NovelToon NovelToon

Labirin Cinta

Flash back 1

Yunandra Faisal Azhar

Terlahir dari keluarga sederhana dengan keterbatasan ekonomi yang membuat keluarganya harus bertahan hidup dengan berbagai macam cara. Yun kecil tak pernah mendapatkan masa kecil layaknya anak pada umumnya dengan bermanja-manja pada sang Ibu dengan merengek manja meminta mainan-mainan khas anak kecil lainnya karena ia harus ikut dan membantu sang Ibu yang hanya seorang buruh pabrik untuk bekerja setiap harinya memenuhi kebutuhan yang hanya sekedar menyambung hidup. Ibunya tak tega membiarkan dan meninggalkan anaknya di rumah seorang diri dan lebih memilih untuk membawanya karena bisa mengawasinya secara langsung.

Ayah Yun yang telah meninggal dunia sebelum ia dilahirkan karena penyakit kronis yang telah lama ia derita itu meninggalkan Yun dan Ibunya sendiri di dunia ini. Dahulu, Ayahnya memiliki penghasilan yang lumayan sebagai kontraktor bangunan. Bahkan sempat memiliki rumah yang bisa di bilang layak, mobil yang mampu mengantarkan ke mana pun mereka pergi dan tabungan yang tak seberapa banyak namun cukup yang ia miliki selama bekerja. Semua peninggalan serta tabungan yang dengan susah payah si sisihkan ayahnya itu habis terjual untuk membiayai pengobatan penyakit yang Ayah Yun derita hingga tak menyisakan apa pun untuk anak dan istrinya. Yun tak pernah melihat secara langsung bagaimana wajah Ayahnya, hanya melalui foto dan cerita Ibu ia tau dan mengenal sosok sang ayah tersebut.

Kebetulan Ibu Yun adalah anak tunggal dari keluarganya sehingga tak memiliki saudara lain, Nenek dan Kakek juga telah meninggal dunia hingga membuat mereka menjadi sebatang kara di dunia yang kejam dan dingin ini bagi sepasang Ibu dan anak yang berjuang sekuat tenaga hanya demi bisa menyambung hidup mereka.

Masa kecil Yun di habiskan di pabrik bersama sang Ibu dan buruh pabrik lainnya yang usia jauh lebih dewasa dan tua di bandingkan nya sehingga membuatnya menjadi anak yang berpikiran dewasa bila di bandingkan dengan usianya saat itu, walau keterbatasan ekonomi tak membuat pertumbuhan Yun terganggu. Yun kecil tumbuh menjadi anak yang cerdas dan memiliki tubuh sehat. Layaknya anak pada umumnya, terbesit keinginan untuk memiliki mainan bagus yang hanya bisa ia lihat di toko saat ia berangkat ke pabrik. Pergi ke wahana bermain atau tempat rekreasi yang semua itu hanya sebuah angan-angan dan mimpi semata. Penghasilan yang Ibunya terima sebagai buruh pabrik hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok makan mereka, tak ada uang sisa untuk membeli mainan yang ia inginkan atau pergi ketempat-tempat yang hanya bisa ia dengar tersebut. Walau seperti itu, Yun tak pernah meminta kepada sang Ibu untuk memenuhi apa yang ia inginkan, menyadari bahwa semua itu tak akan mungkin bisa terwujud dan hanya akan menjadi beban bila ia meminta dan merengek.

Yun kecil dan ibunya tinggal di rumah kontrakan berukuran 4x6 meter, tentu saja segala kegiatan mereka lakukan disana karena tak mampu menyewa rumah yang lebih besar lagi bila di hitung dari keuangan mereka yang tak memadai dan terbatas tersebut. Bukan rumah, melainkan bedakan kecil itu lebih dari cukup untuk mereka tinggali. Bukan dari seberapa besar dan mewah tempat yang Mereka tinggali asalkan mereka tetap bersama di mana pun tak akan menjadi masalah karena mereka saling memiliki. Banyak orang yang tinggal di tempat besar dan mewah namun mereka merasa tak nyaman.

Yun bersekolah di sekolah umum tak jauh dari rumahnya bersama anak-anak lain sebayanya, sekolah umum yang di dirikan oleh seorang pengusaha kaya secara gratis untuk membantu warga sekitar yang memang memiliki ekonomi kelas bawah yang rata-rata buruh pabrik dan pemulung tersebut. Warga hanya perlu mendaftarkan anak-anak mereka tanpa membayar sepeser pun, bahkan perlengkapan sekolah lainnya tak perlu menebusnya dan di berikan secara cuma-cuma asalkan mereka mau mendaftarkan dan bersekolah di sana.

Mereka sangat berterimakasih dengan adanya sekolah umum yang sangat membantu rakyat ekonomi kelas bawah seperti mereka, namun rasa terimakasih itu hanya bisa mereka ucapkan secara tak langsung. Pengusaha kaya nan dermawan itu tak pernah menyebutkan tentang siapa jati dirinya yang sebenarnya, bahkan guru pengajar tak ada yang tahu siapa sosok yang sebenarnya dari sang dermawan.

Yun tak pernah menyesali keadaan mereka yang serba kekurangan tersebut, bahkan ia sangat bersyukur memiliki Ibu yang sangat menyayangi dan memperhatikannya. Demi putranya itu, sang Ibu rela menghabiskan uang yang terima setiap bulannya untuk memenuhi keperluan anaknya sehari-hari. Memberikan makanan bergizi agar anaknya tumbuh menjadi seorang laki-laki yang pintar dan cerdas yang mampu menjadi kebanggaan seorang Ibu suatu hari nanti. Hanya Yun harapan satu-satunya wanita itu, karena tak ada lagi siapa pun di dunia ini selain menyisakan mereka berdua.

Tak ada seorang pun Ibu yang tak ingin melihat anaknya menjadi seorang yang sukses di kehidupannya kelak melebihi apa yang mereka miliki saat ini, begitu juga wanita itu. Ia berusaha sekuat tenaga membesarkan anaknya seorang diri dengan kasih sayang yang melimpah dan disiplin yang ketat demi membuat anaknya menjadi orang yang sukses kelak. Tak ada yang spesial dalam kesehariannya, setiap pulang sekolah Yun harus bekerja membantu Ibunya di pabrik. Itu yang dilakukannya setiap hari hingga tak ada hal lainnya lagi selain pergi ke sekolah.

Hingga keberuntungan datang menghampiri layaknya keajaiban di negeri dongeng yang tak pernah Yun kecil bayangkan sebelumnya. Sebuah mobil mewah tiba-tiba terparkir di depan rumahnya yang kecil itu. Seorang laki-laki berwibawa dengan setelan jas mahal menginjakkan kaki di rumah mereka di temani dua orang yang berpakaian sama pula di samping kanan dan kirinya.

"Apa Anda Nyonya Azhari?"

Wanita cantik itu mengangguk pelan, memperhatikan tamunya dengan pandangan mata waspada dan gerakan yang membuat perlindungan diri dengan hanya memperlihatkan sebagian kepalanya keluar tanpa membuka pintu sepenuhnya.

"Kami dari Yayasan tempat anak Nyonya sekolah selama ini, Tuan kami ingin berkunjung dan berbincang sebentar perihal anak Nyonya." Katanya sopan.

Mendengar semua penjelasan itu barulah ia membuka pintu secara penuh dan menyambut dengan hangat tamu-tamu agung yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, Ada apa Tuan saudagar kaya itu datang ke gubug ku ini?

"Si-Silahkan Tuan, maaf gubuk kami tak layak untuk kalian." Membeberkan karpet terbaik yang ia miliki dengan tambalan disana-sini, karena hanya itu yang ia miliki.

Setelah semuanya duduk dalam ruangan sempit itu, Mahendra memperhatikan seorang anak yang duduk seorang diri tak jauh dari mereka. Meski tubuhnya sedikit kurus, namun sorot matanya yang bening dan tajam itu memperlihatkan keteguhan hatinya dan tekad yang kuat yang ia cari dan ia inginkan.

"Kedatangan kami saat ini untuk meminta Nyonya memberikan kuasa penuh atas anak Nyonya untuk kami didik dan kami sekolahkan lebih baik lagi. Kami melihat potensi yang luar biasa pada anak Nyonya saat ini dan sangat disayangkan kalau potensi yang ia miliki tidak di kembangkan secara maksimal."

"Dengan kata lain, saya akan mengadopsi anak Nyonya dan menyekolahkannya hingga menjadi orang sukses," Mahendra mengambil alih pembicaraan karena melihat kebingungan dari wajah wanita yang ada di depannya.

Ibu Yun membelalakkan mata dan mulutnya terbuka lebar saat mendengarnya, tak percaya dengan apa yang ia dengar. Bagaikan hujan di padang pasir yang terasa sangat menyejukkan itu membuatnya sempat kehilangan harapan demi masa depan putra tunggalnya tersebut kini menjadi kenyataan.

"Tu-Tuan ..., maafkan saya. Saya sangat berterimakasih dengan niat mulia Tuan yang sudi mengadopsi anak saya, tapi....," Katanya ragu, entah apa yang dilakukannya itu tindakan yang benar atau bukan.

"Nyonya, saya hanya ingin mendidik anak Nyonya tanpa harus memisahkan kalian." Jawab Mahendra seolah tahu apa yang wanita itu pikirkan karena tak ada satu pun orang tua yang ingin di pisahkan dari anaknya.

" Saya sendiri memiliki putra yang umurnya tak jauh dari anak Nyonya, dan dia tak lama ini kehilangan Ibunya karena sebuah kecelakaan." Ada raut sedih saat Mengatakannya, " Nyonya hanya memberikan ijin Nyonya untuk saya, saya berjanji tak akan memisahkan kalian apa pun alasannya. Bahkan saat kami membawa anak Nyonya bersama kami, saya minta Nyonya ikut bersamanya."

Yun kecil yang saat ini baru berusia 8 tahun itu menghampiri ibunya yang duduk mematung dengan mata berkaca-kaca.

"Ibu?"

Menyadari putra semata wayangnya itu mendekat, ia memeluk dengan tangannya yang kurus dan hanya terbungkus tulang.

"Bagaimana bisa saya membalas kebaikan yang Tuan lakukan terhadap kami? Bagaimana bisa saya berterimakasih?"

Mahendra tersenyum ramah, "Nyonya hanya perlu menemani anak Nyonya dan tolong lakukan hal yang sama terhadap anak saya. Saya akan menyekolahkan mereka di tempat yang sama dan berharap kelak mereka berdua menjadi sahabat dan saudara yang bisa saling membantu dalam menjalani hidup. Hanya itu yang saya inginkan dari Nyonya."

Wanita itu menggenggam tangan putra kesayangannya, menimbang keputusan apa yang akan ia ambil demi masa depan putranya tersebut. Sebuah kesempatan yang Tuhan berikan datang kepadanya saat ini, memberikan celah luar biasa menggoda meraih masa depan yang gemilang. Orang tua mana yang tak ingin anak-anak mereka dewasanya menjadi orang yang sukses, orang tua mana yang tak ingin anak-anak mereka menjalani hidup lebih baik di bandingkan orang tua mereka sendiri saat ini? Dan itu hal yang sama terjadi dengan Azhari, menginginkan kehidupan yang layak untuk putra kebanggaannya tersebut.

"Nyonya, saya tak akan memaksakan keinginan saya. Saya hanya minta apa pun keputusan yang nyonya pilih nantinya tak akan menjadi penyesalan karenanya." Ujar Mahendra yang seolah tau apa yang wanita itu pikirkan, ia tak bisa menyalahkan apa bila kedatangannya menjadi sebuah kecurigaan besar di dalam hati. Seorang yang asing tiba-tiba muncul dan meminta satu-satunya anak serta harta berharganya itu yang tentu saja akan menimbulkan kecurigaan karenanya.

"Tuan, bolehkah saya bertanya?"

Mahendra tersenyum hangat, "Silahkan, anda bisa menanyakan apa pun yang ingin anda tanyakan."

"Mengapa Anda memilih anak saya? Bukannya di luar sana banyak anak seusia anak saya yang lebih cerdas dan sehat di bandingkan putra saya?"

"Karena saya yakin anak nyonya akan mampu menjadi teman dan saudara untuk putra saya. Saya akan menyayangi putra nyonya seperti saya menyayangi putra saya sendiri, saya akan memberikan masa depan yang cerah di samping putra saya, saya akan memberikannya hak sebagai anak dan saya akan memberikan nama saya di belakang nama putra anda sebagai bukti keseriusan saya untuk menjadikannya anak angkat saya."

*****

Hai-hai Readers sekalian....

Senang bisa ketemu lagi sama kalian, kali ini author menyajikan cerita klasik nan unik dari si ganteng Yun.

Yang jadi penggemar Yun acungkan tangannya tinggi-tinggi... ☝☝☝☝☝

Jangan lupa like, tambahin tanda hatinya buat ngikutin novel dari author ini dan vote nya biar author tambah semangat lagi nulisnya.

Dukungan dari kalian semua itu jadi semangat yang luar biasa buat author.

Happy reading guys....

Janji laki-laki

Sebuah Mobil mewah telah terparkir di depan perumahan kumuh yang ada di pinggir kota dengan mayoritas penghuni buruh pabrik dan pemulung, mereka yang mempunyai cukup uang mana mungkin mau tinggal di tempat seperti ini? Sempit, semperawut, padat penduduk serta berisik. Mereka yang memiliki cukup uang pastinya akan memilih untuk tinggal di tempat yang nyaman. Bagaimana pun juga tempat ini adalah tempat terakhir sebagai pilihan mereka untuk menghabiskan hidup dengan biaya yang minim di bandingkan lainnya. Yun dan Ibu-nya telah membereskan isi rumah, memasukkan barang-barang yang mereka miliki pada tas usang. Anak dan Ibu itu hanya membawa satu tas berisi barang yang penting. Tak banyak, hanya beberapa potong baju yang mereka miliki dan beberapa benda penting lainnya yang menjadi barang berharga peninggalan almarhum ayah Yun. Azhari memandangi sekilas rumah sempit tersebut sebelum meninggalkannya, banyak cerita dan kenangan yang telah terjadi disini. Bagaimana Azhari berjuang membesarkan putranya seorang diri, bagaimana Azhari merasakan pahitnya hidup seorang janda dengan gunjingan-gunjingan miring yang tak benar atau cerita kehidupan lainnya yang tercipta di tempat tersebut.

"Nyonya?"

Azhari tersadar saat seseorang memanggilnya, menghapus air matanya yang menetes dengan sendirinya itu dan mengelus tembok usang yang telah melindunginya dari panas dan dinginnya cuaca di luar sana. Terimakasih karena selama ini telah menemani dan melindungi kami, Batinnya sebelum meninggalkan rumah sempit penuh kenangan itu dengan menenteng tas yang telah usang dan satu tangan lagi menggenggam tangan putra semata wayang yang kelak akan menjadi kebanggaan dalam hidupnya. Untuk itu kini ia meninggalkan tempat ini dan menuju tempat baru yang lebih memadai dalam masa depan anak kesayangannya itu.

Mobil yang membawa Yun melewati gedung-gedung tinggi yang menjulang hampir menyentuh kaki langit menciptakan pemandangan luar biasa mengagumkan bagi seorang anak kecil yang baru bisa keluar dan melihat dunia luar tersebut, membuat matanya membulat sempurna karena rasa kagum tiada tara yang ia rasakan untuk pertama kalinya melihat pemandangan yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Bahkan tangan kecilnya tak lepas dari kaca jendela mobil seakan-akan ingin mengambil gedung-gedung pencakar langit tersebut dan menggenggam dalam tangannya. Sungguh pemandangan yang menurut satu sisi anak kecil sangatlah mempesona dan ia tak pernah membayangkan bahwa di balik keindahan yang terlihat ada sisi kelam di balik semua itu.

"Tuan?" Azhari memberikan jeda agar orang yang ia ajak bicara menoleh dan mendengarkannya, "Apa masih lama kita sampai?" Ujarnya setelah supir berpakaian serba hitam itu menoleh ke arahnya.

"Tidak Nyonya, kita akan segera sampai." Katanya sopan dengan tetap berkonsentrasi mengemudikan mobilnya.

Rumah yang Azhari tempati berlawanan arah dengan rumah yang mereka tuju, itu terbukti dari mobil yang mereka tumpangi memilih rute berlawanan arah dan memakan waktu yang cukup lama untuk sampai ke tempat tujuan.

"Ibu, apakah rumah baru kita lebih bagus di bandingkan rumah kita yang sekarang?" Tanya Yun polos pada ibunya.

"Mungkin, Ibu juga belum tau." Katanya jujur, setidaknya yang ia tau bahwa Tuan Mahendra adalah orang kaya raya. "Setidaknya kamu akan bersekolah di tempat yang bagus, memakai seragam yang bagus pula."

"Benar Ibu?"

Azhari mengangguk pasti karena ia tak pernah berbohong dalam mendidik dan membesarkan Yun, melimpahkan kasih sayang serta disiplin yang tinggi. Kini mobil itu memasuki kawasan perumahan Elit dengan rumah megah di kanan kiri jalan serta taman-taman indah di sepanjang jalan yang mereka lewati, bangunan indah itu terletak agak berjauhan satu sama lain memberikan jeda bagi pagar-pagar tinggi yang hampir menutupi rumah tersebut menyembunyikan segala kegiatan sang pemilik di dalam sana tanpa bisa di jangkau oleh orang luar. Rumah-rumah yang hanya Yun lihat dalam tv itu menarik perhatiannya, wajah polos dan lugunya tak henti-henti memandangi dengan kekaguman luar biasa. Di bandingkan dengan rumah yang selama ini ia tempati dengan sang Ibu tentu saja sangatlah berbeda jauh dan itu membuatnya mengembangkan senyum di bibir kecilnya, membayangkan dapat tinggal di rumah yang ia definisikan sebagai istana tersebut membuat hati kecilnya sangat bahagia.

Mobil yang membawa mereka berhenti di sebuah rumah dengan pagar berwarna putih, seperti pagar pada rumah lainnya tentu saja pagar tersebut menjulang tinggi menutupi rumah utama di dalamnya. Beberapa orang berpakaian jas hitam berdiri dan membukakan pintu saat melihat mobil tersebut berada di pintu gerbang utama yang berukiran sangat cantik. Setelah merekab bercakap-cakap akhirnya pintu pagar terbuka lebar, memperlihatkan taman yang penuh dengan tanaman hijau di sana-sini. Yun melongokkan kepalanya untuk melihat ke dalam, rasa penasaran membuatnya melakukan hal tersebut. Apa bila pagar dan pintu gerbangnya sebagus ini tentu saja rumah yang ada di dalam sana lebih bagus lagi, rumah yang akan ia tempati bersama sang Ibu, rumah baru yang akan melindunginya dari hujan dan panas. Secara perlahan matanya terbuka lebar karena kekaguman luar biasa yang ia ekspresikan melihat rumah indah nan megah di depan matanya dengan jendela kaca tembus pandang besar hampir mengelilingi seluruh rumah, pohon-pohon buah serta bunga-bunga tertata rapi di seluruh tempat dengan ornamen-ornamen patung yang sangat indah. Bagi Yun, tempat ini mewakili surga yang selama ini ia dengar. Kini, mobil yang membawa mereka berhenti di depan pintu utama. Tak kalah indah dari pintu pagar yang telah mereka lewati pintu dua sisi itu terlihat kokoh dengan ukiran-ukiran yang menambah keindahannya. Mata Yun seolah tersihir dengan keindahan yang ia lihat tanpa berkedip.

"Nyonya, silahkan. Tuan telah menunggu anda di dalam." Kata laki-laki yang tadi menjadi sopir dan kini telah berpindah membukakan pintu mobil untuk tamu Tuannya tersebut.

Azhari menggenggam tangan Yun, memberikan senyuman saat melangkahkan ingin keluar. Menginjakkan kakinya dengan perasaan yang berkecamuk, kini ia berada di rumah orang yang baru ia kenal demi masa depan gemilang yang saudagar kaya itu janjikan. Pertaruhan telah ia mulai, mempertaruhkan segalanya dan berharap bahwa keputusan yang ia ambil bukan keputusan yang keliru dan semua ini demi kebahagiaan dan kebaikan masa depan buah hatinya.

Pilar-pilar kokoh terlihat di sepanjang teras rumah yang di dominasi warna putih tersebut, bukan hanya pilar tapi bunga-bunga cantik yang tersusun di atas vas membuat penampilan rumah itu layaknya sebuah istana.Yun terperangah dengan apa yang ia lihat, sepanjang pengalamannya rumah yang ia lihat saat ini adalah rumah tercantik yang ia lihat. Seorang laki-laki berperawakan gagah tengah berada di ruang besar yang di hiasai berbagai perabot yang sangat bagus dan tentu saja Yun berpikir bahwa semua itu sangat mahal. Orang seperti mereka tak akan sanggup untuk membelinya, dapat melihat dan memegangnya saja sudah menjadi keberuntungan tersendiri untuknya. Saat mereka mendekat, laki-laki tersebut tersenyum dan berdiri. Sungguh sangat berbeda, hanya dengan sekali liat Yun bisa merasakan bahwa aura orang kaya dan orang miskin itu sangat terlihat jelas. Ada batasan yang tak bisa di bantah dan di lalui di sana.

"Selamat datang, silahkan duduk." Kata Mahendra saat melihat tamu yang ia tunggu datanh dan mendekatinya, "Bagaimana perjalanan kalian?" Katanya ramah dengan menyunggingkan senyum agar tamunya itu merasa nyaman.

"Terimakasih Tuan," Balas Azhari sopan dan duduk di sebuah kursi panjang yang ada di dekatnya dengan menarik tangan Yun untuk melakukan apa yang ia lakukan saat ini. Saat ia duduk, rasanya empuk sekali dan sangat berbeda dengan kursi tua dan usang di rumah kontrakan mereka yang terasa keras. "Sangat menyenangkan karena Tuan bersedia memberikan tumpangan untuk kami."

Sejak pertama menginjakkan kaki di dalam rumah, pandangan Mahendra tak pernah lepas dari sosok anak kecil yang ada di samping ibunya tersebut. Matanya yang bening itu melihat ke sana-kemari, memperhatikan semua objek yang matanya tangkap dengan antusias layaknya anak kecil yang di bawa ke toko mainan. Walau badannya sedikit kurus, namun Mahendara yakin ia memiliki tulang yang kuat untuk menopang badannya. Yang paling menarik, meski terlihat pendiam dan biasa-biasa saja ia tau bahwa anak itu memiliki otak yang sangat cerdas di bandingkan dengan sikap dan penampilan luarnya. Ia menemukan sebuah permata yang masih belum terasah, permata yang sangat dan belum terjamah dan kini tugasnya untuk membentuk dan membuat permata tersebut menjadi sesuatu yang seharusnya. "Siapa namamu?" Katanya lembut.

Azhari menyadarkan Yun yang tengah terkagum-kagum dengan rumah dan isinya tersebut dengan memegang tangannya. "Tuan bertanya padamu." Bisiknya saat pandangan Yun beralih padanya.

Yun menundukkan wajahnya, malu karena tertangkap basah melihat tanpa malu dan mengagumi rumah tersebut di depan pemiliknya. "Saya.. Yunandra Faisal Azhar." Ucapnya lirih, "Dan Anda bisa memanggil saya dengan nama Yun."

"Baik Yun, apa kamu senang dengan rumah saya?"

"I-iya, rumah tuan bagai istana." Jawabnya polos.

"Ha ha ha ha...," Mahendra tertawa mendengar jawaban polos anak bernama Yun tersebut dengan sikap malu yang ia tunjukkan. "Apa kamu mau punya rumah seperti ini?"

"Tentu Tuan, semua orang pasi menginginkannya."

"Baiklah..., Mulai saat ini akan menjadi rumahmu dan juga Ibumu." Jawabnya, "Bisa kamu ke sini?"

Yun mengangkat wajahnya, melihat ke arah laki-laki tetsebut dengan tatapan mata heran. Heran karena memintanya untuk mendekat dan mengatakan bahwa ini akan menjadi rumahnya juga.

"Ayo?"

Azhari mengangguk saat Yun menatapnya untuk meminta ijin, tak ada yang perlu ia khawatirkan. Tuan Mahendra bersikap sangat ramah pada mereka yang bukan siapa-siapa tersebut.

"Yun...,"

Yun melangkahkan kakinya dan duduk di samping Tuan rumah itu dengan perasaan canggung dan sikap kaku. Melihat senyum tulus yang tersungging di bibirnya mampu membuat Yun yang semula merasa canggung berubah menjadi lebih nyaman, ia duduk di samping laki-laki bersahaja tersebut dengan menyembunyikan wajahnya dan menjalin tangannya untuk menyembunyikan rasa gugup yang ia rasakan.

"Mulai saat ini, disini lah rumah mu, jangan panggil Tuan tapi panggil Ayah."

"Iya Ayah,"

"Berdirilah."

Yun menurut ia berdiri.

"Angkat wajahmu dan lihat Ayah, katakan dengan lantang kalau mulai hari ini kau adalah anak Ayah."

Sekilas Yun tampak Ragu untuk menuruti atau tidak, "Maaf Tuan, apa saya memang pantas untuk menjadi anak tuan?"

"Memangnya kenapa?"

"Karena saya...," Yun kebingungan mencari alasannya.

"Ayah telah memilih dan menginginkanmu itu sebabnya kamu pantas dan layak. Kelak kamu bersama Rega akan menjadi penerus Ayah selanjutnya, mengembangkan dan meneruskan semua usaha yang Ayah lakukan sekarang. Ayo katakan dengan lantang sebagai seorang laki-laki dan kita akan berjanji sebagai laki-laki sejati." Ujarnya mendorong rasa percaya diri anak laki-laki di depannya itu.

Yun mengangkat wajahnya, menatap laki-laki asing kaya raya yang meminta dan menjadikannya sebagai anak angkatnya. "Ayah, mulai saat ini hingga seumur hidup saya akan menjadi anak Ayah yang patuh dan berbakti. Ijinkan Saya untuk selalu di sisi Ayah dan saya akan menuruti apa pun yang Ayah katakan bila itu adalah dalam hal kebaikan. Saya akan mengabdikan hidup saya untuk menjaga Ibu, Ayah dan saudara saya." Kata Yun lantang, suaranya menggema memenuhi ruangan yang tampak sepi itu.

Mahendra tampak tersenyum puas mendengarnya, "Terimakasih karena telah mau menjadi anak Ayah, Terimakasih karena kamu ada disini dan Ayah berjanji akan menyayangi dan mencintaimu seperti Rega. Ayah tak akan membeda-bedakan kasih sayang kepada kalian walau pun kamu bukan anak kandung Ayah." Menarik tangan Yun untuk duduk di pangkuannya. "Terimakasih." Ujarnya dengan memeluk Yun dengan penuh kasih sayang.

Yun yang kaget itu hanya diam dengan mengerjapkan matanya mendapat perlakuan tersebut, walau hanya sebuah pelukan namun itu sangatlah berharga untuknya. Selama ini tak ada pelukan sehangat ini dari seorang Ayah, hanya Ibunya yang setial hari memeluk san rasanya itu sangat berbeda. Tangan kekar dan kokoh itu merengkuh badannya yang rapuh dan memberikan harapan luar biasa untuknya, menumbuhkan rasa percaya diri yang tak ia miliki sebagai anak yatim yang selalu di kucilkan dan di olok-olok dan kini ia memiliki ayah super keren yang Tuhan berikan secepat kilat tanpa pernah ia bayangkan. Ayah yang gagah dan tampan, ayah yang memiliki rumah bagaikan istana, memiliki anak buah yang banyak dan mobil keren. Yun merasa menjadi anak yang paling beruntung di dunia dengan keistimewaan yang ia dapatkan dan anak lain tak mendapatkannya.

"Apakah saya boleh mengatakan bahwa anda adalah Ayah saya kepada teman-teman saya?" Katanya polos.

Mahendra yang mendengarkan kata-kata polos anak itu tertawa kecil, "Tentu saja, kamu boleh mengatakan kepada siapa pun bahwa kamu adalah anak Mahendra."

Melihat semua yang terjadi membuat Azhari menangis penuh haru tanpa suara, setelah apa yang mereka alami selama ini akhirnya Yun mendapatkan kasih sayang seorang Ayah. Walaupun itu bukan Ayah kandung namun itu lebih dari cukup untuk mewakili semua rasa bahagia yang ia rasakan. Rasa syukur itu tak pernah berhenti ia ucapkan di dalam hati dan berjanji akan mengabdikan hidupnya kepada laki-laki yang telah sudi menjadikan anak satu-satunya yang berharga itu sebagai anak angkatnya.

********

Perjodohan

"Yun, Nenek udah buat janji sama salah satu cucu teman Nenek di cafe Violet."

"Oh...," Jawab Yun santai sambil rebahan karena baru aja pulang ngantor setelah nginep di sana beberapa hari dan malam bareng Rega buat kejar tayang proyek baru yang mereka kerjain. Biar cepat kelar makanya mereka berdua itu kerjaannya lembur mulu.

"Di kasih tau orang tua malah kayak gitu?!" Dongkol liat Yun yang santai banget nanggapin ucapannya, di ketok lah tu kepala Yun yang senderan di kursi.

"Auw..., sakit Nenek." Memegangi kepalanya yang sakit, biar udah tua gitu tenaga Nenek jangan di samakan sama mereka yang lansia.

"Makanya kalo orang tua ngomong di dengerin." Duduk di samping Yun yang mengusap kepalanya, "Jadi kamu mau kan?"

"Mau apa?"

"Ketemu sama cucu teman Nenek."

Yun mengernyitkan alisnya, Ya ampun..., kenapa sih gue bisa ketemu dan punya nenek yang suka banget nyomblangin cucunya? Bikin kepala gue pusing aja. Tanpa sadar Yun memijit pangkal hidungnya sambil narik nafas panjang.

Liat kelakuan Yun yang kayak gitu Nenek yakin kalau tu anak bakal kabur kayak Rega, kemarin aja Rega udah kabur dari acara perjodohan yang ia susun sangat-sangat rapi. Dua cucu laki-lakinya itu sama-sama penggila kerja dan satu pun dari mereka gak ada yang bawa dan ngenalin cewek ke rumah sebagai pacar dan syukur-syukur sebagai calon istri. Padahal Nenek udah pengen banget menimang dan main bareng buyutnya. Rumah segede ini cuma tinggal bareng dua cucu laki-lakinya dan mereka pun jarang banget pulang. Seminggu sekali aja belum tentu pulang jadi bikin Nenek di rumah kesepian karena cuma sama asisten rumah tangga.

"Kenapa gak Rega aja sih Nek yang datang?"

"Cucu durhaka itu kemaren udah bikin malu Nenek, kamu tau apa yang dia lakukan sama Chintia?" Melirik ke arah Yun, mau liat tu anak tertarik gak sama apa yang di ceritain dan ternyata Yun merespon dengan mendengarkan.

"Emang apa yang Rega lakuin jadi sampek bikin Nenek keriput gini?"

"Hush! Sama orang tua gak boleh gitu."

"Maaf Nenek...," Yun menghadiahkan kecupan manis di pipi Nenek yang telah merawat dan ikut membesarkannya tersebut, walau ia bukan cucu kandungnya namun kasih sayang dan perhatian yang Nenek berikan gak beda sama apa yang ia berikan buat Rega yang memang cucu kandungnya dan itu membuat Yun juga menyayangi wanita tua nan Enerjik itu sepenuh hati. Keluarga ini sangat luar biasa, memberikan rumah untuknya pulang, kasih sayang yang berlimpah dan masa depan yang gemilang yang tak pernah Yun bayangkan sebelumnya. "Walau Nenek keriput bagi Yun Nenek tetap wanita tercantik setelah Ibu."

"Kamu ya...," Menepuk pelan pipi cucunya itu dengan tangan keriputnya pelan dan lama kelamaan tepukan itu menjadi sedikit keras. "Gak usah ngerayu Nenek segala!" Menjewer telinga Yun.

"Aduh Nenek.... Sakit... Ini telinga Yun masih ori lo Nek...,"

"Kamu itu sama saja sama Rega, sama-sama bermulut manis. Nenek kira gak tau kalau kamu ikut andil hah buat bikin Chintya nangis?!"

Mampus gue..., ternyata ni Nenek tau kalau gue kemarin ikutan bikin anak orang balik sambil nangis. Akh..., dari mana sih Nenek tau? padahal kan gak ada siapa-siapa kemaren?

"Jangan kira karena Nenek ini tua jadi gak tau apa-apa ya?" Semakin menarik telinga Yun.

"Aw-aw Nenek...,"

"Besok jam 10 pagi Nenek gak mau tau, apa pun alasan kamu harua ketemu sama cucu teman Nenek kalau sampai gak datang dan bikin nangis awas kamu!" Ancamnya sambil ngelepasin tangannya yang tadi jewer telinga Yun, kasian tu telinga udah merah karenanya.

"Iya-ya...," Mengusap telinganya yang terasa sakit dan panas, isi rumah ini ternyata orang-orang yang sulit buat di hadapin dan semoga aja suatu hari nanti siapa pun yang jadi istri Rega bukan salah satu kayak orang-orang tangguh penghuni ni rumah.

#Kemarin

"Lo ngapain Ga bingung kayak gitu? Udah kayak orang yang mau lahiran aja?" Ujarnya yang liat Rega gelisah, mondar-mandir kayak setrikaan di ruangannya.

Karena statusnya sebagai anak angkat keluarga Mahendra di rahasiakan maka Yun akan bersikap santai seperti ini saat mereka benar-benar hanya tinggal berdua atau mereka berada dalam lingkungan keluarga. Merahasiakan Yun sebagai anak angkat dan adik dari Rega untuk melindungi perpecahan dan menjadikan kubu orang-orang yang tak menyukai dan ingin mengambil alih perusahaan. Bagaimana pun Rega adalah satu-satunya pewaris sah dari keluarga Mahendra dan beberapa orang tak Menyukainya dengan berbagai alasan dan sudut pandang mereka berusaha menjatuhkan dan mencari dukungan untuk melawannya. Yun yang tau diri dan balas budi tersebut tak ambil pusing mengenai semua itu, baginya mempunyai keluarga yang sangat menyayangi dan memberikan rumah hangat serta menjamin kehidupan ia dan sang Ibu adalah lebih dari cukup. Bahkan Ayah telah memberikan saham yang ia miliki dan memindahkan saham tersebut menjadi miliknya, awalnya Yun menolak keras apa yang Ayah lakukan karena bagi Yun kasih sayang dan bisa menerimanya dan masuk dalam keluarga ini sudah lebih dari cukup. Namun Ayah dan Rega memaksa, mereka berpendapat itu adalah hak yang Ayah berikan sebagai orang tua dan keadilan dimana Rega juga mendapatkan saham dan Yun juga harus mendapatkan haknya sebagai seorang anak.

"Nenek, dia udah ngatur pertemuan dan perjodohan sama salah satu cucu temannya. Bikin kepala gue sakit aja." Menghempaskan badannya ke sofa.

"Tinggal datang aja kan selesai." Jawabnya santai, membuka kulkas dan mengambil minuman dingin buat mengisi tenggorokannya yang mulai kering.

"Gak segampang dan semudah itu. Lo gak tau apa kekuatan super Nenek kita?" Merasa agak sedikit merinding kalo inget gimana kelakuan Nenek yang kalo udah punya kemauan gak bisa di bantah dan ngelakuin berbagai macam cara buat memuluskannya, tentu aja di barengi sama ancaman di sana.

"Ha ha ha ha...," Yun tentu aja tau gimana sifat Nenek yang kalo boleh jujur persis banget sama sifat Rega. Gen Nenek menurun sama Rega yang kalau punya kemauan gak bisa di bantah.

"Si*lan lo?! Pakek acara ngetawain gue segala?!"

"Habis mau gimana? Nangis?" Yun menggelengkan kepalanya, "Udah lah ikutin aja kemauan Nenek. Cuma ketemu doang kan?"

"Bukan sesederhana itu, semua cewek yang ketemu gue bakal nempel gak mau lepas. Badan gue gatel-gatel ketemu sama cewek kayak gitu."

Wajar aja lah mereka jadi lengket sama lo, secara mereka aji mumpung bisa kenal dan di jodohkan sama lo. Semua orang juga tau kalo lo itu keren plus kaya. Batin Yun sambil ngelirik kasian ke arah Rega yang harus pusing berhadapan sama mahkluk yang namanya cewek.

"Lo gak h*mo kan Ga?" Tanya Yun.

"Si*lan lo?! Gue normal tau?!" Rega melemparkan pandangan matanya yang sebal ke arah Yun yang bisa-bisanya ngomong kayak gitu. "Gue gak suka aja sama mereka itu karena ribet dan nyusahin."

Yun mengangguk pelan, membenarkan apa yang Rega katakan kalau cewek itu ribet dan nyusahin.

Akhirnya, Rega tersenyum dan senyum itu kini menjadi tawa kecil. "Ha ha ha ha...,"

Yun menatap Rega yang ketawa, nakutin gitu tawanya. "Lo sehat Ga?"

"Gue punya ide dan ide itu bisa gue lakuin kalo bareng lo."

*****

Rega mengenakan setelan kantor seperti biasanya, gak ada perubahan dari apa yang ia pakai untuk acara hari ini yang di sutradara oleh sang Nenek. Dengan wajah yang sangat-sangat tampan itu tentu aja bisa membius para kaum hawa hanya dengan melihatnya saja, jadi jangan salahkan mereka kalo langsung nempel pada pandangan pertama. Aura dingin yang Rega lihatkan itu gak menutup wajah tampannya yang mau makek apa aja tetap tampan, (Orang ganteng mah bebas ya say...).

Seorang wanita cantik dengan badan tinggi semampai menghampirinya, tersenyum ramah dan menyapanya halus. "Maaf, apakah Anda yang bernama Rega?" Tanya-nya pelan, memastikan bahwa ia tak salah tempat dengan orang yang salah pula.

Rega melihat tanpa menjawab, bahkan tatapan matanya sangat tajam hingga membuat wanita itu sedikit takut dan gugup karenanya, kalo lo takut pulang aja sana.

"Sepertinya benar," Katanya akhirnya setelah bisa menguasai hatinya, sebelum datang ke tempat ini Chintya sedikit mencari informasi tentang sosok laki-laki yang akan di jodohkan dengannya tersebut. Tak banyak yang ia dapatkan dari internet mengenai informasi yang ia inginkan, hanya profil yang menurutnya gak penting dan itu cukup sulit untuk Chintya menempatkan dirinya saat ini karena nihilnya informasi. Bahkan Neneknya yang mempunyai ide ini hanya mengatakan cucu temannya adalah seorang yang tampan dan pengusaha muda yang sangat sukses, dua hal itu menjadi landasan utama yang cukup kuat mengajukan perjodohan ini. Benar, laki-laki itu memang sangatlah tampan tanpa cela. Wajahnya sangatlah sempurna dengan susunan yang sangat indah dengan paduan yang luar biasa hingga menciptakan wajah yang mampu membuat orang yang melihatnya berpaling seketika. Begitu pun yang Chintya alami, jantungnya berdetak sangat keras saat pertama kali melihatnya meski laki-laki itu memiliki sikap dingin layaknya gunung es di kutub selatan. Chintya memilih duduk karena hingga saat ini tak ada instruksi untuknya duduk dan ia berinisiatif sendiri. "Saya Chintya." Mengulurkan tangan dan tertawa masam karena uluran tangan itu hanya menggantung di udara tanpa di sambut.

Rega yang tak berniat sama sekali dengan acara perjodohan seperti ini mengacuhkan wanita pilihan Neneknya tersebut, datang ke sini karena terpaksa dan menghindari amukan singa tua kalo sampek rumah.

Chintia menelan ludahnya gugup, biasanya ia tak se gugup ini menghadapi seorang laki-laki. Memilik wajah cantik turunan Turki dan India itu membuat Chintya dengan mudahnya mendapatkan perhatian dari lawan jenisnya, bahkan menundukkan nya mereka bukan perkara yang sulit. Tapi kini laki-laki tampan di depannya yang memiliki sejuta pesona itu bahkan meliriknya saja pun tidak membuat Chintia sedikit kesusahan karena x.

"Baik, saya akan bicara sekarang." Rega memainkan gelas bening di depannya sebentar dan meletakkannya, "Saya datang ke sini atas paksaan dari Nenek bukan atas kemauan sendiri dan saya tidak suka dengan acara perjodohan yang telah Nenek kita lakukan jadi saya harap Anda jangan terlalu berlebihan atasnya." Kata Rega dengan sorot mata tajam, menusuk ke dalam mata wanita di depannya memberikan peringatan bahwa apa pun yang akan ia lakukan tak akan mengubah apa pun.

"Akh, tentu saja saya tau." Katanya dengan menyembunyikan kekecewaannya dan berusaha tersenyum seolah-olah tak ada apa pun yang terjadi di sana.

"Saat ini saya sedang menjalin hubungan terlarang."

"Apa?" Tentu saja Chintya kaget mendengarnya, Bukannya Nenek bilang kalau cucu temannya itu dalam status single? Apa itu hubungan terlarang??? Jangan sampek entar dia selingkuhan istri atau simpanan tante-tante genit.

Rega mengambil hp-nya, mencari sebuah kontak untuk ia hubungi. "Maaf Nona, anda tidak keberatan bukan kalau kita makan bersama? Karena saya memang akan berkencan hari ini dengannya dan Nenek juga mengatur semua ini tepat di mana kami berjanji akan bertemu." Rega memutuskan pembicaraannya saat telpon itu tersambung, "Sayang, datanglah ke cafe violet. Aku menunggumu."

Rasa penasaran Chintya yang begitu besar membuat wanita itu menahan langkahnya untuk pergi dari tempat ini, wanita seperti apa yang bisa membuatnya tak berarti di hadapan Rega. Apa yang kurang darinya hingga laki-laki di depannya itu sedikit pun tak melihatnya sebagai wanita dan memberikan penolakan sejak awal. Ia begitu penasaran dengan sosok yang mampu mendapatkan hati laki-laki sedingin gunung es itu dan mengacuhkannya begitu saja tak berarti.

Keheningan menyelimuti mereka berdua, tak ada pembicaraan sedikit pun dan hanya ada suara dentingan sendok dan piring yang beradu. Mereka hanyut dalam pikiran mereka masing-masing hingga tak ada pembicaraan disana. Tak berapa lama suara kali melangkah ke arah tempat tertutup yang menjaga privasi sang tamu di dalam, Rega sengaja memilih tempat seperti ini karena ia tak ingin terlihat di umum. Tampilnya Rega hanya dalam urusan bisnis bukan urusan tak berguna seperti ini.

Chintya memiringkan kepalanya saat seorang laki-laki yang tak kalah tampan masuk ke dalam bilik mereka, tersenyum ke arahnya sebelum benar-benar masuk. Laki-laki itu lebih hangat dan ramah bila di bandingkan dengan Rega dan tentu saja dua orang itu sama-sama tampan dengan kelebihan yang mereka miliki masing-masing. Sungguh karya Tuhan yang paling indah dalam suguhan visual untuk menyegarkan mata para kaum hawa.

"Maaf sedikit terlambat." Katanya sebelum duduk di samping Rega.

Chintya hanya mengangguk pelan, matanya tak pernah lepas dari sosok menawan yang baru datang itu bahkan kalau ia di suruh memilih ia dengan akan senang hati memilih laki-laki tersebut. Ya Tuhan... Mereka sungguh luar biasa. Batinnya menjerit histeris melihat dua kelaki tampan di depan matanya yang langsung bikin mimisan.

"Sayang? Maaf kalau kencan kita harus terganggu dengan kedatangannya." Kata Rega lembut, selembut permen kapas dan berbanding terbalik dengan apa yang tadi ia lakukan untuk menghadapi wanita yang ada di depannya dengan terang-terangan kaget mendengar apa yang ia katakan.

What?

Sayang?

Gak salah nih?

Chintya menatap dua laki-laki tampan di hadapannya dengan tatapan mata menelisik dan gak percaya. "Jadi kalian?" Masih gak bisa ngomong aja, bener-bener gak percaya. Cowok setampan mereka masih sih... Buru-buru menggelengkan kepalanya cepat buat mengusir semua pikiran negatif di sana, kali aja kan salah denger tadi karena saking tegangnya.

" Siapa wanita cantik ini?" Tanya Yun dengan menatap tajam dari ujung kepala sampai kaki. Kalo bisa dari angka satu sampek sepuluh buat ngasih penilaian Yun bakal ngasih nilai sembilan buat ni cewek, buat Yun yang tau banget sama gimana Rega walau di kasih cewek secantik apa pun kalo modelnya jinak-jinak kucing gak bakalan deh dia mau sama tu cewek.

"Dia Chintya, cucu dari teman Nenek. Kamu tau kan gimana Nenek yang suka banget ngatur acara perjodohan? Padahal aku udah punya kamu."

Ya Tuhan....

Mimpi apa gue semalam jadi bisa kek gini???

Dari mana pun mereka itu luar biasa mempesona tapi gak taunya....

Apa gak ada cewek jadi mereka kayak gini???

Chintya mengerjapkan matanya, mulutnya udah terasa kaku dan lidahnya itu udah terasa kelu banget kayak bertulang belakang gak bisa buat ngasih komentar apa pun buat situasi yang ia hadapi saat ini.

********

Hi Readers...

Ketemu lagi sama author disini, lanjutan dari novel sebelah yang Author tulis. Biar gak ke campur makanya Author pisah aja kayak gini.

Jangan lupa Like, Vote dan komentarnya buat kasih dukungan Author ya....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!