Dear Star
...Pagi itu, aku sedang berjalan menikmati kebahagiaan untuk sesaat. Sesaat yang ternyata bukanlah sebuah angan....
...Dia. Datang kepadaku dengan kaki mungilnya. Lucu, satu kata ketika aku melihatnya untuk pertama kali....
...Namun, disana lah semua dimulai....
Tes
Air matanya tumpah. Tak tahu bagaimana untuk menahannya. Menangis di atas buku diary nya.
"Why am I so stupid?" (Mengapa aku sangat bodoh?) gumamnya. Bertanya kepada dirinya sendiri.
Isaknya masih terdengar di ruangan apartment seorang gadis berusia 24 tahun itu dengan hanya ditemani cahaya dari lampu belajarnya.
Malam itu ia merutuki kebodohonnya dengan menangis. Sesak ia rasakan yang tak ada gunanya. Semua sudah terjadi.
Ini semua karena pria itu. Pria brengsek yang sama sekali tak pernah muncul dalam pikirannya akan melakukan tindakan ini.
"Apa aku akan bahagia?" tanyanya dengan bibir bergetar.
"You are a bastard Arkasa. I will never forget this". (Kau seorang b*****an Arkasa. Aku tidak akan pernah melupakan ini)
...~~~...
Alina Raisa Cantika, seorang wanita karir berumur 24 tahun. Bekerja di salah satu perusahaan besar di ibu kota. Ia memulai karirnya setelah mendapat gelar Master nya di sebuah universitas terkenal di Inggris Raya. Sebuah kebanggaan tersendiri baginya mendapat beasiswa di negara impiannya itu hingga ia menyelesaikan studi nya di umur yang cukup muda dan dapat kembali ke negaranya.
Perusahaan besar ini salah satu incaran banyak orang di negaranya. Pasalnya mereka telah mengembangkan banyak cabang hingga manca negara yang bukan hanya Asia, namun juga Eropa dan Australia.
Darren's Corp. nama perusahaan itu. Dipimpin dan dibangun oleh keluarga Dewantara.
Arkasa Adijaya Dewantara, pemimpin perusahaan itu sekarang. Pria yang banyak dikagumi para wanita karena sosoknya yang dijuluki banyak orang seperti Apollo, Dewa Yunani yang terkenal karena ketampanannya.
Dulu, Alina merasa beruntung ketika ia melamar di perusahaan ini setelah kepulangannya dari Inggris, Ia langsung diterima setelah penyeleksian panjang yang dilewati.
Namun, tidak untuk saat ini. Sejak saat pria brengsek bernama Arkasa mengancamnya dengan ancaman pemecatan dirinya dari Darren's Corp.
Saat itu Alina hanya dapat tersenyum miring. Alina berpikir bahwa pria itu sangat sombong karena perusahaannya yang besar dan pria itu yang memimpinnya, Alina tidak akan mau menerima tawaran bodoh dari pria itu.
Tidak
Gadis itu masih sangat ingat inti perkataannya di depan pria sombong itu. Alina mengatakan bahwa masih banyak perusahaan di negara ini. Gadis itu juga berpikir mungkin akan ke luar negeri.
Namun, ternyata semua itu salah besar. Uang nya yang berharga ia hamburkan untuk hal yang sia-sia. Ia pergi ke Singapura untuk menjauhi pria brengsek itu setelah hampir sebulan ia melamar di hampir seluruh perusahaan di negaranya. Dan, hasilnya sama. DITOLAK.
Ia tahu penyebabnya setelah mendapat cemoohan dari pria brengsek itu.
+6xx
Bagaimana?
Sudah dapat pekerjaan?
Apakah masih ingin melamar perusahaan lain lagi, Nyonya Alina Raisa Cantika?
Isi pesan dari nomor yang tidak dikenal itu masuk di malam Alina merasa kesal, letih dan putus asa. Dapat dipastikan tanpa harus ditebak juga Alina tahu siapa pengirim pesan itu.
...■■■...
Hai👋
Ini cerita pertamaku di Noveltoon. Aku harap kalian bisa nikmati cerita nya.
Jangan lupa dukung ya dan jadikan cerita ini favorite 👍👍👍. Terimakasih💖
Tunggu kelanjutan cerita ini👌. Aku usahakan untuk cepat update ceritanya secepat mungkin.
Awan biru menghiasi langit pagi itu. Matahari nampak bersinar terang disertai angin berhembus menunjukkan cuaca hari ini cukup bagus di ibu kota. Tak luput dari amatan seorang gadis yang sedang berdiri di dekat jendela apartemennya.
Ting
Bunyi dari oven yang menunjukkan bahwa kue nya sudah matang terdengar, membuat gadis itu segera mengambilnya.
Hari ini adalah akhir pekan. Namun, gadis 24 tahun itu masih sibuk. Sebenarnya, khusus hari ini saja dia sibuk mempersiapkan kue untuk sahabatnya. Mana mau dia menyia-nyiakan akhir pekan tanpa tidur panjang.
Ya, hitung-hitung hadiah ulang tahun untuk wanita lebih tua darinya 7 tahun itu. Ia lupa untuk membeli hadiah kemarin dan wanita itu mengharuskannya untuk datang pukul 7 pagi di sebuah taman. Entah apa yang dipikirkan sahabatnya itu. Mungkin ingin piknik.
Setelah hampir 1 setengah jam ia menyiapkan kue serta dirinya. Gadis itu menenteng tas serta Paper bag berisi kue tadi keluar dari hunian sederhana nya.
Hembusan angin menerpa wajah cantiknya. Ia menyingkirkan sedikit helaian anak rambutnya karena angin. Benar-benar cuaca yang menyejukkan hati. Jarang-jarang ia bisa menikmati seperti ini karena terlalu sibuk bekerja.
Belum ingin mencari keberadaan sahabatnya. Alina tersenyum sambil menutup mata dan menikmati semilir angin.
"Enaknya" gumamnya.
"Alla" terdengar suara seseorang yang memanggil gadis itu. Alina segera membuka matanya menatap taman luas itu mencari keberadaan orang yang memanggilnya.
"Woy" teriak orang itu lagi. Alina menemukannya. Terlihat orang yang akan ia cari berjarak sekitar 2 meter dari nya melambaikan tangan. Wanita itu duduk di alas piknik dengan keranjang rotan di sebelahnya. Wah, benar-benar tebakan Alina tepat. Wanita itu ingin piknik.
Alina pun segera melaju dengan dress se-lutut dengan motif bunga dan rambut yang ia kepang satu.
"Aduh-aduh bu Dokter, tumben banget anda ngajakin piknik begini" ucap Alina sambil ikut duduk di depan wanita itu.
"Biar ada suasana baru say, daripada lo ngorok mulu" ucap wanita itu sambil mengeluarkan beberapa barang dari keranjang.
Alina yang mendengar ucapan itu mencebik kesal, "Ngeselin lo, masih baik gue mau datang".
Wanita dengan dress motif kotak-kotak berwarna biru itu hanya tertawa menanggapi.
Satu persatu kotak makanan dikeluarkan wanita yang sudah menginjak usia kepala tiga itu. "Gue udah siapin sarapan sehat buat lo. Pokoknya kudu lo habisin!"
Alina hanya menatap terkejut wanita di depannya, "kenapa lo jadi yang masak banyak begini, anjir? Lo kan yang ultah?"
Wanita itu memutar bola mata, menjitak kepala gadis itu, "suka-suka gue lah. Gak ada kata kasar hari ini ya, Alina! Awas lo!"
Alina meringis, mencebik kesal.
"Reno mana? Tumben dia gak ada" tanya Alina mengenai kebaradaan satu sahabatnya sekaligus suami wanita itu. Alina melihat sekitar, namun hanya melihat orang lain berlalu lalang, asik dengan sendirinya.
"Ada pasien mendadak tadi. Tapi udah otw kesini" jawab wanita itu membuka kotak makan berisi salad sayur.
Alina tertawa sebentar, "tumben rajin, dia".
"Iyalah, suami gue", wanita itu menaik turunkan alisnya.
Alina menatap kesal, "Iye, apalah gue yang jomblo"
"Makanya cari jodoh" saran wanita itu, menunjukkan senyum manisnya kepada Alina.
"Nanti, masih lama"
Tak lama seorang pria datang menghampiri mereka. "Hai, sayang" sapa pria itu mendekat ke arah pasangannya alias sahabat Alina. Lalu, ia sedikit berjongkok dan mengecup kening wanita itu.
Sedang Alina, ia makan salad buatan wanita bernama Serena Alicia Regantara itu. Tenang, Alina sudah kebal dengan kemesraan kedua sahabatnya itu.
Reynold Xavier Regantara, nama pria 29 tahun itu. Dia ber-profesi sebagai seorang Psikiater. Sahabat Alina pertama sebelum dengan Serena.
Sedang istrinya, Serena Alicia Regantara adalah dokter kandungan. Mereka menikah 2 tahun lalu dengan menjalin hubungan sekitar 4 tahun lalu. Dalam 4 tahun itulah mereka bertiga menjadi sahabat.
Sebelumnya, hanya ada Reno dan Alina yang bersahabat ketika Alina masih menempuh jenjang S1 nya.
Mereka menikmati sepoi angin dan pemandangan hijau dengan sedikit warna dari beberapa bunga yang tumbuh.
Setelah acara tiup lilin yang lumayan diulang beberapa kali karena angin yang cukup kencang, akhirnya mereka memanjatkan doa bersama, lalu menikmati sarapan pagi mereka.
Tidak bisa dibiarkan tersisa begitu saja, makanan buatan dokter cantik itu. Rena memang handal dalam memasak.
"Ck, kenapa lo gak bawa nasi deh Ren? Padahal gue ngiler itu ngeliat telur baladonya" Alina mengerucutkan bibirnya sedih. Percuma tadi dia sudah menghabiskan salad sebagai syarat agar wanita itu mengijinkannya untuk makan telur balado.
"Inget, lambung lo!" peringatnya.
"Terus, gunanya lo bawa itu makanan tuh apa kalo bukan dimakan?" kesal Alina.
Serena menatap gadis di depannya itu penuh peringatan sambil mengulurkan sendok penuh makanan ke arah suaminya.
Bruk
Belum sempat makanan itu masuk ke mulut pria itu, isinya sudah tumpah ke alas piknik kesayangan Serena. Sudah pasti Serena mencebik kesal melihat alas pikniknya kotor. "Alinaaaa, lo mah"
Serena segera mendorong tubuh Alina yang menindih sedikit badannya.
Alina juga nampak terkejut akan dorongan yang tiba-tiba ia dapatkan baru saja, hingga menimpa badan sahabatnya itu. Serta, sialnya tempat makan berisi salad yang hampir habis yang ia bawa juga sudah terbalik. Sepertinya ia harus menyiapkan telinga nya nanti.
"Maaf beneran, bukan gue" sambil memberikan dua jarinya membentuk huruf V.
Reno yang juga disebelah istrinya itu nampak terkejut akan kejadian barusan. Namun, nampak tenang. Ia mengernyit melihat seorang anak laki-laki di sebelah Alina. "Adeknya gak apa-apa?" tanya pria itu membuat kedua wanita yang tadi nampak tak menyadari anak itu, menoleh.
Keduanya nampak terkejut, Alina yang di sebelahnya refleks menunduk, mensejajarkan badannya dengan anak laki-laki itu. Ia melihat bahwa anak itu menunduk. Alina tahu sepertinya tanda-tanda anak lelaki itu akan menangis.
"Hai, kamu gak apa-apa?" tanya Alina lembut ke anak yang Alina tebak umurnya sekitar 3 atau 4 tahun.
Terdengar suara isakan kecilnya. Alina merasa iba, tapi dia juga bingung memperlakukan anak kecil jika menangis.
Ia mencoba memeluk tubuh kecil yang mulai gemetar itu. "Shhh, gak apa-apa" tenang Alina masih memeluk anak itu serta menghapus air mata anak itu yang masih menunduk.
Anak itu mendongak, wajahnya basah, mata cokelat nya menatap Alina. Alina tidak tega. Mata anak itu berkaca-kaca. "Shh, gak apa-apa sayang. Ada yang sakit?" tanya kembali dengan lembut.
Anak itu masih setia menatap Alina, namun, beberapa saat ia mengeluarkan suaranya yang serak karena menangis. "Maafin Lion" ucapnya se-senggukkan.
Alina menampilkan senyum tipisnya, "iya, gak apa-apa". Alina mengelus rambut hitam anak itu, "udah ya nangisnya, nanti hidungnya susah napas lho" ujarnya.
Anak itu mengangguk menuruti Alina dan mengelap air matanya. Alina tersenyum merasa gemas, bulu mata anak itu masih basah. Benar-benar menggemaskan.
Alina segera mengambil tisu di depannya dan mengelap wajah anak itu.
Entahlah, seperti dunia milik mereka berdua. Reno dan Rena melihat interaksi gadis dan bocah itu masih nampak diam.
Namun, diam-diam mereka tersenyum. Di dalam hati Rena mengucapkan doa agar mendapat anak selucu bocah itu nantinya dan juga merasa bahwa sepertinya Alina sudah siap menjadi seorang ibu.
Rena hanya tertawa akan isi hatinya. Reno yang menyadari sepertinya mengerti apa yang dipikirkan istri nya itu yang masih menatap lekat kedua orang di depannya.
Setelah sedikit tenang didekapan Alina, anak itu yang sempat menaruh kepalanya di dada Alina, segera menegakkan kepalanya. Alina yang bingung bertanya, "kenapa?"
"Tadi, Lion lari-lari disana terus sampai sini, dan kaki Lion malah jatuh" ucap anak itu yang terlihat lucu di mata Alina. Anak itu memukul kakinya.
Alina yang melihat mencoba menghentikannya, "Lion, kenapa pukul kakinya? nanti kalau sakit gimana?"
Lion menatap Alina, "kalna kakinya buat Lion jatuh".
Alina tersenyum, "kalau gitu, kakinya dielus-elus dong. Kan kaki Lion gak sengaja"
Lion yang mendengar mengangguk, "gitu ya?"
Alina mengangguk, masih dengan senyuman di bibir dengan polesan lip cream berwarna merahnya itu.
"Kalau gitu, Lion lain kali hati-hati ya!" peringat Alina selembut mungkin dan diangguki anak itu yang membuat Alina gemas, ingin sekali ia mencubit pipi chubby nya. Namun, ia putuskan hanya mengelus pipinya pelan.
Rena yang sedari tadi diam mencoba memberi pertanyaan, "Lion" panggil Rena yang mengetahui nama anak itu karena anak itu memanggil dirinya dengan nama itu.
Lion dan Alina menoleh. "Ehm, udah cocok kek nya La" goda Rena kepada Alina. Alina hanya memberi tatapan maut kepada sahabatnya itu, tahu bahwa tidak boleh ada kekerasan di depan anak kecil.
Rena yang ditatap hanya tertawa, lalu beralih ke arah anak kecil di pangkuan Alina itu. "Lion disini sama siapa?" Rena memberi senyumnya.
Lion mengerjapkan mata yang memiliki bulu mata lentik itu, belum menjawab pertanyaan Rena, malah ia mendongak menatap Alina.
Alina yang ditatap hanya memberi senyum sambil membenahi posisi duduk nya agar lebih nyaman untuk Lion dan mengulang pertanyaan Rena, "coba cerita, tadi Lion sama siapa?"
Anak itu diam sejenak, nampak berpikir, "sama Mami" jawabnya.
"Oh gitu, terus sekarang Mami nya ada dimana sayang? nanti biar tante sama om anterin" tawar Rena yang diangguki dua orang lain disana.
"Ini, Mami Lion" jawabnya sambil mendongak menatap Alina.
Ketiganya terkejut. Reno yang minum pun tersedak. Rena hanya diam terkejut dan Alina sedikit membuka mulutnya.
Alina tertawa palsu, menatap anak di pangkuannya itu, "Lion, kan kita... baru ketemu" ucap Alina menjelaskan hati-hati.
Anak itu hanya menggeleng, lalu menenggelamkan kepalanya di dada Alina. "Lion" panggil Alina hati-hati, takut menyakiti hati anak itu.
Alina menatap dua orang disebelahnya bingung, meminta bantuan.
"Lion" panggil Rena. Dia juga nampak kebingungan sambil menatap sekitar, mungkin saja ada orang yang sedang mencari anak itu.
"Gini sayang, coba deh lihat tantenya. Lion, inget Mami nya Lion ya dirumah?" tanya Rena hati-hati.
Lion menggeleng, "No" jawabnya. "Ini Mami nya Lion, tante" jelas anak itu masih di posisinya.
Tak lama seseorang datang menghampiri mereka. "Den Lion" panggil wanita tengah paruh baya itu mendekat ke arah tempat 3 orang dewasa dan 1 anak kecil itu duduk.
Anak itu nampak mengangkat kepalanya mendengar suara itu, menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Namun, Lion kembali menelisipkan kepalanya kembali di dada Alina dengan sedikit keras hingga terdengar suara 'dug'.
Alina sedikit terkejut dengan itu. Namun, kembali ia menatap wanita itu. "Maaf, ibu siapanya Lion ya?"
Wanita itu nampak menelisipkan kedua kakinya ke belakang, "saya kerja di rumah den Lion, mbak" jelasnya. Alina mengangguk, "maaf ya mbak, malah ngerepotin gini"
"Eh, enggak kok bu"
Wanita itu nampak akan mengambil alih Lion dari Alina. Namun, sepertinya anak itu enggan melepas pelukannya di pinggang Alina.
"Den, Papa udah datang lho. Papa nya udah nungguin" jelas wanita itu.
"Lion mau sama Mami, Bi" ucap anak itu nampak bergetar tubuhnya.
Alina yang merasakan, mengelus puncak kepala Lion, mengeratkan pelukannya. "Lion, Papa Lion kan udah nungguin, nanti Papa khawatir nyariin Lion gimana?"
Wanita itu nampak bertanya dengan apa yang diucapkan anak dari Tuannya itu dalam hati. "Nanti kan mau ketemu Mama nya den Lion habis ini".
Anak itu menggeleng keras, "Lion mau Mami!" sentak anak itu sedikit mengeluarkan suara keras.
"Shh, kok gitu ngomongnya. Coba pelan-pelan ngomongnya" peringat Alina lembut.
Lion hanya diam masih dengan tangisan di dada Alina.
"Kalau gitu mbak, saya boleh titip sebentar? Saya mau panggil Papa nya dulu"
Alina hanya mengangguk. Dia tambah kebingungan sekarang, apalagi dua sahabatnya juga hanya diam.
"Shut" panggil Rena. Alina hanya menanggapi dengan deheman.
Rena membisikkan ke telinga Alina, "*Lo bener, gak kenal dia? Kok dia panggil lo Mam*i?"
Alina hanya menggeleng sambil menaikkan pundak tanda ketidak tahuan.
Reno yang mengamati nampak ber-komentar, "Kayanya, dia kangen sama Mami nya, biasanya begitu. Mungkin, karena sedikit perhatian Alina buat dia nganggep Alina sebagai sosok seperti Maminya"
Alina diam, Rena nampak menganggukan kepalanya "iya kali ya".
Seorang pria dengan kemeja putih di gulung bagian lengan nampak mendekat.
Suara beratnya nampak memanggil nama Lion. Ia mendudukkan diri di rerumputan hijau alih-alih alas piknik milik Rena. Tak peduli akan celana hitamnya yang kotor.
"Lion, Papa disini" ucap pria itu. Nampak tak menyapa ketiga orang dewasa disana. Hanya terus memandang punggung anaknya.
Alina menatap pria itu. Satu kata terselebat di pikirannya, tampan. Alina yang sadar akan pikirannya segera membuang jauh-jauh, mengingat bahwa anaknya ada di pelukannya.
"Lion" Alina juga ikut memanggil anak itu, mencoba meyakinkan kembali. Namun, tak ada sahutan. Getaran anak itu juga sudah berhenti. Alina mencoba menunduk dan meng-cek anak itu. Napasnya hangat dan tenang. Lion tertidur, sepertinya lelah menangis.
Alina menatap ayah dari anak itu, "Maaf Pak, sepertinya Lion tertidur".
Akhirnya, tatapan mata Alina dengan sosok pria itu bertemu. Dingin, terasa dari tatapan tajam pria itu.
Alina meneguk ludahnya, mengalihkan pandangannya.
Pria itu segera mengambil alih Lion dari pangkuannya, menggendong anak itu. "Terimakasih atas bantuannya" ucapnya dan berlalu pergi.
"Buset" suara Rena terdengar setelah pria itu menjauh. "Dingin banget tuh orang"
"Heh" Reno bersuara. "Jangan naksir! aku lebih ganteng"
"Iya, tapi ganteng dia. Ya gak, La?"" Rena tertawa sumbang.
Alina hanya diam, menatap kepergian anak itu.
...■■■...
Cahaya matahari nampak bersinar dari sela-sela gorden, membangunkan gadis yang terlelap itu.
Alina mengerjap, menyesuaikan cahaya dengan mata nya. Masih di posisi tidur nya yang terduduk dengan tab di pangkuannya. Ia mengedarkan pandangan.
Ruang tamu itu nampak berantakan, tapi tidak se-berantakan tadi malam.
Ada lelaki yang tertidur di meja dengan laptop di depannya dan wanita di sebelahnya masih terlelap juga dengan kaca mata bertengger di hidung yang hampir jatuh.
Alina mengedarkan pandangan mencari sosok pemilik rumah. Ya, dia sedang berada di hunian salah satu rekan kerjanya.
Mereka sedang menyelesaikan projek perusahaan dan itu membuat mereka terpaksa untuk berkumpul di satu tempat selain perusahaan.
Alina melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Matanya membulat, terkejut. Ia berjalan menuju sebuah ruangan yang ia tebak adalah dapur. Benar saja, ada orang yang ia cari sedang duduk meja makan dengan ponsel di tangan.
"Eh La, udah bangun?"
"Eh iya, Sya"
"Sini, sarapan" ajak cowok itu.
Alina duduk di bangku lain meja makan itu dan menuangkan air di gelas kosong.
"Yang lain pada belum bangun, gue gak tega banguninnya" jelas cowok itu tanpa di tanya.
Alina mengangguk, "he'eh, libur juga hari ini"
Setelah menghabiskan minumnya, gadis itu meminta ijin untuk meminjam kamar mandi pria itu untuk membersihkan diri. Ia ada janji 30 menit lagi dengan Rena. Jika ia pulang dahulu, tidak akan sempat.
Untungnya, ia selalu siap dengan pakaian ganti yang selalu ada di tas nya, jaga-jaga saja.
Setelah selesai, ia buru-buru memakai heels dan menunggu jemputan ojek online nya.
"Sya, gue balik dulu ya" pamitnya.
"Gak sarapan dulu?" tanya cowok itu sambil membersihkan sampah di ruang tamu.
"Gue buru-buru. Makasih ya"
"Wokeh, hati-hati"
Sekitar 15 menit, ia sampai di rumah sakit dimana tempat Rena bekerja.
Alina menguap sambil memasuki elevator. Menyandarkan tubuhnya di elevator kosong itu. Ia ngantuk berat.
Ting
Pintu elevator terbuka. Segera ia keluar, berjalan sedikit sempoyongan dengan tangan memijat dahi nya.
Tak sadar seseorang mengamati nya.
"La" panggil orang itu sambil menatap sahabatnya yang tampak tak sadar kehadiran dirinya. Padahal tepat di depannya ketika elevator terbuka.
Alina yang terpanggil berbalik. Mendapati Rena dengan sneli dan tangan yang ia masukkan ke saku baju khas dokter itu.
"Kenapa lo?" tanya Rena sambil mendekat ke sahabatnya. Tangan nya segera mendarat di dahi Alina. Memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja.
"Gak panas" gumamnya.
"Begadang" jelas Alina.
"Pantes" menatap kasihan sahabatnya. "Belom sarapan, pasti" tebak Rena yang diyakini 90% benar. Dilihat dari baju Alina yang masih dengan setelan kantor dan heels.
Alina menjawab sekedarnya. Mengangkat tangan untuk melihat waktu. "Udah selesai belum lo?"
Rena nampak memberi senyum rasa bersalah, "belum, hehe". Ia jadi merasa tidak enak dengan sahabatnya itu. "Gue masih ada satu pasien. Cuma bentar kok, nge-cek doang"
Rena nampak berpikir, "lo mau di ruangan gue dulu, apa mau ikut sekalian? tas gue udah di mobil"
Alina mengangguk, "sekalian aja, kasian lo bolak-balik"
Rena nampak memastikan, "bener lo? gak mau tidur dulu"
Alina menghembuskan napas, "terus guna nya lo tanya apa?"
Rena tertawa, "hehe. Lo kan capek gitu, apa lo mau langsung ke mobil aja?"
Alina menggeleng, "ikut lah, nanti gue tunggu di luar"
"Siap" jawab Rena dengan posisi hormat.
Alina mendudukkan diri nya di kursi panjang depan ruangan rawat pasien Rena. Bersandar dengan mata tertutup. Ia tak peduli jika ada yang melihat, lagipula dari tadi ia tidak melihat siapa-siapa di lorong besar itu. Sepertinya ini bagian VVIP.
Dug
Alina meringis sambil menutup mulut dengan mata membulat. Ia rersentak kaget, jantungnya berdebar ketika merasa ada yang memegangnya. Hampir saja ia berteriak. Jangan heran, Alina adalah tipe orang mudah kaget.
Ia melihat ada seorang anak lelaki di depannya, ia memegang dadanya guna menenangkan debaran jantung.
Menutup mata nya dan menarik napas dalam. Ia mencoba memberi senyum kepada anak itu, "hai" sapanya.
"Mami" ucap anak itu membuat Alina bingung. Alina belum menyadari ada beberapa orang disana. Ia hanya mengamati anak lelaki itu.
Senyumnya luntur dan kebingungan. Ia mengedipkan mata beberapa kali dan mengucek mata. Bentar-bentar, gue kek nya masih ngantuk nih, batinnya.
"Mami" ucap anak itu kembali. Tangan mungilnya mengambil tangan Alina kembali yang sempat ia jauhkan tadi ketika Alina tersentak. Menggenggamnya erat dan anak itu memberi senyum manisnya.
Alina gemas. "Mami gak inget Lion ya?"
Alina berpikir, tunggu, ia seperti pernah dengar nama itu. Lion? Bukan, bukan yang dimaksud Elina adalah hewan. Tapi, sebutan nama seseorang.
Mata nya mengerjap lucu, menunggu respon Alina. "Kita ke Taman Mami, waktu itu" ingatkannya.
Alina masih berpikir. Taman? Bentar-bentar. Alina sedikit terkejut. "Oh iya, Lion ya?" ingat Alina. Ia ingat kejadian sekitar 1 bulan lalu. Namun, tidak ingat wajah anak di depannya itu.
Alina tersenyum menatap Lion, "Maaf ya, Lion. Tante lupa" tangan kiri Alina mengelus lembut rambut hitam legam milik Lion.
Anak itu nampak sedih, "Mami, gak sayang Lion ya?" ia menunduk sambil mengucapkannya.
"Huh?" Alina kebingungan. "Eng-enggak gitu. Maafin Tante ya, soalnya Tante orangnya lupaan. Bukan-bukan eee, gak sayang" Alina merutuki ucapannya.
Eh, aduh salah ngomong gue. Sayang bagaimana? Ia tidak kenal dengan Lion. Tapi, ia merasa bersalah juga kalau begini. Anak itu sedih.
Alina menggigit bibir bawahnya. Khawatir respon anak itu.
"Lion" suara berat seseorang dibarengi dengan pintu terbuka.
Alina mendongak, mendapati seorang pria diikuti Rena dan seorang perawat.
Alina segera berdiri dengan genggaman Lion. "Lion, ayo masuk. Mama nyariin" ajak pria itu kepada anak di depan Alina.
"Papa, Lion mau sama Mami, boleh?" tanya Lion dengan suara yang hampir tidak terdengar, anak itu menunduk menghadap pria itu.
Alina menatap pria itu. Pria dengan kaos berwarna putih dan celana panjang hitam.
Pria itu mengerutkan kening, "iya, kita masuk ketemu Mama" jelas pria itu sambil memberikan tangannya.
Lion menggeleng pelan, "Mami, Papa. Bukan Mama" ucap Lion dengan sedikit menyentak. Anak itu kini mendongak menatap netra tajam Papa nya.
Alina diam, dia hanya membatin. Apanih? Asli, gue bingung. Pusing gue udahan.
Rena yang juga tadi sudah diluar dengan perawat dibelakangnya tak jauh dengan pria itu hanya menyaksikan kejadian itu. Dia tidak mengerti.
"Lion mau ikut Mami sebental, Papa. Boleh?" tanya anak itu kembali dengan nada lebih baik. Lion menarik genggamannya dengan Alina.
Pria itu menatap Alina, lalu ke genggaman putranya. Apa-apaan ini?, batin pria itu.
Alina yang ditatap menunduk. Dingin dan tajam, hanya itu yang dapat Alina deskripsi kan.
"LION" peringat pria itu hampir membentak.
Lion menunduk, mengeratkan genggaman tangannya dengan Alina. Alina jadi merasa bersalah. Merasa kasihan dengan anak itu.
"ARKA" panggil seorang wanita dengan tegas, berjalan ke arah mereka ber-5. "Panggil Lion dengan baik, lembut sedikit. Kasihan anak kamu!"
Pria itu berdecak.
Wanita itu menunduk, "Lion, ketemu Mama yuk sama oma?" ajak wanita yang Alina tebak adalah nenek Lion.
Lion menggeleng, "Oma, Lion mau sama Mami. Lion kangen" tolaknya.
Alina mendapati tatapan bertanya wanita itu. Wanita itu menegakkan tubuh dan memberi senyum kepada Alina. "Maafin cucu saya ya, Nak. Sepertinya dia salah mengira kamu Mami nya"
Alina mengangguk, ingin minta maaf juga bingung dia salah apa.
Alina yang merasa bahwa ia harus segera pergi karena posisi nya serba salah, segera menunduk dan berjongkok. Ia melipat bibirnya, lalu memanggil Lion.
"Lion" anak itu menoleh dengan wajah penuh air mata. Alina mengelapnya. Memberi senyuman, "Lion, Mama kan mau ketemu Lion sekarang. Gimana kalau Lion sama Mama dulu?"
Alina berdoa, semoga saja anak itu mau menurutinya. "Lion mau Mami" ucapnya sendu.
Alina benar-benar tak tega. Bagaimana ini? "Lion, Lion anak baik bukan?-" belum selesai mengucapkan kalimat untuk Lion, anak itu sudah memeluk lehernya. Menangis di pundaknya.
Dapat Alina rasakan getaran tubuh anak itu. Alina ikut sedih, matanya sudah berkaca. Ia benar-benar tak tega. Alina mengelus punggung anak itu, "shhh, udah yuk nangisnya" tenang Alina.
"Mami janji sama Lion! Habis ketemu Mama, nanti Lion boleh ketemu Mami" perintah anak itu.
Alina tambah bingung, mana bisa ia berjanji untuk bertemu kembali. Memangnya dia siapa anak itu? Yang ada ia malah dapat kemarahan ayah anak itu.
"Umm, yaudah, sekarang Lion ketemu Mama ya?"
Lion melepas pelukan itu, ia akhirnya mengangguk.
Alina tersenyum. Sialnya, malah air matanya menetes sekali.
"Mami nangis?" tanya anak itu polos.
Alina segera menggeleng di sela senyumnya.
"Mami jangan sedih ya!" peringat anak itu lembut dan mengusap mata dengan lingkaran hitam itu.
Alina mengangguk cepat.
Cup
Ia tersentak dengan kecupan anak itu di dahinya. Lumayan lama. Perlakuan apa ini?
Alina sangat tersentuh. Alina malah meneteskan kembali air mata nya.
Akhirnya anak itu pergi masuk ke ruangan rawat itu bersama dengan pria tadi alias ayah anak itu.
Wanita tadi hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, lalu ikut masuk.
Alina dapat melihat raut kebingungan di wajah wanita itu.
Sama, Nenek Lion saja bingung, apalagi Alina.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!