Hingar bingar tempat hiburan malam di tengah kota sudah menjadi teman bercengkerama bagi seorang Melvin Morales. seorang pria Tampan, humoris, dan Playboy. Namun Sangat tegas. pesona nakalnya sangat memikat kaum hawa.
Saat ini matanya tengah fokus pada satu objek yaitu seorang wanita cantik yang sedang meliuk-liukkan badan seksinya di dance floor club. Mata melvin tidak berkedip menatap bagaimana sintalnya bokong super model itu saat bergoyang ngebor.
ebagai pria yang langganan berbagi keringat dengan wanita, tentu melvin berhasrat menaklukkan wanita itu.
"Bukankah dia sangat sangat seksi?"
Ujar seorang pria tampan di samping melvin yang juga merupakan salah satu sahabatnya. Namanya Martin.
"Hem"
Dehem melvin singkat namun matanya tetap menatap wanita cantik itu.
"Dan dia sesuai kriteria kamu"
Lanjut Martin dengan senyum miringnya.
"Aku aku memilikinya" Timpal melvin percaya diri. Apalagi melihat wanita incarannya tadi sudah naik ke lantai atas tempat dimana dia dan Martin berada.
"Hai boleh gabung di sini?" izin wanita itu dengan gaya santai.
"Silakan cantik" Jawab melvin antusias.
Martin yang melihat itu, mendengus. Bukan hal baru lagi melihat tingkah Melvin
"Dasar teman buaya"
Gumam Martin melihat sifat playboy Melvin mulai muncul. Tapi matanya ikut menyoroti gadis yang kini mengajak melvin berkenalan. Walau dia juga punya sifat kurang lebih sama, tapi entah kenapa, sejak tadi sudah tidak menyukai wanita itu.
"Aku Diana " Ucap wanita tadi mulai memperkenalkan diri. Dia mengulur tangan untuk bersalaman dengan Melvin. Tentu pria itu menyambut dengan senang hati.
"Nama yang cantik seperti orangnya. Puji Melvin.
"Selama ini saya sudah banyak mendengar dan melihat berita tentang kamu. Ternyata aslinya lebih cantik dan mempesona. Super model kebanggaan semua orang. Saya pun sangat mengagumi anda nona. Oh iya, Saya melvin dan ini Martin teman saya"
Lanjut Melvin memuji Diana bahkan dia tidka menyadari, saat ini Martin menatapnya jengah.
Diana yang mendapat pujian seperti itu sedikit tersipu dan berbangga diri. dia tersenyum tipis sebagai reaksi.
'Aku akan mendapatkan mu pria tampan' batin Diana
Malam itu dengan otak licik dan pesona nakalnya, Melvin berhasil menjerat Diana. Sebenarnya wanita itu pun juga sudah lama merasa tertarik dengan Melvin. Dia sering secara diam-diam menatap Melvin saat berada di club.
Hanya dalam satu malam, Melvin sudah mulai mengenal Diana lebih dalam. Ada rasa nyaman saat mereka mengobrol dan terus bisa saling bertukar cerita. Melvin akui, dia menyukai cara Diana berinteraksi dan cara pandang wanita itu tentang dunia malam. Melvin merasa Diana adalah seorang wanita idaman sesuai kriterianya.
Malam itu mereka akhiri dengan suasana yang cukup manis sempat juga saling menukar kontak.
Melvin pulang ke rumah dengan wajah berbinar senang membayangkan bagaimana tadi dia sempat mencium bibir Diana saat berpamitan di parkiran. Ternyata mendapat sambutan baik dari wanita itu. Meski sudah tidak tahan dan ingin menikmati tubuh Diana seutuhnya, Melvin berusaha menahan hasrat.
Kali ini mungkin bibir, esok dan seterusnya bisa jadi angan mesumnya akan terwujud.
"Cantik sekali" gumam melvin tersenyum tidak jelas sambil melangkah masuk ke rumah.
Saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari.
Namun senyum itu sontak memudar melihat sosok yang selama ini sangat dihindarinya.
"kakak baru pulang?" Sapa lembut seorang gadis sesuai pembawaannya yang memang seperti itu.
Melvin mendengus kesal. Bisakah gadis itu berhenti muncul dihadapannya. muak sekali rasanya kalau gadis itu berada di rumah.
"Bisakah kamu tidak muncul mendadak. seperti hantu saja. selalu ada dimana-mana"
"Maaf kak, Tadi saya hanya ingin ke dapur mau ambil air minum"
"Saya tidak tanya" Bentak Melvin. Dia meninggalkan gadis tadi yang kini menatapnya sendu.
'S*abar Selena, suatu saat dia akan menyayangi kamu* *lagi seperti dulu*' Batinnya namun kurang yakin.
Ya gadis itu adalah Selena William El Jhonson. Namun hanya dikenal sebagai Selena William. Karena nama belakang mengikuti marga keluarga Jhonson. Dia adalah seorang gadis yang di angkat menjadi anak oleh orang tua melvin. Dulu, Serena yang adalah mama dari Selena dan Yohana, mommy dari Melvin adalah dua orang sahabat dekat dan sama-sama menjadi dokter di Jhonson Hospital Grup, rumah sakit pusat milik keluarga Jhonson.
Serena meninggal saat usia Selena lima tahun. Saat itu Lucia berada di sekolah TK, menjemput putrinya, sekaligus Melvin karena sopir yang biasa mengantar jemput Melvin sedang cuti ke kampung. Yohana sedang ada jadwal operasi dan daddy Jhonson ada tugas di Luar kota. Akhirnya Serena mengambil inisiatif untuk menjemput keduanya. Dia juga belum. masuk kerja karena akan bertugas malam hari.
Tanpa di duga, tiba-tiba sebuah bus melaju kencang di depan jalanan sekolah dan hampir menabrak Melvin. Namun, Serena bergerak cepat untuk menolong. Saat itu Melvin ingin menyeberang namun tidak melihat sekitar. Serena segera berlari dan mendorong Melvin sementara dirinya tertabrak hingga terpental jauh. Dia mendapat luka serius di kepala dan benturan di dada yang menyebabkan dia meninggal di tempat.
Sejak itu, Selena pun menjadi anak yatim piatu. sebab sang papa sudah meninggal sejak dia masih dalam kandungan mamanya. sungguh anak yang malang.
Mommy Yohana dan daddy Jhonson yang memang sangat menyayangi Selena, apalagi mereka rindu memiliki anak perempuan, segera mengurus status gadis Malang itu sebagai putri mereka.
Awal-awal keberadaannya di kediaman jhonson diterima dengan baik oleh Melvin. Namun beberapa tahun berlalu, sifat pria itu menjadi dingin dan sering memarahinya.
Apalagi saat kelas sepuluh SMA, dia terang-terangan mengatakan di depan keluarga kalau melvin adalah cinta pertama yang ingin dinikahinya di masa depan.
Ucapan yang awalnya tidak ada maksud apapun justru disambut antusias oleh keluarga besar. Semenjak saat itu mommy Yohana menjodohkan Melvin dengan Selena. Dia merasa akan sangat baik dan aman kalau putri angkatnya itu bersuami putranya sendiri. Apalagi mengingat, di masa lalu, dia dan Serena sempat punya rencana menjodohkan anak mereka suatu saat.
Tapi, sayang seribu sayang, niat itu ditolak tegas Melvin. Dia pria bebas yang tidak suka diatur apalagi dengan adanya niat perjodohan. Dia tidak akan mau menerima apapun alasannya. Apalagi dia masih kelas dua belas SMA.
Karena alasan itu juga dia menjadi jarang berada di rumah, tidak suka kalau melihat Selena berada satu tempat dengannya.
Mengingat akan semua sikap Melvin, Selena mendesah panjang. Pria itu, sejak beberapa tahun lalu sudah berubah. Selalu ketus, kasar dan tidak menyukainya. Entah kesalahan fatal apa yang sudah dia lakukan.
Selena melanjutkan langkah menuju dapur. meneguk air sebanyak mungkin. Lalu mengisi lagi ke dalam gelas sebagai cadangan di kamar. Dia harus segera kembali ke kamar untuk istirahat esok akan menjadi hari yang panjang karena akan mengikuti perkuliahan sepanjang hari, lengkap dengan jadwal praktikum. Saat ini, selena tengah menempuh perkuliahan semester awal kedokteran.
Sementara di kamarnya, Melvin masih saja berdecak kesal. dia menjadi malas berada di rumah, kalau melihat keberadaan Selena. dia tidak menyukai gadis itu. Menurut dia, Selena adalah gadis yang sok baik dan hanya beruntung diangkat keluarga Jhonson menjadi anak karena kedua orang tua Selena memiliki hubungan pertemanan dekat dengan kedua orang tuanya.
"Sudah berhasil merebut perhatian mommy dan daddy, malah ngelunjak ingin dijodohkan dengan ku. cihhh munafik sekali. Sok polos dengan wajah alim" umpatnya kesal kalau mengingat sosok selena.
Tidak terasa dua bulan berlalu. Diana dan Melvin semakin dekat. Hingga suatu hari mereka resmi menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Melvin bahkan membawa Diana ke rumah untuk memamerkan kekasihnya itu pada kedua orangtuanya juga selena. Dia ingin menegaskan hanya Diana yang menjadi wanitanya.
Awal kedatangan Diana sudah mendapat tatapan tidak suka dari Mommy Yohana. Mulai Dari sikap dan cara berpakaian yang kurang menunjukkan tabiat baik. Dia ingin putranya lebih fokus menyelesaikan studi dan membangun usaha yang sedang dia rintis.
Memang, saat ini, Melvin masih duduk dibangku perkuliahan semester lima. Dia mengambil jurusan Manajemen bisnis. Dia juga sibuk dengan rintisan usahanya di bidang Otomotif.
Melvin senang akan keberadaan Diana, karena wanita itu selalu memberi support serta menjadi teman sepadan dalam mengarungi sisi liar di ranjang. Entah kenapa dia enggan melanjutkan usaha keluarga mengelola Rumah sakit atau mengikuti jejak daddy Jhonson yang seorang Tentara.
Dia ingin berhasil dengan versi dan usaha sendiri. Mommy Yohana dan daddy Jhonson sebenarnya tidak melarang, justru mereka mendukung penuh.
Dia juga sering kontakan dengan sahabat sekaligus sepupunya Matthew yang sedang menempuh pendidikan di Berlin, Jerman. Sementara dengan Martin, mereka hampir selalu bertemu. Karena mereka satu kampus walau fakultas berbeda. Martin melanjutkan studi di fakultas hukum. Sepertinya, pria itu juga ingin menjadi pengacara hebat seperti sang ayah dan membangun sebuah kantor firman hukum atau law firm yang besar melebihi milik ayahnya.
"Mau kemana?" Tanya Martin saat melihat Melvin buru-buru berdiri.
"Ke tempat pemotretan Diana"
Martin berdecak kesal. Padahal belum ada lima menit mereka duduk di kafe samping kampus bahkan minuman baru saja disajikan. Semenjak berpacaran dengan Diana, Melvin memang sering berkunjung ke lokasi syuting atau pemotretan wanita itu.
"Setidaknya minumlah dulu. Lama-lama kau akan seperti budak Diana. Kemana-mana selalu ditemani, membawakan koper dan keperluan syuting. Mirip seperti asisten saja" cibir Martin tapi tidak dihiraukan melvin.
"Jangan iri. Makanya pacaran" Timpalnya santai seraya berlalu menuju parkiran mobil.
Martin mengumpati sang sahabat yang selalu meninggalkan dirinya kalau sedang nongkrong begini.
Sementara di parkiran belum sempat melvin membuka pintu mobil. Suara yang begitu familiar dan muak dia dengar malah menyapanya.
"Kak Melvin di sini juga?" Sapa selena yang tidak sengaja berjumpa Melvin di sana.
Melvin menjadi kesal dan menatap jengah gadis di depannya
"Bisakah kamu tidak ada dimana-mana. Seperti hantu saja. Nongol dimana saya ada. Benar-benar sial" Dengusnya lalu masuk ke mobil. Melanjukan kuda besi itu dengan kecepatan penuh.
Meninggalkan Selena yang lagi-lagi menatapnya nanar.
"Kakak benar-benar membenciku ya. Tapi kenapa kak. Tolong kasih saya alasan yang jelas" Lirihnya bingung juga sedih
Selena menatap nanar pada dua orang di depannya: sepasang kekasih yang sedang bercanda mesra. Akhir pekan kali ini berbeda dari biasanya. Melvin membawa Diana berkunjung ke rumah.
Mama Yohana hanya diam memandang. Sementara itu, Ayah Johnson tampak datar.
“Cecen, kemarilah, Nak,” panggil Mama Yohana, menyadari Selena berada tidak jauh dari situ. “Cecen” adalah panggilan sayangnya untuk Selena. Gadis berlesung pipi itu baru saja menyelesaikan tugas kuliahnya di kamar atas.
“Duduk di sini,” pinta Mama Yohana setelah Selena berdiri di sampingnya, lalu menyuruh suaminya bergeser.
Melvin berdecak kesal melihat perlakuan itu. Orang tuanya memang sangat menyayangi Selena. Tatapan sinis dari Melvin dan kekasihnya membuat Selena merasa tidak nyaman.
“Diana, ini putri saya, namanya Selena. Tapi saya memanggilnya Cecen karena dia sangat manis,” jelas Mama Yohana, bangga memiliki Selena sebagai putrinya. Meskipun dia tidak begitu menyukai kekasih putranya, sebisa mungkin dia tetap bersikap tenang.
“Wah, ternyata Melvin punya adik, ya. Sayang, kenapa kamu tidak pernah cerita?” sahut Diana, kaget, sambil menyenggol lengan kekasihnya.
“Tidak penting,” jawab Melvin ketus, membuat hati Selena terasa diremas. Diana tersenyum tipis penuh arti.
“Dia memang seperti itu. Dia tidak pernah membicarakan adiknya karena takut putriku yang cantik ini akan diganggu pria-pria nakal di luar sana, bukan begitu, Son?” seloroh Ayah Johnson, sambil mengelus lembut surai Selena. Gadis itu merasa tersentuh. Walaupun hanya anak angkat, keberadaan Selena di keluarga Johnson diterima dengan sangat baik, meski tidak lagi dengan kakaknya, Melvin.
Melvin mendengus malas. Daripada terus merasa kesal melihat Selena dan sikap orang tuanya, Melvin memilih mengajak Diana ke kamarnya.
“Jangan bawa kekasihmu ke kamar. Ingat batasan, Son,” tegur Ayah Johnson, meskipun dia tahu tabiat putranya yang sering tak bisa mengendalikan diri.
Diana sempat merasa tidak enak, tapi melihat Melvin terus menarik tangannya, dia pun akhirnya mengikuti.
Melvin tidak menggubris perkataan ayahnya dan langsung menuju kamarnya di lantai tiga. Begitu masuk, dia dan Diana langsung berciuman mesra. Lidah mereka saling membelit, bertukar air liur. Melvin bahkan dengan cepat meremas dua bukit kembar Diana setelah melepaskan pakaian bagian atas wanita itu. Desahan mereka saling bersahutan, Diana pun kini ikut mahir memanjakan Melvin hanya dengan tangannya.
“Kau begitu pandai memuaskan, Sayang. Oh... teruskan, jangan berhenti...” rintih Melvin di tengah gelombang kenikmatan.
Diana semakin agresif. Dia menaiki tubuh Melvin dan setelah itu hanya terdengar desahan dari keduanya, seakan mereka berada di surga dunia.
Sementara itu, di lantai bawah...
“Nak, maafkan Melvin, ya. Kakakmu mungkin sedang banyak pikiran akhir-akhir ini,” ujar Mama Yohana sedih.
“Soal rencana perjodohan itu, biar Mama akan...”
“Jangan membahas itu lagi, Ma. Aku berharap jangan diteruskan perjodohan itu. Aku takut Kak Melvin semakin membenciku,” potong Selena tegas. Dia yakin Melvin semakin tidak menyukainya karena hal itu.
Mama Yohana hanya bisa menarik napas panjang dan memandang suaminya yang mengangkat bahu, tanda tidak ingin terlibat.
Setelah berbincang sebentar dengan orang tuanya, Selena memutuskan kembali ke kamar. Namun, hatinya kembali berkecamuk saat mendengar jelas suara desahan laki-laki dan perempuan dari kamar sebelah—kamar Melvin. Entah apa maksudnya, pintu kamar pria itu tidak tertutup rapat.
Daripada terus meratapi perasaannya, Selena memilih masuk ke kamarnya. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata.
“Tidak, Selena. Kau tidak boleh seperti ini. Melvin adalah kakakmu. Perasaan kemarin hanya cinta monyet. Lupakan dia,” gumam Selena lirih, menatap wajah kusutnya di depan cermin.
Walau susah, Selena mencoba memejamkan mata. Dia terbangun saat jam menunjukkan pukul sepuluh malam.
Ternyata dia sudah melewati waktu makan malam. Karena kelaparan, dia memutuskan turun ke bawah menuju dapur. Namun, dia terkejut saat melihat Melvin sedang mengambil botol air dingin dari lemari pendingin. Yang lebih membuatnya tidak nyaman, pria itu hanya mengenakan celana pendek. Tubuh bagian atasnya yang kekar terlihat jelas.
Pipi Selena merona. Ia wanita yang secara diam-diam mengagumi kakaknya. Selena mencoba membuang pandangan dan menetralkan detak jantungnya.
Walau lampu dapur sudah diganti dengan yang lebih redup, Selena masih bisa melihat beberapa tanda merah keunguan di leher dan dada bidang pria itu.
Seketika ingatannya kembali pada suara-suara terlarang siang tadi. Sungguh, dia tidak ingin mengingatnya.
Selena memutuskan untuk memanaskan makanan karena sudah sangat lapar, mengabaikan Melvin yang menatapnya datar.
Selena berusaha keras menelan makanan. Bagaimana tidak, bukan kembali ke kamar, Melvin justru duduk di sana sambil menatapnya serius. Apa maksudnya ini? Apakah dia melakukan kesalahan? Batin Selena penuh tanya dan was-was.
Tidak ingin terjebak dalam situasi itu, Selena cepat-cepat menghabiskan makanan, lalu membersihkan peralatan makannya. Ketika akan meninggalkan dapur, sebuah instruksi menghentikan langkahnya.
“Duduk!” perintah Melvin tegas.
Meski bingung, ragu, dan khawatir, Selena memilih menurut. Dia duduk di seberang meja, langsung berhadapan dengan Melvin. Pandangannya ke bawah, tidak berani menatap pria di hadapannya yang entah mengapa, meskipun dalam kondisi marah, tetap terlihat menawan dan memikat. Selena tak tahan menatap lebih dari tiga detik.
“Berhenti berpura-pura polos dan penurut,” ujar Melvin dingin. Tatapannya tajam.
“Apa maksud Kakak?” Selena memberanikan diri menatap pria di depannya.
“Jangan berpura-pura tidak tahu. Apa yang kau katakan pada orang tuaku tadi sehingga mereka tiba-tiba mengatakan tidak menyukai kekasihku? Apa kau kembali meracuni pikiran mereka dengan perjodohan? Jangan harap. Sampai kapan pun saya tidak akan menerima perjodohan itu. Berhentilah menjadi manipulatif!” Ucapan Melvin begitu menohok hati Selena. Gadis itu merasa bingung sekaligus sedih mendengar perkataan kakaknya yang begitu tega menuduhnya.
Tanpa memberi kesempatan bagi Selena untuk menjelaskan, pria itu pergi meninggalkannya. Sekali lagi, Selena hanya bisa menunduk dalam. Ternyata Melvin kembali salah paham. Mungkin dia berpikir perjodohan itu terjadi atas permintaan Selena kepada orang tuanya. Padahal, dia tidak pernah melakukan itu, apalagi menjelek-jelekkan kekasih Melvin. Rupanya, malam ini dia akan kembali tidur dengan perasaan sedih.
Keesokan harinya, tepatnya Minggu sore, Selena berada di sebuah supermarket untuk membeli beberapa keperluan. Tanpa sengaja, dia bertemu dengan Martin.
“Hei, Sel,” sapa pria itu sambil tersenyum.
“Eh, hai, Kak!” sahut Selena, terkejut. Saat itu dia sedang berusaha meraih salah satu merek pembalut yang letaknya paling atas. Walaupun sudah berjinjit, dia tetap kesulitan.
“Mau ambil ini?” tanya Martin sambil menyodorkan pembalut yang ingin diambil Selena tadi.
“Eh, iya, Kak. Terima kasih,” jawab Selena gugup. Sebelumnya, dia tidak pernah mengalami hal semacam ini. Wajar jika dia merasa sedikit malu.
“Sama-sama. Kakak duluan, ya. Ibu sudah menunggu di kasir,” pamit Martin setelah mengelus lembut puncak kepala Selena. Bagi Martin, Selena adalah adik kecil yang manis dan cantik. Dia menyayangi gadis itu layaknya seorang kakak.
“Iya, Kak. Sekali lagi terima kasih. Salam untuk Tante,” ujar Selena. Martin hanya mengangguk singkat sambil berlalu. Selena kembali melanjutkan belanja, mengambil beberapa barang yang masih kurang. Setelah merasa semuanya lengkap, barulah dia menuju kasir.
Namun, di sana,lagi-lagi di sana dia berjumpa dengan sang kakak yang sedang bersama Diana kekasihnya. hubungan mereka memang sudah terendus media sejak awal. Jadi tidak sungkan lagi kalau mau kencan dan jalan berdua dimana pun.
"Hai kita ketemu lagi" Sapa Diana setelah melihat keberadaan selena. gadis itu hanya mengangguk kaku dan ragu. mengingat melvin yang selalu tidak menyukai moment dimana mereka bertemu walau tanpa sengaja.
"Beib, adik kamu di sini tu" Lanjut Diana memberi tahu walau sebenarnya Melvin sudah mengetahui keberadaan selena.
"Tidak penting. Ayo segera bayar belanjaanmu beib. Aku sudah tidak sabar berduan dengan mu di apartemen" Respon melvin terang-terangan.
"Ish jahat kamu sama selena. Lagian tidak sabaran banget. Sabar dong. Setelah ini kamu bebas menikmati apapun termasuk malam panjang kita nanti beib. Cupppp" Timpal Diana yang kini entah sengaja atau tidak melupakan keberadaan Selena di belakang mereka. Wanita itu tanpa malu mengecup bibir melvin di tempat umum.
Selena mencoba biasa-biasa saja walau dadanya terasa sesak.
“Hei, Brother!” sapa Melvin ketika melihat wajah sepupunya, Matthew, muncul dalam panggilan video.
“Ckk, kau ini sangat mengganggu. Kau kira ini jam berapa?” keluh Matthew, kesal karena Melvin mengganggunya saat masih terlelap. Perbedaan waktu antara dua negara memang menyulitkan.
“Segeralah pulang! Kau tidak kangen kita? Lihat, kami sedang ramai di rumah,” kata Melvin sambil memutar kamera ke arah belakang, menunjukkan suasana rumah yang penuh keceriaan.
“Aku akan pulang kalau kau berhenti jadi pengganggu. Sudah ya, aku mau tidur. Ngantuk!” Matthew menutup panggilan dengan kesal.
Sementara itu, Melvin hanya terkekeh melihat wajah sepupunya yang tampak ngantuk dan kesal.
Saat ini, mereka berkumpul di rumah besar keluarga Dirgantara. Hal ini sudah menjadi kebiasaan setiap tahunnya. Acara ini biasanya diadakan untuk silaturahmi keluarga.
Kali ini, topik yang hangat dibicarakan adalah Melvin dan kekasihnya, Diana. Namun, ada rasa tidak nyaman yang terlihat di wajah dua wanita paruh baya di sana ketika melihat bagaimana Diana berpakaian. Meskipun bekerja sebagai model, seharusnya dia bisa menyesuaikan diri dengan suasana tertentu, termasuk cara berpakaian.
“Aunty kurang suka pacar kamu. Dia kurang sopan,” ungkap Aunty Helena, kakak kandung Mommy Yohana sekaligus ibu dari Matthew.
Melvin hanya tertawa kecil. “Pekerjaannya menuntut seperti itu, Aunty.”
“Kalau mau jadi bagian dari keluarga kita, kamu harus memperingatinya,” tegas Aunty Helena.
“Dia akan berubah seiring waktu, Aunty,” jawab Melvin dengan penuh keyakinan.
“Semoga,” Aunty Helena meragukan.
“Ngomong-ngomong, kenapa kamu malah menolak dijodohkan dengan Selena? Bukankah dia kesayangan kita semua, termasuk kamu? Aunty lihat, Mommy kamu begitu berharap kalian bersama,” lanjut Aunty Helena setelah matanya menangkap sosok Selena yang cekatan membantu di sana, berbeda dengan kekasih ponakannya yang hanya duduk bersila.
“Aku harap Aunty tidak seperti Mommy dan orang di rumah. Dia hanya akan jadi saudari, tidak lebih,” jawab Melvin dengan nada dingin.
Aunty Helena menangkap sinyal kekesalan ponakannya. Dia hanya merespon dengan senyum tipis dan mengelus lengan Melvin.
Sekarang, mata Melvin menatap Selena dengan rasa kesal. Kenapa setiap kali keluarga berkumpul, topik yang tak pernah lepas dari pembicaraan adalah niat Mommy Yohana yang ingin menjodohkan anak kandungnya dengan putri angkatnya?
Bagi Melvin, itu konyol dan tidak akan terjadi. Apa menariknya gadis itu selain wajah sok polosnya?
Hal ini tidak terlepas dari kejadian beberapa tahun lalu, saat dia mengetahui fakta rumit tentang hubungan cinta segi empat antara orang tuanya dan orang tua Selena.
Pranggggg..
Di tengah lamunannya, Melvin dikejutkan oleh sebuah kehebohan kecil. Dia melihat kekasihnya meringis kesakitan, sementara di sampingnya ada Selena yang memegang pecahan kaca.
“Aw, sakit sekali! Kenapa kamu tidak hati-hati? Lihat apa yang kau buat!” tanpa sadar Diana membentak Selena.
Gadis itu sebenarnya juga kaget. Kenapa Diana tiba-tiba muncul hingga mereka saling bersenggolan? Selena yang membawa dua gelas berisi jus dingin akhirnya menjatuhkannya, pecah, dan beberapa beling mengenai kaki Diana hingga menggores kulitnya.
“Maaf, Kak. Saya tidak sadar Kakak ada di dekat saya,” alasan Selena.
“Ada apa ini?” tanya Melvin begitu tiba di depan kedua perempuan itu.
“Beib, lihat! Perbuatan adik kamu,” Diana menunjuk kakinya yang hanya sedikit terluka.
Melvin menatap tajam Selena, siap meledakkan amarah.
Diana menggerutu pelan. Sebenarnya, telinganya sudah panas sejak tadi. Para ibu di sana begitu memuja dan menyayangi Selena, hampir tidak ada yang mengajaknya mengobrol.
“Sudahlah, adik kamu tidak sengaja. Mereka sama-sama tidak melihat tadi. Lagipula, Selena juga ada lukanya,” Mommy Yohana yang ada di sana segera melerai.
Tapi emosi Melvin masih membara. Dia hanya bisa mengumpat kesal.
“Dasar gadis ceroboh!” dia pun segera menarik Diana pergi. Acara sudah hampir selesai, jadi tidak ada salahnya pamit lebih awal.
Malam ini, dia ada kumpul bersama teman-temannya di klub tempat mereka biasa mencari hiburan.
Dua tahun kemudian...
Waktu berlalu begitu cepat. Tidak terasa, dua tahun sudah berlalu sejak kejadian di rumah keluarga Dirgantara. Selena kini sedang menjalani ujian akhir semester.
Perasaannya sedikit kacau. Bukan tanpa alasan, setengah tahun lalu, setelah berhasil menamatkan studi, Melvin memutuskan untuk hengkang dari rumah. Di depan keluarga, dia beralasan ingin mandiri dan fokus pada pengembangan usaha di bidang otomotif. Melvin juga mempertimbangkan tawaran sang Mama untuk mengelola perkembangan bisnis rumah sakit dan perusahaan farmasi keluarga mereka. Mungkin, dia akan melanjutkan pendidikan magister di jurusan Manajemen Bisnis Rumah Sakit atau sejenisnya.
Namun, di balik semua alasan itu, Melvin memiliki alasan tersendiri yang dia sampaikan kepada Selena. Dia mengaku tidak ingin tinggal lebih lama di lingkungan yang sama dengan Selena, gadis munafik yang sudah merebut perhatian dan kasih sayang orang tuanya.
Sejak saat itu, perasaan Selena semakin sedih. Dia pernah mengatakan kepada Melvin untuk jangan keluar dari rumah, karena tidak tega melihat Mommy Yohana yang menangis. Dengan begitu, Melvin pasti akan jarang kembali ke rumah nantinya.
Seminggu lalu, Selena bertemu Melvin tanpa sengaja saat dia membahas proyek bersama teman kelompok di sebuah kafe. Mereka berpapasan dengan Diana yang baru saja masuk.
Ternyata, wanita itu memberi tahu keberadaan Selena kepada Melvin. Pria itu pun beranggapan bahwa Selena sengaja membuntutinya. Setelah itu, Melvin menegur gadis itu tanpa peduli ada teman-temannya di sana.
Di rumah, melihat Mommy Yohana yang sering sedih dan kurang semangat makan, serta sering bertanya-tanya apakah Melvin sudah makan dengan benar, membuat perasaan Selena tidak karuan.
“Sepertinya aku harus menemui Kak Melvin nanti. Biarlah dia memarahiku lagi, demi Mommy,” batin Selena di tengah pengerjaan ujiannya.
Sementara itu, di tempat kerjanya, Melvin baru saja selesai melakukan pertemuan dengan beberapa bawahannya dari divisi humas dan pemasaran. Ini mengenai perkembangan usahanya, di mana perusahaan kecilnya menjalin kerja sama dengan perusahaan otomotif besar di negara J, setelah proposal yang diajukan mendapatkan respon positif.
Sebenarnya, ini bukanlah hal yang dia sangka mengingat banyak persaingan dengan perusahaan yang lebih besar. Perusahaannya masih tergolong baru. Mungkin, karena beberapa waktu terakhir, ada prestasi dan peningkatan performa perusahaan yang menarik perhatian pihak perusahaan besar dari negara J.
Kesibukan inilah yang membuat Melvin beberapa waktu terakhir tidak mengunjungi rumah dan tidak berkabar. Kekasihnya pun merasa kesal. Sudah hampir seminggu mereka tidak berkencan dan melakukan kegiatan panas di ranjang. Semua itu karena Melvin sibuk. Pesan dan panggilan sangat jarang dia balas.
“Sorry, Beib. Beberapa waktu terakhir aku sibuk banget. Jangan marah ya. Cuppp,” saat ini Melvin tengah merayu kekasihnya yang sedang marah karena diabaikan.
“Emangnya kesibukan kamu lebih penting dari aku?” bentak Diana kesal.
“Bukan seperti itu. Ini juga tentang masa depan. Bukan cuma aku, tapi semua orang yang bekerja di sana. Kalau aku menikahi kamu nanti, tentu ini juga demi masa depan kita,” mendengar kata “masa depan kita” dari mulut manis pacarnya, Diana langsung kesemsem dan senyum malu. Tapi dia tetap saja pura-pura jutek.
"Sekarang ayo bilang, aku harus apa supaya kamu tidak marah?" rayu melvin sekali lagi.
"Aku kangen kamu seharusnya kamu tahu kita harus gimana sekarang" jawab Diana dengan bibir yang mengerucut.
Melvin tidak tahan dan memang beberapa hari menahan hasrat langsung saja melumat bibir seksi Diana. Mereka saling berciumann dengan sangat menggebu diiringi paduan napsuu yang menggeloraaa. Tangan mereka sudah mulai saling menyentuh.
Di tengah gelombang hasratttt itu, tiba-tiba Bell apartemen berbunyi. Awalnya mereka ingin mengabaikan, tapi bunyi bel makin lama makin kencang.
Keduanya sampai dibuat kesal karena gangguan itu.
"Ckkk, siapa yang berani menggangguku!" sentak melvin marah dan langsung melangkah menuju pintu.
Diana juga tidak kalah sebal. Tadi mereka hampir saja melakukan penyatuan kalau tidak ada bel laknat itu.
Sementara di depan pintu, melvin semakin kesal melihat siapa yang datang dan menganggu waktu kesenangannya
"Kamuuu!!!!!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!