NovelToon NovelToon

Ternyata Suamiku Gundik Majikannya

Seakan Jadi Wanita Paling Beruntung

"Semoga saja mas Arya akan tergoda dengan penampilanku malam ini."

Aku mematut diriku didepan cermin, sesekali memutar tubuhku untuk memastikan penampilanku. Sebuah lingerie berwarna merah transparan terlihat kontras dengan kulitku yang putih bersih.

Aku rasa diriku tidak terlalu jelek dan bentuk tubuhku bisa dibilang ideal di kalangan perempuan. Aku selalu berharap suamiku akan tergoda dan mau menjamah diriku malam ini. Mungkin terdengar murahan, bagiku tak mengapa asal bersama suamiku sendiri. Aku wanita bersuami, normal saja jika aku juga menginginkan nafkah batin yang sudah cukup lama tidak diberikan oleh suamiku.

Aku Aira Khoirunnisa, seorang wanita yang baru setahun ini menyandang status sebagai istri dari Arya Kurniawan. Usia perkawinan kami memang baru seumur jagung, tetapi cinta kami telah bersemi lebih dari tujuh tahun. Tepatnya semenjak duduk dibangku kelas dua SMA dan suamiku merupakan kakak kelasku waktu itu.

Mas Arya pria yang sangat setia, penyayang dan selalu memanjakanku dengan caranya tersendiri. Acap kali ia membelikanku hadiah semenjak pacaran. Coklat, bunga, perhiasan bahkan hingga saat ini ia sering sekali memberiku hadiah-hadiah tak terduga. Suamikupun begitu perhatian terhadap keluargaku.

Selama kami menikah ialah yang membiayai pengobatan Bapak yang terkena jantung serta membiayai kuliah adikku yang sekarang menginjak semester empat. Bisa dibilang dialah tulang punggung keluarga kami. Ahh,, Aku merasa bahwa diriku ini adalah wanita paling beruntung didunia ini.

Ting..Tong..

Terdengar bel rumahku berbunyi. Senyumku merekah sempurna, aku yakin suamiku yang berada di luar sana. Tepat jam delapan malam ia baru pulang dari tempat kerjanya.

Sebenarnya aku heran sebab jam kantor biasanya hanya sampai sekitar pukul empat sore, tetapi suamiku selalu pulang diatas jam 7malam. Akan tetapi, aku percaya dengan alasannya. Karena dia seorang asisten direktur, ia dituntut untuk memiliki loyalitas yang tinggi di perusahaan karena tanggung jawabnyapun sangat besar. Sebanding dengan gaji yang ia terima selama ini.

Aku segera berlari keluar untuk menyambut suamiku. Benar saja, saat pulang kerumah ia tampak begitu kelelahan. Aku segera mencium tangan serta meraih tas kerjanya.

"Capek ya mas?"

Lelaki itu tersenyum, lalu menjatuhkan sebuah kecupan dikening serta bibirku. Tangannyapun langsung menyambar salah satu aset didadaku yang terlihat menantang.

"Aku sangat lelah sayang. Tapi rasa lelahku langsung hilang melihat wajah cantik istriku ini."

"Gombal."

Ah, tentu saja pipiku langsung merona mendengar ucapannya. Kamipun berjalan masuk ke kamar agar ia bisa cepat membersihkan diri.

Mas Arya segera mengganti pakaiannya dengan pakaian rumahan. Lelaki itu memanggil dan memintaku untuk duduk diatas pangkuannya.

"Kamu cantik sekali malam ini."

Kembali kedua bibir kami bertemu dalam pagutan yang semakin dalam dan menuntut. Aku rasa usahaku malam ini tidaklah akan sia-sia. Semoga saja aku mendapat nafkah batinku malam ini.

Akan tetapi, lagi-lagi diriku kembali kecewa saat tiba-tiba mas Arya melepaskan pagutan kami.

"Pejamkan matamu."pintanya padaku.

Aku mengulum senyum, entah kenapa aku merasa yakin jika malam ini dirinya akan memberiku sesuatu. Akupun menuruti permintaannya.

Benar saja, saat kupejamkan mata, aku merasa ia memasang sesuatu dileher dan tanganku. Saat ia menyuruhku membuka mata, sebuah kalung dan gelang emas nan cantik telah bertengger di sana.

"Makasih mas, makin cinta."

Aku memberi lambang cinta dengan jariku, lalu kukulum kembali bibir suamiku. Hari ini aku akan lebih agresif supaya suamiku lebih tertantang. Tanganku mulai bergerilya meraba dadanya yang sispack kemudian turun menyusup ke balik celananya tanpa melepaskan pagutan kami.

Namun, mas Arya tiba-tiba menarik tanganku dari dalam sana. Aku kembali menelan kekecewaan, susah payah aku menahan netraku yang mulai berair agar aku tidak terkesan kurang belaian.

" Maaf Dek. Mas lelah sekali malam ini. Kamu tahu kan? Pekerjaanku memang sangat padat sekarang. Kamu yang sabar ya. Aku harap dua tiga tahun ke depan kita sudah memiliki tabungan lebih untuk membangun usaha sendiri. Akupun sangat ingin lebih banyak menghabiskan waktuku denganmu." ia beralasan sembari mengecup lembut jemari tanganku.

Aku berusaha menahan kembali sesak di dada dan memupuk kesabaranku, selalu kalimat itu yang keluar dari mulutnya.

"Iya mas. Aku ngerti kok. Aku hanya bosan sendirian dirumah dan tidak banyak kegiatan yang berarti. Mbok Jum juga disini cuma setengah hari. Kita sudah menikah setahun lo mas. Apa mas Arya belom pengen punya momongan? Biar rumah ini lebih hidup, nggak sepi." rajukku manja.

"Ya pengen lah Dek. Tapi mas minta waktu satu tahun lagi biar Mas punya tabungan yang cukup. Sudah, sudah. Tidak perlu dipermasahkan lagi. Sini, sini. Mas pengen ngelonin guling hidup."

Aku hanya bisa mendesah pasrah mendengar alibinya. Bahasa suamiku memang lembut, tapi pendiriannya tetap kaku.

Akupun memilih masuk dalam dekapan hangatnya, membiarkan mas Arya menenggelamkan kepalanya diceruk leherku dan memeluk tubuhku bak guling hidup.

"Dek, bukannya besok kamu ada arisan?" tanyanya membuka percakapan sebelum tidur.

"Iya mas. Besok giliran arisan dirumah Bu Seno, yang suaminya tentara itu. Memangnya kenapa?"

Sebenarnya aku mulai hafal dengan apa yang akan dikatakannya.

"Jangan lupa perhiasan ini dipakai ya. Biar nggak itu-itu terus yang kelihatan."

"Tapi mas? Aku takut nanti malah dikatai suka pamer lah sombong lah. Mas tiap minggu membelikanku perhiasan lo. Ibu-ibu julidpun sampai hafal kalau perhiasanku selalu ganti tiap minggu. Aku kurang nyaman mas." protesku yang memang mengatakan apa yang sebenarnya kurasakan.

"Nggak pa pa Dek. Biasanya arisan ibu-ibu kan memang identik dengan ajang pamer. Itu sudah realistis. Mas bukannya minta kamu buat pamer, tetapi kadang orang hanya akan memandang kita dari apa yang kita miliki. Dipakai ya?"

Lagi-lagi aku mengangguk pasrah, lebih baik menuruti perintahnya daripada memperpanjang perdebatan. Lagi pula yang dimintanya bukanlah sesuatu yang merugikanku juga.

Mas Arya sepertinya sudah puas dengan jawabanku. Pria itupun semakin mengeratkan pelukannya dan mencari posisi ternyaman untuk tidur.

Benar saja, tak sampai sepuluh menit terdengar dengkuran halus darinya, menandakan suamiku telah masuk ke alam mimpi. Kasihan juga, sepertinya mas Arya benar-benar lelah.

Singkat cerita, beginilah kehidupan rumah tangga yang aku alami selama setahun ini. Aku seorang istri yang selalu dilimpahi materi, tetapi minim nafkah batin. Akan tetapi, aku bersyukur mas Arya membawa perubahan besar di keluargaku dengan meningkatkan taraf hidup kami.

Akupun ingin bergabung masuk ke alam mimpi, tetapi netra ini masih sulit untuk terpejam. Mungkin lantaran aku tak terlalu banyak aktifitas hari ini.

Tanpa sengaja ku dengar nada pesan dari gawai suamiku berbunyi. Ada rasa tergelitik untuk membuka pesan tersebut, padahal biasanya aku selalu menjaga privasinya.

Aku membuka tombol kunci layar ponsel, meski tidak memberi tahu diam-diam aku mengamati saat dirinya membuka layar ponselnya.

Aku melihat beberapa pesan yang masuk dari kontak bernama A dengan foto profil lelaki tampan berkelas. Mungkinkah itu bosnya?

Tanpa berani membuka, aku melihat pesan terakhir yang dikirimnya. Seketika degub jantungku langsung berpacu kala kulihat disana tertulis "Minggu ini kita ke puncak, hawa dingin sangat cocok untuk saling menghangatkan".

Bersambung..

GARA-GARA ISI CHAT DI PONSEL SUAMIKU

Pikiran-pikiran negatif mulai bermunculan di kepalaku. Puncak? Cuaca dingin saling menghangatkan? Itu terdengar seperti..Ahh apalah. Aku berusaha menghalau semua pikiran buruk itu meski tak dapat dipungkiri hal itu sukses membuatku susah tidur semalaman.

Di sepertiga malam aku memilih bangun dan bermunajat kepada Sang Pencipta. Jarang sekali hal seperti ini aku lakukan, rasanya malu karena aku hanya mengingat-Nya disaat tengah gelisah seperti ini. Namun, hanya kepada Sang Pembolak balik hati lah tempat ternyaman untuk berserah diri dan berkeluh kesah. Hatiku sedikit tenang dan akupun mulai bisa tidur dengan nyenyak.

Jam setengah tujuh pagi mas Arya sudah rapi dengan setelan kantornya. Dia selalu berangkat pagi karena harus menjemput atasannya terlebih dahulu. Aku heran apa Bosnya itu tidak punya supir pribadi sampai berangkat kantor saja harus dijemput suamiku?

Akupun telah menyiapkan secangkir kopi dan roti panggang sebagai pelengkap sarapannya pagi ini. Tidak lupa bekal makan siang, dia selalu memintaku untuk menyiapkan jika dirinya tidak ada acara di luar. Suamiku sungguh manis sekali, ia mengatakan jika masakanku adalah makanan paling enak menurutnya.

"Mas berangkat dulu ya, Dek. Oh ya, minggu ini sepertinya mas akan keluar kota selama tiga hari."

DEG..

Ucapan suamiku mengingatkanku akan pesan yang kubaca tadi malam.

"Kemana mas? Kamu semakin lama semakin sibuk saja." gerutuku sembari mengerucutkan bibir.

Suamiku terkekeh dan mencubit pipiku karena gemas.

"Maaf sayang. Semua memang ada harga yang harus dibayar, jabatan tinggi dan tanggung jawab yang semakin besar. Mas dan Bos mas akan menghadiri peresmian kantor cabang baru di Puncak. Jika kamu kesepian, aku akan mengantarmu kerumah Bapak supaya kamu nggak sendirian dirumah." ia mencoba menghiburku.

"Baiklah. Mas antar aja aku ke rumah Bapak nanti. Sekalian silaturahmi, sudah cukup lama aku tidak kesana." aku patuh pada perintahnya.

Mas Arya mengusap rambutku karena gemas.

"Baiklah. Mas berangkat dulu ke kantor. Jangan lupa perhiasan barunya dipakai pas arisan."

"Siap mas."

Aku mencium takzim tangan suamiku sebelum ia berangkat. Ku perhatikan mobilnya yang lambat laun menghilang dari balik pagar.

" Ya Alloh..hilangkanlah segala prasangka burukku terhadap suamiku. Karena prasangka tanpa bukti hanya akan menjadi fitnah yang Engkau murkai.

***

Siang ini aku bersiap-siap untuk mengikuti arisan. Kebetulan arisan ini diadakan seminggu sekali dengan anggota kebanyakan berasal dari ibu-ibu muda di daerah Perumahan Kemuning Regency. Perumahan tempatku tinggal termasuk perumahan cukup elit di kotaku. Tujuan arisan ini untuk mempererat silaturahmi ibu-ibu sekitar dan lebih mengenal satu sama lain. Namun, biasanya hal ini malah sering digunakan untuk ajang pamer sesama anggota.

Tas bermerk, pakaian branded serta jam tangan dan perhiasan turut menunjang penampilanku siang ini. Aku sepertinya sudah mirip ibu-ibu sosialita. Sangat berbeda sekali dengan penampilanku sebelum menikah.

Sebenarnya aku agak kurang nyaman sebab aku bukan tipe wanita yang suka pamer dan bergaya. Ini semua tuntutan suamiku, ia ingin keluarga kecil kami dipandang dan disegani dikompleks ini.

Aku menitipkan rumah pada Mbok Jum, beliau pelayan yang mengurus rumahku dan akan pulang disore hari.

Akupun langsung berangkat dengan menaiki mobil Ho*da J*zz yang baru dibelikan suamiku tiga bulan lalu sebagai hadiah ulang tahun pernikahan kami yang pertama. Sungguh, kehidupanku berubah seratus delapan puluh derajat setelah menikah dengan mas Arya.

Akhirnya aku tiba di rumah Bu Seno setelah berkendara kurang lebih sepuluh menit. Rumah mewah itu sudah cukup ramai dengan beberapa ibu-ibu yang datang lebih dulu sebelum diriku.

"Selamat datang, Jeng Aira. Mari bergabung kemari. Wah, perhiasannya sudah beda lagi. Cantik sekali kalung dan gelangnya, pasti mahal ya?"

Benarkan dugaanku? Baru saja datang sudah ada pengamat yang sangat jeli dengan penampilanku. Aku saja tidak hafal apa yang mereka pakai minggu kemarin.

"Ahh..biasa saja Jeng. Ini hadiah dari suami, aku tidak pernah menanyakan berapa harganya." jawabku kikuk sembari melempar senyum ke arah mereka.

"Beruntung lo Jeng Aira ini. Punya suami ganteng, baik, perhatian lagi sama istri. Hati-hati lo Jeng. Sekarang ini lagi musim pelakor, bening sedikit pengen langsung disikat. Kayak suami Jeng Vira, kemarin baru saja mereka berantem gara-gara suaminya ketahuan selingkuh."

Nah kan, mulai deh berganti menjadi ajang gosip. Beginilah ibu-ibu kebanyakan, aku hanya menjadi pendengar tanpa mau menanggapi. Menurutku itu bukan ranahku mencampuri urusan pribadi orang lain.

"Makanya Jeng kalau punya suami itu dijaga biar nggak suka nengok kanan kiri terus bosen sama yang dirumah. Kaya Jeng Aira ini. Udah cantik, bodinya bagus nggak kalah sama artis. Pasti suami Jeng Aira pengennya kikuk-kikuk terus nich."

BLUSH..

Seketika pipiku memerah mendengar godaan salah satu ibu-ibu disini. Heran, kenapa aku lagi yang dibawa-bawa. Namun, ucapan perempuan ini begitu mengena dihatiku. Apa iya suamiku tidak bernafsu padaku? Apa iya dia lebih senang dengan yang ada diluaran sana? Seketika isi chat kemarin kembali terlintas di kepalaku.

Aku hanya menanggapi ucapan mereka dengan senyuman. Tidak mungkin aku membuka aibku sendiri, bahwa sejatinya aku ini perempuan kurang belaian.

Untung saja arisan cepat dimulai, rasanya aku ingin sekali cepat pulang ke rumah dari pada mendengar ibu-ibu bergosip seperti ini.

Ini semua gara-gara isi chat itu, hatiku kembali tak tenang mendengar beberapa cerita perselingkuhan yang marak terjadi akhir-akhir ini.

Otakku terus saja berpikir kemana-mana, hingga kuambil keputusan yang cukup nekad setelah ini. Yah, aku berencana diam-diam akan mengikuti suamiku ke puncak minggu ini. Aku harus memastikan dengan siapa dia pergi dan apa saja yang dilakukannya disana.

Semoga kecurigaanku tidaklah benar. Aku akan sangat menyesal karena tidak mempercayai suamiku sendiri.

Bersambung...

Makasih buat teman-teman yang sudi mampir di karya baruku ini. Maaf kemarin sempat bikin novel baru, tapi baru empat episode langsung kuhapus. Author benar-benar sibuk kemarin jadi jarang sekali up. Alhasil sampai lupa sama jalan ceritanya.

Semoga dinovel baruku ini author bisa lebih istiqomah dalam menulis. Jangan lupa tinggalkan jejak like, koment rate n vote seikhlasnya disini ya. Makasih sebelumnya🤗

MENGUNTIT SUAMIKU

Malam sebelum berangkat, aku membantu membereskan beberapa barang keperluan suamiku untuk persiapan keberangkatannya besok.

Rencananya ia akan mengantarkanku ke rumah orang tuaku dan berangkat dari sana. Kebetulan kampungku masih searah dengan tujuannya.

"Ada lagi yang mau dibawa mas? Coba diinget-inget, barang kali ada yang ketinggalan." Untuk urusan seperti ini aku memang termasuk perempuan yang sangat detail.

Mas Arya mengecek barang bawaannya untuk memastikan.

"Masih ada yang ketinggalan, Dek." ia menatapku dengan kening yang berkerut.

"Apa? Perasaan aku sudah memasukkan semua keperluanmu." jawabku yakin.

"Hatiku.Tetap tertinggal disini."

Lagi-lagi gombalannya sukses membuat pipiku merah merona. Sebegitu manis suamiku, rasanya sulit dipercaya jika mas Arya mengkhianatiku.

Namun, tekadku sudah bulat. Aku tetap akan memata-matainya besok. Bukan apa-apa, aku hanya ingin memantapkan hati untuk menghilangkan keraguan. Aku berharap aku salah dan setelah ini akan belajar untuk lebih mempercayai suamiku.

Kamipun memutuskan untuk beristirahat setelahnya. Mas Arya merengkuh tubuhku sambil mengecup tengkuk leherku hingga membuat bulu tubuh ini meremang karenanya. Ia membalik tubuhku hingga kamipun saling berhadapan.

Mas Arya mengikis jarak diantara kami, memagut bibirku dengan lembut hingga membuat tubuh ini berdesir karenanya. Akupun membalas ciuman itu hingga terjadilah pergumulan penuh gairah diantara kami.

Tangannya bergerak menjelajahi tubuh ini, tapi segera kuhentikan saat suamiku hendak membuka bawahanku. Ia menatap penuh tanya, aku bisa melihat kabut gairah yang terpancar dari sorot matanya.

"Maaf,mas. Aku sedang datang bulan."

Aku gemas sekaligus kasihan melihat reaksinya yang langsung merengut mendengar ucapanku. Ya Alloh, maaf mungkin aku berdosa. Tapi aku puas sebab bisa membuatnya ikut merasakan bagaimana membendung gairah. Satu sama...

***

Seusai sholat subuh kami memutuskan langsung berangkat agar terhindar dari kemacetan. Kampungku bisa dibilang berada ditengah-tengah antara tempat tinggal kami dengan Puncak. Butuh waktu sekitar dua jam untuk sampai kesana.

Mobil kami berhenti tepat di pekarangan rumah bercat putih gading yang nampak asri lantaran banyak sekali bunga dan tanaman yang menghiasi. Aku sungguh rindu dengan suasana seperti ini, jauh dari hiruk pikuk perkotaan.

Rumah inipun baru beberapa bulan lalu direnovasi, siapa lagi kalau bukan suamiku yang memperbaikinya. Bapakku begitu mengelu-elukan Mas Arya karena begitu perhatian terhadap keluarga kami.

Kebetulan Bapak dan Ibu masih dirumah, mereka langsung menyambut kami begitu tahu kami datang. Mas Arya hanya berbasa basi sebentar sebelum akhirnya berpamitan pergi.

"Kok buru-buru Nak Arya? Apa tidak sebaiknya sarapan dulu disini?" Ibu mencoba menahan suamiku.

"Maaf, Bu. Sebenarnya pengen, tapi takut Bos sudah sampai duluan. Kami janjian disana. Nitip Aira ya Bu, Pak." ucapnya sebelum pergi. Aku mencium takdzim jemarinya sembari mengantarnya hingga depan rumah.

Ketika mobil mas Arya menghilang, aku segera menghubungi Lani, dia sahabatku sejak SMP dan kebetulan aku sering curhat padanya. Lani selalu bisa diandalkan sejak dulu, kami memang terbiasa saling membantu jika ada salah satu mengalami kesulitan.

Kuceritakan masalah chat yang aku temukan diponsel mas Arya kemarin padanya. Diluar dugaan, sahabatku itu justru mengatakan jika sebenarnya ia pernah bertemu suamiku bersama dengan seorang wanita. Usia wanita itu sepertinya diatas suamiku, tetapi dandanannya yang modis dan berkelas membuat wanita itu tetap saja mempesona menurutnya.

Aku berdalih mungkin itu atasan suamiku, meski aku sendiri belum pernah melihatnya. Namun, Lani bilang hubungan mereka sepertinya sangat dekat sebab ia melihat wanita itu bergelayut manja dilengan suamiku ketika akan masuk mobil.

Lani enggan menceritakan semua ini sebab ia takut penglihatannya itu salah. Akan tetapi, setelah aku bercerita masalahku, barulah iapun mengungkit masalah itu.

Sebelumnya aku telah menitipkan kunci gerbang rumahku padanya. Setelah Mas Arya pergi, aku memintanya untuk membawa mobilku dan menyusul ke kampung halamanku.

Tentu saja dia sangat hafal rumahku karena kampung kami bersebelahan. Kami sama-sama ke kota, hanya saja dia merantau untuk bekerja sedangkan aku pindah mengikuti Mas Arya. Dia masih lajang sampai sekarang.

Bapak dan Ibu cukup kaget melihat Lani datang ke rumah kami. Aku berdalih bahwa kami sengaja janjian karena ada acara reuni bersama sahabat-sahabat kami waktu SMP.

Untung Bapak dan ibu tidak banyak bertanya. Aku dan Lani harus segera menyusul Mas Arya sebelum tertinggal terlalu jauh.

Lani gadis pintar dan lebih berwawasan dibandingkan diriku. Tentu saja, dia lulusan sarjana sedangkan aku hanya tamat SMA. Dia juga yang memberitahuku untuk melacak keberadaan suamiku lewat GPS.

"Makasih banget ya Lan. Gue jadi ngrepotin elo kaya gini." aku sungguh tak enak hati padanya.

"Lo kaya sama siapa aja, Ra. Tenang, gue pasti bakal bantu elo. Gimanapun juga gue nggak mau sahabat gue disakitin. Lo yang sabar ya?" ia mencoba menguatkanku.

Aku mengangguk pasrah, meski sebenarnya hatiku mulai tak menentu saat ini. Ini kali pertama aku meragukan mas Arya selama tujuh tahun kami bersama. Dan aku berharap segala prasangka burukku itu tidaklah benar.

***

Selama dua jam perjalanan akhirnya kamipun menemukan keberadaan Mas Arya. Kami berhenti tepat di depan sebuah hotel berbintang lima yang kemungkinan menjadi tempat menginap suamiku selama disini.

"Ayo, Ra. Kita turun dan mastiin apa yang dilakuin suami elo disana."

Lani bergegas keluar dari mobil, tapi aku justru menahan lengannya untuk tetap tinggal. Tanpa terasa bulir bening lolos tanpa permisi membasahi kedua pipiku.

"Kenapa lagi, Ra?"

"Lan, gue belum siap. Gue, gue takut kalau sampai apa yang gue pikirin beneran terjadi. Gue nggak sanggup Lan, rasanya pasti sakit banget. Gue terlalu percaya sama Mas Arya." ungkapku disela-sela tangisku.

Lani membuang kasar nafasnya dan kembali duduk dibangku kemudinya. Sepertinya ia cukup kesal karena aku terkesan lemah kali ini.

"Ra, justru sekarang lo harus buktiin. Siapa tahu aja pikiran lo itu nggak bener. Jikapun itu bener, lebih baik lo sakit hati sekarang daripada nanti lo bakal lebih sakit dari ini." bujuknya padaku.

Aku mulai menimbang ucapan Lani, jika dipikir-pikir ada benarnya juga apa yang dia katakan. Lebih baik sakit saat ini daripada aku terus dibohongi dan perasaanku terlanjur semakin dalam. Aku mencoba menguatkan tekad dan hatiku, akhirnya akupun memilih mengikuti perkataan Lani.

Kami segera turun dan masuk ke dalam hotel. Sial sekali. Saat kami bertanya nomor kamar suamiku pada resepsionis, perempuan itu enggan menunjukkan nomor kamar mas Arya dengan dalih menjaga privasi custumer.

Ahh, ternyata tak semudah yang aku bayangkan untuk menjadi seorang penguntit. Aku dan Lani berusaha menyogok, tapi resepsionis itu tetap saja teguh pendirian.

Saat aku tengah berputus asa, tiba-tiba pandanganku menangkap seseorang yang tengah ku ikuti saat ini.

" Mas-Arya?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!