Aku mencintaimu. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu. Hanya itu yang ada di dalam setiap pikiran perasaanku hingga membuatku menjadi buta, tuli, dan bodoh. Hingga aku melupakan hal yang paling penting, jika di setiap cerita masing-masing orang, mereka akan menjadi pemeran utamanya sendiri. ~Keleigh.
Florencia Keleigh Hamilton.
20th Y.O
Kau mencintaiku. Aku mencintainya. Dan dia mencintaiku. Tapi, hanya dengan perbandingan itu tidak akan cukup untuk membuat segalanya menjadi harapan, aku tetap tidak akan pernah bisa menang, maka aku membiarkan takdir akan membawa kemana aku berperan. ~Tristan.
Tristan Douglas Donovan.
28th Y.O.
Dia mencintaimu. Kau mencintaiku. Dan aku mencintaimu. Bagaimana-pun juga, aku tetap tidak akan pernah menjadi pemeran utama di dalam kisahku, kisah kita, karena aku juga sangat menyayangi dia yang mencintaimu. Aku, selamanya tidak akan bisa menjadi pemeran utama di dalam ceritaku sendiri. ~Keyla.
Anastasia Keyla Hamilton.
28th Y.O.
...---------------------------...
Hamilton's Mansion, Manhattan, NYC.
Kembali menatap pantulan diri dari depan cermin, Keleigh lagi-lagi membuang nafas panjang. Pasalnya, tampilan dirinya sekarang tetap sangat berbanding jauh dengan seluet seseorang yang sedang sibuk memoles wajah. Sekeras apapun ia mencoba, tetap sedikit saja ia tidak akan bisa menyamai kakak perempuannya.
Lagi-lagi hembusan nafas panjang Keleigh terdengar, membuat Keyla yang sedang memberikan sentuhan terakhir pada bibir penuhnya menoleh, "kenapa, Ke?"
Keleigh yang di tanya hanya bisa mencebik sambil menggeleng. Mendapatkan respon tidak jelas dari adik perempuannya, Keyla tidak ingin ambil pusing dan segera berdiri. Ia ingin mereka segera menyelesikan sesi berdandan karena pesta sebentar lagi akan di mulai. Lantas, ia langsung memilih cermin yang sedang di tatap adiknya hingga mereka berdiri sejajar.
"Kau manis sekali, Ke." Puji Keyla tulus sambil tersenyum cantik. Kedua bola mata hazelnya berbinar indah menatap adiknya yang malam ini terlihat semakin manis karena di poles.
Keleigh-pun semakin di tampar kenyataan ketika melihat pantulan mereka yang sedang bersejajar terlebih, bagaimana ia melihat senyum luar biasa cantik kakak perempuannya.
Keyla sangat-sangat cantik. Sangat sexy. Sangat dewasa. Itu adalah tampilan luarnya. Dan tampilan dalamnya pun tidak kalah cantiknya karena Keyla juga seorang perempuan anggun, cerdas, pintar, dewasa dan lembut.
Keleigh menggeleng singkat dengan bibir tersenyum tulus, "kaulah yang sangat cantik key, kau cantik sekali," ada jedah di ucapannya, "aku sangat bangga punya saudari sepertimu." Puji Keleigh tulus.
Benar ... Keleigh benar-benar merasa bangga menjadi adik dari seorang perempuan sempurna seperti Keyla. Sedikitpun tidak ada rasa iri di hatinya, karena ia sangat mencintai dan menyayangi Keyla. Ia bahagia karena Keyla menjadi bagian dari hidupnya.
Tok tok tok ....
Pintu yang di ketuk membuat mereka berdua menoleh, "Kita sudah harus turun." Terang Keyla yang langsung di angguki Keleigh
Merekapun segera menuju pintu.
Saat sudah dekat dengan anak tangga, mereka langsung di suguhi pemandangan ruang tamu kediaman keluarga Hamilton yang sudah ramai. Alunan musik lembut mengiringi acara yang sebentar lagi akan di mulai. Keleigh dan Keyla berjalan beriringan menuju kedua orangtua mereka yang sudah siap menunggu di atas undakan tangga.
Ayah mereka Bennedict Hamilton yang saat ini menjadi pemilik dan menduduki kursi pemimpin utama salah satu perusahaan asuransi terbesar di dunia -UnitedHealth Holding Co.- yang sudah tidak muda lagi, memakai toxedo berwarna hitam. Terlihat gagah dan tampan seperti biasa. Meski sudah ada rambut yang berubah memutih di kedua sisi rambut, ia masih tetap memiliki pesona yang memang sudah mendarah daging dari keturunan.
Sedangkan ibu mereka Donna Hamilton, memakai gaun berwarna biru tua yang selaras dengan gaun kedua putrinya. Para perempuan Hamilton itu, malam ini memang memakai dress code berwarna biru. Biru tua untuk nyonya Hamilton, biru gelap untuk Keyla, dan biru langit untuk Keleigh. Perfect! Gaun mereka sangat mencerminkan karakter masing-masing.
"Lihatlah putri-putriku ini, sayang." Bennedict langsung memuji bangga tanpa perlu menjelaskan betapa cantiknya mereka saat melihat putri-putrinya sudah berada di hadapannya.
"Well ... Siapa dulu mommy-nya." Sahut Donna bangga sambil tersenyum lebar. Kedua bola mata amber-nya berbinar terang. Warna dan binar yang seperti bola mata putri bungsunya, Keleigh.
"Memang mommy kenapa?" Tanya Keleigh. Ada nada geli di suaranya. Ada raut wajah bingung yang di buat-buat dalam ekspresinya.
"Benar, memang mommy kami kenapa?" Keyla menimpali sambil mengerling ke arah Bennedict penuh godaan.
"Entahlah sayang, dad juga tidak tahu mommy kalian kenapa." Bennedict ikut menggoda dengan nada binggung yang di buat-buat.
"Hey!" Donna memukul lengan Bennedict, "jangan mulai untuk mem-bully ya kalian!" Bentak Donna dengan raut wajah kesal di paksakan.
Lantas, mereka langsung terkekeh bersama.
Sambil mengusapi lengannya yang baru mendapat pukulan, Bennedict meringis dramatis, "oke ... Oke ... Sudah saatnya kita mulai acaranya, ladies. Jangan bully kekasihku ini." Goda Bennedict sambil menatap Donna yang langsung memutar bola matanya dengan malas.
Keleigh dan Keyla kembali terkekeh sambil mulai ikut melangkah saat melihat Donna sudah menggamit siku suaminya dan mulai menuruni anak tangga.
***
"Aahh jadi begitu. Saya pikir karena anda belum meneruskan untuk mengambil spesialis, anda juga akan ikut ambil bagian untuk meneruskan perusahaan, dr. Keyla."
Pesta sudah berlangsung. Keleigh masih terus menyapa para tamu. Lebih tepatnya, ia sedang menemani Keyla menyapa dan melakukan beberpa obrolan bersama para orang-orang penting negara ataupun para kolega bisnis ayahnya.
Seperti sekarang, bibir Keleigh hanya bisa terus melengkung. Ikut tersenyum hambar saat melihat Keyla dan orang-orang yang sedang mereka hadapi tertawa.
"Tidak, sir. Saya tidak mempunyai bakat untuk berbisnis. Jadi biarkan yang punya bakat pilihan, yang akan merasakan kesulitan itu." Keyla menyambut dengan jenaka ungkapan dari seorang mentri yang bahkan Keleigh tidak tahu apa kedudukannya.
Keleigh, tidak ingin mengerti apapun yang ada di sekitarnya sekarang.
"Oh ... Mr Kenneth memang sangat cakap. Saya sempat beberapa kali bertemu dengannya saat sedang berada di London," ungkap Xavier Beceera anggota cabinet yang saat ini menjabat sebagai mentri kesehatan. "Sangat cerdas dan sedikit licik. Sangat mencerminkan seorang pengusaha." Lanjutnya dengan nada penuh keyakinan.
Jefferey Knox, anggota kabinet yang menduduki jabatan sebagai mentri perdagangan ikut mengungkapkan, "like father like a son," sambil terkekeh. Ada ketulusan dari ungkapannya. Ia memang sangat tahu bagaimana ayah dan putra Hamilton itu terlebih, Bennedict Halimton sahabatnya, "Kenneth adalah putra ketiga ku." Klaim-nya dengan bangga.
Nama yang di sebutkan, membuat kepala Keleigh kembali tergoda untuk menoleh ke arah pintu masuk. Berharap jika nama seseorang yang sekarang sedang di bahas Mr Beceera dan Mr Knox akan muncul tapi, hingga detik ini adik laki-lakinya itu tidak juga menunjukkan batang hidungnya.
"Mencari siapa, Ke?" Keleigh yang memang masih terus menunggu seseorang akhirnya kembali menoleh ke depan. Jefferey Knox yang bertanya, "Menunggu Kenneth?" Tebak Jefferey tepat sasaran.
"Iya, uncle. Kenneth belum juga datang."
Obrolan antara Keyla, Mr Beceera dan dua orang penting lain di sana terhenti. Lantas mentap Keleigh yang sedari tadi memang hanya menjadi pajangan di sana.
"Kenneth mengatakan pasti datang. Dia hanya sedang mengurus sesuatu." Keyla yang menjawab. Membuat Keleigh mengangguk malu.
"Benar, Ke. Nanti dia akan bersama Logan." Sambung Jefferey. Yang membuat Keleigh hanya semakin malu.
Bagaimana bisa ia tidak mendapatkan kabar itu dari saudara kembarnya sendiri?
"Aahh ... Logan juga sedang di Manhattan, uncle?"
"Iya, nak. Mereka sedang mengurus sesuatu. Mungkin sekarang sudah dalam perjalanan ke sini."
Keleigh mengangguk paham. Lantas hanya bisa memendam rasa di hati sambil mengangkat gelas yang selalu setia di sebelah tangannya. Menyesap champange dan mencoba mengalihkan rasa tidak enak di dalam dada, ia hanya ingin mengingat di bagian jika Logan juga akan datang. Logan Knox adalah putra ke dua Jefferey Knox, sahabat Keleigh.
Speak to the devil, yang sedang mereka bicarakan akhirnya muncul ....
Keleigh yang selalu mencuri pandang ke arah pintu masuk langsung menyadari. Membuat kedua sudut bibirnya tersenyum lega. Ia lega, karena Kenneth saudara kembarnya tidak akan melewatkan pesta ulang tahun ayah mereka.
"Ohh ... Itu Kenneth datang," seru Keyla. Lantas Keyla menatap orang-orang penting yang sedang ada di depan mereka, "Sir, kami pamit sebentar."
Anggukan dan ijin formal yang mereka dapatkan membuat Keyla langsung melangkah. Keleigh hanya mengikuti setelah ikut pamit undur diri.
Dengan setelan toxedo berwarna navi, putra satu-satunya dan juga pewaris utama Hamilton itu tampak rapih dan gagah. Keleigh dan Kenneth saling menatap sejenak saat mereka melangkah untuk saling mendekat.
"Ken! Astaga ... Kau ini lama sekali datangnya!" Seru Keyla sambil menerima dekatapan serta ciuman singkat Kenneth.
Kenneth terkekeh, "ada sedikit yang perlu ku kerjakan, Key."
"Wow! Berapa lama kita tidak bertemu?" tangan Keyla meremas pelan lengan, lalu menepuk singkat perut Kenneth. "Kenapa kau semakin jantan?" Goda Keyla sambil mengerling.
Kenneth kembali terkekeh dengan sebelah tangan yang langsung merangkul pinggal Keyla, "Benarkah? Aku semakin tampan?"
"Aku bilang semakin jantan." Jawab Keyla dengan nada jengah.
Lantas mereka terkekeh bersama.
Keleigh yang masih diam berada dekat di sekitar mereka belum juga berani bersuara.
"Hei, Ke! Kenapa diam saja?" Tanya Keyla saat melihat adik perempuannya yang tidak juga mendekat. Bahkan hanya diam saja. Terlihat sedikit menjaga jarak.
Dengan kedua sudut bibir tertarik ke atas, Keleigh menatap Kenneth ragu, "Hai, Ken ...."
Sangat kaku. Sangat terlihat tidak leluasa. Seolah mereka orang asing. Dan selama ini sebenarnya memang selalu seperti itu.
"Hei pendek ... Aku hampir saja tidak bisa melihatmu," Kenneth terkekeh besama Keyla. Lantas melepas rangkulan lengannya pada Keyla dan membuka kedua lengan ke arah Keleigh, "come here sister ... Kenapa kau hanya diam. Tidak rindu padaku, heh?"
Undangan dan tawaran Kenneth langsung saja membuat Keleigh lupa diri. Ia sedikit berlari. Menerjang Kenneth yang sekarang semakin jauh lebih besar darinya. Lengan-lengan Kenneth yang entah sejak kapan terasa keras penuh otot, memeluk Keleigh sambil kembali terkekeh.
"I miss you, brother ... I miss you ...." Lirih Keleigh. Tidak peduli jika semua mata sudah memandang aksi dramatisnya. Karena ini hal langkah. Kenneth jarang sekali sehangat ini padanya. Mereka hampir tidak pernah sehangat ini. Entah sejak kapan tepatnya mereka mulai berubah.
"Kau tidak tumbuh-tumbuh, Ke. Tetap kecil dan pendek."
Candaan Kenneth membuat Keleigh melepas pelukannya. Dengan bibir mengerucut sebal mengambil jarak. Membuat Keyla dan Kenneth kembali terkekeh.
"Aku tumbuh, Ken!" sanggahnya dengan suara kesal di buat-buat.
Yang membuat Keyla serta sebagian besar tamu tersenyum atau terkekeh. Sedangkan Kenneth mendekat dengan wajah santai dengan tatapan yang tidak bisa Keleigh mengerti, "iya, Ke. Iya ...." Ada jedah di ucapannya sambil membelai lembut surai pirang Keleigh. "Rambutmu memang tumbuh."
Dan kembali, godaan Kenneth berhasil membuat orang-orang yang melihat mereka tersenyum ataupun terkekeh.
"Baiklah, dad dan mom di mana?" Tanya Kenneth dengan melebarkan arah pandang untuk menelusuri ruangan.
"Kau tahu sendiri Ken, jika ada pesta seperti ini pasti akan ada pesta di dalam pesta." Keyla menjelaskan dengan raut wajah geli.
"Ck! Pasti selalu menempel seperti pengantin baru."
"Bukan hal baru, Ken."
Keleigh sudah kembali diam saat Kenneth mempertanyakan kemana orang tua mereka. Orang tua mereka sekarang pasti sedang bermesraan dengan meninggalkan pesta yang hanya mereka buka di awal. Selebihnya akan di serahkan ke tangan Keyla. Dan kedua orang tuanya akan lebih milih untuk menghabiskan waktu berdua di ruang privasi, taman anggrek kesayangan Donna.
Lantas, keterdiaman Keleigh masih terus berlanjut hingga Kenneth kembali merangkul pinggang Keyla untuk mulai menyapa para tamu.
Keleigh membuang nafas panjang. Sudah biasa batinya. Ia memang sudah biasa di abaikan Kenneth.
Karena itu ia lebih memilih untuk kembali mengambil gelas champange dan pergi dari sana. Ia memang tidak cocok di sini, ia sangat tidak suka pesta seperti ini, dan terlebih tidak suka lagi jika di abaikan dengan cara sangat halus.
Siapa yang tidak tahu jika Keleigh dan Kenneth adalah kembar? Semua orang tahu. Tapi, diam-diam segelintir orang juga tahu jika Keleigh dan Kenneth tidak sedekat itu.
Mereka sangat tidak akrab. Lebih tepatnya, kenyataannya, Kenneth-lah yang tidak ingin mendekatkan diri pada Keleigh. Kenneth hanya dekat dan terlalu dekat dengan Keyla, tidak dengan saudari kembarnya sendiri. Hingga diam-diam segelintir orang yang bisa menyadari, sering berbisik dan bertanya-tanya, apa yang salah dari kedua anak kembar itu?
Hal yang sebenarnya ingin juga Keleigh ketahui.
***
"Jadi, apa yang sedang nona Hamilton ini lakukan di tengah pesta?"
Keleigh yang sedang menyendiri menikmati pemandangan malam dari balkon tersentak. Suara yang berbisik tepat di belakang tengkuk hampir membuat gelas champange-nya jatuh.
"****!!"
"Ouh ... Languange cutie."
Suara itu sangat ia kenal. Keleigh langsung meletakkan gelas di pinggir balkon dan menoleh, "Logan!!!"
"Hai cutie ...."
Dengan cepat Logan menahan tubuh agar tidak terhuyun saat Keleigh melompat padanya. Lantas membalas pelukan erat sahabatnya.
"Miss me, huh?" Logan terkekeh.
"Sialan kau, Logan!!"
Logan kembali terkekeh sambil menepuk-nepuk pelan punggung terbuka Keleigh.
"Jika tahu kau serindu itu padaku, aku akan datang ke sini dari kemarin-kemarin."
Ucapan Logan membuat Keleigh melepaskan pelukannya. Membuat jarak untuk menatap, Keleigh mendengus, "jadi kau sudah di Manhattan dari kemarin-kemarin?" Anggukan Logan membuatnya mendapatkan hadiah satu cubitan, "keterlaluan!!"
Sambil meringis dramatis Logan mengusapi perutnya yang mendatapkan cubitan, "well sorry... Aku dan Kenneth harus menyelesaikan sesuatu dulu, Ke."
"Urusan apa?" Tanya Keleigh seolah peduli.
"Jangan berlagak peduli, cutie. Aku tahu kau tidak berminat ingin tahu."
Jawaban tepat sasaran Logan membuat sebelah sudut bibir Keleigh tertarik ke atas. Sahabatnya dari kecil ini memang sangat tahu banyak hal tentangnya, "well ... Karena aku tahu pasti jika utusanmu itu tidak akan menguntungkan untukku."
Keleigh terkekeh saat Logan mendengus mendengar jawabannya.
Logan menatap Keleigh dengan lekat, membuat sebelah alis Keleigh terangkat, "what?"
"Pertanyaanku belum kau jawab, Ke."
"Pertanyaan apa?" Tanya Keleigh pura-pura tidak mengerti.
"Kenapa kau di sini?"
Ada nada serius di dalam pertanyaan Logan. Keleigh tahu itu, maka ia hanya menjawab, "kau tahu kenapa."
Tentu saja Logan tahu. Empat tahun bertetangga, hampir sepuluh tahun bersahabat membuatnya sangat mengenal Keleigh. Karena itu, bibir Logan menyeringai. Membuat Keleigh bertanya saat seringai itu tertangkap indra penglihatannya, "katakan, Logan?"
Tangan Logan ter-ulur. Merapikan tantanan surai pirang Keleigh yang masih rapih. Lantas membelai lembut surai berkilau itu sambil menjawab, "wanna go to a real party?"
Sebelah alis cantik Keleigh kembali terangkat, "sekarang?"
"Ofcourse, cutie ...."
Keleigh kembali bertanya hanya dari tatapannya. Dan ia tahu pasti jika Logan mengerti apa yang sedang ia tanyakan.
"Tentu. Aku sudah meminta ijin pada ayah dan ibumu. Dan mereka mengatakan jika aku boleh membawamu kemanapun asal aku mengantarmu kembali tanpa ada kekurangan." Jawab Logan cepat.
Senyum merekah Keleigh terbit. Membuat kedua dimple cantik di pipinya tercetak. Dengan kedua mata berbinar bersorak girang, "Yeaah!!! I love you, Logan!!"
Logan terkekeh sambil kembali menahan tubuh agar tidak terhuyun kebelakang. Keleigh kembali memeluknya dengan serudukan, "kau yang terbaik, Logan!!" serunya dengan riang.
"Ohh tentu saja ...." ujar Logan bangga. "Dan aku juga punya kejutan lain." sambungnya penuh misteri.
Keleigh melerai pelukannya. Memberi jarak untuk menatap Logan dengan lekat. Kembali bertanya dari tatapannya.
Logan menjawab, "Regina dan Dante sudah menunggu."
Marquee Club, Manhattan, NYC.
"Kyaaaaaaa!!!! Gina!!!! My honey!!!!!!"
"Aaaakkkkkk!!! My Keleigh!!! My baby!!!!!"
Logan langsung memutar bola matanya dengan malas saat teriakan heboh bercampur dentuman musik disc joke memenuhi ruang eksekutif club elit di tempat mereka berkumpul sekarang.
Sedangkan seorang pria di sebelahnya langsung mengumpat lanjut terkekeh geli melihat kelakuan gadis-gadis yang sudah menjadi sahabat mereka selama masa sekolah.
"Bahkan suara musik-pun kalah." Sindir Logan.
Pria di sebelahnya, Dante Sharman masih terkekeh, "Bukan hal baru kan, Lo. Kau seperti baru mengenal mereka saja."
Benar. Keleigh Hamilton, Logan Knox, Dante Sharman dan Regina Ramsdale memang sudah cukup lama saling mengenal. Di mulai dari perkenalan konyol, di lanjutkan sebagai teman, dan berakhir sebagai sahabat paling dekat.
"Oh sayangku Dante ...." Pelukan dari arah leher belakangnya membuat tawa Dante pecah.
Sambil mengusapi tangan yang melingkati leher, ia malah menyapa basa basi, "apa kabar, Ke?"
Sapaan penuh aroma basa basi busuk itu membuat Keleigh langsung melepaskan pelukannya, lantas melangkan ke arah depan tempat Dante dan Logan yang duduk bersebelahan, "kau tidak datang ke rumah ku!" ucapnya dengan nada sedikit tinggi sambil berkacak pinggang. Lantas menatap Regina yang terkekeh sambil menuangkan isi botol jose cuervo ke dalam sloki, "kau juga, honey!!"
"Oh come on baby ... Kami baru saja sampai di Manhattan. Sorry, ok?" Regina membela diri sambil menyodorkan sloki pada Keleigh.
Keleigh menerima sloki, lantas medengus sambil melangkah untuk mengambil tempat di sebelah Regina duduk.
"Iya sayangku, Ke. Jangan marah-marah ok?" Rayu Dante dengan wajah menyebalkan.
Keleigh memutar bola mata dengan jengah, "fine. Kali ini ku maafkan." Kedua sudut bibir Keleigh tertarik tinggi ke atas sambil mengangkat sloki ke atas meja. "Tapi malam ini, kita harus sampai gila."
Tanpa perlu menunggu. Logan, Dante dan Regina langsung ikut mengangkat sloki dan gelas mereka. Tabrakan gelas dan sloki yang berdenting membuat mereka sama-sama berteriak dengan senyum merekah,
"Cheers sampai gila!!!"
Lantas, isi gelas-pun dengan cepat berpindah ke tenggorokan mereka.
Dante yang pertama meletakkan gelas kosong ke atas meja. Pria keturunan Italia, Inggris, Texas itu menatap Keleigh, "bagaimana pesta Hamilton malam ini?"
Setelah isi sloki tandas yang di susul dengan risingannya karena terlalu cepat menyesap alkohol, Keleigh menjawab malas, "ramai."
"Dan?" tanya Dante kembali. Ada nada geli di dalam pertanyaannya.
"Membosakan tentu saja."
Jawaban cepat Keleigh membuat mereka semua serempak terkekeh.
"Well ... Aku setuju dengan itu." Logan membenarkan. Ia yang sempat datang hanya untuk meminta ijin membawa Keleigh sangat paham keadaan yang sedang berlangsung di kediaman Hamilton tadi.
"Kau masih juga tidak cocok di sana, baby?" pertanyaan Regina yang juga berupa peryataan itu membuat semuanya kembali terkekeh.
"Ini lah yang bisa ku sebut pesta!" seru Keleigh. Lantas menoleh pada Regina, "dan bagaimana kuliah, honey?" tanyanya dengan nada mengejek.
"Suck!" jawab Ragina lanjut dengan mengumpat.
Keleigh terkekeh geli sendirian. Karena memang hanya ia yang tidak melanjutkan untuk masuk ke universitas.
"Aku iba pada kalian." ucap Keleigh prihatin dengan nada dramatis. Tanpa ada ketulusan.
"Shut up, Ke!" balas Dante.
Keleigh kembali terkekeh sambil menatapi bergantian para sahabatnya. Sudah cukup lama mereka tidak bertemu karena alasan Regina, Dante dan Logan yang harus menempuh pendidikan di universitas berbeda.
"Aku merindukan kalian." Kali ini, ada nada lembut dengan ketulusan dalam ucapan Keleigh.
"Jangan begitu Keleigh. Kau membuat kami hampir menangis." ujar Logan sambil mengusapi kedua sudut matanya yang tidak basah. Membuatnya di hadiahi lemparan kacang dari piring di atas meja. Lantas terkekeh geli sambil menatap si pelaku, Keleigh, "jangan membuang-buang makanan, Hamilton."
Sindiran Logan membuat mereka kembali terkekeh, kecuali gadis keturunan keluarga billioner Hamilton. Keleigh hanya mendengus sambil menungkan kembali isi botol Jose cuervo ke dalam sloki-nya dan Regina.
"Aku dengar si jenius juga kembali ke Manhattan?"
Pertanyaan Regina membuat Keleigh dan Logan mengangguk.
"Ya. Kenneth pulang." Keleigh yang menjawab.
"Kau pulang bersamanya, Lo?" Regina kembali bertanya.
"Tidak, Gi. Kenneth baru pulang tadi pagi." Logan menjawab sambil mengambil gelas di atas meja. "Aku sudah dari kemarin di Manhattan." Lanjutnya.
Sambil ikut mengambil gelas dari atas meja, Dante bertanya, "Hmm ... Ku dengar kembaranmu akan mengambil MBA di Harvard?"
Pertanyaan Dante langsung membuat Regina meringis. Sedangkan Logan cepat-cepat menjawab walaupun jelas, pertanyaan itu bukan di ajukan untuknya. Tentu saja, ia bukanlah kembaran Kenneth. "Iya. Kenneth tahun ini akan menyeselsaikan S1-nya dan berencana akan melanjutkan MBA ke Harvard."
Lirikan tajam Logan dan juga pelototan Regina membuat Dante cepat-cepat mengalihkan topik pembahasan, "Oiya ... Kau tahu, Ke. Aku punya puppy baru."
Keleigh bukan tidak tahu jika Dante sedang mencoba mengalihkan topik. Jika bisa, Keleigh yakin jika Dante akan memutar waktu agar tidak bertanya tentang Kenneth padanya.
"Oiya. Kali ini anjing apa, Dan?"
Pertanyaan Keleigh membuat Regina meraih sloki di atas meja. Sedangkan Logan langsung menyesap dengan cepat isi gelasnya. Karena mereka tahu, jika Keleigh hanya berpura-pura tertarik dengan pengalihan Dante.
"Swedish Vallhund." Jawab Dante cepat. Lantas melirik ke arah gadis keturunan Amerika, Bulgaria, dan Indonesia yang duduk di sebelah Keleigh untuk meminta pertolongan.
Sedari dulu, saat mereka akhirnya bisa melihat dengan jelas hubungan Keleigh dan kembaran jeniusnya, mereka akan selalu mencoba untuk tidak bertanya atau membahas apapun yang menyangkut tentang Kenneth.
Awalnya mereka tidak tahu kenapa dan apa alasannya ketika Keleigh selalu menjawab 'tidak tahu' banyak hal tentang Kenneth. Tapi, setelah melewati akhir masa elementary school, seluruh masa junior high school hingga high school bersama, mereka akhirnya paham jika jarak yang membentang antara sahabat mereka dan kembarannya sangat jauh. Bahkan sering terlihat seperti orang asing saat sedang dalam satu ruangan yang sama.
"Bagaimana kau bisa mendapatkannya, Dan? Itu anjing yang sangat langka!" Seru Keleigh. Membuat Dante kembali melirik Regina yang berpura-pura sibuk memilih butiran kacang di dalam piring.
"Kakak-ku, Dominic mendapatkannya dari Cristopher O'neill." Akhirnya Dante menjawab dengan nada tidak bersemangat, "Suami princess Madelaine itu memberikan kepada Dominic sebagai hadiah, Ke." Sambungnya dengan pelan.
"Kenapa-"
"Ok Keleigh. Aku minta maaf. Kau tidak perlu berusaha tertarik. Ayo kita bahas yang lain. I hate that fucking dog." Potong Dante cepat. Ia benar-benar menyesal karena membuat suasana mereka jadi seperti sekarang.
Kekehan geli Keleigh langsung menggema bersamaan dengan suara dentumam musik disc joke yang terus mengiringi setiap aktifitas di dalam klub.
"Keleigh?" Tegur Logan. Ia sedang mencari tahu apa maksut Keleigh terkekeh dan bahkan sekarang sudah tertawa geli.
Di sela-sela tawanya, Keleigh menggeleng. Lantas menatap Logan, "i'm fine, buddy. Ayolah ... Kalian kenapa jadi sangat serius. Ada apa ini?"
Regina, Logan dan Dante saling melirik. Lantas langsung membuang nafas. Keleigh mereka sudah sedikit mabuk.
"Oiya, Logan. Tadi kau bilang jika Kenneth akan lulus tahun ini ya?"
Sebelum menjawab, Logan sempat mengeryit bingung, "iya, Ke."
Sambil kembali menuangkan botol tequila kesukaanya dan Regina ke dalam sloki, Keleigh mengangguk, "kembaranku itu sangat jenius ya. Lihatlah, usianya sama dengan kalian tapi sebentar lagi dia akan mendapatkan gelar MBA. Bahkan dia bisa bekerja menduduki jabatan rendah sambil berkuliah dengan hasil yang selalu bisa di agungkan. Wow!!"
Mereka hanya diam mendengarkan setiap ucapan Keleigh sambil mengawasi.
"Bahkan dulu saat kita baru akan merasakan tahun pertama masa high school, Kenneth sudah akan lulus." Terang Keleigh kembali mengoceh penuh nada semangat.
"Bayangkan. Usianya sama seperti kita 20 tahun tapi sudah akan menyelesaikan S1-nya. Dan satu atau dua tahun lagi akan bergelar MBA? Wow! Aku sangat bangga, sungguh." Keleigh masih berbicara dengan semangat. Mereka bisa merasakan ada ketulusan di setiap ucapan Keleigh.
Keleigh kembali terkekeh. "Dia sangat hebat, sama seperti Keyla." Kali ini, nada suara Keleigh memelan. "Keyla juga sangat pintar. Dan mereka berdua sangat dekat. Sangat akrab." Lanjutnya dengan nada suara semakin memelan hingga hampir tertelan dentuman musik. Jika saja Dante, Regina dan Logan tidak mendengarkan sambil menatap dalam Keleigh, mereka tidak akan bisa mengerti setiap ucapkan Keleigh.
Dan mereka, bukan hanya mengerti setiap kata-kata Keleigh, tapi juga mengerti isi hati sahabat mereka. Keleigh mereka yang sudah setengah mabuk, kembali bersedih, seperti biasa saat menghadapi pembahasan tentang Kenneth.
"Alright!!" Regina bersuara dengan suara setengah berteriak. Membuat semua mata tertuju padanya. Termasuk Keleigh yang menelan kembali apapun isi hati yang akan ia teruskan.
"Sudah hampir tengah malam," berdiri dari duduknya, Regina menyesap cepat isi sloki yang terus ia pegangi selama Keleigh mengoceh. "Ayo turun, guys." Lantas, menutup ucapannya dengan suara hentakan sloki yang membentur meja.
"Yeah!! Let'go!!!" Dante langsung ikut berdiri. Cepat-cepat harus memulihkan suasana.
Keleigh menyesap cepat sisa isi sloki-nya. Lantas menghentakkan kuat sloki ke atas meja. Langsung berdiri sambil berseru girang, "ok! Mari kita bergoyaaaannnggg!!!!" Dan memutar pinggul dengan gerakan aneh.
Dante dan Regina langsung terkekeh. Sedangkan Logan hanya menggelengkan kepala sambil mengeluarkan ponsel. Ia tidak bisa ikut. Karena selain nanti akan menjadi supir dan menjaga para sahabatnya, ia juga mempunyai tanggung jawab untuk mengantar Keleigh dalam keadaan waras. Dan yang paling penting, ia harus menjaga image mentri negara ini, ayahnya.
Melihat Keleigh merangkul sebelah tangan Dante, Regina langsung ikut bergabung. Bergelayut tidak tahu diri hingga membuat Dante hanya bisa berdecak sambil menahan gelayutan dua manusia di kedua lengannya.
"Party!! Party!! Party!!" Suara Keleigh mengikuti alunan musik.
"Yeah!! Party ... Party ... Party ..." Regina mengikuti.
"Please shut up, gurls!!"
Sambil mencari nama di dalam kontak ponselnya, Logan masih bisa mendengar suara sebal Dante hingga para sahabatnya sudah menuruni tangga.
"Halo." Orang yang sedang di hubunginya menjawab.
"Aku lupa mengatakan jika mobilmu ku bawa."
"Ck! Aku tahu, sialan." Sahut orang yang ada di sebrang sambungan.
Logan terkekeh. Sebelah tangannya yang lain memutar-mutar gelas, "aku sedang berada di Marquee bersama Ke, Ken."
Tut ... Tut ... Tut ...
Sambungan langsung di putuskan secara sepihak. Logan terus menempelkan poselnya yang sudah tidak terhubung. Sebelah tangannya yang memegang gelas terus berputar. Arah pandangnya menatap sedih kaca ruang eksekutif yang langsung mengarah ke dance floor.
"Aku hanya ingin mengatakan jika Keleigh selalu sedih karena kau terlalu tidak peduli dan terus mengabaikannya, Ken." Ungkap Logan pada sambungan ponsel yang sudah tidak terhubung.
***
"David Guetta in the house, Marquee!! And ... And ... And ... And ... Wolcome to the midnight party, baby!!!!!"
Suara disc joke yang menggema dan langsung di sambung sorak sorai menandakan jika pesta yang sebenarnya sudah akan di mulai.
"Hai Robin." Sapa Regina pada bartender yang sangat mereka kenal sambil mendekat ke meja bar yang mengelilingi dance floor di lantai dasar.
"Hai, Gina. Long time no see." Balas Robin sambil beraksi mencampur racikan minuman dengan shaker-nya. Lantas tersenyum ala pemikat pelanggan pada Keleigh dan Dante yang menyusul, "Dante ... Keleigh ... Long time no see."
"Long time no see, Robin." Keleigh yang menjawab. Sedangkan Dante hanya tersenyum sambil mengangguk singkat.
Regina, Keleigh dan Dante menikmati setiap atraksi yang di suguhkan Robin. Hingga kedua tangan mahir Robin membuka tutup shaker dan menuangkan minuman pesanan ke gelas pelanggan.
Dengan gerakan anggun, "silahkan, sir." Robin menggeser gelas ke arah pelanggan yang duduk di sebelah Regina.
"Thank you." Jawab pelanggan.
"My pleasure, sir." Balas Robin sopan.
Robin beralih menatap Regina, "pesan apa?" Tanyanya.
"Berikan kami sesuatu keras tapi juga sweeeeeetttttt."
Jawaban Regina membuat Keleigh terkekeh. Sedangkan Dante langsung memutar bola matanya dengan malas.
Robin tersenyum diplomatis, "yes miss." ada jedah di ucapannya, "dengan botol langsung?"
"Ofcoooourseeeee i'm feelin alive. Baby, I'ma have the best f*ckin' night of my life. Seperti biasa, Robin." jawab Gina dengan mengikuti suara Bebe Rexa yang sedang di mainkan disc joke.
Berhasil membuat Robin terkekeh geli sambil mengangguk paham. Sedangkan Dante dan Keleigh sudah bergoyang seolah tidak sabar hanya untuk sekedar menunggu Robin mengambil botol-botol pesanan.
"Let's go!!" seru Regina dengan tangan yang sudah membawa botol-botol pesanan mereka."
"Yeah! Thanks, honey," sambut Keleigh, lantas dengan tidak sabaran segera melangkah menuju dance floor.
"Ayo, Dan," tegur Regina saat Dante tiba-tiba diam dengan kedua mata memicing ke arah lantai dua, yang berada di bawah ruang eksekutif.
Regina mengikuti arah pandang Dante, "whats wrong, Dan?"
Dante tersadar, lantas menggeleng. "Nothing. Aku pikir tadi seperti melihat seseorang yang mirip Blake."
"Blake?" Ulang Regina sambil kembali menatap ke lantai dua.
"Nope. Sepertinya bukan. Terakhir Logan mengatakan jika Blake masih bersama Kenneth di London, bahkan saat Kenneth sudah kembali ke Manhattan."
Regina mengangguk tidak peduli. Langsung menarik lengan Dante dengan kuat, "F*ck that ****, Dan. Ayoooooooo ..."
Dante langsung mengikuti. Ia juga sebenarnya tidak peduli. Pikirnya, memang kenapa jika Blake Knox, putra pertama mentri perdagangan itu ada di sini? Biarlah nanti saja ia akan katakan pada Logan jika kakaknya mungkin juga ada di sana.
"KELEIGH!!!!!"
Jerit Regina saat pemandangan sahabatnya menyiramkan isi botol vodka ke wajah seorang wanita, menyambut pemandangan mereka yang baru tiba di dance floor.
Marquee Club, Manhattan, NYC.
"KELEIGH!!"
Jerit Regina saat pemandangan sahabatnya menyiramkan isi botol vodka ke wajah seorang wanita, menyambut mereka yang baru tiba di dance floor.
Kejadian itu sangat cepat dan mengejutkan untuk Regina.
Wanita asing dengan gaun depan yang sudah basah terlihat murka dan siap untuk menerjang Keleigh. Dante dengan cepat menyerahkan botol minumannya kepada Regina yang masih tampak terkejut.
Dengan cepat menangkap tubuh Keleigh yang juga siap menerjang wanita itu. Tapi terlambat, karena tangan Keleigh sudah terlebih dahulu mendapatkan rambut fake blonde wanita itu.
"Apa kau bilang hah!! Katakan lagi, b*tch!! Katakan lagi sialan!!!" Maki Keleigh penuh geraman dengan tangan yang terus menjambak, dan terus coba di tarik Dante untuk melerai.
"Hentikan, Ke! Stop, Ke!" Dante berteriak kewalahan menarik tubuh Keleigh.
"J*l*ng s*al*n! Kau pikir kau cantik hah! Kau pikir kekasihku tertarik pada anak kecil sepertimu!!" maki wanita itu sambil mencoba melepaskan rambutnya dari tangan Keleigh. Sedangkan pinggangnya terus coba di tarik seorang pria.
Regina bergabung, ikut menarik Keleigh agar melepaskan tangannya di tengah-tengah goyangan orang-orang yang tidak terganggu sama sekali karena menikmati dentuman musik. "Hentikan, Ke. Hentikan!!!"
Akhirnya tangan Keleigh bisa terlepas. Dengan nafas memburu dan tubuh yang di peluk dari belakang, ia ... Meludah.
"KEPARAT KAU BOCAH SIALAN!!!"
Meski ludah Keleigh tidak sampai pada wanita itu, tapi tetap saja ia merasa terhina.
Dengan tubuh yang terus Dante peluk dari belakang, Keleigh menyeringai, "eat that sh**, bit**!!"
"Lepas!! Lepaskan aku! Ku bunuh kau j*l*ng kecil! Sialan kau sialan!! Kau tidak tahu siapa aku hah!!"
Sambil menahan tawa Regina menghadang Keleigh yang sudah mengerucutkan bibir. Siap untuk kembali meludah, "stop, Ke!" larangnya.
"Back off, Gi!! Biar ku mandikan pel*cur itu dengan ludahku," perintah Keleigh dengan wajah penuh amarah.
Regina sekuat tenaga menahan tawa tanpa bersedia mengikuti keinginan Keleigh, "hentikan, Ke." Lantas melirik Dante yang juga sedang mengulum senyum, "kita kembali ke atas saja, Dan."
Dante yang paham langsung menarik tubuh Keleigh untuk menuju tangga. Regina menoleh kebelakang, wanita itu juga sudah di seret menjauh. Ia membuang nafas panjang lanjut mengumpat dan merogoh ponselnya. Ia mengabari Logan.
"Kenapa kau menahanku hah!" Keleigh berteriak marah pada Dante yang sudah berada di sebelahnya. Berpindah untuk memeluk erat pinggangnya.
Dante tidak ingin kecolongan. Ia sangat kenal Keleigh. Bisa saja gadis itu akan kembali berbalik hanya untuk sekedar memberikan jari tengah pada wanita tadi. Dan jika keributan terjadi lagi, bisa saja mereka akan berakhir di giring security agar pulang lebih awal dari rencana.
"Sebenarnya ada apa, Ke?" Tanya Dante melembut. Tapi tidak dengan tangannya yang terus mengawal ketat tubuh Keleigh.
"Aku menendang kekasihnya yang mencoba menyentuhku."
Dante melirk Regina yang ternyata juga langsung meliriknya.
"Lalu apa hubungannya dengan si blonde palsu tadi?"
Pertanyaan Regina membuat Keleigh mulai meronta, emosinya kembali bangkit. Tapi tidak akan bisa, karena sekarang, di tengah-tengah langkah mereka menuju ke tangga Regina sudah ikut merangkul kuat lengannya.
Keleigh mendengus bagai kuda liar, "dia tidak terima dan tidak percaya saat ku jelaskan kenapa kekasihnya bisa ku hadiahi tendangan. J*lang itu malah menghina dan memakiku." jelasnya penuh geraman.
Mendengar cara berbicara dan melihat cara berjalan Keleigh yang sangat tegas, Regina dan Dante yakin jika mabuk Keleigh sudah hilang. Well ... Sama seperti mereka.
***
Setelah ia di introgasi dan akhirnya menceritakan pada Logan serta yang lain kejadian secara lebih lengkap, terjadi keheningan.
"Kau kenal wanita itu, Ke?" Tanya Logan yang berhasil memecah keheningan di antara mereka.
Keleigh mengedipkan bahu acuh, "tidak."
"Tapi entah kenapa wajahnya seperti tidak asing." Guman Regina.
"Kau benar, Gi. Aku seperti pernah melihatnya." Dante menimpali.
Kembali terjadi keheningan, mereka seperti sedang sibuk berpikir.
"Menurutmu kenapa wanita itu tahu tentang aku dan Keyla?" Keleigh memecah keheningan.
"Keyla?" Ulang Regina dan Dante bersamaan.
"Maksutmu?" Loga bertanya. Raut wajahnya sangat terlihat penasaran.
"Iya. Sebenarnya yang membuatku murka bukan karena dia yang menghinaku. Tapi ...," Keleigh menjeda untuk membuang nafas panjang, "karena j*lang itu juga membawa-bawa Keyla."
Regina melirik Logan. Tanpa berbicara meminta pada Logan agar menghentikan Keleigh yang bercerita sambil terus menuangkan isi botol ke dalam sloki.
Sedangkan Dante sedari tadi mendengarkan sambil memegangi botol vodka kesukaannya dan Logan. Entah untuk apa, hanya ia dan Tuhan yang tahu.
"Kau mabuk, Ke?"
Pertanyaan yang juga berupa pernyataan itu membuat Keleigh menoleh. Pada Regina yang sudah menatapnya, "tidak. Maksutku belum." jawab Keleigh dengan kesadaran yang memang masih ada, lantas tersenyum lebar hingga dimple di kedua pipinya terlihat jelas.
Regina gemas, terlebih pada dua bolongan bulat menggemaskan yang selalu muncul saat Keleigh sedang tersenyum lebar, "kemari, baby." pinta Regina.
Meski tidak tahu apa yang di inginkan Regina, tapi Keleigh tetap mendekat. Hingga memekik karena mendapatkan cubitan kuat di kedua pipinya.
"Sh**! Sakit sialan!"
Regian terkekeh, dan kembali mencoba untuk mencubit Keleigh yang terus menghindar hingga terjadi pergulatan.
Dante dan Logan hanya menggeleng-geleng pasrah.
Tidak ada yang benar-benar dewasa di antara mereka.
Tok ... Tok ... Tok ....
Pergerakan Regina dan Keleigh yang masih saling serang di atas sofa terhenti. Logan dan Dante langsung menatap pintu ruang khusus eksekutif.
Terjadi keheningan hingga ketukan di pintu kembali.
Tok ... Tok ... Tok ....
Cepat-cepat Regina dan Keleigh bangkit dari sofa mereka dan segera mendekat di sofa sebrang. Mereka bergabung duduk bersama Logan dan Dante.
"Aku yang buka." ucap Logan.
"Lo ...." Larang Keleigh. Ia tahu jika ada yang tidak beres karena dulu hal serupa pernah terjadi. Terlebih mereka sudah tidak memesan apapun lagi setelah kembali ke ruang itu, lebih tepatnya setelah perkelahiannya dengan wanita blonde palsu tadi.
"It's ok, Ke."
"Nope, Lo." Keleigh kembali melarang.
Masalahnya kali ini berbeda. Fakta bahwa pintu eksekutif mereka mampu di ketuk menunjukkan jika masalah kali ini bukan dari sembarangan orang.
"Sialan!" Umpat Dante. Jantunya bertalu-talu serasa ingin lepas.
"I-itu ... Must be that b*tch." Terka Regina dengan gugup.
Tok ... Tok ... Tok ....
Dan sekali lagi pintu di ketuk.
Logan membuang nafas panjang, "tenang, Ke. Aku rasa ini bukan masalah." tangan Logan ter-ulur, membelai surai pirang Keleigh, "tenang, ok?"
Tok ... Tok ... Tok ...
Dan lagi-lagi pintu di ketuk.
Logan melirik Dante yang langsung mengangguk. Mereka sudah tahu apa yang harus di lakukan dan Dante baru saja selesai menghubungi room service agar segera datang. Dalam artian lain, bantuan.
"Tenang, Ke." Logan kembali menenangkan. Membuat Keleigh terpaksa melepaskan kaus Logan yang ia tahan.
Logan melangkah menuju pintu. Sebelum pintu ia buka, ia melirik Dante yang menjawab dengan anggukan, ia siap. Lantas membuka pintu.
"Iya?" tanya Logan dengan santai. Sebelah tangannya mempertahankan pintu agar tetap hanya terbuka sedikit.
Dante, Keleigh dan Regina langsung terkesiap saat sebelah tangan Logan menunjukkan tanda bahaya. Kode bahaya yang selalu mereka gunakan ketika semasa sekolah sering membuat masalah.
Belum sempat mereka bisa berpikir, pintu terbuka kasar. Logan langsung mencium lantai. Regina dan Keleigh memekik terkejut. Dante maju sambil mengumpat. Lima orang bertubuh besar masuk.
Ternyata masalah sebahaya itu.
"Logan!! Dante!!" teriak Keleigh saat Logan dan Dante mulai adu tinju.
"Stop! Hentikan!!" teriak Regina setengah menangis ketika Logan dan Dante mendapat pukulan.
Yang bisa di pikiran Keleigh sekarang adalah menghubungi Jhon kepala bodyguard khusus pribadi ayahnya. Meski harga dari itu bisa saja membuatnya tidak bisa keluar dengan bebas di waktu yang lama seperti dulu. Persetan!!
Tapi, belum sempat ia bisa menghubungi, dua orang menahannya.
"F*ck! Lepaskan aku pengecut!!" Keleigh meronta.
Regina-pun di tahan seseorang di antara lima orang bertubuh kingkong itu.
Logan dan Dante kembali adu tinju dengan dua kingkong yang tersisa.
Mereka benar-benar dalam masalah serius.
"Stop! Kalian tidak tahu siapa aku, hah!!" Teriak Keleigh, mencoba menakuti.
"Kami tahu, Ms Hamilton." jawab seseorang yang mencoba untuk menyeret Keleigh agar menjauh dari yang lain.
Keleigh mengeram kesal. Meronta hebat. Siapa sebenarnya kingkong-kingkong k*parat ini? Berani sekali mereka setelah tahu siapa dirinya.
"Dante!!! Hentikan s*alan!! Jangan pukul temanku!!" Regina menjerit kuat saat Dante kembali tersungkur ke atas lantai.
"Jangan sebarangan menendangnya pengecut!!! Logan!!!" Keleigh memekik setengah menangis saat Logan yang sudah berada di atas lantai di tendangi secara brutal.
"Jangan mereka. Jangan mereka. Ini masalahku pengecut!!!" Hardik Keleigh setengah memohon. Ia tidak sanggup, biar dirinya saja, jangan sahabat-sahabatnya.
"Teman laki-lakimu akan mati, Ms Hamilton. Dan kami akan menikmati teman perempuanmu."
Ancaman itu ternyata bukan sekedar ancaman karena Regina langsung di tarik ke atas sofa. Satu kingkong lagi bergabung menuju sofa. Dengan satunya lagi yang menjaga Logan dan Dante yang terkapar.
"Stop!! Jangan berani menyentuhnya kingkong pengecut!!!" teriak Keleigh dengan air mata ketakutan yang siap meluncur.
"Siapa kalian s*alan!!" jerit Keleigh sambil terus meronta dan terus menatap Regina yang juga sedang berjuang.
Seorang kingkong yang memeganginya berbisik, "anda salah mencari masalah, Ms Hamilton." lantas menjilat pelan sebelah pipi Keleigh, "anda cantik sekali."
"Biadap!! Lepaskan mereka, keparat!!" Dante berteriak murka. Kembali mencoba berdiri dari atas lantai, tapi sia-sia.
Regina terus berjuang. Meronta sekuat dan sebisa ia bisa melawan. Sama halnya dengan Keleigh yang melakukan pergerakan apapun agar bisa menyakiti kingkong-kingkong yang menahannya.
Tapi jelas semua itu sia-sia. Mereka semua mulai kehabisan tenaga. Bahkan mereka tahu akan kalah sebelum pertarungan di mulai.
Kedua mata Keleigh terpejam, ia berdoa dengan sungguh-sungguh di dalam hatinya. "Tuhan tolong. Tolong sahabat-sahabatku. Aku berjanji akan menjadi anak baik. Aku berjanji tidak akan mencari masalah lagi. Setelah ini aku akan menjadi anak penurut. Please my Lord, please my Lord."
"STOP THIS F*CKING SH**!"
Demi Tuhan. Suara berat dan tegas yang muncul dari depan pintu membuat Keleigh ingin langsung bersujud syukur saat itu juga. "Thank you my Lord. Thank you so much." tangisnya dalam hati.
Benar saja, sekali saja suara itu memerintah para kingkong-kingkong langsung melepas mereka. Keleigh melirik ke arah Regina yang tampak murka meski keadaannya benar-benar terlihat seperti hampir di perkosan.
Seseorang lain ikut masuk,
BUGH!!
BUGH!!
Dua pukulan melayang untuk satu kingkong yang berada di dekat pintu. Kingkong yang menjaga Logan dan Dante.
"Berani sekali kau menyentuh adik-ku, hah!!!"
Setelah itu Keleigh tidak tahu lagi apapun. Ia langsung berlagi ke tempat Logan dan Dante yang terkapar.
"Lo ... Lo ..." isakan Keleigh terdengar. "Please Logan ...."
"It's ok, Ke. Aku masih hidup." jawaban lemah dari Logan sudah cukup untuk sedikit melegakan hati Keleigh.
Lantas ia langsung berpindah menuju Dante yang masih terlihat lebih baik dari Logan, karena pria itu sekarang sedang mencoba bangkit untuk duduk.
"Dante?"
Bibir terluka Dante tersenyum. "Tenang, Ke. Aku baik-baik saja."
Setelah yakin jika Dante dan Logan hidup, Keleigh menuju Regina yang sedang memukuli seorang kingkong. Keleigh membatalkan niatnya.
Well ... Regina secara mental masih baik-baik saja. Dan setelah itu, baru ia berniat untuk melihat siapa saja yang datang menolong.
"Bagus sekali, Ke. Bagus sekali ...."
Sindiran itu membuat Keleigh mengulum bibir gugup. Itu adalah Blake Knox, putra pertama mentri perdagangan negara ini alias, kakak Logan.
"Blake ...," sapa Keleigh basa basi.
Blake mendengus, dan menuju seorang kingkong.
BUGH!!
Melepaskan satu bogem, lantas bertanya dengan tajam, "siapa yang memerintahkan kalian?"
Keleigh menoleh ke arah pria pertama yang memberikan dua bogeman, lantas menyapa dengan gugup, "Dom ...," pada Dominic Sharman, kakak Dante.
Dominic mendekat, membantu Keleigh untuk berdiri. "Kalian memang tidak pernah berubah!" bentaknya dengan raut wajah frustasi.
"Maaf." Hanya itu yang bisa Keleigh katakan sebelum surai berantakannya di belai lembut.
"Sudahlah. Jangan menangis." permintaan Dominic malah membuat Keleigh semakin ingin menangis.
Tapi, belum sempat air mata lega dan haru Keleigh menetes, seseorang yang muncul dan berteriak membuat air matanya batal untuk keluar.
"Apa-apaan ini!! Jangan ikut campur Knox!!"
That b*tch!!!
Dan amarah Keleigh langsung naik hingga ke ubun-ubun.
Keleigh maju. Mengabaikan Dominic yang hanya menatapnya dengan sebelah bibir tertarik samar. Bahkan langsung memberikan jalan untuknya.
"Hei." Plakkk!!
Cepat sekali. Kejadian Keleigh yang memberikan tamparan sangat cepat, bahkan wanita yang mendapatkan tamparannya tertengun dengan kepala tertoleh ke samping.
"Pengecut kau, King."
Logan, Dante dan Regina yang sudah menatap kejadian di depan pintu akhirnya ingat. Iya, mereka baru ingat jika wanita yang sempat Regina dan Dante katakan tidak asing itu adalah putri bungsu keluarga King. Wajah itu memang cukup sering berkeliaran di majalah fasion dan seberapa kali tubuh itu melenggok di lantai peragaan Victoria Secret.
"Kau-"
Belum sempat wanita itu membalas, ia di tarik oleh seseorang.
"Enough, Hayley."
Suara itu. Suara yang sudah sangat lama tidak Keleigh dengar. Suara maskulin yang dulu selalu terbayang-bayang di dalam otak Keleigh. Suara maskulin indah yang sama dengan pemiliknya.
"Lepaskan aku, Tristan! J*lang kecil ini harus mati."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!