mega yang sangat terlambat datang di antara mereka berempat.
"Ti, sabar ya? Pasti ada rencana Tuhan yang paling baik untuk lo. Gue pasti akan selalu ada dipihak lo! Jangan lupain itu." ucap Rayn tulus, sedangkan Tiara mencoba tersenyum walau terasa palsu karena dongkol akibat keinginan orangtuanya.
"Iya, Aamiin." ucap Tiara singkat.
"Ti, Rayn, cepetan! lama banget sih jalannya, kayak keong aja." teriak Rere dari kejauhan, ia sangat antusias dengan wahana istana boneka, karena ya maklum, dia sendiri pecinta boneka, makannya ia begitu semangat ketika masuk ke wahana itu.
"Dasar tu anak. Kalau udah liat boneka, matanya ijo." kata Rayn yang sudah mendekat ke arah Mega dan Rere.
"Apa maksud ijo?" selidik Rere pada Rayn sambil mengrenyitkan halisnya.
"Hem. Tadinya mau bilang, kamu kayak buta ijo. Tapi ya takut ngambek," celetuk Rayn santai, sedangkan Rere tampak tidak tersinggung, ia sudah menemukan moodnya kembali. Jadi ia tak sensitif lagi.
"Tumben tu anak gak ngambek?" ungkap Tiara pada Mega.
"Ah, kayak yang gak tau aja. Dia udah keasyikan tuh main di dufan, apalagi main di istana boneka ini," sahut Mega sekenanya. Akhirnya mereka pun menikmati perahu untuk mengelilingi istana boneka yang ada di Dufan itu.
Dekorasi yang nampak bernuansa Eropa Klasik, namun ornamen di dalamnya ternyata terasa kental akan budaya nusantara yang memiliki beragam jenis etnis suku. Semua itu membuat suasana di dalamnya terasa lebih berwarna. Apalagi bonekanya itu tak hanya berpuluh-puluh, namun jika dihitung bisa sampai ratusan boneka yang terpampang mengelilingi pemandangan di sekitarnya.
"Sumpah, gue seneng banget di sini. Ahh, aku suka, aku suka!" ungkap Rere dengan cerianya.
"Emang dedek pantesnya di pajang juga di sini. Kami turunin ya, kamu kan mau tinggal sama boneka-boneka ini?" tawar Mega.
"Enak aja. Gue masih waras. Gila lo!" ketus Rere kesal, kini wajahnya ditekuk kembali karena Mega bikin moodnya kambuh.
"Hadeuh, lo macem-macem aja sih, Mega. Udah tau tu bocil mood-an nya minta ampun." keluh Rayn yang nampak pusing dengan ulah dua sahabatnya yang kekanakan itu.
"Udah dari sini kita ke mana lagi?" ungkap Tiara mencoba mengalihkan suasana agar lebih kondusif.
"Arung jeram deh." timpal Rere datar. Ia masih kesal, entah sampai kapan sifat kekanak-kanakannya itu mendarah daging.
"Oke. Kita ke sana ya! Udah dong marahannya, kita kan lagi happy-happy an." sahut Rayn tampak tertawa mencoba mencairkan suasana.
"Udah gitu ke wahana Niagara-gara, ya?" ajak Mega tampak tak bersalah dengan suasana yang terjadi.
"Iya deh, kita puas-puasin main di sini." kata Rayn semangat.
"Siap, Mama." sahut Rere sumringah. Moodnya nampak kembali positif.
Mereka pun akhirnya mengelilingi setiap wahana yang ada di Dufan. Mencobanya satu-persatu, karena biasanya mereka pun begitu sering main ke sana. Mungkin ini yang pertama kalinya lagi bagi mereka di tahun 2016, di mana mereka sudah lulus dari SMP.
"Laperrrr" keluh Rere yang kecapean. Mereka belum berhenti untuk sekedar mengisi perut makannya saat ini dirinya begitu lemas. Ia pun langsung duduk di salah satu taman pinggir wahana kora-kora.
"Mau makan apa nih?" tawar Tiara yang sudah siap mentraktir bestienya untuk makan siang. Ia pun sama, perutnya sudah menyahut-nyahut sejak tadi.
"Bakso yuk! Udah gitu kita suki-sukian." ajak Rayn yang nampak tau di mana tempat menu makanan tersebut.
"Boleh. Setuju banget!" ungkap Rere girang.
"Lo suka kan, Ga?" tanya Rayn pada Mega.
"Iya. Boleh. Tapi gue gak mau suki. Nanti aja gue makan yang lain." sahut Mega, karena dia memang nampak tak suka dengan makanan khas dari negeri sakura itu.
"Oke deh. Yok, cabut dari sini!" ajak Tiara. Ia pun jalan tergesa-gesa dan akhirnya tak sengaja menabrak anak kecil berjilbab putih di hadapannya.
"Aduuuh." keluh anak kecil itu sambil memegang keningnya yang sakit tertabrak kaki Tiara.
"Astaghfirullah. Dek.. Maafin kakak ya?" Tiara pun nampak gugup, karena dia lalai dan tidak berhati-hati saat berjalan.
"Lain kali, jalannya yang bener ya, kak!" omel wanita yang sama berhijab namun nampak lebih dewasa darinya. Tebak Tiara.
"Hem, maaf kak.. Saya gak sengaja. Yaudah, kita makan yuk ke restoran. Kebetulan saya dan teman-teman mau ke sana." tawar Tiara sebagai bentuk permintaan maafnya pada gadis kecil berjilbab itu.
"Gak usah kak, terimakasih. Lain kali, hati-hati ya jalannya!" kata wanita itu dengan nada juteknya. Seketika Rere yang melihatnya pun merasa jengkel, karena bukannya menerima niat baik tiara, namun malah disalah artikan.
"Lain kali jaga tuh yang bener adiknya, apa anaknya?! Ini ditawarin baek-baek ama temen saya, malah nyolot! Huh, gak tau terimakasih!" sulut Rere lumayan keras, hal itu mengundang wanita berjilbab itu melirik kembali ke arah empat sekawan itu.
Wanita itu hanya tersenyum sinis, lalu menggretakkan kakinya dengan jengkel, ia tak sudi membalas perkataan Rere karena menurutnya orang-orang kota itu songong-songong, dan gak punya attitude.
"Hih. Buat apa tu jilbab, tapi kelakuan kayak kucing garong!" ungkap Rere yang masih jengkel dengan perlakuan wanita berjilbab panjang itu.
"Udah ah, gapapa. Lagian kan yang salah itu aku, karena nabrak gadis kecil itu. Hem, kita lanjut aja ke tempat makanannya, di mana itu Rayn?" tanya Tiara nampak biasa-biasa saja, sementara Rere masih tampak kesal.
"Kalau bakso itu ada di sekitaran rumah boneka. Yaudah yok, kita cepetan ke sana. Udah mau sore nih, perut udah keroncongan begini." cerocos Rayn, diiringi anggukkan Mega dan Rere.
"Kenapa ya, anggapan aku ke wanita berjilbab, selalu saja gak baik?" tanya Tiara dalam hatinya.
......................
"Hem, enak banget nih bakso. Mana gede-gede," celetuk Rere yang nampak sangat menikmati baksonya itu.
"Ya, makan yang kenyang. Biar nanti malam pas kita di pantai. Kita makan yang berat." ungkap Rayn sambil memasukkan baksonya ke dalam mulutnya.
"Kita nginep nih?" tanya Mega.
"Iya deh. Mending kita nginep aja. Kapan lagi gini-ginian? Apalagi Tiara udah mau jadi bu nyai di pondok pesantren." ungkap Rayn tenang, namun Tiara malah berdecak kesal.
"Gak lucu tau Rayn. Kata siapa gue mau jadi bu nyai? Di mana-mana santri itu yaa tetep santri. Gak ada istilah santri jadi bu nyai. Hih, ngayal!" sangkal Tiara tak suka dengan perkataan Rayn.
"Kan bisa aja, lo tiba-tiba jadi istri dari anak pondok pesantren. Siapa yang tau jodoh, kan?" ungkap Rayn kembali.
"Hadeuh, halunya Mega ini. Gue mana mau dijodohin atau nikah sama anak Kiai. Mimpi apa gue selamanya hidup di sana." Tiara pun menggidigkan bahunya, sementara Mega dan Rere hanya cekikikan.
"Awas loh, nanti omongan lo kena tulah. Btw, ucapan itu kan adalah do'a. Siapa tau omongan Rayn barusan bisa jadi kenyataaan." timpal Mega tampak ketawa melihat wajah Tiara yang sudah semakin kesal.
"Astaga. Kalian membuatku naik darah." tutur Tiara yang tidak mengindahkan godaan dari bestie-bestienya itu.
"Lagian, Jangan terlalu keras terhadap dirimu. Inget! kalau udah gak sanggup, nyokap lo pasti bakal ngeluarin lo dari pondok. Mungkin." tebak Rere ngasal.
"Iya juga ya? Yaudah deh, gue coba dulu aja tuh nurutin keinginan nyokap. Semoga aja orang-orang di pesantren pada jengah ngurusin gue." ungkap Tiara tertawa licik.
"Aamiiin." mereka pun mengaminkan perkataan Tiara.
"Bentar lagi sunset gais! Cepetan yok makan-nya. Kita bisa lanjut makan suki nanti di sekitaran pantai." ajak Mega yang sudah menghabiskan makanan baksonya itu.
"Bentar dulu ah, ashar juga belom." sahut Rere santai.
"Emang kalian mau sholat?" tanya Mega.
"Hahaha." ungkap mereka bertiga saling tertawa bersama.
"Astaghfirullah. Bu nyai... Kenapa bu nyai gak ngajak kami shalat dzuhur?" kata Rayn dengan santainya menggoda Tiara.
"Sialan kalian! Mulai detik ini, yokkk kita semua tobat!" perintah Tiara namun wajahnya begitu datar karena sebal disindir begitu oleh Rayn.
"Siapa takutt?? Btw aku lagi halangan ya! Jadi kalian bertiga aja yang shalat." kata Rayn, kini ia sudah menghabiskan baksonya itu.
"O ya? Lo gak lagi pura-pura kan?" goda Rere pada rayn.
"Helowww. Gini-gini gue selalu ngelaksanain ibadah wajib gue ya! Sana gih, kalian dzuhur dulu, masih ada waktu karena baru setengah tiga. Keburu waktunya abis." perintah Rayn pada Tiara, Rere, dan Mega.
Akhirnya mereka bertiga pun benar melaksanakan shalat dzuhur terlebih dahulu, sedangkan Rayn menunggunya di sekitaran restoran dekat mereka makan bakso tadi.
"Mbak, maaf. Saya mau bertanya, boleh?" ungkap seseorang yang tiba-tiba saja bertanya pada Rayn dari arah belakangnya.
"Eh, iya. Boleh Mas, silahkan." sahut Rayn tenang. Ia nampak tak gugup berbicara dengan lelaki modelan akhi-akhi itu.
"Kalau boleh tau, temen mbak yang tadi pakai baju pink itu, namanya siapa?" tanya lelaki itu kembali.
"Emangnya kenapa ya, Mas?" tanya Rayn heran sambil mengkerutkan halisnya.
"Ah nggak kenapa-napa, saya pengen tau aja. Btw, jangan dibilangin ya.. ke mbak tadi." pinta lelaki itu pada Rayn.
"Dia namanya Tiara Noor Al-Maheera. Mas kenal?" tanya rayn aneh, karena lelaki bertampang akhi itu, sepertinya tertarik pada sahabatnya.
"Oh, iya-iya mbak. Terimakasih. Nggak kok, saya ga kenal. Kalau begitu, saya permisi!" pamit laki-laki aneh, berpeci hitam, bersarung motif Turki dan berperawakan tinggi. Tentunya ia ganteng dengan gaya akhi-akhi, hampir mirip Alwi Assegaf namun lebih dewasa.
"Hih, kenapa tu orang. Ga jelas." gumam Rayn yang nampak tidak peduli pada lelaki yang menanyakan sahabatnya itu.
Sedangkan saat ini, lelaki bernama Yusuf itu hanya senyum-senyum sendiri. Rupanya ia cinta pada pandangan pertama. Entah kenapa, hatinya begitu condong pada gadis yang tak berjilbab itu. Ia berharap, kalaupun jodoh. Ia bisa dipertemukan lagi dengannya. Di manapun itu. Begitulah ungkapan hatinya saat ini, akan harapannya pada Tuhan yang Maha Pemberi Cinta.
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!