NovelToon NovelToon

Murid Dewi Alkemis

Batu Roh Ungu

"Yoo, Wan Tian. Kamu sangat jelek hari ini, bahkan lebih jelek daripada kemarin dan lusa. Aku heran denganmu, mengapa kamu masih hidup?" Anak gemuk itu memukul seorang anak desa yang lemah.

"Wan Tian, kamu sungguh hina berada di desa ini. Melihat wajahmu saja membuatku jijik." Begitu juga dengan seorang gadis muda yang memperlakukan Wan Tian dengan buruk. Ia juga turut memukul dan menendang dengan keras.

"Sebagai anak seusiamu, kamu sungguh menjadi aib bagi desa kita. Bukan hanya tidak bisa membangkitkan energi spiritual, kamu juga tidak bisa bela diri, hahaha!" Lontar seorang anak lelaki berwajah tampan. Namun tidak untuk hatinya.

"Wan Tian, kamu memang bodoh." Kembali si anak gemuk itu menakuti anak malang. Ia mengayunkan pedang kayunya untuk menakut-nakuti Wan Tian.

Dengan wajah menyeringai, mereka bertiga menghina Wan Tian dengan tatapan meremehkan. Meskipun demikian, mereka juga anak-anak dari desa yang makmur dan banyak melahirkan praktisi hebat yang menjanjikan. Meski tidak dapat dibandingkan dengan kota besar lainnya, mereka memiliki kebanggaan tersendiri karena memiliki kekuatan yang lebih daripada Wan Tian, seorang anak muda yang terbaring lesu dengan banyak luka di tubuhnya.

Dua anak lelaki dan satu gadis yang berumur hampir sama, menyiksa anak yang tak berbakat dan tak bisa berkultivasi dengan senang hati. Tindakan semena-mena tersebut menunjukkan perbedaan status di antara mereka.

Wan Tian hanya bisa meratap tanpa suara. Ia menatap tiga anak yang berusia lima belas tahun itu. Meski mereka berada di umur yang sama, soal kekuatan mereka berbeda. Apalagi ketiga anak itu telah mendapatkan pengakuan dari kepala desa sebagai praktisi muda dalam bidang kultivasi dan bela diri.

Meski mendapatkan siksaan, tidak dapat membuat Wan Tian berputus asa. Ia memang menyadari bahwa dirinya tidak seperti anak-anak lain. Ia hanyalah anak biasa tanpa kekuatan spiritual dan merupakan aib bagi keluarganya. Bahkan keluarga Wan Tian selalu merendahkan dan memperlakukannya dengan buruk. Apalagi kematian kedua orang tuanya akibat serangan binatang magis.

Desa Yanshi, sebuah desa yang terletak di tepi gunung dengan nama yang sama, yaitu sebuah gunung batu menjulang tinggi yang mengelilingi desa tersebut yang berada di sebuah lembah yang merupakan rumah bagi penduduknya. Jumlah penduduk di desa Yanshi tidak lebih dari lima ratus orang. Tempat yang jauh dari kota membuat mereka tertinggal, kendati demikian mereka memiliki kekuatan spiritual yang dapat digunakan untuk tetap hidup.

Gunung Yanshi menjadi tempat yang sangat aman bagi penduduknya karena terdapat sumber api yang terus muncul mengelilingi desa. Konon, terdapat praktisi hebat yang memiliki kekuatan sihir luar biasa sehingga dapat melindungi penduduk desa yang terpencil tersebut.

Perlahan Wan Tian merangkak untuk mencari sumber air sungai untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaganya. Karena ia sudah mendapatkan banyak luka di tubuhnya, ia sudah tidak kuat lagi namun masih mendapatkan siksaan.

"Air ... air ... tolong," ucap Wan Tian lirih. Ia sangat kehausan dan merasa sangat lapar hari ini karena sejak kemarin belum mendapatkan jatah makannya. Ia terlalu sibuk dan jarang sekali mendapatkan makanan yang layak.

"Mau ke mana, hey? Apakah kamu butuh air? Hehehe, sepertinya kamu sangat lapar juga? Sebaiknya kamu makan batu dan pasir di sana, yahh!"

"Sampah sepertimu memang pantasnya dibuang saja. Ayo, pergi sana!" Gadis kecil itu pun menendang Wan Tian dengan keras.

Wan Tian terhempas dan terguling di pasir dan bebatuan keras. Tubuhnya dipenuhi dengan luka dan darahnya semakin terkuras karena siksaan yang berlanjut, membuatnya tak sadarkan diri.

"Mati? Apakah sampah itu sudah mati? Bagaimana kalau bibi Wan tahu?" Anak gemuk itu panik setelah melihat darah dari tubuh Wan Tian semakin banyak dan mengira sudah mati.

"Jangan, kita tidak mungkin membunuhnya, kan?" Gadis yang menendang Wan Tian pun panik. Ia tidak ingin membuat masalah karena dirinya yang telah melakukan kekerasan fisik.

"Sebaiknya kita pergi saja! Ini sudah sore, mungkin tidak akan ada yang tahu juga, kan?"

Setelah menyakiti Wan Tian, mereka melarikan diri. Ketiganya tidak ingin bermasalah karena telah membunuh anak yang tidak berdaya.

Penduduk desa Yanshi memanfaatkan kekuatannya untuk memecah batu dan membuat pasir. Ada juga yang bisa membuat patung dan barang-barang dari batu dengan teknik yang dipelajari turun temurun.

Tubuh Wan Tian tepat berada di bebatuan bekas galian batu. Ia menyeret tubuhnya yang tidak bisa berdiri lagi, hingga batu-batu tajam telah mengoyak tubuhnya sehingga kini ia sudah mandi dengan darahnya sendiri. Kegelapan malam membuat matanya tak bisa melihat sekeliling.

"Darah? Apakah ada bau darah manusia di sini? Aku harap bisa membantuku." Sosok seorang Dewi membuka matanya. Ia merasakan sesuatu yang telah lama ditunggu.

Seorang Dewi yang kehilangan kekuatannya secara drastis. Ia tidak bisa berbuat apapun dan hanya bisa menunggu dan menunggu sampai ada yang menolongnya. Merasakan ada darah manusia membuatnya terbangun di dalam sebuah batu ungu berbentuk bola kecil.

Hanya dengan satu tetes darah, membuat kekuatan Dewi tersebut mendapatkan sedikit kekuatan. Wan Tian yang melihat cahaya ungu yang terpancar di batu tersebut, membuatnya tertarik.

Hari telah gelap dan mengandalkan batu bercahaya, membuat Wan Tian bangkit secara perlahan. Ia mengambil batu roh berwarna ungu tersebut, digenggamnya batu roh ungu dan dibawanya untuk perjalanan pulang.

Dalam tertatih, Wan Tian terus berusaha berjalan, berpegang pada dinding batu yang terlihat jelas. Dewi yang berada di dalam batu roh menyaksikan perjuangan anak muda itu dengan iba. Bagaimana mungkin ia tega melihat anak itu mengalami kejadian naas tersebut?

"Apa yang kamu alami, bocah? Aku tidak bisa menolongmu saat ini. Kekuatanku juga tidak cukup untuk membantumu."

Yang Yue adalah nama Dewi yang berada di dalam batu roh ungu. Ia sudah sepenuhnya sadar dan melihat apa yang dilakukan oleh anak lelaki itu, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Ia seperti sosok tak terlihat dan suaranya pun tidak akan terdengar oleh manusia biasa seperti Wan Tian.

"Seandainya kamu memiliki sedikit kekuatan spiritual, mungkin aku bisa membantumu. Namun sayang sekali, nasibmu kurang beruntung. Aku akan memantau dan semoga keberuntunganmu akan segera tiba," ujar Yang Yue.

Sambil memperhatikan anak lelaki yang penuh dengan luka dan darah yang masih mengalir, Yan Yue mengobrol, "Bahkan tanpa keluhan, bocah. Apa yang kamu alami hingga seperti ini? Orang biasa mungkin sudah tidak sanggup lagi, tapi aku melihat keteguhan di hatimu." Yan Yue merasa sedih melihat anak yang masih sangat muda sedang menderita.

Dengan pakaian compang-camping, Wan Tian memegang erat batu roh ungu. Darahnya masih terus menetes dan meresap masuk ke dalam batu itu, membuat cahaya ungu dari batu semakin terang daripada sebelumnya.

Meskipun khawatir akan dimarahi oleh paman dan bibinya yang memberikan tempat berlindung dari hujan, Wan Tian tidak ingin pulang karena ia masih merasa belum sempurna. Walaupun tidak layak, ia menganggap dirinya masih beruntung dengan memiliki tempat bernaung.

Harapan Baru

"Apa ini? Keajaiban? Oh, darah anak ini ... sepertinya aku harus bersabar beberapa hari lagi. Tenanglah bocah, dan maaf untuk perbuatanku yang lancang ini." Yang Yue yang memiliki kesempatan, meningkatkan kekuatannya dan menyerap darah Wan Tian.

"Aaa! Akhh ..." lirih Wan Tian. Darahnya semakin berkurang setelah diserap oleh Yang Yue. Rasa lemas menyiksa seluruh tubuhnya. Pandangannya semakin kabur dan darah yang disekuhur tubuhnya mulai menghilang terserap oleh sang Dewi.

Meski seluruh tubuhnya sudah tidak kuat lagi, Wan Tian tetap berusaha untuk kembali pulang ke rumah paman dan bibinya. Berkat usahanya yang gigih, ia sampai di depan rumah dan jatuh tepat di depan pintu. Saat itu juga, batu roh ungu menghilang dari tangan anak lelaki itu. Membuatnya tak sadarkan diri dan menabrak pintu.

Di dalam rumah, paman dan bibi Wan Tian sedang menunggu kepulangan keponakannya itu. Namun tidak kunjung ada kabar dan tidak segera pulang. Padahal hari sudah gelap dan masih banyak pekerjaan yang harus dilakukannya.

"Anak ini, apa sudah mati? Kenapa tidak pulang juga? Ini sudah malam," ucap pria bermarga Wan itu. Ia adalah paman Wan Tian bernama Wan Shun.

"Hah, mau lari ke manapun, dia akan kembali. Anak itu sudah sangat keterlaluan. Awas saja kalau pulang, tidak ku kasih makan selama seminggu!" Wan Ren Mu, wanita kejam dan bengis. Merupakan seorang wanita keturunan bangsawan.

Hidup Wan Ren Mu, mengikuti suaminya yang hidup dengan pas-pasan. Tidak memiliki anak setelah sekian tahun menikah. Pernikahan tak bahagia, keluarganya yang sudah mengalami kebangkrutan sebelum pernikahannya.

Awalnya ia akan menikahi pedagang kaya di desa tersebut. Namun ia terpaksa menikah dengan pria miskin dan menyiksa Wan Tian sebagai pelampiasan. Karena tidak mungkin juga menyiksa suaminya yang lebih besar dan kuat darinya. Namun ia bersyukur karena suaminya juga tidak peduli jika keponakannya disiksa oleh wanita itu.

"Suara apa itu? Mungkin anak itu sudah pulang. Kamu urus anak sialan itu!" Wan Shun menyuruh istrinya agar keluar. Namun ia merasa ada sesuatu yang janggal.

Wan Ren Wu pun berjalan ke arah pintu depan. Diikuti oleh suaminya yang merasa sesuatu yang aneh. Karena tidak seperti biasanya Wan Tian mengetuk pintu. Biasanya ia akan lewat pintu belakang kalau pintu depan dikunci. Juga biasanya akan tidur di gudang dan hanya minta makan. Namun sudah dua hari anak itu tidak diberi makan.

"Wan Tian! Dia kenapa tidur di depan pintu? Wan Shun, seret keponakanmu yang kotor ini! Pasti sudah kesenangan main di luar!"

Wan Shun menendang tubuh Wan Tian dengan pelan. Berharap anak itu bangun. Namun Wan Tian tak juga bergerak. Setelah beberapa kali menendang dengan kakinya, membuat pria itu jongkok dan memeriksa.

"Tch! Anak ini demam! Ini karena gara-gara kamu yang tidak kasih dia makan!" Wan Shun menatap istrinya yang berdiri di sampingnya.

"Apa? Apa-apaan ini? Anak sialan ini sakit? Ini keponakanmu saja yang manja! Bawa dia ke dalam, huh. Memangnya aku suka punya keponakan tidak berguna ini? Tidak-tidak!"

"Merepotkan!" Wan Shun mengangkat Wan Tian dan membawanya ke dalam. Ia tahu keponakannya mengalami sakit dan merasakan suhu tubuhnya sangat panas.

Wan Shun menghempaskan Wan Tian ke tikar yang berada di ruang depan. Biasanya anak itu tidur di gudang belakang. Karena mereka tidak menganggap sebagai keluarga sendiri, membuat kedua orang tua itu memperlakukannya dengan buruk.

Kali ini mereka membiarkan Wan Tian tidur di ruang depan agar tidak terkena angin malam. Wan Ren Wu memberikan selimut untuk menghangatkan keponakannya. Ia masih merasa kesal karena tugas yang harusnya dilakukan oleh Wan Tian, harus diselesaikannya sendiri.

Mereka berharap Wan Tian segera bangun keesokan harinya. Namun ternyata tidak seperti yang diharapkan oleh sepasang suami-istri tersebut. Mereka harus menahan rasa kecewa karena anak itu belum bangun juga. Malahan masih mengalami demam tinggi.

"Anak ini belum juga bangun. Coba kamu kasih makan dia! Jangan sampai menunda pekerjaannya!" Wan Shun menyuruh istrinya untuk mengurus keponakan mereka.

"Cih, tidak ada pekerjaan lain yang harus kulakukan, apa? Mengurus anak cacat ini, membuatku tidak nyaman. Mungkin sebentar lagi mau mati." Dengan tatapan sengit, Wan Ren Wu memperhatikan Wan Tian yang masih terlelap.

"Baiklah, kutaruh anak ini ke gudang. Kau berikan saja roti kering dan air untuknya. Kita tidak tahu kapan dia akan sadar dari tidurnya. Luka-luka di tubuhnya juga memperlihatkan kalau dia sangat bodoh dan tidak berguna."

Dari semalam tidak terlihat bekas luka dari tubuh Wan Tian. Namun pagi hari barulah terlihat luka-luka di sekujur tubuh. Pakaian yang dikenakan pun terlihat darah yang sudah mengering. Dengan wajah pucat pasi, dengan pandangan awam, terlihat mengalami kekurangan darah.

Hari demi hari, Wan Tian tak kunjung bangun juga. Bahkan hampir setiap hari, sepasang suami-istri itu telah memeriksanya. Namun roti kering dan air yang disediakan tidak disentuh sama sekali.

Selama satu minggu Wan tidak tidak sadarkan diri. Hingga membuat Wan Shun dan istrinya kerepotan dalam bekerja. Yang awalnya setengah pekerjaan mereka dikerjakan oleh Wan Tian, kini mereka mengalami kerepotan sendiri.

"Anak ini sudah mau mati. Selama tujuh hari kita menunggu dia bangun. Tapi tetap saja seperti ini. Lebih baik kau kubur saja anak sekarat ini. Aku sudah tidak mau mengurusnya." Wan Ren Wu menatap keponakannya sesaat lalu meninggalkan gudang tersebut.

"Aku pun kesal dengan anak tak berguna ini. Tapi siapa tahu nanti bangun. Besok aku akan kubur jika tidak bangun juga."

***

"Wan Tian, bangun. Wan Tian, bangunlah," lirih Yang Yue. Ia terus memanggil nama itu berulang kali.

Mendengar ada yang memanggil namanya, Wan Tian membuka matanya. Ia bangun di pangkuan seorang wanita cantik. Seorang Dewi yang memiliki paras dan bentuk tubuh yang sempurna. Dengan kulit yang terasa halus, rambut berwarna hitam dan panjang.

"Akhirnya kamu bangun juga, Wan Tian. Namun aku butuh bantuanmu sekarang. Kamu harus bangun secepatnya," ucap Yang Yue dengan suara lembut dan merdu.

Yang Yue mengelus rambut Wan Tian dengan perlahan. Sesekali mengusap dada anak itu dengan lembut. Menekan dan memberi sedikit kekuatan spiritualnya.

"I-bu? Ibu, kaulah itu?" tanya Wan Tian dengan lirih. Namun seketika ia menyadari, wanita itu bukan ibunya.

"Ah, hihihi ... aku bukan ibumu. Bocah nakal sepertimu mau memanggilku ibu? Bahkan Dewi sepertiku masih dibilang seorang gadis, kau tahu?" Yang Yue tertawa lirih dan memberikan senyuman untuk Wan Tian.

"Di mana ini? Apakah aku sudah mati? Ini alam langit, bukan?" tanya Wan Tian polos. Karena ia melihat sekeliling tidak terlihat seperti di dunia. Karena tempatnya sekarang terlihat seperti di dalam danau yang luas. Dengan langit-langit berwarna biru muda.

"Tidak apa-apa, Wan Tian. Untung saja kamu bangun. Aku akan menjelaskan semuanya padamu. Karena hanya kamu harapan satu-satunya untukku. Semoga kita bisa bekerja sama kedepannya."

***

Berjuang Sekuat Tenaga

Rupanya Wan Ren Wu tidak tahan dengan sikap suaminya yang masih mempertahankan keponakannya. Ia sudah lelah menunggu anak berusia lima belas tahun itu sadar. Mengira hanya menunggu kematian, membuat wanita yang tak akan bisa memiliki keturunan itu pun tega melakukan sesuatu yang keji.

"Aku tidak mau anak tidak berguna ini. Bagaimanapun juga, dia hanya menunggu kematiannya. Akan kubawa dia ke hutan untuk dijadikan makanan binatang buas di sana."

Malam hari merupakan waktu yang tepat untuk membawa anak itu pergi. Apalagi pada malam hari, aktifitas di desa terbilang tidak ada sama sekali. Apalagi dengan kualifikasinya yang dapat menghilangkan hawa keberadaannya.

Wanita itu menggendong anak yang sudah membantunya selama ini. Setelah membulatkan tekad, ia memakai jubahnya untuk menyembunyikan Wan Tian. Karena Wan Tian juga tidak memiliki energi spiritual, membuatnya lebih mudah untuk membawanya tanpa perlu khawatir.

Dengan langkah sembunyi-sembunyi, agar tak ada warga yang mengetahui kepergiannya pada malam hari. Terutama suaminya yang sudah tidur akibat kelelahan bekerja.

'Malam ini aku akan kehilangan keponakanku satu-satunya. Maafkan bibi, Wan Tian. Tapi bibi tidak mau terbebani olehmu terus. Semoga kau mendapat kehidupan lebih baik di kehidupan selanjutnya.'

Meski sudah membantunya selama ini, hatinya seakan tertutup. Wan Ren Wu melesat dengan kecepatan tinggi. Menyembunyikan kekuatan spiritualnya dengan sangat baik. Ia hanya perlu menghindari orang lain agar tidak ada yang melihat. Hanya perlu berhati-hati untuk tidak mengeluarkan suara.

"Bibi, kenapa bibi mau membuangku? Dewi, apa ini benar bibiku? Apa dia mau membuangku?" Tanya Wan Tian pada Dewi Yang Yue. Ia seakan tidak percaya dengan yang dilihatnya sendiri.

"Kau bisa melihatnya sendiri, Wan Tian. Aku pun tak dapat menolongmu. Kekuatanku terbatas untuk saat ini. Serahkan saja pada nasib baikmu." Yang Yue menggelengkan kepalanya. Sembari mengusap rambut anak di manusia biasa di hadapannya.

Yang Yue sendiri tidak yakin mereka akan selamat dari kematian. Yang hanya membuat mereka bisa lolos adalah tidak bertemu dengan hewan liar pemakan daging.

"Wan Tian, aku adalah bibi yang buruk untukmu. Seringkali aku memarahimu dan sangat kesal terhadapmu. Meski kamu anak yang baik, aku tidak bisa membuatmu hidup selayaknya anak-anak lain. Maafkan bibi yang selalu jahat padamu."

Setelah meletakan tubuh Wan Tian, Wan Ren Wu kembali melesat dengan kecepatan tinggi. Ia tak ingin membuat curiga suaminya yang sedang tidur di kamar mereka. Setelah hari esok, ia yakin tidak bisa menemukan Wan Tian karena sudah dimakan hewan buas.

"Dewi, apa yang bisa kulakukan untukmu? Maafkan aku yang tidak berguna sama sekali." Wan Tian memampilkan wajah sedihnya. Bahkan bagi seorang Dewi pun, ia tidak berguna sama sekali.

"Ah, di sini memiliki aura spiritual yang melimpah. Apakah ini keberuntungan atau kesempatan untukku? Jangan katakan kau tidak berguna. Suatu saat nanti, kau pasti akan menjadi orang hebat dengan usahamu sendiri."

"Apakah aku bisa melakukannya? Selama ini aku hanya dianggap sebagai sampah. Jika aku bisa melakukan hal yang berguna dan memiliki kekuatan, aku pasti–"

"Kau akan melakukan hal besar nantinya. Tak boleh menyerah atas takdirmu yang belum diberikan padamu. Kau harus menggapai takdirmu sendiri."

Yang Yue mendesah pelan. Ia memang tidak bisa berharap terlalu banyak. Namun rasa percaya diri membuatnya ingin membantu. Apa lagi yang bisa ia lakukan untuk menolong anak tersebut? Ia juga bukan Dewi yang memiliki kekuatan yang tinggi sekarang. Ia bahkan tidak dapat melakukan apapun untuk menolong orang lain.

"Tunggu sampai pagi hari, mungkin akan ada embun. Nanti kau bisa meminum air embun pada pagi hari. Selain itu, tubuhmu juga tidak akan mengeluarkan banyak energi di pagi hari."

Wan Tian mengangguk pelan. Meskipun ia tidak tahu kapan ia bisa sadar. Namun perkataan sang Dewi membuatnya lebih tenang. Seumur hidupnya baru pertama kali ia memiliki seorang yang peduli padanya. Mereka juga sama-sama memiliki keterbatasan masing-masing.

Untungnya semalaman Wan Tian tidak ditemukan oleh hewan buas yang ada di hutan. Maka ia bisa beristirahat untuk memulihkan kekuatannya. Pada pagi harinya baru ia memiliki kesadaran.

"Sekarang hari sudah pagi. Wan Tian, coba kamu mencari air untuk kamu minum. Jaraknya tidak terlalu jauh, atau kau bisa mengumpulkan embun di dedaunan itu."

Wan Tian bangun dengan kondisi tubuhnya yang masih demam dan lemah. Untuk bergerak saja ia masih kesusahan. Berkat penyemangat baru dalam hidupnya, ia akan melewati setiap rintangan yang ada.

Anak remaja itu pun merangkak dan mencari sumber air. Untungnya ia bisa mengambil air embun di sekitarnya agar tidak kehilangan cairan di tubuhnya. Cairan dalam tubuhnya sangat kurang. Sehingga tidak dapat melakukan apapun selain mencoba sekuat tenaga.

"Ayo Wan Tian, kamu adalah harapanku satu-satunya. Setelah melewati semua ini, aku berjanji akan memberikan kehidupan yang lebih baik untukmu. Membantumu untuk menjadi lebih kuat dari ini."

Berjuang sekuat tenaga adalah hal yang dilakukan oleh Wan Tian. Sekarang ia sudah memperoleh air embun dari dedaunan. Tanpa sadar ia juga menemukan beberapa dedaunan yang merupakan obat herbal.

"Daun madu asam? Hei Wan Tian, kau makan saja daun di depanmu. Meski rasanya sangat masam, kau bisa memiliki tenaga setelah memakannya."

Wan Tian tidak berpikir lama, langsung memakan daun yang disebutkan oleh Yang Yue. Rasanya memang sedikit asam namun ada sedikit rasa manis. Wan Tian menemukan banyak tanaman jenis itu dan memakan semuanya.

Setelah memakan semuanya, tenaganya sudah mulai pulih. Ia memiliki sedikit kekuatan untuk duduk. Ia berusaha berdiri dan rasa pusing di kepalanya telah hilang. Tubuhnya sudah tidak terlalu lemas seperti sebelumnya.

"Tanaman jalar berwarna ungu. Kau juga dapat memakan bunga dan buahnya. Namun jangan sampai menyentuh daunnya. Karena bisa mengakibatkan rasa gatal. Harus berhati-hati mengambilnya."

Wan Tian mengambil buah berwarna ungu berbentuk bulat kecil. Ia memakannya langsung dengan lahap. Ia mengumpulkan banyak buah yang berukuran kecil itu tanpa bicara. Apapun yang diperintahkan sang Dewi, ia akan melakukannya.

"Jamur bola abu. Kau tidak bisa memakannya langsung. Namun kau bisa memasaknya untuk dimakan. Kau carilah yang isinya berwarna hitam atau putih. Cirinya disentuh terasa lebih keras. Jika sudah lembek, jangan diambil. Kumpulkan saja dengan kaosmu. Nanti kau bisa memasaknya."

Wan Tian mengumpulkan jamur sesuai dengan instruksi sang Dewi. Karena mengikuti semua perkataannya membuatnya memiliki kekuatan lebih. Meski tanaman dan jamur tidak memiliki efek luar biasa, mendapat nutrisi saja sudah membuatnya memiliki kekuatan.

"Te-terima kasih, Dewi. Kau membantuku melewati semua ini. Apapun yang kau perintahkan, aku akan melakukannya." Wan Tian berbicara dengan Yang Yue yang berada di dalam tubuhnya.

"Ini berkat usahamu sendiri. Aku hanya perlu memberi instruksi padamu. Wan Tian, cepatlah sebelum hewan-hewan buas terbangun. Cari sumber mata air yang ada di depan. Kau berjalan sekitar enam ribu langkah, sudah ada air."

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!