Seseorang berlari dengan kencang. Keringat bercucuran tak lagi ia hiraukan. Berkali-kali ia melihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Satu kata yang ia pikir, terlambat. Pagi ini adalah hari di mana kencan pertama nya dengan seorang gadis yang sudah di sukai nya dari SMA.
"Semoga Ayako tidak marah," ucapnya yang terus berlari.
Senyum nya mengembang saat tahu gadis yang ingin ia jumpai masih duduk di sebuah bangku sambil memainkan ponsel miliknya.
" Gomen Ayako-chan, membuat mu menunggu lama," ucapnya tidak enak hati dengan membungkukkan badan.
" Tak apa, kau hanya terlambat satu jam," jawab Ayako sambil tersenyum.
Brandon menggaruk kepala yang tak gatal. Itu karena kebiasaan nya bangun siang di hari minggu.
"Ayo, kita masuk!" Ajak Ayako.
"Iya, ayo masuk!"
Kedua pasangan itu pun masuk ke sebuah taman bermain yang terletak di kawasan Tokyo. Keduanya bergandengan tangan layaknya muda-mudi pada umumnya.
Brandon adalah laki-laki berdarah campuran. Ibunya orang Jepang dan sang ayah dari Indonesia. Ia sudah menetap di Jepang dari Brandon umur tiga tahun. Keluarga nya hanya akan satu tahun sekali pulang ke Indonesia di akhir tahun. Atau saat saudara ayah Brandon sedang ada acara seperti pernikahan.
"Ayo kita naik wahana yang di sana!" Ajak Ayako.
Brandon pun setuju, mereka berjalan beriringan menuju wahana yang di tunjuk Ayako.
Keduanya pun menghabiskan waktu sampai malam. Sungguh tak terasa langit yang tadinya cerah sudah berubah menjadi gelap.
Brandon pun mengantar Ayako pulang ke rumah. Seperti kebanyakan orang Jepang mereka menggunakan kereta api untuk alat transportasi umum tersebut.
Di kereta Ayako menguap berkali-kali. Brandon yang menyadari akan hal itu meminta Ayako untuk bersandar pada bahunya.
"Sini bersandar padaku!" Pinta Brandon.
Ayako pun menurut apa yang di pinta Brandon. Lumayan ia bisa tidur karena jarak rumah nya masih sekitar satu jam perjalanan.
"Ayako-chan aku suka kamu," ucap Brandon berbisik di telinga Ayako.
"Em," jawab Ayako. Gadis itu sepertinya sudah tidak begitu merespon ucapan Brandon karena rasa kantuk nya.
"Kau ini lucu sekali sih. Sudah, tidur lah nanti aku bangunkan kalau sudah sampai.
Beberapa hari kemudian.
Hubungan Ayako dan Brandon semakin dekat. Hampir setiap mereka berangkat dan pulang kampus bersama. Ayako pun juga sudah akrab dengan orang tua Brandon begitupun sebaliknya. Seperti hari ini, Brandon sedang makan malam bersama keluarga Ayako.
"Ini enak sekali, kau pintar sekali memasak Ayako," puji Brandon setelah menyantap sup rumput laut buatan Ayako.
Ayako yang di puji pun tersipu malu. Karena setiap ia memasak untuk Brandon selalu di lahap habis dan laki-laki itu suka masakan nya.
"Jangan puji dia seperti itu. Kemampuan nya masih kalah dengan ku." Saut ibu Ayako.
"Ibu, aku kan pandai masak juga karena ajaran dari ibu. Puji lah aku sedikit di depan Brandon!" protes Ayako.
"Tentu saja kau ibu puji, kau kan anak perempuan kali satu-satunya." Ujar sang ibu.
"Ayah dan ibu akan kesepian saat nanti kau menikah dan meninggalkan kami berdua sendiri." Ucap ayah Ayako tiba-tiba.
Pada akhirnya anak perempuan nya akan menikah dan tinggal bersama suami. Tentu saja mereka akan kesepian.
"Kami akan sering berkunjung." Saut Brandon.
Ayako menatap tak percaya dengan apa yang di katakan Brandon. Laki-laki itu tak pernah mengajak nya untuk menikah, hubungan mereka hanya berjalan seperti pacaran pada umumnya. Ayako pun tak berani menuntut lebih akan hal itu. Dia hanya menjalani saja saling mencintai dan berbagi kebahagiaan bersama.
"Syukurlah kalau begitu. Kami bisa tenang menyerahkan Ayako padamu." Ucap ayah Ayako.
Malam ini pun Brandon sudah bertekad bulat ingin menikahi Ayako saat lulus nanti. Ia juga sudah ada penghasilan dari mengajar piano dan bekerja di perusahaan sang ayah. Lagi pula dua keluarga juga sudah saling kenal dan setuju tidak ada alasan bagi Brandon untuk menunda pernikahan nya dengan Ayako.
Dua tahun kemudian...
"Ayako-chan," Seru Brandon. Tangan kanan nya melambai saat ia melihat gadis yang ia cintai keluar dari sebuah gedung tinggi perkantoran di Tokyo.
Ayako bekerja sebagai sekretaris di salah satu perusahaan saja di Tokyo. Setelah lulus kuliah ia langsung di terima di perusahaan tersebut.
Ayako berlari memeluk Brandon. Mereka satu bulan lagi akan menikah. Segala persiapan telah di lakukan. Mulai dari baju pengantin, tempat pesta semua sudah hampir delapan puluh persen siap. Cinta yang bersemi dari bangku sekolah itupun akhirnya akan bersatu dalam ikatan sebuah hubungan suci pernikahan.
"Bagaimana kalau kita makan ramen langganan kita dulu, di dekat kampus?" Ajak Ayako.
"Kau ingin makan ramen ya? Baiklah untuk wanita yang aku cintai apapun akan aku lakukan." Jawab Brandon.
Kedai ramen itu adalah langganan mereka saat masih berstatus sebagai mahasiswa.
"Aku suka sekali ramen di sini. Kita nanti setelah menikah sering-sering kemari ya!" Ajak Ayako.
"Apapun keinginan mu ratuku."
"Dih, pintar sekali nge gombal. Awas saja kau berpaling ke lain hati." Mina mengancam Brandon sambil berkacak pinggang.
"Ngga akan, kau adalah satu-satunya hari ini besok dan seterusnya," Brandon mencubit pelan hidung mancung Ayako.
Hari pernikahan
Kini Brandon dan Ayako sudah resmi menjadi suami istri. Mereka di atas panggung sedang berdansa dengan di iringi musik romantis. Kening mereka menempel tangan keduanya menyatu. Hanyut dalam kebahagian malam pesta pernikahan.
"Ayako, terima kasih sudah mau menjadi istriku." Ucap Brandon
Pandangan penuh cinta pada wanita yang saat ini sudah sah menjadi istrinya.
"Brandon, terima kasih mau menjadi suamiku." Ucap Ayako.
"Kau meniru ucapan ku?"
"Tidak,"
"Itu tadi apa?"
"Aku berterima kasih padamu." Jawab Ayako.
"Kalimat mu sama dengan ku,"
"Tidak sama kok, hanya mirip saja." Ucap Ayako. sambil terkekeh menahan tawa.
"Kau nakal sekali, coba kita lihat malam ini kau masih bisa tidak nakal seperti ini." Ancam Brandon dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Oke, siapa takut. Kita lihat siapa yang nanti nakal ya," tangan Ayako sengaja mengusap dada bidang Brandon.
"Kau nakal sekali."
"Hanya padamu," Ayako mengedipkan satu matanya serta dengan sengaja menggigit bibir bawahnya. Hal itu sengaja ia lakukan untuk menggoda sang suami.
"Ayo, kita ke kamar pengantin saja!" Ajak Brandon yang menyudahi dansanya.
"Masih banyak tamu, tunggu dua jam lagi ya!" Ujar Ayako.
"Terlalu lama, salah sendiri kau yang merayu ku."
"Kau yang memancing ku."
"Kamu yang nakal lebih dulu."
"Aku mengimbangi dirimu, sayang."
"Ah... aku bisa giilaaa kalau lama menunggu."
"Akhhhh.... aku sudah tidak sabar, bagaimana rasanya di dekap oleh lengan mu yang kokoh," ucap Mina berbisik di telinga Brandon.
Hai guys bertemu lagi dengan karya baruku. Jangan lupa like dan komen ya
Makasih 🙏❤️
Brandon menggandeng tangan Ayako dengan mesra. Sesekali ia melirik ke arah wanita yang kini sudah menjadi istrinya. Perasaan bahagia dan haru melingkupi ruang hatinya. Ia tak menyangka hari ini Ayako menjadi miliknya seutuhnya.
"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Ayako penasaran yang melihat suaminya.
"Karena bahagia."
"Yakin, karena bahagia? Ngga mikirin yang lain gitu?" tanya Ayako lagi. Ia sengaja memancing sang suami.
"Mikirin apa sih, ngga ada mikir apa-apa." Jawab Brandon yang masih tetap pura-pura tak mengerti maksud sang istri.
Ayako semakin memeluk mesra lengan kokoh Brandon. Ia sengaja bergelayut manja di pundak sang suami.
"Wah... indah sekali," ujar Ayako takjub, melihat kamar pengantin mereka yang di dekor sedemikian rupa.
Bunga mawar merah bertebaran di lantai dan di atas ranjang membentuk pola love serta dari balkon dapat melihat pemandangan kota Tokyo yang indah dengan gemerlap lampu.
Ayako menutup mata seraya merasakan hembusan angin di malam hari yang menerpa wajah cantik nya.
Brandon mendekat, beberapa menit kemudian ia dekap sang istri dari belakang. Ia cium tengkuk Ayako dengan lembut.
"Emm..." Ayako menggeliat rasa geli seketika menahan erangan nya sekuat mungkin. Karena tangan Brandon sudah mulai menari indah di tubuh ramping nya.
"Kenapa sayang?" tanya Brandon tersenyum senang melihat ekspresi sang istri.
"Ngga apa-apa," Ayako menggeleng pelan.
"Oh, aku pikir kenapa," jari-jari Brandon semakin menari indah di tubuh Ayako. Kini ia mengubah posisi agar bisa dengan leluasa menatap wajah cantik sang istri.
"Jangan menunduk! Lihat aku!" pinta Brandon. Pandangan penuh cinta menatap wajah cantik Ayako. Sedetik kemudian ia cium kening, pipi, hidung lalu bibir.
Benda kenyal tanpa tulang itu saling membelit satu sama lain. Puas bermain di bibir ranum sang istri, beralih ke leher jenjang yang putih mulus ia kecup mesra ia gigit kecil sebagai tanda kepemilikan.
"Ah...kenapa di gigit? Nanti ada bekas nya gimana dong!" protes Ayako.
Brandon tertawa melihat istri nya yang cemberut. Bukan nya menghentikan aksinya Brandon semakin nakal menelusuri leher jenjang Ayako. Dengan gerakan pelan, Brandon mendorong Ayako menuju ranjang. Posisi Ayako di bawah Brandon, pandangan mereka bertemu terpancar cinta yang begitu besar dari keduanya.
Brandon kembali mencium bibir Ayako, tangan kanan nya turun ke bawah memegang benda bulat berisi nan kenyal tersebut. Sepertinya ini akan menjadi kesukaan Brandon.
"Ayako, aku mencintaimu." Ucap Brandon.
"Aku, juga mencintaimu."
"Aku lebih cinta, Ayako Nakamura."
"Cinta ku lebih-lebih pada Brandon Wijaya."
( Uhuk, ehem... nunggu lanjutan nya ya?
🤭 ikuti terus kelanjutan nya ya 😉)
...----------------...
"Ayako!" Teriak Brandon. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Mimpi nya tentang sang istri selalu mengusik harinya.
Hampir satu tahun sejak peristiwa itu, ia selalu bermimpi hal yang sama. Segala cara dan upaya ia lakukan untuk menemukan sang istri tapi semua nihil. Entahlah, bak di telan bumi Ayako menghilang begitu saja.
"Ah, sial mimpi lagi," umpat Brandon.
"Ngga bisa gini terus, aku pulang ke Indonesia saja. Agar bisa lepas dari bayang-bayang Ayako. Ia mengambil benda pipih untuk menghubungi seseorang.
Pagi hari...
" Kau sudah bangun, ayo sarapan dulu!" Ujar wanita separuh baya yang sedang menata piring dan beberapa menu sarapan di meja makan.
Seperti biasa, Brandon hanya mengangguk kan kepala tanpa mau membalas perkataan sang ibu. Semenjak kepergian Ayako, Brandon menjadi pribadi yang tertutup ia tidak akan bicara kalau hal itu tidak penting dan ia hanya menghabiskan waktu untuk bekerja.
Ibunya pun sudah terbiasa dengan sikap putranya. Hal itu tidak masalah untuk Himawari. Sebagai ibu, ia rabu betul apa yang di alami oleh sang putra.
"Aku mau ke Indonesia minggu depan." Ucap Brandon tanpa ekspresi.
"Kenapa tiba-tiba?" tanya sang ibu yang terkejut mendengar ucapan Brandon.
Dari sebelah tempat duduk nya, sang suami mengangkat telunjuk dan ia letakkan di bibir, mengisyaratkan agar sang istri tidak bertanya lebih jauh lagi mengenai keputusan sang putra.
Himawari menurut, wanita itu hanya menghela napas panjang. Menerima keputusan sang suami dan anak nya.
"Oke, nanti papa dan mama ikut. Hampir satu tahun papa tak pulang ke Indonesia." Ucap Agus papa Brandon.
"Iya," jawab Brandon sambil menyuapkan makanan ke dalam mulut.
"Papa dan anak kompak, gini banget nasib mama. Keputusan di tangan kalian," celetuk Himawari yang pura-pura marah pada suami dan anaknya.
"Ma, mau shoping ngga?" tanya Agus.
"Ngga mau sih sebenarnya, tapi kalau papa maksa, yasudah ayo kita ke mall beli baju baru!" Jawab Himawari antusias.
"Di rayu gitu aja luluh." Ucap Brandon menyela obrolan kedua orang tuanya.
"Biarin aja dong, kan yang mama pakai uang suami sendiri. Kalau uang suami orang, itu baru ngga boleh," tak kalah sengit Himawari membalas perkataan Brandon.
"Hem, iya ibu ratu. Sudah, berangkat dulu," Brandon berdiri lalu mengambil kunci mobil untuk berangkat bekerja.
"Lihat itu, kelakuan anak kamu! Sama mama sendiri cuek nya minta ampun. Nasib ngga punya anak cewek ya, gini. Kalau debat ngga ada yang bantu. Suami sibuk kerja, anak juga kemana-mana sendiri. Mama itu sedih pa, kayak gini terus." Himawari mengambil tisu di atas meja ia usapkan di atas pipi nya yang kering tanpa air mata.
" Ini, pakai lap meja aja ma!" Agus menyerah kan kain berwarna putih yang ada di bawah piring.
" Papa! Itu kan buat lap piring, kenapa suruh mama pakai itu! " protes Himawari.
"Tisu nya sayang ma, kan kalau pakai ini bisa di cuci lagi."
"Tuh kan, papa mulai lagi."
"Ayo, kita jadi belanja ngga? Papa temenin. Ada Brandon di kantor jadi papa bolos kerja aja."
"Jadi, ayo pa!" Himawari berdiri dan mengambil tas miliknya.
Indonesia
"Pa, panas sekali. Mama mau beli es dong. Haus nih," Himawari menggerakkan sensu berbahan bambu yang ia bawa dari Jepang.
" Itu udah bawa sensu, masih kepanasan? aneh banget panas mau minum es. Kalau haus, baru minum es ma. Nanti di dekat rumah ibu ada abang penjual es dawet enak sekali, nanti beli es di sana saja."
"Yasudah lah, terserah papa saja," Himawari segera masuk ke dalam mobil yang menjemput mereka di bandara.
"Ah, akhirnya adem pa," ucap Himawari mendudukkan tubuh nya di kursi belakang kemudi.
"Mama manja, biasanya juga ke pasar jalan kaki ngga ngeluh panas." Celetuk Brandon.
Agus tertawa mendengar sang putra mengejek istrinya. Jarang sekali Brandon seperti ini, sejak kepergian Ayako ia menjadi pribadi yang pendiam.
"Terus aja, ketawain mama. Kalian ini keterlaluan. Ayo, pak jalan!" Perintah Himawari pada sang sopir sambil melipat kipas yang ia pegang.
Mobil pun di jalankan dengan pelan membelah jalanan Jakarta yang sedikit lenggang karena hari ini adalah hari minggu.
Brandon memejamkan mata menikmati lagu yang di putar oleh pak sopir. Rasanya inilah hal terbaik yang harus ia lakukan, pergi dari tempat kelahiran nya untuk melupakan kenangan akan Ayako dan memulai hidup baru di Indonesia.
Ciittttt... mobil berhenti mendadak saat melihat seorang gadis yang menyebrang jalan tidak hati-hati.
"Woi... dasar gadis gila!" umpat sang sopir.
"Kenapa pak?" tanya Brandon membuka matanya perlahan.
"Itu ada gadis nyebrang jalan sembarangan mas." Jawab pak sopir.
Brandon keluar dari mobil, ia melihat gadis itu masih di pinggir jalan sambil menundukkan kepala nya sebagai tanda permintaan maaf.
"Hai, kamu mau mati ya?" tanya Brandon sambil teriak.
Gadis itu mendongakkan kepalanya. "Ha, tampan sekali," ucapnya sambil mulut terbuka karena kagum akan ketampanan Brandon.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
👣 Sensu adalah kipas berbahan bambu dari Jepang. Dulu pada zaman kekaisaran Jepang itu di pakai kaum pria dari kalangan bangsawan, tapi semakin berkembang nya zaman wanita pun banyak yang pakai. Pada zaman itu di lipatan kipas berisi catatan atau lukisan dan di pakai saat acara tertentu saja. Tapi semakin maju perkembangan zaman kipas itu semakin luas di pakai di berbagai negara seperti Indonesia.
Jangan lupa like dan komen ya, terimakasih 🙏❤️
Tidak ada yang benar-benar rela, perihal kehilangan.
Gadis itu mendongakkan kepalanya. "Ha, tampan sekali," ucapnya sambil mulut terbuka karena kagum akan ketampanan Brandon.
"Gadis aneh," ucap Brandon. Ia segera meninggalkan gadis tersebut begitu saja.
Tin... Tin.... Bunyi klakson sengaja di tekan Brandon berkali-kali agar gadis tersebut menyingkir dari jalannya.
"Woi, dasar songong lo ye...kagak tahu siapa gue ya lo," teriak gadis tersebut. Ia segera menepi di samping jalan.
Brandon membuka jendela mobil lalu mendongakkan kepalanya. "Ngga penting." Ucapnya dengan dingin tanpa ekspresi.
"Udah jalan aja pak!" perintah Brandon pada sang sopir.
Walaupun Brandon menetap di Jepang ia sangat fasih berbahasa Indonesia. Sang Papa selalu menggunakan bahasa Indonesia saat di rumah.
"Dasar sombong sekali, lihat aja kalau ketemu gue pites kau ya! Eh, itu tadi kayak bukan orang sini deh. Tapi, kok lancar sekali bahasa Indonesia nya ya!" gadis tersebut terheran-heran dengan Brandon.
"Sudah ah, ngapain aku mikirin dia. Biarin aja lah." Lanjutnya kemudian.
Gadis itu kembali melanjutkan perjalanan nya menuju tempat kerja.
......................
Mobil yang membawa Brandon dan kedua orang tua nya berhenti di salah satu rumah megah yang bergaya Eropa.
" Sudah sampai pa? " tanya mama Brandon.
"Sudah, ayo turun!" Ajak papa Brandon.
Brandon berjalan lebih dulu. Ia menarik koper kecil miliknya masuk ke dalam rumah tersebut. Dan di belakang di ikuti kedua orang tuanya.
Di tempat lain...
Seorang laki-laki dengan gelisah menunggu kedatangan sang pacar. Sudah menunggu lebih dari setengah jam . Pacar nya mempunyai kebiasaan yaitu sering terlambat.
"Kenapa belum datang juga. Untung gue cinta, kalau ngga udah gue cekik dia," keluh Will.
Laki-laki itu adalah William Santosa. Biasa di sapa Will. Biasanya ia tidak akan mau menunggu lama, tapi karena ini adalah menunggu gadis pujaan hatinya ia rela menunggu walaupun setiap kencan selalu saja sang kekasih telat.
" Siapa yang mau di cekik?" tanya seseorang pada Will.
"Eh, ngga ada kok. Mana ada, gue ngga bilang apa-apa kok." Jawab Will berbohong.
"Yang benar, awas saja ya kamu macam-macam!"
"Ngga berani, cuma satu macam aja paling kok."
"Ngga tahu, kakak ku jago judo?"
"Tahu, makanya berani nya cuma satu macam. Ngga berani macam-macam. Udah yuk kita jalan!" Ajak Will. Ia mengalihkan pembicaraan nya agar sang kekasih tak membahas nya lebih jauh.
Brandon sedang duduk sambil menghisap rokok nya. Pikiran nya menerawang di kejadian yang hampir satu tahun ingin ia lupakan. Sang istri menghilang tanpa jejak, bahkan pihak polisi Jepang pun tak berhasil menemukan sang istri. Bak di telan bumi Ayako menghilang begitu saja.
"Hah... apa yang harus aku lakukan. Tubuhku di sini, tapi pikiran ku jauh di sana. Bahkan setiap detik bahkan menit wajah mu melintas terus."
Brandon mematikan rokok nya, ia beralih ke benda pipih yang ada di atas meja bulat di samping tempat duduk nya. Tangan nya berselancar indah membuka beberapa artikel tentang berita hari ini. Ia fasih berbahasa Indonesia jadi tidak sedikit pun Brandon mengalami kesulitan.
"Beritanya itu-itu saja. Aku mandi dulu, saja dari pada pusing tak menemukan titik terang."
Brandon menuju kamar mandi menanggalkan pakaian nya, lalu ia berendam di dalam bathub yang sudah ia isi dengan air sabun aroma mint.
"Oh, iya gadis tadi kok aneh banget. Tiba-tiba muncul di depan mobil," Brandon merasa ada yang ganjal dengan pertemuan nya dengan gadis tersebut.
***
"Assalamualaikum," salam seorang gadis cantik yang baru saja tiba di rumah nya.
"Waalaikumsalam, dari mana saja to? Jam segini baru pulang." Jawab sang ibu yang juga bertanya perihal sang putri pulang terlambat.
"Tadi di jalan ketemu orang galak, kan aku ngga sengaja melintas di depan mobil nya. Aku dimarahin tadi."
"Kamu ngebut naik motor nya, ya?" tanya sang ibu.
"Ngga kok, pelan. Tadi ada kucing di pinggir jalan lari ke tengah jalan, terus ku tolong terus tuh mobil lewat mau ketabrak aku bu," gadis itu menceritakan kejadian beberapa menit yang lalu saat hampir tertabrak mobil Brandon.
Gadis itu bernama Zakia yang akrab di panggil Kia. Ia adalah seorang mahasiswi di sebuah kampus swasta di Jakarta. Sang ayah seorang dosen di sana, tapi tak pernah sekalipun ia menunjukkan pada teman-teman nya kalau ia adalah anak dosen. Hal itu ia tutup rapat, karena menghindari omongan jelek dari teman-teman nya.
Lagi pula ia lebih suka di kenal karena prestasi bukan karena sebuah sensasi karena mengingat sang ayah yang terkenal dengan sebutan dosen killer di kampus. Ia tak mau temannya ikut takut juga dengan nya, atau hanya memanfaatkan kan dirinya karena Kia juga mahasiswi yang sangat berprestasi.
"Baru pulang kamu?" tanya sang bapak.
"Iya, pak."
"Sudah, mandi sana!" Perintah bapak.
Tak hanya di kampus, bapak Kia juga galak dan tegas saat di rumah. Sikap disiplin sudah ia terapkan dari kecil, jadi sampai sekarang pun ia disiplin.
"Jangan galak-galak pak! Anak gadis cantik, dan nurut gitu kok di galak ki terus."
"Itu bukan galak bu, tapi tegas. Biar biasa disiplin. Kan ibu tahu bagaimana pergaulan anak zaman sekarang."
"Kan anaknya juga sudah disiplin to pak, mau disiplin yang bagaimana lagi. Anak itu jangan terlalu di keras, ngga baik juga lo. Yang penting dia tahu batasan pak. Kayak bapak ngga pernah muda aja. Kasih anak kita kepercayaan, biarkan dia menikmati masa mudanya tanpa harus kita kekang dengan aturan yang memberatkan. Biasanya kalau anak terlalu di tekan harus ini harus itu, harus disiplin ini dan itu malah anak jadi berontak. Zaman dulu dan sekarang beda pak, jadi jangan di samakan. Lagian Kia itu sudah dewasa dia bisa membedakan mana yang baik dan benar kok. Percayalah pada putri mu!" Ucap sang istri panjang lebar.
Pak Jono mengecup punggung tangan istrinya." Iya bu, makasih sudah didik anak kita dengan baik. Bapak hanya khawatir saja. Maklum anak perempuan bontot, lagian kakak nya malah kuliah di luar kota . Dia jadi ngga ada yang jagain kalau di luar."
" Paham pak, khawatir sih khawatir, tapi jangan berlebihan juga. Fahmi kan juga pergi kuliah di luar kota atas rekomendasi dari bapak lo. Apa perlu ibu suruh pulang?" tanya sang istri.
" Jangan bu! Sebentar lagi kan lulus. Dia aja udah pelatihan bu. Sebentar lagi jadi lulus bergelar dokter, " ucap sang bapak yang bangga dengan putra pertama nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!