NovelToon NovelToon

Istriku Pelayanku

Bab 1 Dipaksa Menikahi Pelayan

“Pa, aku dijebak sama perempuan ini. Dia sengaja masuk ke kamarku saat aku sedang mabuk dan dia menggunakan kesempatan itu untuk tidur denganku. Jadi aku nggak mau menikahi dia.” Hebat dipaksa oleh papanya untuk menikahi Bina, seorang pelayan hotel yang sekarang ini sedang berdiri di sebelah Hebat. Perempuan itu menundukkan kepalanya, takut serta malu memandang semua orang yang berdiri di hadapannya.

Sesaat lalu, Hebat dan Bina ditemukan di kamar hotel sedang tidur bersama oleh kedua orang tua Hebat, dan juga orang tua Heniya, kekasih Hebat yang harusnya Hebat nikahi hari ini. Namun karena orang tua Heniya malu hingga mereka membatalkan pernikahan putri mereka dengan Hebat lalu membawa anaknya meninggalkan hotel yang seharusnya menjadi saksi pernikahan dua sejoli itu. Sementara orang tua Hebat menginginkan anaknya mempertanggungjawabkan perbuatannya hingga mereka memaksa Hebat menikahi Bina. Terlebih mereka mengenal Bina yang merupakan keponakan Azil, orang kepercayaan Tuan Alister-ayah kandung Hebat.

“Tidak mungkin anak ini menjebak kamu. Kamu tidak usah cari alasan di depan Papa, Hebat. Papa tidak akan terpengaruhi. Yang Papa mau, kamu bertanggungjawab dengan menikahinya. Itu yang harus kamu lakukan sebagai laki-laki sejati. Atau kamu lebih suka dihujat semua tamu yang sudah menunggu pernikahan kamu. Mereka semua sudah ada di ruang pesta. Apalagi orang tua Heniya sudah tidak ingin melanjutkan pernikahan ini karena perbuatanmu.”

Mendengar ucapan papanya, Hebat menjadi diam. Ia memikirkan bagaimana jadinya jika ia tidak menikahi pelayan hotel ini. Dirinya pasti akan dianggap pria bejat dan pastinya berita dirinya yang meniduri perempuan lalu meninggalkannya begitu saja, pasti akan naik dimajalah atau infotainment. Sebagai anak pewaris tunggal dan juga seorang pembalap mobil yang namanya melambung di Indonesia, akan mudah jatuh hanya karena berita seperti ini. Hebat tidak ingin karir balapannya hancur begitu saja. Nama baiknya dan juga nama baik keluarganya akan rusak meski perusahaan orang tuanya mungkin tidak berpengaruh dengan berita itu.

Setelah diam sejenak, Hebat melirik penuh benci ke perempuan yang hanya menundukkan wajahnya. Lalu, ia memutar tubuhnya dan pergi meninggalkan keluarganya tanpa mengatakan apapun. Iren yang merupakan tante Hebat, tidak setuju jika Hebat menikahi seorang pelayan tapi ia pun tak bisa melawan kehendak kakaknya hingga ia hanya memilih mengikuti Hebat yang sedang marah.

“Hebat!” seru Tante Iren.

Hebat menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang melihat Iren. Raut wajahnya masih penuh amarah. “Ada apa tante?”

“Kamu menikah saja dengan pelayan itu. Sebulan cukup. Setelah sebulan, kamu ceraikan dia lalu menikah dengan Heniya. Jalan ini satu-satunya supaya papa kamu tenang dan kamu juga tidak disalahkan semua orang.”

Hebat tidak mengatakan apapun. Ia malah kembali melangkah menuju tempat pesta. Namun Iren tahu bahwa Hebat mendengarkannya meski Hebat tidak menanggapi ucapannya.

Beberapa menit kemudian.

Hebat akhirnya duduk di depan penghulu dan Azil yang menjadi wali nikah Bina.

“Saya terima nikahnya dan kawinnya Bina Cantika binti Darsono dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai.”

“Sah!”

Hebat sungguh marah setelah ia mendengar kalimat sah dari para saksi. Ditambah dengan dirinya yang malah mengucapkan kalimat sakral itu untuk perempuan lain. Namun ia tidak bisa mengamuk di sana dan hanya bisa menahan amarahnya dengan mengepal kedua tangannya tanpa diketahui semua orang.

Para tamu yang tadinya bingung karena melihat pengantin wanitanya diganti, kini memberikan selamat pada Hebat. Meski tidak senang, Hebat tetap merespon baik para tamunya di sana. Namun ia sesekali melirik Bina yang rasanya ingin ia tendang saat itu juga karena saking bencinya ia pada perempuan itu.

“Gimana? Kamu udah puas nikah sama saya,” bisik Hebat sembari melirik sinis ke arah Bina yang berdiri di sebelahnya.

Bina mengangkat wajahnya, menoleh melihat Hebat yang memandangnya tajam seolah ingin menelannya hidup-hidup. Namun Bina tidak tahu harus bilang apa pada lelaki asing yang baru saja menikahinya itu.

“Jangan sok nggak rela begitu. Saya tahu, di dalam hati kamu sekarang, kamu pasti kegirangan banget nikah sama saya. Seorang pelayan yang nggak punya orang tua kayak kamu nikah sama anak orang kaya. Siapa sih yang nggak bahagia kalau nikah sama pria kaya?” Hebat tersenyum smirk dengan raut wajahnya yang menghina Bina.

Bina sakit hati mendengar hinaan Hebat tapi ia tetap diam karena tidak ingin mempermalukan Azil, pamannya yang membantunya ke Jakarta, bahkan memberikannya pekerjaan serta tempat tinggal di dekat kampusnya.

Tengah malam sekitar pukul satu malam, kedua pengantin itu masuk ke kamar mereka tapi Hebat langsung mendorong Bina ke dinding dan mencekik lehernya. “Kalau saja kamu bukan perempuan, saya udah bunuh kamu sekarang. Gara-gara kamu, hidup saya hancur. Karena itu, saya bakal buat hidup kamu nggak pernah bahagia dalam pernikahan ini.”

Bina tidak bisa bicara karena kesakitan yang ia rasakan akibat perbuatan Hebat. Hebat yang melihat Bina kesakitan, pun melepaskan cengkramannya dari leher Bina.

“Uhuk, uhuk, uhuk!” Sambil memegang lehernya, Bina berusaha bernafas dengan normal.

“Kamu jangan harap bisa dapat apapun dari saya. Uang, harta serta cinta nggak akan saya biarin kamu kuasai,” ujar Hebat dengan tegas.

Bina yang masih memegang lehernya, mengangkat bola matanya melihat Hebat di depannya. “Kalau kamu benci dengan pernikahan ini, kenapa kamu harus menikahi saya? Saya nggak pernah minta untuk dinikahi!”

Hebat kembali memegang dagu Bina sembari tersenyum sinis. “Kamu nggak pernah minta untuk dinikahi tapi sikapmu yang terima begitu saja pernikahan ini, membuktikan kalau kamu sangat menginginkan pernikahan ini. Kenapa kamu nggak kabur aja dari sini kalau kamu juga terpaksa?”

“Saya memikirkan perasaan Om Azil yang udah baik banget sama saya.”

Hebat melepaskan kembali dagu Bina yang ia cengkram erat, dan Bina langsung memegang dagunya sambil menahan sakitnya.

“Kalau dalam sebulan, kamu nggak terbukti hamil karena saya, saya bakal cera in kamu saat itu juga tapi kalau kamu hamil karena kejadian itu, saya bakal cera in kamu setelah kamu melahirkan anak itu.”

“Tidak masalah. Saya tidak akan mengeluh.”

“Huh, walau saya sudah menikahi kamu tapi kamu cuma saya anggap sebagai pelayan. Bukan sebagai istri jadi tempatkan dirimu ke posisimu yang seharusnya.” Setelah mengatakan itu pada Bina, Hebat meninggalkan kamar pengantinnya , karena tidak sudi berada satu kamar dengan perempuan yang ia kira sudah menjebaknya.

Sementara Bina, melangkah ke arah cermin, ia menatap dirinya di cermin besar itu. Dan tampak jelas,  kulit leher dan kulit dagunya memerah karena cengkraman keras dari Hebat. Bahkan ia masih merasakan sakitnya. Seketika pula, Bina meneteskan air matanya. Sejak tadi, ia memang berusaha menahan air mata kesedihannya itu di depan Hebat agar pria itu tidak semakin merendahkannya.

Bab 2. Aku Hanya Mencintaimu, Heniya

Hebat meninggalkan Bina sendirian di Hotel. Pria itu malah mendatangi rumah Heniya untuk bicara pada Heniya, menjelaskan dirinya yang masih mencintai Heniya. Namun karena sudah tengah malam, Hebat hanya menunggu di mobilnya-di depan rumah Heniya. Ia datang ditengah malam seperti ini karena dirinya tidak sabar ingin melihat Heniya. Namun Hebat tetap memikirkan sopan santunnya yang seharusnya tidak bertamu tengah malam begini. Karena itu, ia tidak memberitahu kedatangannya pada Heniya.

Hebat yang duduk menunggu di dalam mobilnya, terus memandang ke arah kamar Heniya, berharap melihat Heniya di sana meski kemungkinannya kecil karena Heniya pasti sudah tidur, terlihat dari lampu kamar Heniya yang sudah mati. Namun Hebat tidak tahu bahwa perempuan itu sebenarnya belum tidur.

Bahkan Heniya tahu bahwa Hebat datang ke rumahnya. Heniya melihat mobil Hebat terparkir di depan rumahnya. Ia berdiri di dekat jendela, memandang mobil itu diam-diam. Ada perasaan sedih serta tidak tega melihat kekasihnya menunggu di tengah malam yang dingin ini. Ia ingin sekali memanggil Hebat, menyuruh pria itu masuk ke rumahnya.

Heniya masih diam memandang mobil Hebat, berharap melihat sosok pria yang ia tinggalkan begitu saja di tempat pestanya. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Heniya kaget sampai ia refleks menoleh ke arah pintu. “Pa!”

“Papa tahu kalau ada Hebat di depan rumah. Heniya, sebagai perempuan terhormat, kamu harus menjaga martabatmu. Jangan rendahkan dirimu dengan menunjukkan sikapmu yang terlalu mencintai Hebat. Papa tidak suka kalau kamu yang mengejar-ngejar Hebat.”

“Dulu papa yang senang banget setelah tahu aku dan Hebat pacaran. Bahkan papa yang desak kita untuk menikah. Sekarang, papa malah menentang hubungan kami, bahkan membatalkan pernikahan kami,” ujar Heniya dengan tegas.

“Papa membatalkan pernikahan kamu dan membawamu pergi meninggalkan pesta itu, karena papa malu kalau berada di sana. Semua orang tahu Hebat meniduri wanita lain di hari kamu harusnya menikah dengannya. Masa papa biarkan anak papa dipermalukan di depan semua orang. Nama baik keluarga kita juga akan hancur Heniya. Tapi walau papa bersikap tegas begini sama kamu, bukan berarti papa tidak setuju lagi kamu bersama dengan Hebat. Yang papa mau, Hebat mengejar-ngejar kamu Heniya. Bukan kamu yang mengejar-ngejar dia.”

Tuan Malik menjeda kalimatnya. Kemudian berjalan tiga langkah mendekati anaknya yang berdiri di dekat jendela lalu ia memegang kedua bahu anaknya sambil menatap anaknya lekat-lekat, “Heniya, saat ini Hebat sudah menikah. Kamu tidak boleh mendekati pria itu lebih dulu karena orang akan berpikir bahwa kamu orang ketiga dalam pernikahan mereka meski kenyataannya tidak seperti itu. Biarkan Hebat yang mengejar-ngejarmu. Dan buat dia menceraikan wanita pelayan itu. Itu yang papa harapkan dari kamu anak kebanggaan papa.”

Heniya yang masih merasa sedih dan kecewa karena batal menikah dengan Hebat, mengangguk menyetujui perkataan papanya.

“Kamu adalah anak Malik Augus. Kamu harus singkirkan orang yang berani mengambil milikmu tanpa merendahkan dirimu. Paham!”

Heniya mengangguk. “Paham Pa!”

Menjelang pagi, Hebat menurunkan kaca mobilnya agar ia bisa melihat jelas keadaan rumah Heniya dan untuk memastikan Heniya. Hebat ingin masuk tapi jam dipergelangan tangannya menunjukkan pukul enam pagi. Tidak sopan jika ia bertamu sepagi ini. Hebat menghela nafas panjangnya lalu meregangkan lehernya karena terlalu lama bersandar di kursi mobilnya. Setelah pukul tujuh pagi, ia berniat keluar dari mobil dan minta izin masuk ke dalam oleh satpam yang berjaga di depan pagar rumah Heniya tapi satpam itu lebih dulu mendatangi Hebat dan mengetuk pintu mobilnya.

Hebat menurunkan kaca mobilnya lalu berkata, "Pak Toni! Ada apa Pak?"

"Pak Malik suruh Anda masuk menemui beliau. Katanya ada yang ingin dibicarakan beliau dengan Anda, Tuan Muda." Pak Toni mengenal baik Hebat yang merupakan pewaris Keluarga Sandero, salah satu keluarga konglomerat yang perusahaannya sukses sampai di seluruh Asia. Karena itu, ia memanggil Hebat 'Tuan Muda'

"Oke, saya keluar sekarang!" Hebat keluar dari mobilnya dan masuk melewati pagar rumah Heniya. Lalu ia menekan bel rumah Heniya dan ada pembantu rumah yang membuka pintu itu. Hebat dibiarkan masuk oleh pembantu dan dibawa bertemu dengan Tuan Malik dan Nyonya Vena yang duduk di ruang tamu, sengaja menunggu Hebat.

"Pagi Om, Tante!" sapa Hebat sembari membungkuk hormat di depan kedua orang tua Heniya.

"Duduklah!" titah Tuan Malik dengan tatapannya yang serius melihat Hebat.

"Saya tahu kalau kamu menunggu semalaman di luar rumah makanya saya memanggil kamu masuk. Saya ingin bicara serius sama kamu mengenai hubunganmu dengan Heniya. Tidak masalah kan, kalau saya ikut campur?"

"Nggak masalah Om. Silahkan!" kata Hebat sopan dan ramah.

"Saya tidak akan bicara banyak. Saya cuma mau tanya, perasaan kamu pada anak saya?" tanya Tuan Malik.

"Saya masih mencintai Heniya, Om. Dan perasaan saya tidak akan pernah berubah!" kata Hebat dengan penuh percaya diri.

"Tapi kamu malah menikahi wanita lain. Apa kamu berniat mempermainkan anak saya?" Tuan Malik mengatakan itu untuk tahu keseriusan Hebat terhadap anaknya. Sebab walau ia ingin sekali menikahkan anaknya dengan Hebat tapi ia tidak akan mau menjatuhkan harga dirinya jika Hebat saja tidak menginginkan anaknya.

"Sebenarnya tujuan saya datang kemari untuk menjelaskan pada om dan Tante, juga sama Heniya kalau saya menikahi perempuan itu karena rasa tanggungjawab saya sebagai laki-laki dan itu pun keinginan orang tua saya. Itu kesalahan saya yang mabuk sampai saya masuk jebakan perempuan itu," tutur Hebat.

"Kamu dijebak?" tanya Nyonya Vena.

"Iya Tante. Saya yakin kalau saya dijebak saat saya mabuk. Dan keinginan saya untuk menikahi Heniya tidak pernah berubah Om, Tante."

"Lalu bagaimana dengan perempuan yang kamu nikahi? Jangan-jangan kamu mau jadikan anak saya istri kedua!" imbuh Tuan Malik.

"Nggak Om. Saya nggak pernah berpikir untuk menjadikan Heniya istri kedua. Dia nggak pantas dapat posisi itu. Papa saya pun sangat benci memiliki dua istri. Saya akan menikahi Heniya secara baik-baik setelah saya menceraikan perempuan itu. Secepatnya Om, Tante!"

Mendengar penjelasan Hebat, membuat Tuan Malik dan Nyonya Vena yakin dengan keseriusan Hebat.

"Baiklah. Kamu boleh bertemu Heniya. Sekarang dia ada di kamarnya. Dia sudah lama menunggumu," kata Tuan Malik.

"Terima Kasih Om! Kalau begitu, saya permisi!" Hebat berdiri lalu berjalan menuju kamar Heniya.

Saat Hebat ingin mengetuk pintu kamar Heniya, Heniya lebih dulu membukanya.

"Hebat!" panggil Heniya pelan tapi wajahnya kaget karena tidak menyangka melihat Hebat di depan kamarnya.

"Heniya!" balas Hebat tapi disaat yang sama, Heniya memeluknya.

Heniya sadar bahwa ia tak boleh menunjukkan sikapnya yang terlalu berlebihan hingga ia melepaskan pelukannya dari Hebat, bahkan raut wajahnya berubah dingin. "Kamu mengkhianatiku Hebat, jadi untuk apa lagi kamu datang kemari?"

"Aku hanya mencintaimu, Heniya!"

Bab 3. Surat Perjanjian

"Kamu bilang hanya mencintaiku tapi kamu tidur dengan wanita lain saat kita akan menikah. Hebat, apa segitu tidak berharganya aku dimatamu sampai kamu tega bermain di belakangku?"

Ucapan Heniya membuat Hebat merasa bersalah. Sebab, kenyataannya, ia memang bersenang-senang dengan Bina yang ia kira wanita bayaran teman-temannya. Awalnya Hebat memang menentang keinginan teman-temannya yang memaksa menyewa wanita bayaran untuk semalam tapi kemudian ia ikut menikmati ketika Bina datang ke kamarnya.

'Memang aku yang salah sama kamu Heniya karena aku bukannya mengusir wanita itu. Aku malah menariknya masuk ke kamar dan mengikuti permainan liciknya. Kesalahanku itu malah membawa masalah besar untukku.' Bahkan Hebat diam tak bisa mengatakan apapun dan hanya bisa membatin, menyalahkan dirinya dan juga Bina yang ia kira sudah menjebaknya.

"Ini buktinya kamu sudah tidak mencintaiku lagi Hebat. Kamu cuma diam saat harusnya kamu membalas kata-kataku." Heniya kembali bicara dengan kekecewaannya dan juga amarahnya pada Hebat yang hanya diam saja dengan wajah sedikit menunduk, tak memandangnya.

Hebat kembali menatap Heniya dengan tatapan sendu. "Aku diam bukan karena aku tidak mencintaimu, Heniya tapi karena aku bingung harus bilang apa supaya kamu tidak marah padaku lagi. Maafkan aku karena kelalaianku malah membuatmu terluka!"

"Memang apa yang terjadi sampai kamu bilang sudah lalai?" tanya Heniya yang penasaran dengan kata-kata Hebat.

"Sebenarnya aku dijebak Heniya. Kamu tahu kan, aku nggak bisa membedakan orang saat mabuk. Aku nggak sadar. Dan wanita itu sengaja datang ke kamarku saat aku mabuk sampai aku berakhir tidur dengan dia. Papa pun nggak mau mendengar kan ku karena dia sangat mementingkan tanggungjawab. Apalagi wanita pelayan itu, keponakannya Om Azil. Papa lebih percaya sama dia dibanding aku. Karena itu, aku nggak punya pilihan selain menikahinya. Sungguh, aku nggak punya niat untuk mengkhianati kamu, Heniya. Percayalah padaku."

Heniya percaya ucapan Hebat. Dan ia merasa kasihan setelah mendengar bahwa Hebat dijebak oleh wanita itu sampai Hebat bertanggungjawab dengan menikahi seorang pelayan. Heniya pun kembali mendekati Hebat, kemudian meraih tangan kekasihnya, menggenggamnya dengan lembut. "Maafkan aku karena sempat menyalahkanmu dan mempertanyakan perasaanmu. Aku begini bukan karena nggak percaya sama kamu tapi karena aku nggak mau kehilangan kamu. Dan kalau kamu menikahi pelayan itu karena Om Alister, nggak apa-apa. Aku bisa mengerti tapi kamu juga harus menikahiku untuk membuktikan pada semua orang bahwa kamu hanya mencintaiku."

Hebat memegang kedua pipi Heniya sembari menatap Heniya lebih dekat. "Heniya, aku memang ingin sekali menikahimu dan menjadikanmu milikku selamanya tapi aku nggak mau kamu mendapatkan posisi yang tidak pantas. Aku ingin menikahimu secara sah dengan pesta meriah dan menjadikanmu istriku satu-satunya. Karena itu, tolong bersabar sampai aku menceraikan wanita itu."

"Aku harus bersabar sampai kapan sayang?" tanya Heniya yang butuh kepastian.

"Tunggulah sampai sebulan."

Heniya mengerutkan keningnya. "Sebulan? Kenapa aku harus menunggu sebulan? Bukannya kamu bisa menceraikan wanita itu saat ini juga. Toh, kamu sudah memenuhi keinginan papamu dengan menikahinya dan menceraikannya adalah hakmu, sayang!"

"Aku ingin membuktikan pada orangtuaku bahwa aku nggak sampai membuat pelayan itu hamil." Hebat percaya diri jika melakukannya sekali tidak sampai membuat Bina mengandung dan setelah ia membuktikan bahwa wanita itu tidak hamil, ia akan mengusirnya jauh-jauh dari hidupnya, bahkan Hebat berencana memenjarakan Bina.

"Baiklah. Aku bakal tunggu kamu sebulan. Setelah sebulan, aku ingin dengar kamu menceraikan dia, Hebat." Heniya akhirnya mengerti tapi ia menjadi benci dan dendam pada wanita yang sudah dinikahi Hebat.

Keduanya tidak bicara lagi masalah itu. Heniya yang ingin menghabiskan waktunya bersama Hebat, mengajak Hebat ke taman rumahnya dan minum teh berdua di sana sambil bercerita santai.

Sementara Bina masih berada di kamar hotel. Ia tidak tahu harus pergi ke mana selain berdiam diri di kamar itu. Ia ingin kembali ke kost-nya, ia sudah menikah dengan Hebat. Azil melarangnya untuk tinggal di sana lagi. Mau kembali bekerja di hotel ini, ia diberikan libur dua hari. Mau pergi ke Kediaman Sandero, ia tidak bisa pergi sendiri tanpa Hebat. Alhasil, Bina hanya duduk termenung di kasur dalam posisi memeluk kedua lututnya dengan dagu bersandar di atas lututnya itu.

Pikirannya kembali pada kejadian kemarin malam ketika pergi ke kamar Hebat. Kala itu, ia sedang tugas malam menggantikan seniornya yang sedang sakit. Sebagai pegawai magang, ia tidak bisa menolak. Terlebih ia menjadi pegawai magang untuk keperluan nilai semesternya yang mengharuskan semua mahasiswa dijurusannya menjadi pegawai magang. Ditambah untuk mencari pengalaman serta bahan untuk ujian akhir semester.

Malam itu, seorang tamu komplain dan menyuruhnya datang ke kamar 003 membawa anggur mahal, kamar yang ditempati Hebat dan teman-temannya bersenang-senang.

Namun sampainya di sana, Bina malah ditarik masuk oleh Hebat dan lelaki yang sedang mabuk berat itu, memaksanya berhubungan intim. Bina yang hanya perempuan lemah, tidak bisa melawan kekuatan Hebat kala itu. Sampai pada akhirnya Bina pasrah dan hanya bisa menangis saat Hebat merenggut kesuciannya. Paginya, Hebat malah menyalahkannya sebagai wanita licik yang sengaja datang untuk menjebaknya.

"Kenapa hal seperti itu terjadi padaku? Kenapa?" Mengingat kejadian itu, membuat Bina menangis sedih. Bagaimana tidak? Ia berusaha menjaga kehormatannya tapi malah direnggut oleh pria yang malah menuduhnya telah merencanakan kejadian itu.

Namun, Bina tidak ingin terlalu larut dalam tangisan kesedihan yang sebenarnya tidak akan selesai hanya dengan sebuah pernikahan. Ia memilih untuk kuat meski itu cukup sulit untuknya yang tidak punya tempat untuk mengadu.

Lama, Bina duduk di kamar itu hingga akhirnya Hebat datang. Bina langsung berdiri ketika pria itu masuk kamar. Dan Hebat mendatanginya sembari menatap dingin. Pria itu langsung melempar sebuah map di atas meja tepat di depan Bina berdiri.

"Itu surat perjanjian pernikahan. Kamu tanda tangani sekarang!" desak Hebat.

Bina tidak langsung menuruti Hebat. Ia membuka map itu dan membaca isi perjanjiannya yang membuat Hebat kesal.

"Kamu nggak punya hak untuk protes ataupun menolak."

"Saya cuma mau tahu isi perjanjiannya," ujar Bina melihat Hebat.

"Isinya, kita akan bercerai sebulan dari sekarang. Itu kalau kamu terbukti nggak hamil, tapi kalau kamu terbukti hamil, kita akan cerai setelah anak itu lahir. Dan selama kamu tinggal di rumah saya, kamu harus menjadi pelayan saya. Kalau kamu menolak, kamu tinggal pergi setelah memberitahu Om Azil dan keluarga saya kalau kamulah yang nggak mau menjadi istri saya."

"Oke, saya tanda tangan tapi saya menolak jadi pelayanmu!" tegas Bina.

"Nggak masalah tapi jangan harap kamu bisa magang di hotel ini lagi," ancam Hebat yang membuat Bina takut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!