Dua garis berwarna merah, yang ditunjukan oleh tespack itu, berhasil membuat wanita yang tengah menggenggamnya terkejut bukan main.
"Jadi aku positif hamil?!" pekik wanita itu kegirangan, saat mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung. Saat itu juga, wanita yang ternyata tengah hamil itu benar-benar merasa sangat bahagia.
Pasalnya kehamilan inilah yang membuat wanita berambut sebahu itu berharap besar. Karena dengan ini, dirinya percaya bahwa kini tak akan ada yang bisa memisahkan dirinya dan sang kekasih.
"Aku harap, Ivan tak akan meninggalkan aku lagi setelah ini," lirihnya sembari mengelus perutnya yang masuh rata. Wanita yang tubuhnya hanya dibalut oleh bathrobe itu, segera keluar dari kamar mandi dengan perasaan bahagianya.
Tujuan wanita itu sekarang adalah ranjang berukuran king size, di mana terdapat laki-laki bertelanjang dada yang tengah tertidur. Dengan semangat, wanita itu segera duduk tepat di sebelah laki-laki tersebut, lalu mencoba membangunkan ayah dari anaknya itu.
"Sayang bangunlah, aku memiliki kejutan untukmu!" Dengan semangat yang sudah berada di atas ubun-ubun, ibu hamil itu mencoba membangunkan laki-lakinya.
Laki-laki yang masih nyenyak dalam tidurnya itu mulai membuka matanya, ketika dirinya mendengar suara sang kekasih. Perlahan, wajah cantik milik kekasihnya mulai menyambut penglihatan milik laki-laki itu.
"Kenapa kau bangun sepagi ini? Apakah ada masalah?" Dengan suara yang masih serak karena baru saja bangun tidur, laki-laki itu menjadikan paha kecil milik sang kekasih sebagai bantalannya.
Senyum milik wanita itu semakin mengembang saat sang kekasih menjadikan pahanya sebagai bantalan, setelah sekian lama. Tangan milik wanita tersebut yang masih menggenggam testpack miliknya, dibawanya ke hadapan sang kekasih yang kembali memejamkan matanya.
"Lihatlah! Bukankah ini kejutan paling indah selama kita bersama?" titah si wanita yang membuat laki-laki tersebut kembali membuka matanya.
Mata berwarna abu-abu itu, menatap benda pipih yang digenggam oleh kekasihnya. Mata yang tadinya masih terasa sangat berat itu, seketika terbuka dengan lebar. Betapa terkejutnya laki-laki itu, ketika melihat dua garis di testpack yang dibawa oleh wanitanya.
Dirinya tidak terlalu bodoh, sampai dirinya tak mengetahui apa arti dari hasil testpack tersebut. Dengan segera, laki-laki yang sedari tadi masih berbaring itu, langsung bangun dari posisinya dan menghadapkan tubuhnya penuh ke sang kekasih.
"Apakah kau sedang bercanda, Sayang?! Aku tidak sedang bermimpi, bukan?!" tanya laki-laki itu, mengulang apa yang dikatakan oleh kekasihnya.
Wanita itu sama sekali tak menjawab, dia hanya menganggukkan kepalanya lalu memeluk laki-laki itu dengan perasaan bahagianya. Keduanya sama-sama tak menyangka, sebentar lagi mereka akan menjadi orang tua, ditengah masalah yang tengah mendatangi mereka.
"Terimakasih banyak, Sayang. Aku berjanji tak akan meninggalkanmu, dan anak kita nanti." Wanita yang baru saja mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung itu hanya bisa menganggukkan kepalanya. Meskipun dalam hati wanita itu, terdapat banyak ketakutan akan hubungannya dengan kekasihnya, tetapi wanita itu akan menaruh semua kepercayaannya kepada kekasihnya.
"Aku akan melindungi kalian sampai kapan pun itu. Aku juga akan menghabiskan banyak waktu ku bersamamu kalian," ucap laki-laki tersebut, berjanji pada wanita yang tengah mengandung keturunannya itu.
"Tapi aku takut, Sayang. Aku tahu kau pasti juga masih bingung bagaimana cara menghilangkan berita tentang skandal kita berdua," jawab wanita itu dengan nada lirihnya yang lagi-lagi membuat keduanya sama-sama terdiam.
"Apa yang kau takutkan? Kita akan tetap bersama-sama bagaimana pun keadaannya. Kau percaya padaku, bukan?" Setelah terdiam lama, laki-laki itu mencoba untuk menenangkan sang kekasih. Dirinya tak ingin sang kekasih memiliki banyak beban pikiran, karena tengah mengandung.
"Lalu bagaimana dengan istrimu?" tanya wanita hamil tersebut, yang lagi-lagi mampu membuat kekasihnya kembali terdiam.
Benar apa yang dikatakan oleh kekasihnya. Lalu bagaimana dengan istrinya? Bagaimana caranya mengatakan pada sang istri, bahwa sebentar lagi dirinya akan mendapatkan keturunan dari rahim wanita lain?
"Apa yang katakan dari wanita itu? Sudah ku katakan sejak satu tahun yang lalu bukan? Aku sama sekali tak menyukai wanita itu, Ness." Nessie yang mendengar jawaban enteng dari kekasihnya itu hanya bisa menghembuskan napasnya dengan sedikit kasar.
"Bukan masalah kau menyukainya atau tidak, Van. Tapi bagaimana kau akan menghabiskan banyak waktu mu denganku, jika kau saja masih memiliki istri?" sanggah Nessie dengan tatapan seriusnya.
Ivander yang mendengar jawaban lain dari kekasihnya itu menghela napasnya dengan perlahan. Dirinya sudah mulai muak dengan pertanyaan sama yang selalu Nessie katakan.
Ivander tahu, bahwa dirinya memang tak akan pernah selalu bisa abersam dengan Nessie. Karena bagaimana pun itu, istrinya lah yang lebih berhak atas dirinya. Berulang kali sudah Ivander katakan hal tersebut pada Nessie, tetapi pertanyaan dari Nessie itu selalu terdengar ingin menjebak agar dirinya segera berpisah dari istrinya.
"Untuk hal ini juga sudah aku katakan berulang kali, bukan? Kau tahu bahwa aku sudah menikah, itu juga berarti bahwa aku sudah memiliki tanggung jawab. Aku juga sudah mengatakan padamu agar aku bercerai dari Sherina bukan, supaya apa? Supaya aku bisa full bersamamu dan melepas semua beban ini," jelas Ivander sekali lagi, denga tatapan yang tak bisa Nessie artikan.
"Jangan! Kau tidak boleh bercerai dari Sherina, sebelum dia sendiri lah yang menggugat mu. Kau tak ingin bukan, jika sebagian harta milik mama jatuh ke tangan wanita itu?" larang Nessie dengan alasan yang sangat klise.
Tawaran ini bahkan sudah Ivander tawarkan sejak umur pernikahannya dengan Sherina menginjak usia satu bulan. Tapi Nessie selalu menolak hal tersebut, dengan alasan yang sama. Sama seperti jawaban kebanyakan wanita yang tak ingin hidup susah bersama pasangannya.
"Aku bosan dengan bahasan ini, Sayang. Kembalilah istirahat. Siang nanti, kita pergi ke dokter untuk periksa." Ivander yang tak ingin berdebat dengan wanita yang sangat dia cintai itu, memilih untuk kembali merebahkan dirinya di atas ranjang.
Laki-laki itu menarik lengan milik kekasihnya dengan lembut, yang berhasil membuat ibu hamil tersebut kembali berbaring di sebelahnya. Laki-laki itu memeluk perut milik Nessie dengan penuh sayang, sembari mengelus perut rata itu .
"Kapan Sherina akan menggugat mu? Aku takut jika dia tak akan menggugatmu sampai kapan pun itu. Lalu nanti bagaimana dengan ku dan anak kita?" Kekhawatiran yang sedari tadi menghampiri Nessie itu, mampu membuat Ivander kembali memikirkan hubungannya dengan Nessie.
"Tenanglah, jangan khawatir. Kau percayakan semuanya padaku, ya?" ujar Ivander sembari mengangkat dagu milik kekasihnya, dengan jari telunjuknya.
Nessie sama sekali tak menjawab apa yang Ivander katakan. Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya dengan tatapan yang bertemu dengan tatapan Ivander pula. Seperti yang biasa mereka lakukan, perlahan Ivander mulai memajukan wajahnya yang berhasil membuat Nessie tersenyum tipis.
Saat Nessie tengah menantikan hal selanjutnya yang akan sang kekasih lakukan, dua insan yang agaknya mulai 'ingin' melakukan hal terlarang itu, terkejut saat mendengar dering ponsel milik Ivander.
Nessie yang mendengar hal tersebut dan melihat Ivander yang langsung mengambil ponselnya itu pun berdecak denga kesal. Wanita yang teramat sangat posesif dengan Ivander itu, menatap punggung kekar milik Ivanderr yang tengah memunggungi dirinya.
Laki-laki itu mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengganggu pagi indahnya. Ekspresi laki-laki itu seketika berubah tatkala mengetahui bahwa yang menelepon dirinya adalah istrinya, Sherina. Tanpa berminat menjawab panggilan telepon dari istrinya, Ivander segera menolak panggilan tersebut.
"Apakah itu panggilan dari istrimu? Dasar pengganggu! Aku sudah sangat muak karena dia selalu mengganggu waktu bersama kita," tebak Nessie sembari mendekat kepada Ivander.
Ivander tak menjawab, laki-laki itu hanya berniat meletakkan ponselnya kembali ke atas nakas. Namun belum sempat ponselnya menyentuh permukaan nakas, panggilan yang sama kembali datang ke ponsel milik Ivander. Lantaran tak ingin menunjukkan amarahnya di hadapan Nessie, laki-laki itu pun dengan cepat langsung menjawab panggilan dari Sherina.
"Ada apa?" tanya Ivander dengan nada ketus, sembari menekan tombol loudspeaker di layar ponselnya agar Nessie dapat mendengar apa yang dikatakan oleh sang istri.
"Capatlah pulang, mama akan berkunjung ke rumah pagi ini."
Wanita cantik dengan rambut sebahu itu, menghela napasnya dengan sedikit kasar setelah mematikan panggilan teleponnya dari sang suami. Dalam batin wanita itu, terbesit rasa lelah karena selalu mengulangi hal yang sama selama setahun belakangan.
"Andai kau tahu apa yang aku rasakan, Van. Kau pasti akan muak dan lebih memilih untuk menyerah dari pernikahan palsu ini," lirih gadis bernama Sherina, sembari meletakkan ponselnya kembali ke atas meja.
Label gadis masih tersemat pada diri Sherina, meskipun dirinya sudah menikah hampir setahun ini. Lelah, muak, dan rasa ingin menyerah selalu saja menghampiri perasaan gadis berusia 22 tahun itu. Bahkan nalurinya pernah mengatakan untuk bercerai saja dari Ivander, suaminya. Tapi amanat dari kedua orang tuanya masih menjadi alasan utama Sherina untuk bertahan.
"Panggilan ke enam puluh dua. Setidaknya dua panggilan bertambah di minggu ini," lirih Sherina sembari menambahkan satu garis di sebelah rentetan garis yang dia buat.
Sedikit aneh memang, tapi itulah yang sebenarnya terjadi. Sherina bahkan hanya melakukan panggilan suara kepada suaminya jika ada saat-saat penting. Di mana mereka berdua harus berperan seolah pernikahan mereka baik-baik saja, meskipun keadaan sebenarnya sangat berbanding terbalik.
Sherina memutuskan untuk menyiapkan dirinya karena sebentar lagi mertuanya akan datang. Saking hafalnya dengan kebiasaan datang kedua mertuanya, Sherina masih merasa tetang dan berharap bahwa Ivander akan datang sebelum pukul 7 pagi.
Ketenangan itu masih saja menghinggapi diri Sherina hingga dirinya selesai mandi. Gadis yang tengah mengeringkan rambutnya itu, terkejut saat mendengar suara bel di rumahnya berbunyi.
Tatapan wanita itu langsung tertuju pada jam dinding besar yang ada di kamar pribadinya. Waktu masih menunjukkan pukul setengah tujuh, lalu siapakah yang sudah tiba di rumahnya? Seketika pikiran Sherina langsung tertuju pada suaminya.
Dengan segera, Sherina langsung keluar dari kamarnya dan menuju lantai dasar untuk membukakan pintu. Tanpa memiliki firasat yang mencurigakan, Sherina membuka pintunya dengan tatapan datarnya.
Namun, betapa terkejutnya Sherina ketika mengetahui bahwa yang menekan bel di rumahnya bukanlah sang suami. Gadis cantik denga lesung pipi itu sangatlah terkejut saat menjumpai bahwa kedua mertuanya sudah tiba di rumahnya sepagi ini.
"Pagi, Sayang." Sapaan dari mama mertuanya itu berhasil membuat Sherina tersadar dari keterkejutannya. Seketika pikiran wanita itu berpikir sedikit lambat karena kedatangan kedua mertuanya dalam keadaan Ivander yang belum pulang.
"Pa ... pagi juga Ma, Pa. Silakan masuk Ma, diluar dingin." Dengan sedikit gugup, Sherina menyalami kedua tangan mertuanya dan membawa keduanya masuk ke dalam.
Sesaat sebelum Sherina menutup pintu rumahnya, wanita itu mengedarkan pandangannya ke sekitar rumah untuk melihat tanda-tanda kedatangan sang suami. Tapi nihil, Sherina masih belum menenemukan tanda-tanda kedatangan Ivander.
"Di mana laki-laki itu? Semoga mama dan papa tak menanyakan keberadaan Ivan," ucap Sherina dalam hatinya sembari menutup pintu rumahnya.
Wanita yang sudah gugup setengah mati itu berjalan mengikuti kedua mertuanya yang tengah mengamati perubahan interior di rumahnya.
"Di mana Ivan? Apakah dia belum bangun sesiang ini?" Skak mat, pertanyaan yang sedari tadi menjadi momok untuk Sherina terucap sudah.
Wanita yang mulai kebingungan hendak menjawab apa itu, hanya bisa terdiam. Dirinya benar-benar bingung harus menjawab apa pada kedua mertuanya.
Apakah dirinya harus menjawab dengan jujur dan itu berpotensi buruk pada pernikahannya? Atau Sherina justru harus berbohong dan menentang prinsip yang selama ini selalu dirinya pegang teguh?
"I ... Ivan? Dia baru-" ucapan yang bahkan belum Sherina selesaikan itu seketika terhenti. Sherina terkejut bukan main saat tiba-tiba perutnya dipeluk oleh seseorang dari samping.
Dengan tatapan kagetnya, gadis itu menatap Ivander yang tengah tersenyum manis pada kedua orang tuanya. Tatapan Sherina juga berpindah ke tangan kekar milik suaminya yang tengah memeluk perutnya.
"Proses terus, jadinya kapan? Papa sudah lelah menunggu kabar baik dari kamu dan Sherina," ujar papa Ivander sembari berjalan menjauhi anak dan menantunya.
Sherina yang mendengar ucapan dari papa mertuanya itu, hanya bisa menghela napasnya secara perlahan. Dlama lubuk hatinya, Sherina sama sekali tak tega ketika kedua mertuanya selalu menanyakan kapan mereka akan mendapatkan cucu.
Tapi apa yang bisa Sherina buat? Bagaimana dirinya akan mengandung, jika Ivander saja tak pernah sudi menyentuh dirinya.
"Sebentar lagi, Pa. Ivan akan memberikan cucu yang sangat pandai untuk papa. Bukan begitu, Sayang?" Dengan percaya dirinya Ivander langsung menjawab hal tersebut kepada kedua orang tuanya.
Berbeda halnya dengan Sherina. Wanita itu dibuat terdiam mematung saat mendengar apa yang dikatakan oleh laki-laki itu.
Bagaiamana bisa Ivander menyanggupi apa yang selama ini diminta oleh kedua mertuanya? Sementara itu, dirinya dan juga Ivander saja belum pernah terlibat percakapan panjang atau semacamnya yang menjerumus ke hal tersebut.
"Benar apa yang kau katakan?! Apakah papa bisa memegang janjimu?" Seolah mendapatkan magnet, pria yang usianya sudah menginjak setengah abad itu menolehkan kepalanya langsung ke anak sulungnya.
Lagi-lagi Sherina dibuat terkejut saat Ivander langsung mengiyakan apa yang tengah ditanyakan oleh papa mertuanya. Sherina menatap punggung kekar milik Ivan yang berjalan mnejauhi dirinya setelah menarik lengannya dari pinggang kecil miliknya.
"Ivan yakin, Pa. Tidak lama lagi papa dan mama akan menjadi seorang nenek dan kakek." Laki-laki yang entah datangnya dari mana itu merangkul bahu senja milik papanya sembari tersenyum cerah.
Sementara wanita yang tadi datang bersama dengan papa Ivan itu, langsung memeluk Sherina dengan sangat bahagia. Wanita yang mengira bahwa Sherina tengah mengandung itu, benar-benar bingung bagaimana caranya untuk mengungkapkan rasa bahagianya.
"Mama berharap kau dan cucu mama akan baik-baik saja ya, Nak. Jaga penerus keluarga kita baik-baik. Jika terjadi sesuatu padamu, katakan saja pada mama. Kau mengerti?" Sesaat ketika mama mertuanya tengah mengelus perutnya, Sherina mengangkat pandangannya menuju sang suami yang juga tengah menatapnya dengan tatapan tak suka.
'Entah rencana apa lagi yang sedang dia lakukan.' batin Sherina dengan tatapan tajamnya sembari mengalihkan pandangannya kepada mama mertuanya.
"Tentu, Ma. Sherina akan menjaga diri Sherina dengan baik, bahkan sangat baik. Sherina pastikan, bahwa nanti Sherina lah yang akan menemani Ivan sampai kita tua nanti. Bukan begitu, Van?" ujar Sherina dengan nada mengejeknya yang dia tujukan pada Ivander.
Sementara Ivander yang mendengar ucapan dari Sherina hanya menaikkan sebelah alisnya dan senyum miringnya.
Ivander berpikir terlihat tak ada ketakutan sama sekali di ucapan Sherina. Yang Ivander inginkan adalah agar Sherina merasa terbebani dengan tantangannya yang mengatakan bahwa sebentar lagi mereka akan memberikan cucu untuk kedua orang tuanya. Padahal yang Ivander maksud itu tidak lain dan tidak bukan adalah Nessie yang tengah mengandung anaknya.
'Aku akan membuat mu yang akan lebih dulu menggugat ku. Aku tak akan membiarkan wanita penggila harta sepertimu, mengambil alih semua harta papa!'
Sepeninggalan kedua orang tua Ivander, Sherina yang masih berdiri di depan pintu rumahnya itu segera kembali masuk ke dalam.
Sherina yang tadinya sudah memasak sejak pagi, memutuskan untuk berjalan menuju ke meja makan. Tak banyak yang Sherina masak. Hanya sayuran dan beberapa lauk yang cukup untuk dimakan oleh satu orang, lalu sisanya bisa dia bawa ke kantor.
Jangan tanyakan mengapa dirinya tak memasak lebih untuk suaminya. Jangankan masakan, bahkan pakaian yang pernah tersentuh oleh tangan Sherina, akan langsung dibuang jika Ivander mengetahuinya. Satu hal yang selalu Sherina ingat jika dirinya ingin berbelas kasihan pada sang suami.
"Aku tak akan pernah sudi mengakuimu sebagai istriku! Jangankan melakukan kontak fisik, tidur di satu ruangan denganmu saja, tak akan pernah aku lakukan! Melihat wajahmu saja membuatku merasa begitu muak!" Ucapan yang kala itu langsung mengena di hati Sherina, berhasil membuat Sherina menjadi wanita kuat yang tak bisa ditindas oleh suaminya sendiri.
Saat Sherina tengah menyendokkan makanan ke mulutnya, Ivander lewat dengan begitu saja di sebelah meja makan. Tak ada niatan untuk menyambut Ivander, tetapi ucapan yang laki-laki tersebut ucapkan tadi, berhasil membuat Sherina menyapa Ivander.
"Kau sudah akan pergi lagi? Kemana lagi kau akan pergi, setelah ini?" Setelah menyuapkan makananya ke dalam mulut, Sherina yang baru mengetahui bahwa sang suami hendak pergi membawa koper itu merasa sedikit terkejut.
Entah apa yang laki-laki itu tengah rencanakan, setelah semua kekacauan yang Ivander buat sebelum-sebelum ini. Semua masalah yang Ivander lakukan, pasti Sherina lah yang harus menyelesaikan semuanya sendirian. Benar-benar berasa menjadi istri tanpa suami.
"Siapa kau? Apakah kau berhak tahu tentang apa yang akan aku lakukan?" Dengan santainya, Ivander yang tadinya tengah menyeret koper miliknya itu langsung menghentikan aktivitasnya. Laki-laki itu menolehkan kepalanay ke samping dan menatap Sherina yang tengah menyantap makanannya.
Ivander merasa bahwa ada sedikit perubahan dari wanita yang selama setahun ini tinggal bersamanya. Tak biasanya Sherina akan menyapa dirinya lebih dulu, lebih-lebih lagi pada pagi hari seperti saat ini.
"Terserah kau akan menganggapku apa. Aku di sini hanya menjalankan permintaan mama, untuk berpura-pura menjadi istrimu," jawab Sherina lagi dengan nada yang tak kalah enteng. Seolah tak ada Ivander di ruangan tersebut, Sherina kembali melanjutkan makannya.
Ivander berdecih perlahan sembari tersenyum miring. Laki-laki yang sama sekali tak berminat untuk mengobrol lebih lama dengan istri pilihan mamanya itu, memutuskan untuk kembali berjalan. Tujuan utama laki-laki itu adalah apartemen pribadi milik kekasihnya, Nessie.
"Kau belum menjawab pertanyaanku! Jawab pertanyaanku, atau akan ku katakan pada mama, tentang sikap aslimu selama ini!" ancam Sherina dengan ancaman andalannya.
Nyatanya setelah mendengar ucapan dari Sherina itu, Ivander langsung menghentikan langkahnya. Laki-laki yang berdiri tak jauh dari meja makan itu, memutuskan untuk berjalan mendekati Sherina yang masih asyik menyantap makanannya.
"Kau pikir kau sudah bisa mengintimidasiku dengan ancaman andalan mu itu?! Jika kau memang berniat untuk mengatakan semuanya pada mama, mertinya kau sudah mengatakannya sejak setahun yang lalu!"
"Tapi apa? Nyatanya kau hanya membuat gretakan saja untukku, tapi sama sekali tak ada action setelahnya. Aku tahu niat busukmu! Kau hanya mau harta mama dan papa, bukan?!" bentak Ivander yang membuat Sherina menghentikan makannya.
"Kau dan ibumu sama-sama busuk! Kalian hanya menjadi benalu dalam hidup papa dan mamaku!" Sherina terkejut mendengar ucapan Ivander.
"Hei, tenanglah. Kenapa kau terlihat sangat menggebu-gebu? Apa salahnya seorang istri menanyakan hendak kemana suaminya akan pergi?" ucap Sherina sembari mendongakkan kepalanya untuk menatap Ivander yang terlihat sangat marah.
"Aku tahu, tak perlu kau jelaskan lagi. Aku tahu bahwa aku hanyalah beban di keluargamu. Tapi apa masalahnya, toh mama menerima ku dengan sangat baik. Tapi sekali lagi kau membawa nama ibuku dalam ucapanmu itu, maka aku tak segan-segan untuk membongkar semuanya pada mama dan papa!" Belum sempat Ivander menjawab ucapan dari Sherina, wanita itu lebih dulu menyela ucapan suaminya.
Sherina sudah hafal kemana arah pembicaraan itu akan pergi. Ujung-ujungnya pasti akan ke perceraian dan masalah harta warisan.
"Dasar wanita murahan! Kau akan melakukan itu agar mama dan papa memberikan semua warisannya padamu, karena berhasil membuat namaku hancur bukan? Tapi itu tidak akan pernah terjadi! Akulah yang akan membuatmu mundur lebih dulu. Aku pastikan kau akan lebih dulu menggugat!" Setelah mengatakan hal itu, Ivander lebih memilih untuk pergi.
Sherina yang benar-benar lelah dengan semua drama pernikahan ini pun hanya bisa menghela napasnya dengan kasar. "Dan akan aku pastikan, kalau aku tak akan pernah melakukan hal itu. Aku terlalu bodoh, sampai aku bisa jatuh hati pada laki-laki sepertimu."
****
Sementara Ivander yang baru saja tiba di apartemen milik Nessie itu, segera berjalan menuju unit milik kekasihnya. Penampilan yang Ivander gunakan ketika memasuki apartemen milik Nessie benar-benar berbeda. Laki-laki itu masih menghindari tangkapan kamera dari paparazi yang kemungkinan masih mengintainya.
Skandal besar yang tengah menyeret namanya dan juga nama sang kekasih, sama seklai tak membuat efek jera untuk Ivander. Laki-laki itu masih nekat menemui kekasihnya, yang tak lain adalah sekretarisnya sendiri ketika di kantor.
Memang, skandal yang menyebutkan bahwa Ivander manjalin hubungan gelap dengan sekretarinya sendiri benar adanya. Tapi hal itu sama sekali tak membuat Ivander takut untuk menemui kekasihnya.
"Sayang?! Kau kembali kemari?" pekik Nessie ketika melihat kekasihnya kembali datang ke apartemennya. Dengan segera Ivander masuk ke dalam dan kembali menutup pintunya.
Pelukan erat seketika langsung menyerap tubuh kekar milik Ivander sesaat setelah dirinya meletakkan kopernya di samping sofa. Laki-laki itu membalas pelukan Nessie dengan sangat erat dan memberikan kecupan hangat di kening ibu hamil itu. Salah satu hal yang tak pernah Ivander lakukan pada Sherina selama pernikahan mereka berlangsung.
"Syukurlah wanita itu mengembalikan kau padaku. Jika tidak, maka aku tak akan segan untuk menjemputmu kesana." Ivander hanya tersenyum tipis saat mendengar apa yang dikatakan oleh Nessie.
"Tak mungkin juga aku harus berlama-lama dan memandang wajah menjijikan milik wanita itu. Lebih baik aku disini dan menghabiskan waktuku bersama mu dan buah hati kita," ujar Ivander yang selaksana menjadi angin sejuk untuk Nessie.
"Bagaimana jika kita pergi berlibur? Kita kencan selama seminggu penuh, dan pergi dari semua masalah ini. Bagaimana?" usul Ivander yang langsung membuat Nessie semangat.
"Like a honey moon?" ujar Nessie yang seketika dijawab dengan anggukan oleh Ivander.
Setelah menentukan tujuan mereka hendak pergi liburan. Keduanya pun memutuskan untuk bersiap dan memesan segala tiket dan keperluan mereka. Nessie yang tengah bersiap untuk berganti baju itu terkejut saat Ivander memeluk tubuh polosnya dari belakang.
"Aku berniat akan menikahimu, dalam waktu dekat. Apakah kau setuju?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!