" Pemirsa, hari ini telah terjadi kecelakaan yang menghilangkan putra dari tuan Arthur Edward, yakni Justin Xander Edward di sebuah pegunungan di kota Bogor."
" Justin di kabarkan tengah melakukan Sky diving dari heli kopter pribadinya, namun parasutnya gagal terbuka dan dia jatuh bebas dari atas ke dasar hutan."
" Sampai saat ini tim penyelamag belum menemukan keberadaan Justin, dan masih belum tahu apakah Justin selamat atau tidak." Suara pembawa berita di tv.
Semua stasiun tv menyiarkan berita hilangnya seorang putra pasangan konglomerat Arthur Edward dan Siera Leona yang jatuh dari helikopter pribadinya di kota Bogor.
" Hiks.. hiks.. hiks, Justin, dad.." Tangis wanita paruh baya dengan terisak.
Siera Leona, ibu dari Justin, sedang menangis di pelukan suaminya, Arthur Edward. Terdapat juga putra nya yang lain, yakni Dustin yang sama sama sedihnya atas hilangnya sang kakak.
" Mom, jangan menangis begitu. Kakak pasti baik baik saja, kita masih memiliki harapan. Aku akan mencari kakak, mommy jangan khawatir." Ujar Dustin.
" Tidak, kamu jangan pergi, kakakmu belum di temukan, mommy tidak mau kamu juga hilang." Ujar Siera.
" Kamu temani mommy saja, daddy akan menghubungi anak buah daddy untuk mencari kakakmu." Ujar Arthur.
" Sayang, sudah ya.. Justin pasti baik baik saja. Aku akan mencarinya." Ujar Arthur, dan Siera mengangguk.
Arthur pun menghubungi anak buahnya untuk mencari keberadaan Justin.
Sementara itu di tempat kejadian dimana Justin dinyatakan jatuh saat ini sudah banyak tim pencari yang sednag mencari keberadaan justin. Bahkan mereka meminta bantuan warga untuk mencari keberadaan Justin.
Dan siapapun yang menemukan Justin, akan di beri imbalan uang besar. Warga pun begitu antusias, meski mereka tidak mengenal siapa itu Justin, tapi mereka tergiur dengan imbalan yang di katakan itu.
Hingga hari sudah mulai gelap, tidak ada satu pun tim yang berhasil menemukan keberadaan Justin.
Di tempat lain, seorang gadis berambut perak dengan tas ransel usangnya sedang berjalan menyusuri hutan sambil melihat lihat ke atas.
Dia sedang mencari buah buahan liar yang tumbuh di hutan itu. Sebenarnya tak jauh dari hutan itu juga terdapat kebun milik warga, tapi gadis itu bukan gadis bertangan panjang yang suka mencuri.
" Haih.. Semakin lama, kenapa buah buahan liar sangat sulit di dapat. Jika begini, bisa bisa aku tidak makan lagi nanti malam." Gumamnya.
Gadis itu bernama Qilin, namanya singkat padat dan jelas. Tidak ada nama tengah atau naman belakang, hanya Qilin.
" Woah, ada apel hutan, akhirnya aku dap.. aduh!!" Qilin jatuh ketika kakinya tersandung sesuatu, dan hal itu menyebabkan tas ransel usangnya jatuh ke bibir tebing.
" Oh, no! Tolong jangan jatuh, aku baru memperbaikinya." Ujar Qilin.
Qilin bangun dan berjalan menghampiri tas ranselnya, dengan susah payah, akhirnya dia berhasil mengambil tas ranselnya yang nyaris hilang itu.
" Sukurlah.." Gumam Qilin.
Qilin mundur dan terkejut ketika kakinya menginjak sesuatu yang kenyal.
" Tuhanku!! Huaa.." Teriak Qilin hingga jatuh terduduk.
Qilin terengah engah ketika melihat sebuah tangan yang baru saja di injaknya.
" Apa itu mayat?" Gumam Qilin.
Qilin tidak bisa melihat tubuh apalagi wajah dari pemilik tangan itu, karena tubuhnya tertutup oleh parasut yang tampak compang camping.
Qilin melihat hingga ke atas tali parasut yang menyangkut di pepohonan, sudah di pastikan tangan yang baru di injaknya itu adalah tangan seorang yang jatuh dari atas.
" Ya Tuhan, apa dia mati?" Gumam Qilin lagi.
Qilin bangun dan langsung membuka parasut yang compang camping itu, hingga terlihat sebuah sosok pria yang telungkup tak sadarkan diri.
Qilin langsung memotong semua tali yang mengikat di tubuh pria itu dan menarik tubuh pria iru ke tepi. Qilin memeriksa apakah pria itu masih hidup atau tidak, dan rupanya masih hidup.
" Astaga, dia masih hidup. Padahal dia jatuh dadi ketinggian." Gumam Qilin.
Qilin pun akhirnya menggendong pria itu di punggungnya, meski dia seorang gadis, tapi dia sangat kuat. Qilin berjalan menyusuri jalanan setapak yang sepi hingga dia sampai di tepi jalan besar.
" Fiuh, berat sekali tubuhnya." Gumam Qilin.
Biasanya Qilin akan naik angkutan umum yang lewat ke sana, tetapi karena hari sudah petang, angkutan itu sudah tidak ada yang lewat lagi. Akhirnya Qilin lewat jalan pintas yang biasa ia lalui.
Dan akhirnya mereka sampai di sebuah rumah kecil, tapi di sana ada sebuah rumah besar juga yang terlihat megah, sangat bertolak belakang dengan rumah kecil yang di masuki Qilin.
" Semoga mama tidak melihat." Gumam Qilin.
Qilin langsung menutup semua hordeng dan langsung mengambil panci kecil, dan merebus air.
" Sabar ya, aku akan berusaha menolongmu. Tapi aku tidak punya uang, jadi aku tidak bisa membawamu ke rumah sakit." Gumam Qilin.
Setelah air yang di rebusnya itu hangat, ia pun mengambil handuk kecil dari lemarinya dan mulai mengelap wajah Justin yang penuh luka. Bahkan ada goresan luka besar dari alis hingga ke pipi.
" Kenapa dia tidak sadar, tapi dia bernafas. Bagaiamana jika nanti dia mati, tapi di sini jauh dari rumah sakit." Gumam Qilin khawatir.
Qilin mulai melepas pakaian atas Justin, Qilin melihat tato nama Justin tertulis di tulang selangka sebelah kanan nya.
" Jadi namamu Justin?" Gumam Qilin, dan tiba tiba Justin bergumam.
" Haus.. haus.." Gumam Justin.
" Kamu haus, sebentar." Ujar Qilin.
Qilin mengambil air dan memberi Justin minum. Justin pun minum dengan sangat rakusnya seperti tidak pernah bertemu air di padang pasir.
" Pelan pelan, tidak ada yang berebut denganmu." Ujar Qilin.
Justin membuka matanya, dan menatap Qilin dengan tatapan bertanya tanya.
" Siapa kamu?" Tanya Justin.
" Qilin, namaku Qilin." Ujar Qilin dengan wajah polosnya.
" Ugh, kepalaku sakit sekali." Gumam Justin.
" Sepertinya kamu jatuh dari ketinggian, seluruh badanmu penih luka, izinkan aku mengobati lukamu, ya?" Ujar Qilin.
Justin pun mengangguk, Qilin lalu melanjutkan aksinya mengobati luka luka Justin. Justin tidak bersuara sama sekali dan hanya melihat apa yang Qilin lakukan.
Beruntung memang, meski parasut Justin gagal terbuka, tapi Justin masih selamat karena parasutnya menyangkut di dahan dahan pohon sebelum akhirnya Justin jatuh ke tanah.
" Dimana rumahmu? Biar aku antarkan pulang." Ujar Qilin ketika selesai mengobati luka di wajah dan tangan Justin.
' Meski uangku tidak banyak, tapi aku mungkin bisa menolongnya pulang.' Batin Qilin.
" Aku tidak tahu." Ujar Justin, dan itu membuat Qilin tertegun.
" Kamu tidak tahu?" Tanya Qilin, dan Justin mengangguk.
' Alamak Tuhan, jangan bilang dia hilang ingatan.' Batin Qilin takut.
" Kalau namamu? apakah kamu ingat siapa namamu?" Tanya Qilin, dan Justin menggeleng.
Qilin langsung terduduk lemas, bagaimana cara dia mengantarkan Justin pulang jika dia saja hilang ingatan.
" Aku lapar." Ujar Justin.
Qilin langsung menelan ludahnya, dia saja berhemat dengan cara mencari buah buahan liar di hutan, dan kini ada yang harus dia beri makan, bebannya bertambah satu.
" Emm.. sebentar, aku carikan kamu makanan." Gumam Qilin.
Qilin lalu membuka ransel usangnya dan hanya menemukan sebuah buah naga liar yang ia temukan di hutan.
' Sudahlah, aku bisa cari lagi.' Batin Qilin.
Qilin memotong buah naga itu, hingga menjadi potongan potongan kecil, dan duduk di depan Justin. Dengan tidak tahu dirinya Justin mengambil alih piring di tangan Qilin, dan memakan buah naga itu tanpa dosa.
' A... dia makan semua buahku.' Batin Qilin.
" Kamu tidak makan?" Tanya Justin.
" Hehe, tidak.. nanti saja." Ujar Qilin.
' Makan apa? Buah nagaku kau makan semua.' Batin Qilin, menangis dalam hati.
TO BE CONTINUED..
Qilin sedang merapihkan semua bekas bekas dia mengobati Justin, sementara Justin sendiri tidak terlihat di sana.
" Aku sudah selesai." Ujar suara Justin.
" Jangan teriak, aku dengar." Ujar Qilin panik.
Qilin masuk kedalam ruangan itu dan melihat Justin yang sedang duduk namun sudah berganti pakaian.
" Lain kali bicaralah yang pelan, aku takut ada yang dengar dan kamu akan di usir nanti, mengerti? " Ujar Qilin, dan Justin mengangguk angguk polos.
" Celananya terlalu kecil." Bisik Justin pada Qilin.
" Ah? Apa, aku tidak dengar." Ujar Qilin.
Justin melambaikan tangannya, dan Qilin mendekat kearah Justin. Justin lalu mlkemudian berbisik di telinga Qilin.
" Celananya.. terlalu kecil, pan*atku sakit." Ujar Justin, dan Qilin langsung merona mendengarnya.
' Terus terang sekali dia, dia hilang ingatan apa jadi idiot sebenarnya?' Batin Qilin.
" A-aku akan cari celana lain, tunggu sebentar." Ujar Qilin, dan Justin mengangguk.
Qilin kembali membuka lemarinya, pakaiannya bahkan tidak ada yang bagus, semuanya kuno dan usang. Qilin tidak memiliki banyak pakaian, apalagi celana yang ukurannya lebih besar.
' Masa aku bongkar pakaian milik papa?' Batin Qilin.
Qilin menarik sebuah koper besar yang berdebu di bawah ranjang, lalu membukanya. Di dalam koper itu ada pakaian milik pria dewasa, yang tampaknya bisa di pakai Justin.
' Papa, maaf.. Qilin pinjam pakaian papa untuk teman Qilin.' Batin Qilin.
Qilin mengambil satu set, ****** *****, celana panjang, dan kaos putih. Lalu kembali menutup koper itu, dan mendorongnya kembali masuk ke kolong ranjang.
Qilin mencium wangi pakaian itu, dan langsung meneteskan air matanya. Ia jadi merindukan papa nya yang sudah meninggal.
' Qilin merindukan papa.' Batin Qilin.
Tapi Qilin langsung menghapus air matanya, dia tidak mau sang papa sedih di surga. Dia bangun dan kembali menghampiri Justin, lalu memberikan satu set pakaian itu pada Justin.
" Pakai ini." Ujar Qilin.
Justin memperhatikan wajah Qilin, tiba tiba Justin menarik tangan Qilin hingga Qilin jatuh di hadapan Justin.
" Aiya! Jangan menarikku begitu keras, aku bisa jatuh. Panggil saja namaku, atau kau toel - toel. Kenapa? kamu butuh sesuatu?" Tanya Qilin.
Tapi Justin tiba tiba memeluk Qilin dan berkata..
" Jangan menangis.." Ujar Justin.
Mendengar itu, Qilin justru kembali terpancing emosional nya. Qilin justru menangis di pelukan Justin.
" Jangan menangis.." Ujar Justin khawatir.
" Aku tidak menangis, hiks.." Ujar Qilin, tapi masih sesenggukan.
Justin akhirnya hanya memeluk Qilin dan mengusap usap punggung Qilin sampai akhirnya Qilin menjadi lebih tenang. Setelah Qilin merasa tenang, ia pun melepaskan pelukannya dari Justin.
" Terimakasih, kamu baik." Ujar Qilin.
Justin mengulurkan tangannya dan menghapus sisa air mata di pipi Qilin, lalu tersenyum.
Akhirnya Qilin meninggalkan Justin agar Justin berganti pakaian. Dan Justin pun selesai.
" Aku selesai." Ujar Justin, dan Qilin kembali panik dan berlari ke dalam.
" Justin, aku sudah bilang jangan berteriak." Ujar Qilin.
" Aku sudah berbisik, tapi kamu tidak dengar." Ujar Justin polos.
' Sepertinya dia benar benar idiot, apakah otaknya bermasalah? Aduh Tuhan, bagaimana caraku membantu dia supaya bisa ke rumah sakit?' Batin Qilin.
" Maaf aku lupa." Ujar Qilin, dan akhirnya membantu Justin bangun dan memapahnya menuju ranjang.
" Tidurlah.. " Ujar Qilin.
" Kamu juga." Ujar Justin, sembari menepuk ranjang dengan polos.
' Alamak, jika dia tidur di ranjangku, aku tidur di mana? Aku hanya punya satu ranjang.' Batin Qilin.
Dan ranjang Qilin, bukan ranjang berukuran King atau Qween size. Ranjang Qilin adalah ranjang single bed untuk anak anak.
" Kamu duluan saja, aku masih harus membereskan sesuatu." Ujar Qilin.
Justin pun mengangguk dengan polos, dan memejamkan matanya.
' Patuh sekali dia, seperti anak kecil.' Batin Qilin.
Sekarang Qilin sendiri yang bingung, di ranjang sekecil itu bagaimana bisa di tidur berdua dengan Justin. Qilin jadi merindukan kamarnya sendiri di rumah besar yang berada tak jauh dari sana.
Qilin keluar dari rumah kecil itu, dan memandangi sebuah jendela kamar yang masih menyala lampu, tanda pemiliknya belum tidur.
" Papa.. " Gumam Qilin.
Dulunya itu adalah kamar Qilin, lebih tepatnya tiga tahun yang lalu, sebelum papa angkatnya meninggal dunia.
Qilin di adopsi oleh papa angkatnya, dan tentang asal usul Qilin, sama sekali tidak ada yang tahu. Hingga tiga tahun lalu, papa angkatnya meninggal dunia dan Qilin di usir dari rumah besar ke rumah kecil itu oleh ibu angkatnya.
Qilin selalu di juluki anak aneh, karena memiliki rambut berwarna perak, dan dia sering di panggil nenek nenek oleh teman temannya dulu.
" Huft.. sabar Qilin, sudah bagus kamu masih bisa memiliki tempat tinggal." Gumam Qilin.
Tapi walau Qilin masih tinggal di pekarangan rumah itu, ibu angkatnya tidak peduli sama sekali terhadap Qilin. Qilin harus bekerja dan menghidupi dirinya sendiri selama tiga tahun terakhir ini.
Sementara mengapa pakaian ayah angkat Qilin berada di rumah kecil itu, karena ibu angkat Qilin sudah menikah lagi, dan pakaian milik ayah angkatnya di buang begitu saja, oleh sebab itu Qilin memungut dan menyimpannya.
Qilin menghapus air matanya dan kembali masuk ke dalam. Terlihat Justin yang sudah tertidur lelap, Qilin mau tidak mau tidur di samping Justin walau sempit, karena ia tidak memiliki opsi lain.
Jika saja Qilin memiliki kasur lipat atau setidak nya tikar, dia mungkin akan tidur di bawah, tapi dia bahkan hanya memiliki satu selimut saja, yang saat ini di pakai Justin.
Qilin merebahkan dirinya di sisi Justin, kemudian terlelap. Dan tanpa sadar, semakin malam, Qilin semakin menempelkan dirinya pada Justin karena dia kedinginan.
Justin pun memeluk Qilin, dan posisi tidur mereka saling berpelukan saat ini. Selimut yang sebelumnya di pakai Justin, kini sudah menyelimuti mereka berdua.
Di sisi lain kota itu, para tim penyelamat masih mencari keberadaan Justin. Arthur bahkan mengerahkan anak buah gelap nya untuk mencari sang putra sulung.
" Tuan, saya menemukan parasut milik tuan muda, tapi tidak ada tuan muda di sini." Ujar anak buah Arthur lewat Ear piece nya.
" Beri saya posisimu, saya ke sana." Ujar Arthur.
Arthur semakin tua semakin tampan, dia sangat berkarisma, berwibawa, dan wajahnya itu seolah menolak tua, masih sangat mempesona. Dia berjalan dengan langkah lebarnya menghampiri anak buahnya yang menemukan parasut Justin.
" Ini tuan, ini milik tuan muda." Ujar anak buah Arthur.
Arthur melihat parasut yang compang camping itu dengan tatapan sedih. Di hutan tidak mustahil jika ada binatang buas. Tapi kemudian Arthur melihat tali dari parasut itu yang sepertinya di potong menggunakan benda tajam.
" Justin menyelamatlan diri." Ujar Arthur.
" Cari di sekitar, Justin melepas talinya dengan benda tajam, dia masih hidup." Ujar Arthur.
" Baik tuan." Ujar anak buah Arthur.
Ke esokan harinya..
Qilin menggerakan tubuhnya, karena nyaman dan hangat.
' Hangatnya..' Batin Qilin.
' Eh, hangat??' Batin Qilin lagi bingung.
Qilin kemudian merasakan hembusan nafas yang masih teratur menerpa wajahnya. Qilin langsung membuka matanya dan terkejut, dia mundur hingga akhirnya ia terjatuh dari ranjang.
Gubrak.." Aduh, pan*atku.." Gumam Qilin kesakitan.
Qilin kemudian menatap Justin yang masih tertidur pulas, padahal gerakan Qilin saat terkejut dan jatuh dari ranjang itu lumayan keras.
' Ya Tuhan, aku.. a-aku tidur memeluk dia?? ' Batin Qilin pias.
TO BE CONTINUED..
Qilin sudah rapi dengan pakaian barunya, rambut peraknya ia kuncir kuda dan saat ini dia sedang menyiapkan sarapan untuknya dan Justin.
Qilin mau tidak mau mengeluarkan uangnya dari tabungan untuk makan dirinya dengan Justin. Dia membeli nasi bungkus yang di jual di pinggiran jalan dan rencananya setelah ini dia akan mencari pekerjaan.
Justin terbangun dan duduk diam di belakang Qilin yang sedang menuang minuman.
" Bau apa ini?" Ucap Justin dengan suara basnya tiba tiba, dan itu berhasil membuat Qilin terkejut.
" Alamak!" Ujar Qilin terkejut hingga air yang di tuangnya tumpah.
" Justin, kau mengagetkan aku saja." Ujar Qilin.
Tapi Justin tidak menggubrisnya dan malah tatapannya terkunci pada nasi berwarna kuning berlaukan bihun dan telor balado di atasnya.
" Wangi.." Ujar Justin.
" Kamu lapar? Makanlah, itu untukmu." Ujar Qilin.
Justin hendak langsung memakan makanan itu, tapi Qilin menahannya.
" Sikat gigimu lebih dulu." Ujar Qilin.
Justin mengangguk, dan Qilin membantu Justin untuk berjalan menuju ke kamar mandi.
" Aku tunggu di luar, jika sudah selesai ketuk saja pintunya, oke?" Ujar Qilin dan Justin mengangguk.
' Dia menurut sekali, dan.. berapa usianya? Apa dia seusia denganku? Wajahnya masih sangat muda.' Batin Qilin.
Qilin berdiri di sana, dan menunggu Justin yang sedang menggosok gigi, dan tak lama Justin mengetuk pintu, Qilin pun masuk.
' Dia hilang ingatan, tapi setidaknya dia tidak lupa cara menggosok gigi, baguslah.' Batin Qilin.
Keduanya kembali duduk, dan Qilin mempersilahkan Justin untuk makan. Qilin memperhatikan cara makan Justin, bisa terlihat bahwa Justin makan dengan rapi dengan mulut yang tertutup.
' Dia makan dengan rapi, sudah pasti dua bukan orang susah. Tapi bagaimana cara aku menolongnya jika dia hilang ingatan?' Batin Qilin.
Hingga akhirnya keduanya menghabiskan makanan mereka, dan kini Qilin kembali duduk di hadapan Justin.
Qilin membantu mengobati luka di wajah Justin dengan salep yang dia punya, dia tidak memiliki obat obatan mahal, jadi dia mengobati Justin dengan obat seadanya.
" Justin, aku akan keluar untuk mencari pekerjaan. Tapi kamu dilarang keluar dari rumah ini, apa kamu mengerti?" Ujar Qilin, setelah selesai mengobati luka Justin.
" Kenapa?" Tanya Justin polos.
" Di luar banyak orang jahat, jika ada yang datang dan itu bukan aku, maka sembunyilah." Ujar Qilin.
" Sembunyi? Dimana?" Tanya Justin polos.
Qilin bingung sendiri, di rumah kecilnya itu benar benar hanya sepetak. Sepetak itu di bagi menjadi empat bagian, Kamar yang kecil, dapur kecil, kamar mandi kecil, dan ruang tamu kecil.
" Mmm.. di kolong ranjang saja." Ujar Qilin, dan Justin mengangguk.
" Aku akan pergi bekerja, ingat pesanku, ya?" Ujar Qilin, dan Justin mengangguk angguk polos.
' Imut sekali, seperti anak ayam.' Batin Qilin.
Entah apa yang merasuki Qilin, ia mengusap usap rambut hitam Justin yang sangat halus itu. Tapi tiba tiba dia merona sendiri ketika mengingat bagaimana dia bisa tidur sambil memeluk Justin semalam.
' Ish, apa yang kau lakukan Qilin..' Batin Qilin.
" Qilin, sakit? Wajah Qilin merah." Tanya Justin.
Itu pertama kalinya Justin menyebut nama Qilin. Qilin pun menggeleng dan tersenyum.
" Tidak, kalau begitu aku pergi dulu. Ingat jangan buka pintu jika itu bukan aku, dan jika orang itu masuk, kamu sembunyilah, oke?" Ujar Qilin lagi.
" Oke." Ujar Justin.
Akhirnya Qilin pergi dari rumah kecilnya, dia berencana mencari pekerjaan yang bisa menyokong hidupnya.
Sebenarnya Qilin ini tamatan SMA, tapi di kota besar, sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Dan Qilin tidak memiliki satupun teman baik, semua teman kelasnya dulu selalu merundung Qilin karena rambut peraknya.
Di tambah lagi, semua identitas Qilin, di simpan oleh ibu angkatnya. Itu lebih menyulitkan Qilin untuk mendapatkan pekerjaan, tidak ada atasan yang mau menerima orang tanpa identitas yang jelas.
" Semangat Qilin, kau harus membantu Justin juga untuk berobat." Gumam Qilin.
Saat Qilin membuka gerbang, saat itu juga ada mobil mewah milik saudari angkatnya yang hendak keluar, dengan tidak berhati dia menyalakan klakson dan membuat Qilin terkejut.
" Hahahaha.. Mau kemana makhluk aneh? Mau mengamen ya? Ah.. Karena aku sedang berbaik hati, aku beri kamu uang, nah.." Ujar gadis itu dan melempar uang pecahan 50 ribu.
Qilin tanpa malu langsung tersenyum dan mengambil uang itu, karena sejujurnya dia butuh banyak uang.
" Terimakasih Gigi." Ujar Qilin.
" Ck! tidak perlu kau senyum senyum begitu, menjijikan." Ujar gadis bernama Gigi itu dan langsung tancap gas meninggalkan Qilin.
Qilin sama sekali tidak marah, dia sadar posisinya di sana adalah anak angkat, jadi wajar jika anak kandung dari orang tua angkatnya berbuat demikian.
" Dapat lima puluh ribu, yuhu!" Ujar Qilin senang. Qilin pun pergi dari kediaman itu.
Di tempat lain..
Sierra sedang duduk di ruang tengah, semalaman dia tidak tidur sama sekali dan bahkan masih saja menangis. Dustin juga setia menemani sang ibu yang kukuh tidak mau beristirahat, hingga langkah kaki Arthur terdengar masuk.
" Dad, apakah kakak di temukan?" Tanya Dustin.
Arthur menghembuskan nafas, lalu menggeleng. Saat itu juga air mata Sierra kembali mengalir deras.
" Justin.." Ujar Sierra.
Arthur langsung menghampiri Sierra dan memeluknya, sejak dulu sampai sekarang, kasih sayang Arthur untuk Sierra tidak pernah berubah atau berkurang, mereka masih sama seperti dulu.
" Sstt.. sayang, jangan menangis, Matamu sudah sangat bengkak." Ujar Arthur.
" Hiks.. hiks.. hiks.. Justin masih belum di temukan, dad." Gumam Sierra.
" Mom.. " Ujar Dustin ikut sedih.
" Sayang, jangan begini.. Justin akan sedih jika melihat kamu menangis begini. Dia paling tidak suka melihat kamu menangis atau sedih." Ujar Arthur, dan Sierra sesenggukan.
Ibu mana yang tidak terpukul ketika anaknya mengalami kecelakaan dan belum di temukan, siapa yang tahu nasib anak nya di luar sana seperti apa. Apa masih hidup, atau sudah tiada.. tidak ada yang tahu.
Sierra tidak pernah menyangka akan ada hari seperti ini, selama ini Justin dan Dustin selalu aman. Tapi musibah tentu saja tidak ada yang tahu.
" Dustin, daddy minta tolong padamu untuk menangani perusahaan kakakmu lebih dulu, sampai kakakmu di temukan, apakah kamu bisa?" Tanya Arthur.
"Bisa dad, Dustin akan menanganinya." Ujar Dustin.
" Terimakasih, nak." Ujar Arthur.
Naasnya saat Justin melakukan sky diving Dustin tidak ikuk, karena mereka sibuk dengan urusan mereka masing masing.
Justin bahkan sudah memiliki rumah sendiri, begitu juga dengan Dustin. Walau begitu, mereka masih sering mengunjungi sang mommy, yakni Sierra yang paling mereka sayangi.
Di tempat lain..
Qilin berjalan kesana kemari di jalan besar, sejak tadi dia melamar pekerjaan menjadi tukang cuci piring di restoran, tapi tidak ada satupun restoran yang menerimanya. Kendalanya adalah identitas Qilin tidak ada.
" Ya Tuhan, kalau begini terus.. bagaimana aku menjalani hidup? Buah di hutan juga sudah sangat jarang di temukan." Gumamnya.
" Masa aku jadi batut lagi?" Gumam Qilin.
Jadi badut di jalan, itu pekerjaan Qilin selama ini. Dia menjual balon atau bunga di lampu merah jalan raya besar, dan penghasilannya tidak seberapa. Belum lagi nanti di bagi hasil oleh pemilik kostum badut itu.
Qilin duduk di trotoar di depan restoran, perutnya sudah mulai lapar karena hari juga sudah siang. Ia melihat iklan di jalan yang yang menyiarkan kabar orang hilang, tapi belum sempat ia melihat siapa yang hilang, sebuah klakson mengejutkan nya.
" TIN!!" Klakson itu menggelegar.
" Astaga!" Qilin terkejut.
" Hei, tolong pindahkan kucing itu, dia menghalangi jalanku." Ujar seorang pengendara mobil mewah.
" Ah, iya." Ujar Qilin.
Qilin pun mengambil anak kucing yang malang itu dan membawanya ketepi.
Mobil mewah itu pun parkir di sana.
" BRAK!" Suara pintu mobil itu di tutup.
" Terimakasih sudah menolong, aku tidak ada uang kecil, ini untukmu." Ujar pria itu, sembari menyudorkan uang pecahan 100 ribu lalu berlari pergi.
" Eh, saya bukan tukang parkirnya." Ujar Qilin tapi pria tadi sudah pergi menjauh.
Qilin tersenyum melihat selembar uang itu, itu adalah rejeki baginya.
" Lebih baik aku beli makanan untuk Justin, dia pasti juga kelaparan saat ini." Gumam Qilin, dan pergi dengan hati senang.
TO BE CONTINUED...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!