NovelToon NovelToon

Aku Bukan Dia

Bab 1

Suasana di sebuah restoran berbintang lima di siang itu cukup sunyi. Cuma ada beberapa orang yang datang untuk sekadar minum kopi, makan siang dengan keluarga, hingga mengadakan pertemuan dengan seseorang seperti halnya; Kevin.

"Senang bisa bekerja sama dengan perusahaan Anda, Pak Kevin." Pria berdarah asing dengan mata abu-abu itu mengulurkan tangan kanannya di hadapan Kevin. Rekan bisnisnya yang baru.

Pria asing dengan bahasa canggung ketika menggunakan bahasa Indonesia itu terdengar sama canggungnya di telinga Kevin. Namun itu semua masalah besar bagi mereka berdua. Karena siang ini, kerja sama di antara mereka resmi terjalin.

"Sama-sama, Pak Mike." Kevin menyambut ukuran tangan Mike, lantas menariknya perlahan kala orang kepercayaan Mike tiba, membisikkan sesuatu di telinga pria bermata abu-abu itu.

"Hati-hati, Pak Mike," ujar Kevin memberi anggukkan ringan sebagai tanda perpisahan mereka.

Rama, asisten Kevin berdiri di sebelah tuannya. Pria bertubuh jangkung serta atletis itu mengikuti langkah cepat Kevin di depannya. Rama memeriksa jadwal atasannya kembali, jangan sampai ada yang ketinggalan, atau salah. Karena bisa saja mengacaukan jadwal Kevin di hari-hari berikutnya.

"Silakan, Pak," sapa sopir Kevin membukakan pintu.

"Ya," sahut Kevin pendek.

"Terima kasih, Pak," ucap Rama menepuk sebelah lengan sopir Kevin.

Rama duduk di sebelah kursi kemudi. Jari tangannya terus menarik di atas ipad. Rupanya ia belum selesai memeriksa jadwal Kevin.

"Jangan langsung kembali ke kantor," gumam Kevin melirik Rama dan sopir yang duduk di depan.

Rama membiarkan layar ipad-nya terus menyala. Sementara ia menengok ke belakang memastikan bahwa ia tidak salah dengar. "Pak Kevin ingin diantar ke mana? Nanti jam dua siang, Anda ada rapat di kantor."

Kevin melirik arloji di tangan kirinya. "Saya ingin pergi ke suatu tempat. Bagi saya, ini jauh lebih penting dari sekadar rapat," kekeuhnya.

Rama menaikan sebelah alisnya lebih tinggi. Walau Rama sangat ingin tahu kenapa Kevin begitu kekeuh, pada akhirnya Rama pun mengiyakan. Punya hak apa Rama menolak perintah atasannya?

***

Rupanya tujuan Kevin setelah pertemuannya dengan Mike—pergi ke sebuah mal terbesar di Ibu kota Jakarta.

Sopir turun lebih dulu untuk membukakan pintu untuk sang majikan. Dibukakannya pintu untuk Kevin, mempersilakan sang pengusaha muda itu ke luar.

Rama menenteng ipad di tangan kanannya. Berusaha mengikuti langkah cepat Kevin memasuki area mal. Rama belum tahu alasan Kevin pergi kemari. Jika hanya untuk belanja, rasanya Kevin masih memiliki waktu luang. Kevin bukan tipikal orang yang akan meninggalkan pekerjaan hanya untuk hal sepele. Kevin memiliki perancang busananya sendiri. Atau setidaknya ia akan menyuruh orang kepercayaannya untuk membeli beberapa stel pakaian kerja dari merek ternama.

Langkah Kevin tiba-tiba berhenti di sebuah toko perhiasan. Rama terpaksa mengerem langkahnya sebelum menabrak punggung lebar Kevin di hadapannya. Tanpa mengatakan apa-apa, Kevin lantas masuk ke dalam sana.

"Selamat siang, Pak. Ada yang bisa kami bantu?" Seorang SPG datang menyapa Kevin dengan ramah. "Ingin mencari perhiasan seperti apa? Kalau boleh saya tahu, Anda ingin membelikan untuk Ibu, adik, Kakak, atau—"

"Pacar." Kevin menyela cepat. "Carikan cincin paling bagus di tempat kalian. Saya tidak masalah dengan harganya," kata Kevin to the point.

"Pacar?" gumam Rama setengah melongo.

Rama lantas memberanikan diri mendekati atasannya. "Pak Kevin ingin melamar Bu Lucy?" tanya Rama penasaran.

Tanpa perasaan ragu, Kevin mengangguk. "Ya. Malam ini."

"Hah? Kenapa mendadak sekali, Pak?" komentar Rama.

Kevin menengok pada Rama. "Apanya yang mendadak? Saya sudah merencanakan hal ini dari jauh-jauh hari. Tapi baru direalisasikan sekarang. Saya dan Lucy sudah lama berpacaran. Jari, saya rasa ini tidak bisa dibilang mendadak."

"Ah, Anda benar juga, Pak." Rama manggut-manggut. "Anda butuh bantuan, Pak? Saya bisa—"

"Tidak. Saya sudah mempersiapkan semuanya." Kevin tersenyum kecil. "Saya ingin kejutan malam ini benar-benar dilakukan dengan tangan saya sendiri."

Rama perlu memberi tepuk tangan paling meriah untuk atasannya ini. Betapa Kevin mencintai kekasihnya itu. Walau Rama tidak terlalu tahu banyak tentang asmara sang atasan, tapi Rama tahu betapa pentingnya Lucy bagi hidup Kevin.

"Saya hanya bisa ucapkan selamat, Pak. Semoga lamaran Pak Kevin diterima oleh Bu Lucy," ucap Rama.

"Tentu. Lucy tidak mungkin menolak lamaran saya," sahut Kevin penuh percaya diri.

Bab 2

Tubuh semampai Lucy dibalut dengan gaun hitam tanpa lengan. Kulit seputih susunya tampak bersinar, membuat siapa pun yang berpapasan dengan Lucy akan berdecak kagum.

Selain dikaruniai wajah yang cantik, proporsi yang sering diidam-idamkan banyak kaum hawa, profesi Lucy juga cukup mentereng dengan menjadi seorang fashion desainer populer. Serangkaian karya yang dilahirkan Lucy, banyak dikenakan oleh artis ternama. Mulai dari artis di negara sendiri, hingga sampai ke luar negeri.

Pasangan itu tampaknya sangat bahagia sekali. Sepanjang mereka makan malam romantis, Lucy dan Kevin banyak bicara dan tertawa.

"Ada hal yang ingin aku sampaikan sama kamu, Vin." Lucy menarik tangannya dari genggaman tangan Kevin.

"Aku juga," sahut Kevin masih mengembangkan senyum.

Sebelum Lucy mengungkapkan berita bahagianya kepada Kevin, pria itu tahu-tahu beranjak dari tempat duduknya. Ia merogoh saku jasnya, lalu mengeluarkan sebuah kotak beludru warna merah.

Lucy termenung. Ia membatu di tempatnya duduk. Tiba-tiba beberapa orang masuk membawa biola, memainkan musik romantis sebagai pengiring di saat Kevin berlutut di hadapannya.

Secara otomatis Lucy mendorong kursinya ke belakang lalu ikut beranjak. Lucy akui ia terkejut. Tapi daripada senang Kevin menyodorkan sebuah cincin berlian di hadapannya, Lucy lebih terkejut karena Kevin melamar dirinya di saat yang tidak tepat.

"Aku tidak mau buang-buang waktu lagi. Malam ini, aku ingin melamar dirimu. Lucy, maukah kamu menjadi istriku?" Kevin mengangkat cincin di hadapan Lucy. Matanya penuh binar. Sorot matanya menjelaskan kalau ia sangat berharap Lucy akan menjadi pelabuhan terakhirnya.

Namun, terkadang Kevin lupa jika realita sering tidak sejalan dengan ekspetasi. Berharap ia mendengar Lucy berkata, "Ya, aku mau." Kevin justru mendengar jawaban yang sebaliknya.

"Maaf, Vin. Aku belum siap untuk menikah." Air muka Kevin berubah. Musik mendadak diberhentikan. "Aku mendapatkan kesempatan memamerkan karyaku di gelaran bergensi Paris fashion week. Untuk sementara waktu aku akan menetap di sana."

Walau berat, Lucy tetap menyampaikannya. Kevin menggeleng, ia menelan ludah kecewa. "Kamu lebih memilih pergi ke sana, daripada berada di sini denganku, Lucy?" desis Kevin. "Tidak. Aku tidak akan mengizinkan kamu pergi."

"Sekali lagi maaf, Vin." Lucy menambahkan, "Jika kamu tidak memberiku izin, atau tidak bisa mendukungku. Maka aku putuskan untuk berpisah darimu ..."

Suasana romantis, serta hangat di ruangan itu mendadak berubah sunyi, canggung, ditambah lagi jawaban Lucy yang benar-benar membuat suasana hati Kevin berubah buruk.

Tanpa perasaan, tanpa memikirkan posisi Kevin, dengan seenaknya Lucy meninggalkan restoran tempat mereka makan malam romantis.

***

Rama berpikir suasana di kantor akan menjadi lebih ceria setelah atasannya mengatakan akan melamar sang kekasih.

Bukankah di saat seseorang tengah berbahagia, orang itu akan menularkan kebahagiaannya kepada orang-orang terdekatnya? Begitu pun dengan Kevin. Rama sudah membayangkan bahwa pekerjaannya hari ini jauh lebih ringan. Namun, Rama dihancurkan oleh ekspetasinya sendiri.

Suasana kantor suram. Mengerikan. Bahkan Kevin sudah berada di ruangannya—sebelum Rama tiba. Bisa dibayangkan apa yang terjadi selanjutnya? Rama terkena amukan Kevin. Padahal Rama berangkat seperti biasanya. Tidak lebih, tidak juga kurang.

"Ganti! Saya tidak mau minum kopi ini." Dengan kasar Kevin mendorong cangkir kopi di hadapannya. "Ini bukan kopi. Tapi ini air gula! Kamu ingin membuat saya terkena diabetes di usia muda?!" tuduh Kevin.

Ini sudah tiga kali OB mengirim kopi ke ruangan Kevin, dan berakhir dimarahi. Entah karena kopinya terlalu banyak gula, kurang panas, terlalu panas. Ada saja kesalahan OB di mata Kevin.

"Pak Kevin kenapa, sih? Apa lamarannya tidak berhasil?" gumam Rama setengah menebak. "Kalau berhasil kan, Pak Kevin tidak perlu marah-marah. Aku pikir dia bakalan bagi-bagi uang. Tidak tahunya malah membuat suasana kantor mengerikan," komentar Rama mengangkat kedua bahunya.

Di hari kedua setelah acara lamaran pun, Kevin masih saja datang ke kantor dengan hati yang suram. Namun kali ini agak berbeda. Kevin cenderung lebih pendiam, daripada menjadi tukang marah-marah seperti kemarin.

"Panggil Rama kemari," perintah Kevin lewat telepon.

"Baik, Pak."

Tidak menunggu lama, Kevin mendengar suara pintunya diketuk dari luar. "Masuk!" Pintu pun dibuka, sosok Rama muncul di balik pintu.

"Bapak panggil saya?" Rama menunjuk dirinya.

"Ya." Kevin mengangguk.

"Ada apa, Pak?" Rama berdiri canggung. Tapi ia juga penasaran kenapa Kevin memintanya datang.

"Saya ingin meminta pendapat kamu." Rama harap-harap cemas. "Kamu ... punya pacar, tidak?"

"Ya?" Rama membeo. "Punya ... Pak, kenapa ya?" Ini adalah kali pertama Kevin menanyakan sesuatu di luar pekerjaan. Apa lagi soal pacar. Rama hampir tidak percaya atasannya yang dingin menanyakan hal begini.

"Kalau tiba-tiba pacar kamu mendapatkan kesempatan mengembangkan karir sampai harus tinggal di luar negeri, kamu akan memberi reaksi apa?" tanya Kevin serius. "Kamu akan tetap menunggu, atau setuju untuk menyudahi hubungan kalian?"

Kevin menatap Rama di hadapannya dengan seksama. Sementara Rama yang mendapat pertanyaan seperti itu malah bingung sendiri.

"Kenapa harus putus kalau masih sayang?" Kevin mengerjapkan matanya. "Menurut saya, selama itu bisa membuat pasangan saya senang, saya akan tetap dukung. Kalau pun sementara harus pisah, bukan berarti kita tidak bisa ketemu lagi, kan? Selama ada waktu luang, saya bisa pergi menjenguk pacar saya di luar negeri. Karena saya yakin, pacar saya menaruh harapan besar kepada saya. Dia ingin saya sebagai orang terdekatnya mendukung untuk meraih cita-citanya."

Bab 3

Waktu dua hari sudah cukup bagi Kevin untuk berpikir dan merenung. Ditambah lagi kata-kata Rama tadi siang di kantor, seketika menyadarkan Kevin bahwa cinta tidak mengenal jarak. Di mana pun Lucy tinggal, Kevin tetap bisa berkomunikasi, dan saling bertemu saat ada waktu luang.

Kevin mencium bunga kesukaan Lucy. Ia sengaja membelinya untuk sang kekasih. Kevin tidak pernah menganggap mereka putus. Bagi Kevin, mereka masih sepasang kekasih.

"Kevin?" Lucy membeliakkan matanya lebar. "Kenapa kamu ada di sini?"

"Aku minta maaf." Kevin mendorong Lucy hingga masuk ke dalam unit apartemennya." Kevin menangkup kedua pipi Lucy, lantas menciumnya sebelum membawa perempuan itu ke dalam pelukannya.

"Kevin ... ada apa?" tanya Lucy khawatir.

"Akan aku tarik kata-kataku. Aku bersedia menunggu kamu sampai pulang ke Indonesia nanti." Kevin berbisik di telinga sang kekasih.

Lucy tampak senang. Ia balas memeluk Kevin, lantas berbisik, "Secepatnya aku akan kembali. Terima kasih, Kevin ..."

***

Satu bulan setelah keberangkatan Lucy ke Paris, Kevin kesulitan menghubungi perempuan itu. Selama Lucy ada di Paris, hanya dua kali menghubungi Kevin. Setelah itu, nomor ponsel Lucy sama sekali tidak bisa dihubungi.

"Kalian bisa kerja tidak, sih?!" amuk Kevin, ia membuang tumpukan dokumen ke udara, hingga isinya berserakan ke lantai. "Saya tidak mau menerima hasil kerja seperti ini lagi. Kembali ke ruangan kalian, dan bereskan pekerjaan sampah itu!" pekik Kevin. Bawahan Kevin yang rata-rata pegawai baru itu pun langsung memunguti dokumen uang telah mereka buat sebelumnya. Mereka berbondong-bondong pergi meninggalkan ruangan atasannya.

Rama lagi-lagi dibuat pusing oleh suasana hati Kevin. Sejak Lucy tidak bisa dihubungi, Kevin melampiaskan kekesalannya kepada para bawahannya. Rama pun terkena imbasnya juga.

"Siapkan tiket ke Paris malam ini juga!" perintah Kevin.

"Hah?" Rama bengong. "Tapi Anda tidak ada jadwal sampai pergi ke Paris, Pak. Anda memiliki jadwal pergi ke—"

"Tunda semua jadwal saya sampai beberapa hari ke depan! Saya akan pergi ke Paris malam ini juga," kekeuh Kevin.

Rama menepuk keningnya pelan. Jika Kevin sudah begini, Rama tidak bisa apa-apa. Terpaksa ia harus bekerja keras untuk mengatur ulang jadwal atasannya itu.

"Baik, Pak." Rama mengangguk patuh.

Rama semata-mata melakukan pekerjaannya hanya demi uang. Andai saja gajinya di sini tidak besar, Rama sudah mengajukan resign dari dulu!

***

Kevin telah tiba di Paris setelah melakukan perjalanan sangat panjang. Kevin segera pergi ke alamat Lucy tinggal di kota itu.

Ia pergi sendirian ke Paris, tanpa didampingi siapa-siapa. Tadinya Rama menawarkan dirinya, namun Kevin dengan cepat menolaknya. Ia pergi untuk urusan Lucy, masa depannya. Bukan untuk urusan pekerjaan. Jadi, Kevin akan mengurus masalah ini sendirian.

"Siapa? Lucy?" tanya seorang petugas flat di Paris. "Tapi di sini tidak ada penghuni bernama Lucy. Mungkin, Anda salah alamat, Pak!" serunya.

"Tidak mungkin," gumam Kevin tidak percaya. "Tapi saya mendapat alamat ini dari kekasih saya. Mana mungkin dia berbohong," ujar Kevin linglung.

"Saya juga tidak mungkin berbohong kepada Anda, Pak." Petugas keamanan meyakinkan Kevin bahwa ia tidak berbohong. "Jangan-jangan Anda ditipu, Pak," ujarnya.

Kevin semakin dibuat bingung kenapa Lucy mencoba menipunya? Jelas sekali Lucy memberikan alamat ini sebagai tempat tinggalnya. Tapi, kenapa saat Kevin pergi ke tempat itu, petugas keamanan mengatakan tidak ada perempuan bernama Lucy.

Untuk memastikan apakah Lucy berbohong, atau ini sekadar salah paham, Kevin pergi mendatangi ke tempat orang-orang yang bersangkutan dengan acara yang disebut oleh Lucy waktu itu.

"Ah, desainer muda itu?" sahut seorang pria kemayu. Dandanan pria itu nyentrik. "Terakhir kali aku melihatnya bersama seorang pria. Setelah itu, aku tidak melihatnya lagi."

"Pria? Siapa?" tanya Kevin penasaran.

"Mana aku tahu," jawab pria itu menaikan kedua bahunya. "Lagi pula kamu ini siapanya? Daripada sibuk bertanya di sana-sini. Kenapa tidak kamu hubungi saja nomor ponselnya?" omel pria itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!