NovelToon NovelToon

Dua Insan

Prolog

"Arlangga, ketahuilah. Aku terlahir karena seorang lelaki keji yang melebihi binatang."

"Saya tetap menerima semuanya, Aluna. Saya tidak peduli dengan apa saya tuai apabila mendekatimu namun ketahuilah. Gadis seindah dan secantik kamu... Tidak boleh terlihat menyedihkan dihadapan siapapun."

"Kenapa engkau menerimaku setelah tau aku dikecewakan oleh saudaramu?"

"Karena bagi saya.. Semua cemoohan orang-orang yang telah menindasmu tidak berguna."

................

Adalah Aluna Pragya Laksamana. Gadis berusia 18 tahun yang hidup serba kecukupan. Bergelimang harta dan memiliki segalanya. Aluna adalah anak sulung dari ketiga adiknya. Adik pertama seorang pria, dan kedua adiknya yang terakhir adalah perempuan.

Mahendra Samudra Laksamana, Alura Maharani Laksamana dan Melati Agatha Laksanama. Adalah saudara dan saudari Aluna. Hidup diatas bimbingan Aluna meski keadaan memaksa namun, Aluna tidak pernah menolak meski diharuskan melebihi adik-adiknya dan menjadi contoh.

Bukan masalah sebenarnya, hanya saja.. Ya. Aluna juga memiliki dunianya yang seharusnya tak lagi dikekang dan diatur berlebihan oleh kedua orang tuanya. Cinta..? Untuk nurani yang meneladinya saja Aluna baru menyadari bahwa ia telah kehilangan dunia dan masa anak-anaknya.

"Kakak, lihat kan? Aku lebih tinggi dari kakak!" seru Mahendra membuat Aluna terkekeh pelan.

"Iya, kamu lebih tinggi dari kakak. Adik kakak ternyata sudah besar ya? Kakak kira masih sangat kecil seperti dulu," gurau Aluna membuat Mahendra menatapnya sendu.

"Kakak, seperti apa rupa bunda?"

Hening.

Aluna bergeming dengan menatap manik mata Mahendra. Pasalnya, ia juga tidak tau bagaimana rupa sang ibunda yang melahirkannya. Ia hanya tau bahwasan ia bukan anak kandung dari ayahnya. Walau begitu, ayahnya menerima Aluna dengan baik.

"Kak, hidung kakak berdarah!" seru Mahendra dengan segera mengambil tisue dan mengusap hidung Aluna yang mengeluarkan banyak darah.

"Tidak apa, sudah biasa. Berangkat gih, kakak masih libur," sahut Aluna dengan tersenyum manis ke arah Mahendra yang pergi meninggalkannya dengan mencium tangannya sebelum pergi.

Aluna terhenyak. Ia mulai menghela nafas dan mengusap darah yang terus mengucur dari hidungnya tersebut dengan telaten sampai Pratmana, Ayahnya. Datang dan sigap membawa air hangat, "Aluna, kamu kenapa lagi nak?" cemas Pratmana membantu putrinya hingga darah itu berhenti mengalir.

"Ayah.. Ayah sudah pulang kenapa tidak beritau Aluna terlebih dahulu..?"

"Karena ingin memberi kamu dan adik-adik kamu kejutan tapi sepertinya mereka sudah berangkat sekolah. Sayang, kenapa badan kamu banyak yang memar..?"

"Kemarin tidak sengaja terjatuh ditangga, badan Aluna terbentur lantai, Mahendra datang terus dia tolongin Aluna, ayah.. Seperti apa rupa bunda..?"

"Bundamu sangat cantik. Sangat teramat cantik. Dia mirip kamu, Aluna."

"Lantas mengapa bunda meninggalkan Aluna dan adik-adik Aluna begitu saja, ayah..?"

"Suatu saat kamu akan tau semua itu Aluna."

......................

..."Saat tiba waktunya.. Kamu akan mengerti semuanya, Aluna. Kamu akan mengerti mengapa takdir ini sangat teramat tidak adil kepadamu."...

...-Pratmana Abdi Laksamana-...

...****************...

..."Tak hanya hujan. Bunga yang bertaburan itu membawa saya terhanyut oleh parasmu yang ayu, senyumanmu yang teramat manis bagaikan madu dan renjana dalam asmara menuntun saya untuk menjaga hati dan ketulusanmu, Aluna."...

...-Arlangga Pramuja Daniswara-...

...****************...

..."Walaupun engkau bukan wanita yang melahirkan aku.. Aku tetap menyayangimu karena kamu yang merawatku hingga saat ini, Kakak."...

...-Mahendra Samudra Laksamana-...

...****************...

..."Andai kamu tidak terlahir didunia ini.. Mungkin aku tidak akan menanggung malu karena memiliki anak gadis yang jelas bukan murni dari ayah kandungmu."...

...-Aliya Marshela Laksamana-...

To be continue!

Gadis yang seperti mama

"Papa berangkat dulu."

"Iya pa, hati-hati dijalan ya..!"

"Mawar, jaga kakak kamu ya," pesan Andara, papanya.

Mawar menganggukkan kepalanya. Ia tak percaya bahwa Arlangga akan menjadi pendiam sejak kepergian sang mama tercinta 18 tahun silam.

"Kak, Kakak tidak sarapan?"

"Kamu saja. Saya berangkat dulu."

Hanya itu. Beberapa kalimat yang Arlangga ucapkan juga membuat Mawar hanya mengangguk, sejujurnya ia sedikit kesal dengan sifat Arlangga, tetapi.. Apa yang bisa dilakukannya apabila memang cinta pertama kakak lelakinya terengut karena kehadirannya?

Arlangga berangkat ke sekolah dengan mengendarai mobil dan saat sampai, perhatian Arlangga teralihkan dengan salah satu gadis yang tengah berjalan melewatinya. Itu adalah Aluna.

"Arla!" seru Reno dengan melambaikan tangannya dan menghampiri Arlangga yang tengah melamun.

"Lo liatin apaan?"

"Mama.. Itu mama..!" sergah Arlangga membuat Reno langsung melihat Aluna yang terdiam didepan lokernya. Dengan segera mungkin, Reno menahan Arlangga karena ia tak ingin sahabatnya itu tiba-tiba menyergap Aluna tiba-tiba. "Itu Aluna! Dia bukan mama lo, sadar Ar.. Lo mau sampai kapan kaya gini?" sela Reno membuat Arlangga terdiam.

Perhatian Aluna tersita. Hatinya tergerak setelah melihat Arlangga yang sangat histeris kala melihat dirinya. "Kak Reno, ada apa? Sepertinya sedari tadi ribut," sela Aluna dengan santun menghampiri dan melihat Arlangga sekilas.

"Ini Lun.. Temen gua ngeliat lo kaya ngeliat mamanya yang udah ga ada 15 tahun lalu. Sorry banget kalau ngeganggu ya.." lirih Reno segan.

Aluna mengangguk-angguk. Ia merasa tidak enak kepada Arlangga jadi, ia memutuskan untuk pergi dari tempat tersebut dan ke kelasnya.

"Alice! Kamu udah lama disini?"

"Gua nungguin lo, kanjeng ratu..!!"

Aluna nyengir. Karena memang ia tadi sedikit terlembat menemui sahabatnya itu.

"Hehe, maaf.. Tadi aku ketemu sama orang yang histeris ngelihat aku, aku takut jadi langsung kesini, hehe.."

"Hah, siapa..?" tanya Alice penasaran.

Aluna hanya menggelengkan kepalanya dan mulai menarik tangan Alice memasuki kelas. Dan kebetulan, kelas mereka berdua sama. Jadi, Aluna lebih mudah ketika bersama sahabatnya dan merasa terlindungi.

Usut punya usut, Arlangga kemudian menemui Aluna dan mereka berkenalan. Saling mengenggam tangan lalu melempar senyuman.

Hanya ada senyuman simpul dan tatapan yang tenang hingga.. "Ngapain lo pegang-pegang tangan Aluna?!" suara Andrew, kekasih Aluna, Meninggi.

"Saya hanya berkenalan dengannya, maaf menganggu," sahut Arlangga dengan hati yang tidak enak.

Namun, diluar nalar. Karena Andrew langsung menatap tajam mata Aluna yang sangat terkejut karena ia berbicara dengan nada tinggi tersebut. "Kenapa lo? Harusnya lo mikir kalau lo udah jadi pacar gua! Dasar cewek gampangan," cela Andrew tanpa rasa tak enak dihadapan seluruh siswa yang berada dikelas.

Kebetulan, letak High Scholl Cakrawala berdampingan dengan University Cakrawala. Jadi, keduanya bercampur hanya ada celah pada kelas. Selanjutnya, semua bercampur aduk.

Plak!

"Gua udah bilang sama lo.. Kalau emang dasarnya lo udah murah, lo ga akan pernah jera sama hukuman yang gua kasih! Perlu temen-temen gua yang kasih lo pelajaran? Atau lo bakal jera sampai sini?"

"Kak, aku cuma ─"

"Cuma apa? Cuma pegangan tangan? Kenapa gak sekalian lo pacarin juga tuh cowok sakit jiwa?! Lo ngerti bahasa manusia? Kalau enggak. Gua pake bahasa yang sama kaya kaum lo.."

"Kaum binatang," imbuh Andrew membuat hati Aluna tertohok. Apalagi tamparan yang diberikan, itu membuat Aluna semakin merasa sakit hati. Tamparan yang panas setelah Arlangga pergi. Dan tak sesiapapun membela karena Andrew terkenal dengan kekejamannya.

......................

"Kamu sejujurnya gak perlu sekasar ini kok, aku masih ngerti bahasa manusia. Yaudah, kita berakhir aja."

"Akhiri semuanya, aku cape. Bahkan, kita kaya gini juga karena kamu yang ngatain aku gampangan setiap hari. Sama cewe aja kamu bilang aku gampangan, sejujurnya kamu tau ga sih yang dimaksud gampangan itu kaya apa? Kamu cuma pikirin ego kamu sendiri, kak!"

"UDAHLAH, EMANG DASARNYA ALUNA ITU GAMPANGAN, PUTUSIN AJA LAH!! MALU-MALUIN!! CEWEK GAMPANGAN!!" sorak satu kelas itu membuat Andrew menyeringai.

"Lo denger sendiri kan? Cewek gampangan."

Aluna masih diam. Ia tak membalas ataupun menjawab ucapan Andrew karena ia tidak ingin melibatkan emosi. Untuk pengidap DID sepertinya, untuk mengendalikan tak semudah itu. "Pergi kak, kita selesai." tukas Aluna dengan mata memerah karena menahan emosi.

"Pantes ibu lo minggat, ternyata punya anak ga guna kaya lo, Aluna.. Aluna.. Lo pikir gua sama lo karena apa? Ya karena lo cantik aja. Bokap lo kaya, udah. Cuma itu bukan yang lain," terang Andrew membuat Aluna tersenyum tipis.

Tak terasa, seluruh wajah Aluna basah karena bulir-bulir air mata yang terjatuh sehingga membuat dadanya terasa sesak! Ia tak habis pikir mengapa ia bisa dipertemukan dengan lelaki brengsek seperti Andrew.

Bel pelajaran mulai berbunyi dan semua anak menempati tempat duduk dan memperhatikan pelajaran terkecuali dengan Aluna yang berada didepan turut menjelaskan pelajaran kepada semua siswa dan siswi. "Baik, kamu boleh mengambil waktu istirahatmu lebih awal, Aluna. Terimakasih atas partisipasinya." ujar sang guru dengan menepuk-nepuk kepala Aluna lembut.

Aluna hanya mengiyakan. Walaupun ia tau pikirannya kalut. Gelisah. Panik. Takut. Menjadi satu namun, Aluna hanya menerima apa yang telah terjadi meski.. Ia tidak menerima perkataan Andrew yang memberinya julukan cewek gampangan.

Tak lama, bel istirahat berbunyi namun, Aluna memutuskan untuk kembali ke kelas. Dan Aluna hanya menatap sekitar dengan nanar saat kelima siswi disekolah yang sangat terkenal karena perundungan mencegatnya terlebih dahulu.

Rana, Rachel, Cecil, Bianca dan Jovanka. Kelima siswi pembuat onar dan sok berkuasa atas segalanya.

"Woy! Mau sok jagoan ya lo? Nyari muka, iya? Kalau emang nyari muka.. Mending lo ke kuburan sana. Cari makam ibu lo, hahaha! Mungkin aja sih arwah ibu lo aja nolak kehadiran lo."

Bugh..!

Pukulan pertama mulai Bianca dan Cecil lontarkan sehingga, kepala Aluna terbentur meja dan darah mengalir dari pelipisnya. Tak berhenti disana, rambut panjang Aluna mulai ditarik hingga Aluna meringis kesakitan. Kakinya diinjak dan telinganya dilubangi dengan paku pin sehingga darah mengucur dari daun telinga Aluna.

"Cukup atau masih kurang sakit..? Kalau gua liat-liat.. Kayaknya belum cukup ya?" ucap Jovanka dengan menyeringai ke arah Aluna.

Namun, untung saja! Bel masuk berbunyi dan semua siswa-siswi terperangah ketika melihat Aluna yang mandi darah. Dari kepala hingga telinga, leher dan seragamnya juga terkena. Mereka tidak ada yang mendekat karena mereka mengira, Aluna bunuh diri.

"KALIAN LIAT APAAN?! CEPET TELFON ADIKNYA!" jerit Alice dengan mendekat dan merengkuh tubuh Aluna yang sudah lemas.

"KENAPA DENGAN KAK ALUNA?!"

To be continue!

Senyuman luka

Suara itu membuat semua tertoleh. Melihat seorang pria berparas tampan itu mendekati Aluna dan Aluna langsung didekap olehnya.

"Kak..?" lirih Mahendra membuat Aluna tersenyum dan menggeleng kecil. "Jangan menangis," lirih Aluna dengan mengusap air mata Mahendra yang terjatuh.

Mahendra dengan segera menggendong tubuh mungil Aluna dan memasukkan Aluna ke dalam mobil. Dengan segera, Aluna dibawa ke rumah dan setelah sampai, Mahendra menggendong lagi sampai diruang tamu, Mahendra dengan telaten mengobati Aluna, kakak yang sudah merawatnya dan adik-adiknya.

"Kak, kenapa kakak masih bisa tersenyum? Ini pasti menyakitkan iya kan?"

"Tidak. Sentuhan kecilmu sudah menyembuhkan kakak.. Terimakasih ya, dan ingat. Jangan menangis hanya karena kakak. Kakak yakin kamu akan terbiasa."

Mahendra menunduk. Ia tak bisa melihat Aluna tergores sedikit saja. Dan saat ini? Aluna sedang terluka parah namun, justru ia masih bisa tersenyum.

"Kak, jangan sakit.."

"Dasar cengeng, hanya luka kecil sudahlah jangan membuat heboh," ujar Aluna dengan terkekeh pelan. Dan lebih terkejut lagi saat kedua adiknya berlari pulang diantarkan guru dengan menangis.

"KAKAK..!!!" teriak keduanya dengan langsung berhambur dalam peluk Aluna.

"Hey, kalian kenapa? Ada yang menyakiti..? Sayang, kenapa menangis?"

"Karena.. Karena abang bilang kakak sakit parah..! P-padahal kami gasuka kakak terluka..!" sahut keduanya dengan menangis tersedu-sedu membuat Aluna tersenyum tipis. Aluna mulai bersimpuh dan mendekap erat tubuh Alura dan Melati.

"Shttt.. Sudah-sudah, kakak tidak apa-apa.. Sekarang kalian ganti baju ya? Jangan menangis, kakak siapkan makanan ya. Mahen, jaga Melati dan Alura, kakak mau masak."

"Iya kak.." jawab Mahen dengan lesu membuat Aluna terkekeh pelan.

Bahagia. Hanya itu yang bisa Aluna ungkapkan tatkala melihat wajah ketiga adiknya yang sangat berarti. Walau dunianya tengah hancur, ia tetap tersenyum karena sedari kecil ia selalu diajarkan untuk tersenyum dan hidup apa adanya. Menjadi dirinya sendiri tanpa diatur orang lain.

Setelahnya, mereka semua mulai memakan dengan tenang. Mahendra tak membiarkan Aluna makan sendirian. Ia menyuapi Aluna dengan telaten membuat Aluna hanya menurut. Karena Mahendra itu sangat kukuh dalam keputusannya, "Kak, kalau ada apa-apa gunain ponsel kakak! Kan udah aku bilangin, ponsel itu gunanya buat ngehubungin kalau ada keadaan genting kenapa ngeyel banget sih?!" gerutu Mahendra membuat Aluna tertawa lepas.

"Hahahahha! Kenapa kamu lucu banget sih? Iya. Kakak bakal inget pesan kamu ya sayang, udah. Sekarang kamu yang makan, kakak udah kenyang."

Mahendra mengangguk. Aluna memperhatikan Alura dan Melati bersamaan. Menatap dengan tulus dan ia sabar sekali menghadapi ketiga adiknya yang terkadang sulit diatur.

Disisi lain... Arlangga tengah murung didalam ruang tamu. Hatinya serasa teriris-iris setiap melihat wajah mendiang mamanya mirip dengan gadis yang ia sukai.

"Kak Arlangga, hey.. Kamu menangis?"

"Tidak."

"Jangan mengelak, Arlangga. aku tau gimana kakak ayo katakan. Ada apa kak..?"

"Kalau saya bilang saya kangen mama, apa kamu bakal ngerti? Memang kita dapat pengganti tapi, apa harus mama pengganti kita sebrengsek ini? Saya menyukai seorang gadis. Saya menyukainya.. Dia mirip dengan mama.. Dia sangat mirip dan saya sudah lama mengagumi. Kamu lihat..? Rasi bintang setiap malam yang saya cari dimatanya, semua yang saya harap agar dia tau bagaimana dan kemana saya harus pulang.."

......................

Pada keheningan malam, Arlangga dan Aluna dipertemukan disebuah taman. Taman yang dekat dengan telaga indah. Arlangga memberanikan diri mendekati Aluna dan mulai menatap paras ayu Aluna yang paripurna.

"Aluna, kenapa sendirian?"

"Aku hanya ingin melihat bulan dan bintang, kebetulan.. Adik-adikku sudah tidur. Jadi aku bisa keluar dan mencari udara segar, kakak sendiri sedang apa?"

"Merindukan cinta saya. Cinta pertama yang melahirkan saya. Saya kehilangannya sudah 15 tahun lamanya dan malam ini saya sangat merindukannya, Aluna.. Maaf untuk hari ini. Saya mengacaukan semuanya ya..?"

"Tidak apa kak. Aku tidak peduli dengan itu lagi, karena aku juga tengah mencari keberadaan bundaku yang pergi entah kemana. Aku merindukannya.."

Luka yang sama. Keduanya mulai tersenyum dan memandangi angkasa lepas. Menatap bintang-bintang yang berkilauan dan melepaskan lelah dengan senyuman. Meski senyumannya adalah senyuman luka.

Malam semakin larut, Aluna dan Arlangga memutuskan kembali pulang namun, Aluna terhenti diruang tamu yang sangat berantakan. Aluna segera membereskan ruangan tersebut dan masuk ke dalam kamarnya.

"Bunda, kalau suatu saat aku ketemu bunda.. Aku harap bunda sayang dengan Mahendra, Alura dan Melati. Walau bunda menolak kehadiranku, tak apa. Asal bunda baik-baik saja disana. Aku akan merawat adik-adikku seperti jantung hatiku sendiri. Aku harap kita bisa bersama, bunda.."

Tak terasa bulir-bulir bening mulai berjatuhan dan membasahi pipi Aluna yang tengah memeluk sebuah boneka besar hadiah dari Mahendra. "Mahendra.. Kakak harap kamu tidak membenci kakak apabila tau yang sesungguhnya, aku harap kamu tetap menerima kakak apabila kamu tau yang sesungguhnya, Mahendra..," lirih Aluna dengan tersenyum tipis dan mengusap air matanya kasar.

Tak terasa, Aluna mulai terlelap dan saat esok hari tiba, Aluna bersiap dengan kepala yang dibalut perban dan daun telinga yang diberi anting untuk menutupi luka tersebut. Seperti biasa, setelah selesai sarapan mereka berangkat untuk ke sekolah dan menjalani hari baru.

Plak...!

"Andrew, kita udah putus. Kenapa kamu tampar aku tanpa sebab? Aku bahkan gatau salahku apa."

"Lo gausah munafik! Maksud lo nyakitin Bianca apa?! Dan perban dikepala lo itu cuma akal-akalan lo aja kan?!"

Sungguh Aluna tak mengerti! Baru saja ia hendak pergi ke kantin namun, ia sudah disambut dengan cacian dari mulut Andrew yang seolah mengetahui semuanya.

"Andrew, kamu tau gak sih..? Aku capek banget sama tingkah kamu. Aku ga ngapa-ngapain dan kamu main hakim sendiri!"

"Diem, ******!"

DEG....!!

Jantung Aluna seolah tertusuk ribuan jarum atas pernyataan Andrew yang teramat pedas itu. Untuk ucapannya, itu sudah sangat kasar.

"Aku bukan ******..!!" jerit Aluna tak terima atas pernyataan Andrew tersebut. Bahkan, Aluna juga menatap Andrew dengan tajam. Baru kali ini senyumannya hilang.

"Kalau bukan ******, apa? Wanita murahan?" cela Andrew lagi membuat Aluna sangat hilang sabar.

"ANDREW DYANA PRAMATNA!"

PLAK...!!!

"JANGAN PERNAH MEMBUATKU HILANG SABAR KARENA MULUT KOTORMU. AKU MASIH BISA AMPUNI ASAL KAMU PERGI DARI SINI."

"Lo ─"

"PERGI DARI KELAS INI, BAJINGAN!"

Hening.

Jam menunjukkan pukul 05.45 yang artinya, itu masih sangat pagi untuk Andrew mencari pekara. Apalagi Aluna saat ini sedang masa periode hari pertama.

Tak terasa sudah sangat lama mereka berada disana hingga Bianca and the gank datang ke kelas.

"Masih hidup ternyata ya..?"

To be continue!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!