"Sendirian saja Mbak?" Tanya Bang Arma sembari menoleh ke kanan dan ke kiri. Ada sebuah tas besar di sampingnya.
Wanita itu meremas pakaiannya, tangannya bergetar, wajahnya sendu menahan tangis yang kembali ia tahan.
"Sayaa.......!!"
Batita kecil itu menangis dalam gendongan Bang Arma. Tangis itu mengundang perhatian orang di sekitar. Paham suasananya begitu tidak enak, wanita itu mengambil batita dalam gendongan Bang Arma.
"Maaf Pak..!!"
Baru saja tiba dalam pelukan wanita itu, batita Bang Arma seketika tenang.
"Hmm.. bisakah saya minta bantuan, kira-kira susu apa yang cocok untuk putri saya?"
Wanita itu menatapnya bingung tapi kemudian segera melangkah masuk ke minimarket di sampingnya.
~
"Riri ngantuk?" Wanita bernama Rhena itu menyandarkan Riri di bahunya.
Bang Arma melihat Rhena begitu telaten menenangkan Riri.
"Maaf kalau saya lancang Rhen, saya penasaran kenapa suamimu tega mengambil rumah yang sebenarnya juga menjadi hak mu."
"Suami Rhena tentara Bang. Apalagi orang tua Bang Setyo selalu ada di belakang punggungnya."
"Begitu ya, apa pangkatnya?" Tanya Bang Arma.
"Sertu Bang." Jawab Rhena.
"Surat akta cerai mu sudah keluar?"
"Sudah."
"Bukankah kamu pergi ke kota besar untuk mencari pekerjaan, jaga saja putri saya..!!" Saran Bang Arma.
Tanpa berpikir panjang Rhena yang memang sangat butuh pekerjaan langsung mengangguk bersamaan dengan perutnya yang keroncongan.
Bang Arma tersenyum mendengar jeritan kecil dari perut Rhena. "Kita makan dulu. Saya juga lapar..!!" Ajak Bang Arma.
...
Rhena tersentak kaget saat Bang Arma membawanya memasuki kawasan tentara.
"Tunggu Bang, Abang tentara???" Tanya Rhena dengan panik.
"Bukan, Abang tukang kebunnya." Jawab Bang Arma.
Saat tiba di gerbang penjagaan kesatrian Bang Arma membuka jendela mobilnya. "Saya bawa Rhena. Catat saja..!!"
"Siap..!!"
Rhena semakin panik karena para anggota menaruh hormat pada Bang Arma.
"Nggak mungkin mereka seperti itu kalau Abang bukan orang yang berpengaruh."
Bang Arma hanya menebar senyum dan tak menjawab apapun. Sesaat kemudian mereka tiba di rumah dinas yang bisa di katakan berbeda dengan yang lainnya.
Sungguh kaget Rhena melihat papan nama yang tertulis di dinding. Lettu L. Armayudha.
"Maaf.. lebih baik saya tidak jadi bekerja disini..!!" Kata Rhena berubah pikiran.
"Tolong saya, saya tidak tau lagi bagaimana menjaga putri saya kalau saya sedang bekerja."
"Istri Abang kemana?" Tanya Rhena.
"Saya sedang proses sidang cerai."
Rhena menunduk cemas tapi tidak tega dengan Riri yang ada dalam gendongannya.
"Tolong saya Rhena..!!"
Mau tidak mau Rhena mengangguk meskipun hatinya terasa tidak pasti.
***
Pagi ini rumah Bang Arma sudah ramai dengan suara Rhena dan Riri. Makanan sudah tersedia di atas meja makan, rumah sudah rapi dan kini Rhena berlarian mengejar Riri usai mandi pagi. Keceriaan yang tidak pernah di rasakannya selama pernikahannya dengan Celia.
"Riri.. awas jatuh..!! Pakai baju dulu..!!"
Riri tetap berlari dengan tawa riangnya. Bang Arma sampai tersenyum melihat tingkah keduanya. Tak terasa satu piring nasi goreng pun sudah habis. Baru kali ini dirinya merasakan sarapan pagi karena dulu memang selain Celia tidak pandai memasak juga Celia hanya suka duduk di depan cermin.
"Kenaa ya..!!" Rhena menangkap tubuh Riri. "Sekarang kita pakai baju apa??"
"Pakai baju wana pin" ucapnya belum terlalu pintar karena Riri memang begitu jelas dalam hal berbicara.
"Mau warna pink.. okeey..!!" Rhena mengambil baju dari lemari Riri yang berantakan tak karuan.
Rhena sedikit tertegun melihat pakaian Rhena yang jauh dari kata indah, warnanya luntur, banyak terkena noda, kusut dan jauh dari kata cantik.
"Maaf, kalau saya harus merepotkanmu."
Tak perlu banyak penjelasan, Rhena sedikit banyak bisa menangkap kemungkinan yang terjadi dalam rumah tangga Bang Arma dan istrinya dulu. Melihat badan Riri yang sangat kecil sudah menunjukan bahwa gadis kecil itu kurang mendapatkan perhatian dari Mamanya.
"Nggak apa-apa Bang. Asal Abang percaya sama Rhena.. itu sudah cukup." Jawab Rhena.
Bang Arma mengeluarkan sebuah kartu ATM dari dompetnya. "Nanti ada mudi saya yang akan mengantarmu. Saya.. pasrah Riri ada dalam asuhanmu."
"Sebegitu percayakan Abang dengan orang baru?" Tanya Rhena.
"Seperti kamu yang percaya pada saya yang membawamu bersamaku." Jawab Bang Arma.
.
.
.
.
Hari ini Bang Arma menerima seorang anggota yang baru saja menerima skep pindah tugas ke daerahnya bertugas. Dia adalah Sertu Prasetyo atau biasa di panggil Sertu Setyo.
tok.. tok.. tok..
"Sertu Setyo mohon ijin menghadap Komandan..!!"
"Silakan.." Bang Arma memberikan ijinnya.
~
Rasa penasaran Bang Arma terjawab saat melihat status terlampir pada RH milik Sertu Setyo.
"Kamu ada anak?" Tanya Bang Arma.
"Ijin.. tidak Dan. Istri tidak bisa punya anak."
Bang Arma mengangguk dengan wajah datarnya. Ia tidak ingin tau lebih lanjut tentang kehidupan pribadi Setyo dulu, yang ia tau kini Setyo sudah berpisah dari Rhena.
'Rhena sampai menangis karena ulahmu Setyo. Punya anak atau tidak punya anak itu tergantung pemikiranmu saja.'
"Ijin Dan, sekalian saya mau melapor bahwa saya akan membawa calon istri untuk pengajuan nikah." Lapor Setyo saat itu.
"Baik.. saya terima laporanmu dan surat ijinmu saya tanda tangani..!!" Bang Arma tidak ingin banyak bicara.
tok.. tok.. tok..
"Masuk..!!" Bang Arma mempersilahkan seorang anggotanya lagi untuk masuk ke dalam ruangannya.
"Ijin Dan, ada surat dari pengadilan agama soal..........." Pria berpangkat Pratu tersebut melirik Bang Setyo.
Tau anggotanya merasa tidak enak, Bang Arma segera menerimanya. "Nggak apa-apa. Mana suratnya. Pasti Celia sudah merencanakan semua ini sejak awal."
Bang Arma membuka dan membaca surat tersebut, ternyata surat gugatan cerai tersebut sudah di daftarkan di pengadilan agama sejak tujuh bulan yang lalu, bahkan sebelum dirinya berangkat dinas luar ke daerah T di Pulau P.
Satu persatu di bacanya surat tuntutan tersebut dan jatuh perkara karena dirinya tidak memberi nafkah lahir dan batin serta melakukan KDRT. Bang Arma mengusap dadanya menahan luka teramat sangat dengan tuduhan tersebut. Ia menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya, sejenak matanya terpejam.
"Danki.. Danki baik-baik saja??" Pratu tersebut mendekati Bang Arma.
"Iya, saya baik-baik saja." Ucapnya kemudian membuka mata yang sudah memerah dengan cairan menggenang. "Tolong panggilkan Kapten Afid..!!"
~
Bang Afid menepuk bahu Bang Arma. "Ya sudah kalau ini menjadi keputusanmu Ar, kami bertiga siap mendengarkan dan menjadi saksi. Karena kau bilang hanya aplikasi Nosebook yang bisa terhubung, hubungi Celia agar hatimu tenang dan statusmu menjadi jelas. Hukum sudah memutuskan kalian untuk berpisah, tinggal secara agama saja yang kau perjelas sekarang. Nanti kami akan bantu kejelasan statusmu di Batalyon..!!"
"Siap Bang."
Setelah beberapa saat menguatkan hati, Bang Arma menghubungi Celia.
"Ada apa?" Kata Celia.
"Bismillah.. Celia binti Abdul Samad.. mulai hari ini, detik ini juga secara sadar saya jatuhkan talak untukmu, dan mulai detik ini juga.. kamu haram untuk saya sentuh. Kamu bukan istri saya lagi.."
"Oohh.. thanks.." Celia langsung mematikan panggilan telepon itu.
Bang Arma menarik nafas panjang dan membuangnya perlahan. "Astagfirullah hal adzim..!!"
"Sabar ya Ar.. kami akan selalu mendukungmu, kami tau siapa kamu." Kata Bang Afid."
"Terima kasih Bang."
Pratu dan Bang Setyo saling pandang tapi mereka sudah melihat kejelasan bahwa Lettu Armayudha kini telah menjadi seorang duda.
...
Sore hari tiba. Bang Arma merenung sambil melihat Rhena dan Riri bermain masak-masakan di belakang rumah. Sesekali ia menyeruput kopi panas buatan Rhena.
"Rhen.. saya mau bicara..!!"
Rhena menoleh menanggapi pertanyaan Bang Arma. "Iya Bang, ada apa?"
"Maaf kalau saya tanya, apa boleh saya tau alasan perpisahanmu dengan suamimu.. secara detail?" Tanya Bang Arma.
"Tidak ada Bang."
"Kamu tidak perlu membohongi saya..!! Saya juga pernah merasakan berumah tangga." Kata Bang Arma.
Sebenarnya Rhena tidak ingin membahas dan mengingat lagi tapi tidak baik juga kalau dirinya terlalu banyak menyimpan rahasia pada orang yang sudah menolongnya.
"Pertama, Ibu mertua ingin segera punya cucu. Kedua, Rhena tidak punya anak. Ketiga, mereka selalu mengatakan kalau Rhena hanya menghabiskan uang Bang Setyo saja padahal uang gaji dan apapun itu ibu mertua yang pegang. Rhena hanya di jatah saja, satu hari tiga puluh lima ribu tapi bayar listrik bulanan, uang bensin Bang Setyo dan belanja sehari-hari harus Rhena yang beli, itu juga belum kebutuhan mendadak yang lain." Jawab Rhena pada akhirnya.
Saat air matanya akan tumpah, Rhena segera kembali bermain dengan Riri dan menghapus air matanya.
"Ada yang lain?" Tanya Bang Arma.
"Tidak." Suara Rhena semakin bergetar.
"Kamu berada di rumah ini, berarti kamu adalah tanggung jawab saya Rhena."
"Tidak semua hal bisa Abang ketahui, apa untungnya????" Karena merasa tak tahan lagi, air mata Rhena jatuh juga.
"Saya ingin menikahi kamu Rhen."
Rhena mencium kening Riri. "Sayang disini dulu ya, Tante Rhena mau masuk sebentar..!!" Rhena berlari masuk ke kamarnya lalu mengambil semua pakaian dan memasukkan ke dalam tasnya.
Bang Arma yang melihat hal itu segera mencegahnya. "Rhen.. kita sudah sama-sama pernah mengalami hancurnya rumah tangga..!!" Bang Arma mengambil tas dari tangan Rhena.
"Nggak Bang, biarkan Rhena pergi..!! Rhena tidak mau lagi berumah tangga."
Bang Arma melihat ada sesuatu yang Rhena sembunyikan. Seperti ada rasa trauma yang sangat besar pernah di alami Rhena.
"Jika kamu tidak memandang saya.. saya ikhlas, tidak masalah tapi tolong untuk putri saya..!!!" Bang Arma berjongkok memegangi kaki Rhena memohon sebuah permintaan.
Sejenak Rhena terdiam. Dari tempatnya berdiri ia melihat sosok gadis kecil cantik yang begitu jauh dari kasih sayang. Delapan belas jam pertemuan mereka dan itu membuat Rhena jatuh cinta pada gadis kecil itu.
"Jadilah Mamanya Riri, seluruh apapun yang menjadi milik saya silakan kamu ambil, saya ikhlas asalkan saya bisa memandang senyum Riri. Dia adalah nyawa saya saat ini."
"Benarkah???? Apapun itu?????" Tanya Rhena mendengar ucap Bang Arma.
"Iya."
"Ayah adalah cinta pertama putrinya dan tidak akan ada yang bisa mematahkan cinta itu, begitu pula seorang ayah akan memberikan seluruh hatinya untuk sang putri, tapi Abang harus ingat bahwa mencintai seorang putri berbeda dengan menikahi seorang wanita. Wanita juga memiliki cinta pertama yang harus Abang tanya apakah dia bersedia putrinya Abang nikahi karena sama sepertimu Bang. Ayahku juga tidak ingin aku menangis karena ayahku juga mencintaiku."
Hati Bang Arma tersentil dengan ucapan Rhena. Dengan kata lain, pernikahan tidak hanya sekedar kata namun juga harus di laksanakan sebagaimana mestinya.
"Untuk apa kita menikah jika akan hancur untuk kedua kalinya."
"Saya minta maaf, saya salah."
"Bisakah saya pergi sekarang Bang?" Tanya Rhena.
"Kamu mau kemana? Hari sudah mau gelap."
"Kemana saja asal tidak untuk menikah." Jawab Rhena.
Bang Arma berdiri di hadapan Rhena. "Allah mempertemukan kita sesuai dengan kehendakNya. Saya sudah menyadari kesalahan saya. Biar saya bertemu dengan ayahmu untuk melamar putri kesayangannya. Saya berjanji tidak akan menjadi masa lalunya. Akan saya sayangi dia sepenuh hati saya, akan saya berikan hak lahir batinnya dan demi Allah hanya Rhena yang akan mengisi hati saya."
Ada rasa haru dalam hati Rhena namun kata tidak seindah kenyataannya. "Ayah sudah di surga dan Rhena tidak percaya laki-laki." Jawab Rhena.
Rasanya Bang Arma mati kutu. Baru kali ini dirinya di tolak seorang wanita padahal dulu banyak wanita yang mengantri untuk mendapatkan perhatiannya. Harus di akui dirinya memang berubah sejak menikah dengan Celia. Dirinya berusaha keras menjadi pria baik-baik hingga Riri terlahir kedunia. Memiliki seorang putri membuat jantungnya ketakutan setiap saat, ia tidak ingin kelakuannya di masa lalu akan menimpa putri kecilnya.
Melihat raut wajah Bang Arma, Rhena menjadi tidak tega. Ia teringat sesuatu yang ia temukan di gudang tadi setelah pulang berbelanja untuk kebutuhan Riri.
"Bacalah tiga puluh juz dalam Al Quran baru Rhena akan mempertimbangkan."
"Baik, akan saya penuhi. Saat ini saya lakukan demi kamu. Bukan demi Riri."
.
.
.
.
Kini sudah di hari ketiga Bang Arma membaca Alquran setelah dirinya meminta ijin cuti untuk memuluskan niatnya. Tubuhnya sudah sedemikian lemas tapi perjuangan dirinya sesaat lagi akan usai.
Rhena yang melihat dari kejauhan ikut terharu melihat perjuangan Bang Arma. Papa Riri itu melakukan segalanya dengan cepat dan kembali fokus dan mengisi seluruh waktunya untuk membaca Alquran.
"Shadaqallahul-'adzim" Tashdiq terdengar dan menandakan Bang Arma usai menyelesaikan syarat dari Rhena. Bang Arma bersandar meluruskan punggungnya yang luar biasa pegal, matanya mengantuk dan tubuhnya lelah.
Rhena mengambil segelas air minum dan menyerahkan pada Bang Arma.
"Apa ada syarat yang lain?" Tanya Bang Arma sambil menerima gelas dari Rhena lalu meminumnya.
"Nggak ada Bang."
"Jadi bagaimana? Abang ngantuk sekali ini dek?"
"Rhena mau jadi istri Abang." Jawab Rhena.
"Alhamdulillah.." Bang Arma tersenyum kemudian mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.
...
"Sah.. Alhamdulillah..!!"
Tak pernah terbayangkan dalam benak Bang Arma akan mengucapkan kalimat ijab qobul untuk kedua kali seumur hidupnya. Degup di dadanya ia simpan rapat.
Rhena menunduk mencium punggung tangan Rhena. Mulai hari ini dirinya resmi menjadi Nyonya Armayudha. Bang Arma pun mengecup sayang penuh kelembutan di kening Rhena.
Bang Afid pun menyalami Bang Arma dan Rhena. "Selamat ya Ar.. Rhen, semoga cepat dapat momongan..!!"
Bang Arma melirik Rhena untuk meminta jawaban.
"Kami tunda dulu Bang, kasihan Riri masih kecil sekali." Jawab Rhena.
Bang Arma tersenyum mendengarnya. "Terserah istri saja Bang, pagi siang sore malam saya standby on call. Istri bilang gass poooll ya saya garap."
Tawa pun terdengar riuh. Rhena terdiam lesu sembari memeluk Riri.
"Semua pasti baik-baik saja dek..!!" Kata istri Bang Afid.
Rhena mengangguk pasrah, masih ada rasa syukur sebab masih ada orang baik seperti istri Bang Afid yang mau menyapa dan menerima dirinya dalam lingkungan perwira seperti ini.
"Om Arma itu baik sekali lho dek. Kerjanya rajin, sopan memandang perempuan, tegas, galak, disiplin dan yang paling penting teguh iman." Kata Mbak Lani.
"Alhamdulillah.. Terima kasih ya Mbak."
"Sama-sama dek, sudah donk jangan sedih. Kami semua sayang kok." Mbak Lani menghibur Rhena yang terlihat masih menjaga jarak dengannya. "Ingat dan selalu di tekankan dalam diri, kamu istri dari Lettu Armayudha."
...
Para rekan sudah kembali ke kediaman masing-masing. Malam sudah semakin larut dan Rhena menidurkan Riri di kamar tengah.
"Ganti pakaianmu. Apa tidur malam gini tetap memakai baju kurung seperti itu?" Tegur Bang Arma.
Rhena salah tingkah meskipun dirinya menyadari statusnya kini telah menjadi istri Bang Arma.
"Iya Bang."
Bang Arma yang tetap berdiri di depan pintu semakin membuat Rhena gelisah.
"Kenapa belum ganti juga?" Tanya Bang Arma karena Rhena hanya terduduk diam.
"Abang jangan berdiri di situ..!!" Pinta Rhena dengan suara lembut karena tidak ingin Riri terbangun.
"Oohh.. terus Abang harus berdiri dimana? Disini?" Bang Arma tersenyum sambil berjalan mendekati Rhena dan berdiri tepat di hadapannya.
Rhena menunduk dengan wajah memerah. Harus di akui Bang Arma terpukau dengan sikap kalem Rhena tapi saat Bang Arma menyentuh jilbab Rhena, istrinya itu mulai ketakutan.
"Jangan Bang..!!" Rhena menyilangkan kedua tangannya untuk menutup wajah dan tubuhnya.
"Dek.. ada apa?" Bang Arma menyentuh bahu Rhena tapi sentuhan itu malah membuat Rhena semakin histeris. Takut Riri akan terbangun, secepatnya Bang Arma membawa Rhena keluar dari kamar.
:
"Lihat Rhena.. ini saya..!!"
Rhena melihat wajah Bang Arma, nafasnya masih memburu penuh rasa ketakutan. "Baaang.. diaa..."
Bang Arma memeluk Rhena. "Iyaa.. ya sudah jangan di ingat lagi. Abang tidak akan memperlakukan kamu seperti dia memperlakukan kamu. Kamu istri Lettu Arma, bukan istri Sertu Setyo lagi..!!" Mungkin sedikit banyak dirinya mulai mengerti mengapa Rhena tidak ingin menikah lagi, Sertu Setyo telah meninggalkan kenangan buruk dalam pernikahan Rhena dulu.
Tiba-tiba Rhena mengobrak-abrik laci nakas, ia mengambil bon belanja beserta uang kembalian yang berjumlah beberapa puluh ribu dan beberapa keping uang koin. "Rhena tidak pakai uangnya untuk hal macam-macam, sungguh..!!" Rena duduk di lantai dan menggelar semua uang itu agar Bang Arma bisa melihatnya.
"Uang apa ini?? Pakailah sesuka hatimu, uang Abang berarti uangmu juga, apa yang Abang miliki berarti milikmu juga..!!" Kata Bang Arma setengah bingung dengan tingkah laku Rhena tapi dengan begini dirinya bisa membaca situasi rumah tangga Rhena dulu. Bang Arma membaca total belanja Rhena. "Kamu lihat wajah saya, wajah ini yang akan kamu lihat setiap harinya dan saya tidak akan memperlakukan kamu seperti Setyo memperlakukan kamu. Dengar Rhena, saya tidak akan membiarkan kamu merasakan sakit yang sama karena kamu istri Letnan Arma.
Rhena terus menangis dan hal itu membuat Bang Arma menjadi emosi karena hatinya tidak terima dengan perlakuan Setyo yang sudah merusak Rhena sampai seperti ini.
"Katakan Rhena.. kamu istri siapa??" Bang Arma sudah menaikkan nada suaranya satu tingkat. "Katakan..!!"
"Istri Abang."
"Abang punya nama..!!"
"Istri letnan Armayudha." Jawab Rhena sembari terisak.
"Suatu saat kalau kamu bertemu dengannya, katakan statusmu dengan jelas. Kalau dia berani macam-macam.. biar Abang yang menghajarnya..!!!!" Ucap Bang Arma.
Kini Rhena bisa melihat sosok lain dari seorang Letnan Armayudha, benar kata Mbak Lani, Letnan Arma memang begitu galak.
***
Hingga tengah malam Bang Arma masih belum bisa memejamkan matanya. Seketika rasa kantuknya hilang karena tiba-tiba Rhena demam dan terus mengigau. Terkadang istrinya itu menangis dan berteriak memohon belas kasihan, isakan tangisnya terdengar begitu pilu.
"Sebegitu kejamnya kah Setyo menyakiti fisik dan mentalmu?" Perlahan Bang Arma membuka jilbab Rhena. "Subhanallah.. Allahu Akbar.. Assalamu'alaikum wahai tilam ibadahku. Cantiknya paras wajahmu begitu menusuk hatiku." Gumam Bang Arma kemudian mengecup tipis bibir Rhena sebelum mengompres kening wanita yang sudah sah menjadi istrinya.
...
"Tante Rhena mana Pa." Riri mencari Rhena yang tidak terlihat di sampingnya. Memang selama ini Rhena mengajari gadis kecil itu dengan sapaan Tante Rhena.
"Huusstt.. Mama Rhena.. panggil Mama ya..!!" Kata Bang Arma mengajari putrinya sembari menggoreng ayam dan sudah nyaris gosong karena mereka berdua terlalu banyak bertukar pikiran.
"Mama Rhena mana Paaaa????" Riri mengulang pertanyaannya lagi.
"Mama tidur, pusing..!!" Jawab Bang Arma.
"Oohh.. pusing, Riri juga pusing Pa."
"Riri pusing kenapa? Riri sakit?" Tanya Bang Arma sedikit cemas.
Riri mengangguk mantap. "Riri khan belum jajan Pa."
"Aduuh ini anak, yang di cari cuma jajanan saja. Apa kalau sehari saja Riri tidak jajan terus bibirnya sariawan?" Gumam Bang Arma. "Yaelaaahh.. kenapa tiba-tiba ayamnya jadi gosong????" Gerutunya.
Suara ribut itu membuat Rhena terbangun. Ada handuk kecil di keningnya namun jilbab itu masih menutupi kepalanya meskipun sedikit berantakan.
Samar dirinya mengingat sesuatu. "Semalam aku mimpi ya?? Kenapa juga aku bisa tidur di kamar Bang Arma??" Ia merasa Bang Arma menyidak tubuhnya namun ia segera bangkit menuju ke dapur.
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!