NovelToon NovelToon

Wedding Agreement With CEO

Sebuah Awal

“Yang Mulia, keempat terdakwa telah melakukan korupsi dana bantuan sosial sebesar 2,2 triliun yang diperuntukkan korban tanah longsor. Untuk itu saya menuntut 12 tahun penjara dan memberikan semua aset milik terdakwa untuk negara,” ucap seorang jaksa penuntut di ruang persidangan.

“Pembacaan hasil putusan untuk perkara XXXX, hakim mengabulkan tuntutan jaksa penuntut dengan memberi hukuman pidana 12 tahun penjara untuk keempat terdakwa SK, NO, LR, dan UT atas tindakan korupsi dana bantuan sosial sebesar 2,2 triliun yang diperuntukkan korban tanah longsor. Karena keempat terdakwa sebelumnya adalah pejabat publik, maka terdakwa juga harus memberikan semua aset milik terdakwa untuk negara,” ucap hakim ketua diiringi dengan ketukan palu sebanyak 3 kali.

Jaksa penuntut umum kembali ke kantor kejaksaan dan memasuki ruangannya. Saat membuka pintu ruangannya…

Duarrr…!!

Teretetet…!!! Prok! Prok! Prok!

“Selamat Pak Noah!”

“Akhirnya bisa tidur nyenyak, ya, pak!”

“Ini untuk bapak dari kita. Sekali lagi selamat, ya, pak!”

Noah menerima sebuah buket bunga dan bunga yang dibuat menjadi kalung.

“Apa malam ini kita akan makan-makan, pak?”

“Terima kasih, terima kasih. Tidur nyenyak, sepertinya belum. Kita masih ada banyak kasus yang belum terpecahkan. Untuk makan-makan, mari kita lakukan setelah menangkap 1 ikan besar lagi,” ucap Noah.

“YAAHHH…!” Ketiga bawahan Noah kecewa serempak.

Nama Noah sebagai jaksa elit tingkat 1 lagi-lagi menjadi hangat dibicarakan, di publik, maupun dalam kantor

kejaksaan.

“Kamu sudah dengar hasil putusan sidangnya jaksa Noah?”

“Sudah! Ah, jaksa Noah tidak henti-hentinya membuat aku terpesona…”

“Menteri sosial, bupati, 2 anggota dewan, semuanya dijatuhkan dalam sekali pukulan oleh jaksa Noah.”

“Sudah cerdas, cekatan, karirnya bagus, bibit bebet bobotnya jelas, tampan pula. Aku penasaran siapa yang akan terpilih menjadi istrinya.”

“Yang pasti yang sepadan dengannya. Cerdas, cekatan, karirnya bagus, bibit bebet bobotnya jelas, dan cantik. Tidak seperti kita pegawai biasa.”

Di dalam ruangannya, Noah rapat bersama 3 orang bawahannya. Salah satu bawahannya mempresentasikan hasil penemuannya di sebuah papan tulis.

“Sebuah saluran pembuangan yang menuju sebuah sumber perairan di tengah pemukiman Coaster ditemukan adanya zat pemicu kanker. Hal ini bermula lebih dari 300 orang terkena kanker darah yang menimbulkan protes warga setempat sehingga dimulai penyelidikan. Namun kasus ini ditutup karena hasil menunjukkan penyebab kanker bukan karena zat pemicu kanker. Dan saluran pembuangan itu milik Clover Chemicals,” papar Frans, bawahan Noah 1.

“Empat hari setelah itu, jaksa Rema yang memimpin penyelidikan meninggal karena serangan jantung. Padahal jaksa Rema masih berusia 29 tahun dan menerapkan pola hidup yang sehat. Dia juga tidak memiliki penyakit genetik apapun. Dua hari setelah pemakaman, keluarga mendiang jaksa Rema mendapat ‘bantuan’ dari Xander Group,” papar Harvis, bawahan Noah 2.

“Umur memang tidak ada yang tahu. Hanya Xander Group yang tahu,” sahut Noah.

“Tepat 2 minggu setelah penutupan kasus zat pemicu kanker, Xander Group membangun rumah sakit yang menambah anak perusahaannya. Xander Hospital saat ini 70% dihuni oleh pasien kanker, dan 90% nya adalah warga Coaster. Setiap harinya pasti ada pasien kanker yang meninggal dan keluarga mendapat kompensasi dari anak perusahaan Xander Group yang bergerak di bidang asuransi, Xander Life,” papar Rica, bawahan Noah 3.

Rapat diambil alih oleh Noah. “Dari ini semua, jika kita tarik benangnya dan menemukan ujungnya adalah Xander Group yang dipimpin oleh Thomas Xander.”

“Pak, sudah 2 tahun Xander Group berganti pemimpin. Bapak tidak tahu?” tanya Rica.

“Oh, ya? Berdasarkan pangkat keturunan, pasti anak pertamanya, Abraham.”

“Bukan, pak. Sepertinya Thomas Xander tidak mengikuti menganut kepemimpinan kerajaan,” sahut Frans.

“Lalu? Anaknya yang mana? Immanuel? Rebecca? Atau anak bontotnya, George?”

“Tebakan bapak salah semua. Cucunya yang kelima, pak,” ucap Harvis.

“Cucu yang kelima? Sebentar. Victoria Xander?”

“Betul. Victoria memang dekat dengan kakeknya sedari kecil. Dari rumor yang saya dengar, Victoria katanya memiliki ‘kemampuan khusus’ makanya Thomas Xander menunjuk dia untuk menggantikannya,” ucap Rica.

DI KEDIAMAN THOMAS XANDER.

“Dimana kakekku?” tanya Victoria.

“Di kebunnya, nona.”

“Baik.”

“Sudah berapa banyak tukang kebun yang aku bawa dari luar negeri untuk mengurus kebun kakek, kenapa kakek

masih harus turun tangan?” ucap Victoria.

“Eh? Cucu kakek!” Thomas terkejut dengan kedatangan Victoria.

“Kakek! Sudah sarapan?”

“Sudah, dong,”

“Dokter Erick sudah datang untuk memeriksa jantung kakek hari ini?”

“Sudah.”

“Berapa detak jantungnya?”

“80, Victoria. Kakek masih sehat, Victoria.”

Thomas menggunting dahan-dahan yang sudah kering.

“Syukurlah. Aku datang ingin melapor. Aku berhasil mengakuisisi Johnson Motors seharga 18 triliun. Aku akan mengubahnya menjadi Xander Motors dan target profitku dalam 1 tahun ke depan 2 triliun. Menurut analisa aku dan tim, Xander Motors bisa balik modal dalam waktu 18 bulan,” ucap Victoria.

“Kamu ini menurun dari siapa, ‘sih? Perasaan kakek tidak sehebat itu, deh?” balas Thomas.

Victoria tersenyum. “Tentu saja dari kakek! Siapa lagi?”

Mereka tertawa bersama.

“Victoria, ayo lanjut bicara di ruangan kakek,” ucap Thomas.

“E-eh? Kakek sudah selesai?”

“Sudah, ayo.”

Perasaan Victoria menjadi tidak enak kalau sudah diajak berbicara di ruangan kakeknya. Victoria mengikuti langkah kaki kakeknya. Sesampainya di dalam rumah, mereka bertemu dengan Rebecca, anak ketiga Thomas yang berarti tante Victoria.

“Tante Rebecca…” sapa Victoria.

Rebecca mengabaikan sapaan Victoria. “Pa-”

“Nanti dulu. Ada sesuatu yang penting yang ingin papa bicarakan ke Victoria,” ucap Thomas sebelum tahu

maksud kedatangan Rebecca.

Thomas lanjut ke ruangannya yang diikuti oleh Victoria.

“Memangnya kedatangan aku tidak penting?! Victoria, Victoria, Victoria, selalu saja Victoria!” Rebecca

kesal.

Sesampainya di ruangannya, Thomas memberikan sebuah dokumen tebal dengan sampul bertuliskan “Cander

Project”.

“Apa ini, kek?” tanya Victoria.

“Projek rahasia Xander Group selama 25 tahun. Kakek memilihmu menjadi penerus kakek, karena hanya kamu yang bisa menjalankan projek ‘Cander’ ini,” jawab Thomas.

“’Cander’, projek seperti apa ini, kek?”

“Projek yang melibatkan banyak pihak. Semuanya lengkap ada di dokumen itu. Dan Victoria, perlu kamu ketahui, kakek tidak memiliki salinannya yang lain selain ini,” Thomas memberikan sebuah usb.

DI RUANGAN NOAH.

“Betul. Victoria memang dekat dengan kakeknya sedari kecil. Dari rumor yang saya dengar, Victoria katanya memiliki ‘kemampuan khusus’ makanya Thomas Xander menunjuk dia untuk menggantikannya,” ucap Rica.

“’Kemampuan khusus’? Seperti spiderman? Iron man? Atau Captain America?” balas Noah menyeleneh.

“Kalau Bapak tidak percaya, bagaimana kalau kita memanggil dia untuk menjadi saksi atas kasus korupsi anggota dewan inisial UA? Mereka dikabarkan dekat. Bahkan ada rumor yang mengatakan kalau anggota dewan UA akan masuk ke dalam Xander Family,” sahut Frans.

“Xander Family?”

“Iya. Ada rumor yang mengatakan Victoria Xander akan menikah dengan UA dan bekingan UA adalah Xander Group,” sahut Harvis.

“Padahal Victoria Xander masih muda dan cantik. Tidak disangka seleranya yang sudah aki-aki seperti anggota dewan UA,” sahut Rica.

“Begitulah di kalangan mereka. Bagi mereka cinta tidak penting dan bisa tumbuh setelah menikah. Karena mereka memiliki ‘kepentingan’ sendiri,” ucap Frans.

“Baiklah. Untuk menangkap ikan besar membutuhkan umpan yang besar juga. Korupsi anggota dewan UA ini akan

menjadi umpan yang besar. Siapkan pemeriksaan Victoria Xander sebagai saksi,” ucap Noah.

“Baik, Pak!”

Bersambung...

Pertemuan Pertama

DI RUANGAN THOMAS XANDER.

“Pelajari projek ini dalam semalam dan besok jelaskan pada kakek apa

yang kamu ketahui tentang projek ‘Cander’,” pinta Thomas.

“Baik, kek.”

“Panggil tantemu,”

Rebecca bergantian masuk ke dalam ruangan ayahnya. Victoria hendak

pulang, namun Thomas mencegahnya.

“Pemimpin yang baik harus mendengarkan bawahannya. Katakan, ada apa,”

ucap Thomas.

(Artinya, Victoria sebagai pemimpin Xander Group harus mendengarkan

bawahannya Rebecca sebagai direktur Xander Department Store.)

Bawahan?

Meski kesal, Rebecca masih menahannya di depan ayahnya.

“Papa, lihat. Banyak artikel beredar kalau Xander Department Store akan

disingkirkan oleh Xander Group. Itu tidak benar, ‘kan?” ucap Rebecca.

“Papa tidak tahu. Coba tanyakan pada pemimpinnya Xander Group,” balas

Thomas.

“Tentu saja itu rumor rendahan. Xander Department Store adalah salah

satu kebanggaan Xander Group. Kenapa harus disingkirkan?” ucap Victoria.

Thomas mengangguk setuju.

“Ada lagi?” tanya Thomas pada Rebecca.

“Maka dari itu, kamu seharusnya sadar kenapa artikel rendahan ini bisa

beredar. Sejak 2 tahun penggantian pemimpin, kamu belum melakukan kunjungan ke

Xander Department Store. Bagaimana mungkin ada asap kalau tidak ada api?” ucap

Rebecca.

“Maafkan aku, dirut Rebecca. Aku akan segera menambahkan kunjungan ke

Xander Department Store ke dalam jadwalku,” balas Victoria.

Thomas mengangguk. “Benar, Victoria bukan pemimpin yang hanya memberikan

janji manis. Tenang saja. Selanjutnya, jika ada hal yang ingin kamu adukan,

adukan ke Victoria. Dia penggantiku, mengadu ke dia sama dengan mengadu ke

papa,” ucap Thomas.

Victoria kembali ke kantornya di Xander Group. Dia penasaran dengan

projek rahasia ‘Cander’ yang diberikan kakeknya. Dia membuka satu persatu

dokumen dalam projek itu dan menelitinya sampai tengah malam.

Tok. Tok. Asisten Victoria

yang bernama Raphael, masuk ke dalam ruangannya. Dia memang tidak akan pulang

sebelum Victoria pulang.

“Ada apa, Raf?” tanya Victoria.

“Anda belum ingin pulang? Nyonya Isabella (ibu Victoria) menelepon saya

dan menanyakan apakah anda sudah mencicipi makanannya di rumah anda,” jawab

Raphael.

Victoria tersenyum. “Padahal aku bukan putri kecilnya lagi. Baiklah, aku

akan pulang sekarang,” ucap Victoria dan mengemas dokumen lalu pulang.

Raphael mendampinginya yang berjalan di gedung perusahaan yang sebagian

lantai sudah gelap dan kosong.

“Bu, ada surat panggilan dari kejaksaan untuk ibu. Anda dimintai

keterangan sebagai saksi atas kasus anggota dewan UA. Pagi nanti jadwalnya,

saya sudah mengosongkan jadwal ibu di jam itu,” ucap Raphael.

“Apakah harus dan penting? Aku harus menghadap kakek pagi nanti,” balas

Victoria.

“Jaksa yang menangani kasus ini terkenal akan kegigihannya. Tampaknya

dia akan terus mengincar anda jika anda tidak datang.”

“Merepotkan,” Victoria berdecak kesal.

“Saya sudah menyiapkan 2 orang pengacara dari firma hukum terbaik,”

“Tidak perlu. Aku akan menghadapi jaksa itu seorang diri. Siapkan

pengawal saja,”

“Baik, bu.”

Pagi harinya, di ruangan Noah.

“Selamat pagi, Bu Victoria Xander. Saya Noah Specter, jaksa yang

memanggil anda. Terima kasih sudah meluangkan waktu anda. Silahkan duduk,” ucap

Noah.

Masih muda? batin Victoria.

Masih begitu muda, kenapa

bisa menjadi penerus Xander Group? batin Noah.

“Apa hubungan anda dengan anggota dewan UA?” tanya Noah.

“Dia teman bermain golf kakek saya. Kita bertemu beberapa kali untuk

bermain golf dan makan saja. Dengan kakek saya tentunya,” jawab Victoria.

“Apa yang anda bicarakan biasanya saat bersama anggota dewan UA?”

Victoria menatap Noah.

“Anda tahu, ‘kan, saat ini anggota dewan UA sedang tersandung-” Noah

berusaha menjelaskan maksud dari pertanyaan.

Namun keburu dipotong oleh Victoria. “Tongkat stik yang baik, restoran

sashimi yang enak, rencana di usia tua dengan kakek saya, dan ah- perlukah saya

beritahu kalau kita pernah menggosipi seseorang?”

“Ya, katakan saja.”

“Tapi anda benar-benar akan menyimpan rahasia ini, ‘kan? Saya bersedia

beritahu hanya untuk kebutuhan penyelidikan saja.”

“Tentu saja. Siapa seseorang yang anda bicarakan bersamanya?”

“Kita pernah membicarakan keburukan seorang kepala jaksa,” jawab

Victoria.

Frans, bawahan Noah spontan langsung batuk. Karena kepala jaksa adalah

ayahnya Noah. Sementara, selama pemerikssan, jawaban Victoria diketik langsung

oleh Noah. Jari Noah sempat terhenti mengetik, namun dia kembali lanjut

mengetik.

“Apa perlu saya beritahu juga apa yang kita bicarakan?” tambah Victoria.

“Silakan,” jawab Noah.

“Kepala jaksa, Otto Specter sudah membuat anggota dewan UA sakit hati.

Entah sakit hati itu bisa disembuhkan atau tidak, anggota dewan UA sangat

trauma dalam berteman sekarang. Bukankah teman itu harus susah senang bersama?

Kenapa anggota dewan UA harus menanggung semuanya sendiri. Dan kenapa harus

anak kepala jaksa Otto Specter? Begitu kira-kira yang kita bicarakan.”

“Apa hubungan anda dengan anggota dewan UA hanya sebatas teman gosip?”

“Jangan bilang… anda percaya dengan rumor yang beredar?”

Noah terdiam.

Victoria menutup mulutnya. “Ada pepatah yang mengatakan ‘Orang bodoh menyebarkan

rumor. Dan hanya orang bodoh yang percaya.’. Dan perlu saya tekankan, sekalipun

saya harus menikah karena kepentingan, selera saya tidak kalah penting dari

kepentingan itu, tahu. Sepertinya cukup sampai di sini, anda membuang waktu

saya. Kalau begitu, permisi.”

Victoria keluar dari ruangan Noah.

Ketiga bawahan Noah bangkit berdiri.

“Pantas saja begitu pecaya diri dan tidak didampingi pengacara, ternyata

dia tahu siapa ayah Bapak,” ucap Frans.

“Sepertinya tidak ada orang yang tidak tahu siapa ayah saya,” balas

Noah.

“Bagaimana ini, pak? Tujuan kita memanggilnya kan untuk menyelidiki

kasus lama Xander Group. Dia bahkan tidak memakan umpan kita,” ucap Rica.

Flashback on.

“Saya sudah menyiapkan 3 orang pengacara dari firma hukum terbaik,” ucap

Raphael

“Tidak perlu. Aku akan menghadapi jaksa itu seorang diri. Siapkan

pengawal saja,”

“Oh, ya. Siapa jaksa yang gigih itu?” tanya Victoria kemudian.

“Noah Specter, anak tunggal kepala jaksa Otto Specter,”

“Noah Specter?”

Flashback off.

“Bagaimana ini, pak? Tujuan kita memanggilnya kan untuk menyelidiki

kasus lama Xander Group. Dia bahkan tidak memakan umpan kita,” ucap Rica.

“Sepertinya kepala jaksa ada kaitannya dengan anggota dewan UA. Coba

periksa, siapa kepala jaksa saat jaksa Rema menyelidiki kasus zat kanker Xander

Group,” ucap Noah.

“Baik, sebentar, pak.”

“Pak…”

“Otto Specter?”

“I…iya, pak.”

“Baiklah.”

“Bapak tidak mungkin menyelidiki ayah Bapak sendiri, ‘kan?” sahut

Harvis.

“50% besar kemungkinan ayah terlibat dengan kasus Xander Group. Saya

akan menemui dia terlebih dahulu.” Noah bangkit berdiri dan berjalan keluar

dari ruangannya.

DI RUANGAN KEPALA JAKSA, OTTO SPECTER.

“Noah, pas sekali kamu datang,”

“Aku ke sini datang bukan sebagai anak papa. Tapi sebagai jaksa,”

“Kamu ingin menyelidiki papa?”

“Cukup jawab satu pertanyaanku. Sudah berapa lama papa berteman dengan

Xander Group?”

“Kenapa memangnya? Kamu sedang menyelidiki Xander Group?”

“Jawab saja pertanyaanku,”

“Hmm, saat papa menyelidiki Thomas Xander untuk yang pertama kalinya,

mungkin sekitar 9 tahun yang lalu?”

“Papa menyelidikinya?”

“Kamu pikir papa berteman dengan Thomas Xander untuk apa?”

“Kenapa papa menyelidikinya?”

Otto memberikan sebuah berkas.

ZAT PEMICU KANKER DI SALURAN PEMBUANGAN XANDER GROUP

“Sampai saat ini pun papa tidak bisa melanjutkan penyelidikan papa.

Karena Thomas Xander bukan lagi yang berkuasa di Xander Group. Noah, kamu

sedang menyelidiki Xander Group, ‘kan? Papa ingin kamu masuk ke dalam Xander

Family.”

Otto meletakkan sebuah file di hadapan Noah. Noah melihat isi file itu

yang ternyata adalah profil Victoria Xander, cucu kelima Thomas Xander yang

kini menjadi pemimpin baru Xander Group.

“Maksud papa?!”

“Menikahlah dengan dia, Noah.”

Bersambung...

“Menikahlah Denganku,”, katanya.

“Kenapa aku harus? Papa yang sudah menjelma menjadi teman baiknya Thomas Xander saja tidak berhasil menemukan kesalahannya,” Noah protes.

“Kalau begitu kembalikan berkas yang sudah papa kumpulkan selama ini,” Otto menarik kembali berkas kasus zat kanker Xander Group.

“Aku tahu papa sangat ingin meruntuhkan kerajaan Xander Group. Aku pun juga begitu. Tapi aku tidak akan menggunakan cara kuno seperti itu. Aku akan menggunakan caraku sendiri.” Noah keluar dari ruangan ayahnya.

“Baiklah, mari kita lihat cara apa yang kamu gunakan,” ucap Otto setelah Noah keluar.

DI RUANGAN THOMAS XANDER.

“Kamu sudah mempelajari projek ‘Cander’ yang kakek minta kemarin?” tanya Thomas.

“Sudah, kek. Projek ‘Cander’ ini… sampai kapan akan berakhir? Tidak. Aku ubah pertanyaanku. Apakah bisa berakhir?” balas Victoria.

“Sepertinya kamu memang sudah tahu betul projeknya seperti apa. Itulah kenapa kakek menyerahkan projek ini ke kamu. Hanya kamu yang bisa kakek andalkan,”

“Kurasa… sangat sulit bahkan mustahil untuk menghentikan projek ini, ya, ‘kan, kek?”

“Betul, Victoria. Selama ini kakek hanya melindungi Xander Group saja agar tidak berimbas sedikitpun ke Xander Group. Tapi kakek rasa kamu perlu berbuat sesuatu,”

“Apa itu, kek?”

Thomas memberikan sebuah file. Ketika Victoria membuka file tersebut yang ternyata adalah profil Noah Specter, jaksa yang dia temui sebelum menghadap ke kakeknya.

“Kamu bisa memanfaatkan dia,” ucap Thomas.

“Memanfaatkan seorang jaksa? Kakek ingin aku melakukan apa ke dia? Menikah?”

“Kamu memang cucu kakek. Kakek dan ayahnya berteman baik cukup lama. Anggap saja ini kita mempertemukan kamu dan Noah Specter karena hubungan yang baik,”

Noah kembali ke ruangannya.

“Baik, sebentar, ya. Pak, ada yang menelepon mencari Bapak katanya dari pengiriman makanan,” ucap Harvis.

“Aku tidak memesan makanan apapun. Minta dia sebutkan nama,”

“Memangnya Bapak sedang menginterogasi seseorang? Kenapa butuh nama segala?” sahut Rica.

“Halo, bisa sebutkan nama?” ucap Harvis di telepon.

“Bibina,” ucap Harvis kemudian.

“Alihkan ke teleponku,”

“Baik.”

“Halo? Pengiriman makanan, ya? Baik, saya akan turun!” Noah menjawab telepon.

Noah langsung turun tanpa mengucapkan apapun lagi.

“Lho, tadi katanya tidak memesan makanan?” ucap Frans.

“Apa jangan-jangan pak Noah sangat stres karena Xander Group dan mengalami gejala demensia awal?” sahut Harvis.

“Sut! Sembarangan! Umur pak Noah saja masih 29 tahun,” sahut Rica.

“Dena, hey, kenapa datang ke sini? Kamu tidak bekerja? Dan apa maksudnya dengan ‘bibina’ tadi? Bawahanku nyaris mengetahuinya, lho.” ucap Noah seraya mencubit pipi Dena.

“Tentu saja bekerja, tapi ini ‘kan jam makan siang. Ayo, makan bersama. Aku sudah membelikanmu makan siang,”

Noah dan Dena menghabiskan makan siang bersama di sekitar kantor kejaksaan.

“Kamu tahu berita keberhasilan kamu menangkap koruptor itu sudah dibicarakan dimana-mana. Semua orang terutama wanita jadi mendambakanmu. Setiap aku pergi ke suatu tempat, pasti ada saja yang membicarakan kekasihku. Di dalam hatiku terus berteriak ‘Itu kekasihku!’,” ucap Dena.

Noah tersenyum. “Aku hanya menjalankan pekerjaanku saja. Kenapa orang-orang begitu memujaku?”

“Aku tidak memujamu. Aku mencintaimu,”

“Kalau cinta, kenapa aku ajak nikah kamu tidak mau? Setelah menikah denganku, tapi tidak perlu bekerja keras dari pagi sampai malam lagi, lho.”

“Kita sudah sepakat untuk tidak membahas lagi, Pak Noah Specter.”

“Baiklah, baiklah. Habiskan makananmu,”

“Noah.”

“Hm?”

“Aku mencintaimu, kamu tahu itu, ‘kan?”

“Aku tahu, Baby Dena-ku, Bina-ku.”

Setelah makan siang, Noah kembali ke ruangannya dan melihat wajah ketiga bawahannya sangat tegang.

“Pak…”

“Ada apa?”

“…”

“Frans? Harvis? Rica? Ada apa? Kenapa diam saja?”

“Breaking news. Anggota dewan UA yang sedang diselidiki atas kasus korupsi perbaikan jalan di kota XXXX, ditemukan tewas di kediamannya siang ini. Kepolisian menemukan surat wasiat di dekat tubuh anggota dewan UA dan menettapkan anggota dewan UA melakukan b*n*h diri akibat perbuatan yang dia sesali.”

Noah terkejut begitu mendengar berita di televisi yang dinyalakan di ruangannya. Dia segera berlari keluar dari ruangannya menuju ruangan ayahnya. Membuka pintu ruangan ayahnya dengan kasar dan mengajukan pertanyaan.

“Anggota dewan UA, itu perbuatan Xander Group, ‘kan?” tanya Noah.

Ayahnya, Otto tidak menjawab. Dan hanya bisa menghela napas panjang.

“Xander Family, aku bersedia masuk ke dalamnya,” ucap Noah kemudian.

“Kamu serius?” tanya Otto.

“Ya. Segera pertemukan aku dengan Victoria dan Thomas Xander,” jawab Noah. Setelah itu dia pergi meninggalkan ruangan ayahnya.

Mendengar anaknya bersedia menikah dengan cucu penerus Xander Group, Otto segera menelepon Thomas.

“Halo, anakku sudah bersedia. Bagaimana dengan cucumu?”

“Cucuku tidak akan mengecewakan aku. Aku akan menyampaikan kabar baik ini ke cucuku,”

“Bagaimana kalau kita pertemukan saja Noah dan Victoria?”

“Baiklah. Aku akan mempersiapkan kedatangan Noah ke Xander Group.”

Tok. Tok. Raphael masuk ke dalam ruangan Victoria.

“Bu, Noah Specter datang ingin menemui anda,” ucap Raphael.

“Bukankah dia jaksa tadi?” tanya Victoria.

“Benar. Tapi kali ini Ketua Xander yang mempersiapkan kedatangannya,” jawab Raphael.

“Baiklah. Persilakan dia masuk,” ucap Victoria yang bangkit dari meja kerjanya menuju sofa di ruangannya.

“Noah Specter, kita bertemu lagi. Silakan duduk. Kali ini soal apa?” ucap Victoria.

“Jangan bilang sekarang anda mencurigai saya atas kematian anggota dewan UA?” ucap Victoria kemudian.

“Menikahlah denganku,” ucap Noah.

Victoria tertegun.

“Saya seorang pembisnis. Apa yang akan saya dapatkan kalau saya menerima tawaran anda?”

“Kalau anda mendapat perlindungan hukum secara ‘eksklusif’ kalau menjadi istri saya,”

“Apa anda bisa menutup mata atas segala hal yang akan saya lakukan di kemudian hari?”

“Apa anda mungkin melakukan ‘sesuatu’ yang mengharuskan saya untuk menutup mata?”

Victoria tersenyum.

“Lalu kenapa anda menawarkan perlindungan hukum secara ‘eksklusif’? Perlindungan itu tidak ada gunanya kalau saya tidak melakukan apapun, ‘kan?”

Noah terdiam sejenak. “Katakan apa yang anda inginkan dari saya,”

“Sebelum itu, mari kita dengarkan dulu permintaan dari pihak yang mengajak menikah,” balas Victoria.

“Saham Xander Group,” jawab Noah.

Saham? Apa sebenarnya rencana orang ini?

“Satu persen,” ucap Victoria.

“Kakak ipar anda saja mendapat 2 persen. Kenapa saya hanya 1 persen?”

“Satu persen atau pintu keluar ada di sebelah sana,” ucap Victoria dengan tegas.

“Baiklah, baiklah. Satu persen.”

Sudah pasti dia mengingini hal lain. Karena satu atau dua persen saham tidak akan menguntungkan. batin Victoria.

Victoria mengangguk. “Saya akan menyuruh asisten saya menyiapkan perjanjiannya,”

“Tunggu. Anda belum mengatakan apa yang anda inginkan,” ucap Noah.

“Anda akan tahu setelah membacanya,”

Victoria bangkit berdiri lalu berjalan ke meja kerjanya, mengangkat gagang telepon, “Tambahkan satu persen saham Xander Group,”

Victoria kembali ke sofa dan duduk menyicipi teh yang disediakan untuknya.

“Apa rasanya menjadi ratu di Xander Group?” tanya Noah tiba-tiba.

“Rasanya? Bisa dibilang, untuk pertama kalinya merasa hidup.”

Merasa hidup? Bisa-bisanya, setelah ratusan orang kehilangan hidupnya? batin Noah.

“Oh, ya. Saya menginginkan sebuah rumah baru untuk tempat tinggal selama menikah. Tentu rumah yang bukan milik anda, dan bukan milik saya sebelumnya. Rumah akan dibeli oleh kedua belah pihak dengan pembagian sama rata. Nanti asisten saya akan mengirimkan rincian biaya yang dibutuhkan,” ucap Victoria.

“Rumah baru? Saya tinggal sendiri di rumah saya. Ukurannya cukup besar untuk 2 orang, dan desain-” Kalimat Noah terpotong.

“Kalau itu, saya juga. Bahkan saya sudah nyaman tinggal di rumah saya sendiri. Tapi demi kenyamanan bersama, karena rumah yang menjadi tempat tinggal bersama selama pernikahan harus dihancurkan setelah pernikahan berakhir.”

“Dihancurkan? Apa Xander Group suka melakukan hal seperti ini?”

“Supaya tidak ada yang harus menumpang, anda tahu? Saya tidak menumpang di rumah anda, anda juga tidak menumpang di rumah saya.”

Tok. Tok. Raphael masuk ke dalam ruangan Victoria.

“Ini yang anda minta,” ucap Raphael seraya memberikan selembar kertas.

“Terima kasih,”

“Baik. Saya permisi,” Raphael mengundurkan diri dari ruangan Victoria.

“Ini,” Victoria meletakkan kertas perjanjian di atas meja dan menandatanganinya lalu menyerahkan ke Noah.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!