NovelToon NovelToon

Heaven Is Just An Illusion

Kejamnya Justin di sekolah

"Mah, Pah! Justin berangkat sekolah yah sudah terlambat bangun nanti keburu macet." Ucap Justin sambil merapikan seragamnya dan menyisir rambutnya menggunakan jari-jarinya.

"Sudah berkali-kali mama bilang jangan pernah pergi sekolah sebelum sarapan nanti kamu sakit." Ucap mamanya Justin sambil menyiapkan sarapan pagi.

Tanpa mengumbris perkataan mamanya Justin langsung berlari ke halaman dan langsung melajukan mobil kesayangannya. Atas pemberian papanya karena Justin berhasil masuk ke sekolah favorit dan berkelas.

"Hay bro, tumben cepat datang ucap salah satu temannya yaitu Riki."

"Pagi." Ucap Pak Adi yang mengajar sebagai guru IPS sekaligus wali kelas Xl IPS 1.

"Pagi Pak" jawab semua murid sambil mengeluarkan bukunya dari tas.

"Hari ini kita kedatangan seorang murid pindahan dari Jepang namanya "Maya"

"Maya silahkan kamu perkenalkan diri".

"Iya Pak." Perkenalkan nama saya "Maya Amelia" saya pindahan dari Jepang karena Papi dan Mami saya bekerja sama di perusahaan Arijaya jadi terpaksa saya bersekolah disini.

"Saya harap teman-teman mau menemani saya dan memberikan pengalaman pada saya."

"Maya, kamu duduk di bangku kosong yang di meja kedua. Semuanya jangan ada yang berniat untuk membully Maya dan saya harap kalian semua memperlakukannya dengan baik."

"Kita lanjut pelajaran kita dan jangan ada yang bermain-main. Perhatikan baik-baik ke depan." Ucap Pak Adi.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 yang berarti jam istirahat. Para murid bersorak kegirangan karena sudah waktunya bebas dari pelajaran yang menyebalkan.

"Jus, kantin yuk!" ajak Riki sambil menarik-narik tangannya.

"Aish, malas gue." Jawab Justin dengan mengeles.

"Owhk, ayolah Justin jangan sok manja deh gue mau makan yang banyak hari ini."

"Gue malas ya malas jangan paksa gue ngerti ngak?" bentak Justin dengan nada suara yang meninggi.

"Gue tau loh lagi gamon ya sama Sheila?" tanya Riki yang berhasil membuat kemarahan Justin memuncak dan mendaratkan satu pukulan di wajahnya.

"Gue tadi cuman bercanda doang masa kamu langsung baper." Ucap Riki sambil memegang pipinya yang memerah.

"Auwhh, tu anak savage juga kalau diliatin." Seram! celoteh Maya dengan suara kecil yang berhasil membuat Justin mendengarnya.

"Owhk, loh bilang apa tadi? gue masih belum dengar coba ulangi sekali lagi." Ucap Justin sambil mendekatkan wajahnya.

Suara yang ribut menjadi hening tak ada suara ketika mendengar perkataan Justin yang besar membentak Maya.

"Gue bilang savage, puas loh? trus sekarang mau apa mau marah mau nampar?" tanya Maya dengan sorot mata yang tajam tanpa perasaan takut sedikitpun.

"Hahha, sini loh gue mau kasih kejutan yang membuat loh bakalan ingat dan gue jamin loh tidak akan melupakannya untuk selamanya."

Mendengar perkataan Justin semua siswa hanya bisa berdiri dan tidak ada yang berani berbuat apapun.

"Awww, sakit tangan gue lepasin ngak?"

Maya meringis kesakitan karena ulah Justin.

"We tolongin gue please." Ucap Maya memohon kepada teman-temannya yang hanya berdiri memandangi perlakuan Justin terhadap Maya.

"Gue mau sekarang juga loh harus beresin semua sampah ini selama jam istirahat dan jangan ada yang tersisa sedikitpun. Dan satu hal yang harus loh ingat jangan berani membantah dan lima sebelum bel berbunyi loh harus sampai di kelas. Sekarang jam 10.15 dan 10.25 loh harus datang ke kelas."

Perintah Justin dengan nada yang meninggi.

Maya memandangi sampah tersebut dan tanpa berpikir panjang langsung membereskannya.

"Gue harus selesaikan semuanya sebelum jam yang ditentukan si setan itu." Ucap Maya sambil memegang sapu lidi dan secepat mungkin membereskannya.

"Gue ingatin sekali lagi ke loh jangan pernah bahas nama cewek itu lagi kalau ngak gue habisin loh."

" Ngerti ngak?"

Bentak Justin dengan suara keras dan tidak ada yang berani membantah.

Tok...tok...tok...

Maya berjalan sambil memegang pergelangan tangannya dengan erat dan langsung duduk di bangkunya.

"Sudah selesai kerjanya?" tanya Justin dingin.

"Hm," jawab Maya dengan ketus.

Brak!

Justin memukul meja dihadapan Maya dengan kuat yang membuat jantung Maya hampir copot.

"Kalau gue tanya jawab dengan becus jangan sok coll ngerti kan?"

"Iy, iya gue ngerti." Jawab Maya berpura-pura mengambil buku supaya Justin pergi dari mejanya.

Prak...prak...prak...

Suara kaki Justin menuju panggung kecil di depan dan mulai mengeluarkan aura dingin.

"Gue kembali bicara dan tegaskan sekali lagi, gue disini sebagai ketua kelas dan juga ketua OSIS jadi jangan pernah ada yang mencoba untuk membantah perkataanku."

"Terutama kamu jangan sok jagoan mengguruiku dan melawan perkataanku jika tidak suka angkat kaki dari sini dan cari kelas lain."

"Mengerti !!!"

Semuanya diam menunduk tidak ada yang berani menatap dan *******-***** jarinya.

Plak!

Semuanya terkejut mendengar suara yang keras karena ulah Justin.

"Apa? heran, tidak suka silahkan keluar!"

"Jangan ada yang mencoba membicarakan diriku dari belakang langsung saja sekarang dikatakan."

Sheila yang tidak sengaja lewat dari depan kelas Justin hanya memandanginya dan sekali-kali melihat arah jalannya.

"Apa? gue bilang sekali lagi ke loh jangan pernah bahas hal yang membuat gue marah."

Justin kembali duduk ke bangkunya sambil merapikan rambutnya dan dengan sifat yang angkuh menarik keras meja di depannya.

"Kenapa sekolah ini menyeramkan melebihi setan. Gue nyesal banget sekolah disini udah punya ketua OSIS yang galak kejam pula." Ucap Maya dalam hati sambil mencoret-coret bukunya.

Tak lama kemudian guru Fisika datang dan langsung menyuruh seluruh muridnya untuk mengeluarkan bukunya dan membuka halaman yang minggu lalu mereka pelajari.

45 menit kemudian...

Ting!!!

Yeay, pulang!

Semua murid sangat bahagia dan kegirangan. Sementara Maya hanya terdiam sambil mengamati sekelilingnya, pantas saja mereka tertawa bahagia terlepas dari setan yang kejam.

"Gue pulang dulu ya weh, ucap seorang cowok yang selalu mencairkan suasana di kelasnya."

"Justin loh ngak pulang?" tanya Riki dengan nada yang gemetar.

"Gue malas loh aja duluan ntar lagi gue datang."

Ting! pesan masuk di ponsel Maya dan langsung membacanya.

"Gue, mau ketemuan sama loh. Sekarang gue di depan kelas loh dan gue harap loh ngak nolak."

"Hm, iya gue otw sabar."

Maya berjalan meninggalkan Justin yang termenung.

Plak, "awh sakit banget loh sengaja yah membuat kaki loh disana supaya gue jatuh? tanya Maya dengan suara yang lantang."

"Gila nih cewek jangan sok gr deh gue ngak cari masalah loh nya aja yang nggak liat pake mata."

Ting...................

Suara handphone Maya berbunyi dan langsung bergegas mengangkatnya.

Halo!

"May, gue liat-liat dari tadi loh ngak ada dimana sih?"

"Sebentar gue masih di jalan tunggu aja ntar lagi gue datang sabar yah!."

"Ishk, dasar pembohong katanya di jalan padahal masih di kelas." Ucap Justin dengan menatap Maya dengan sinis.

"Apa urusannya dengan loh, ngak usah ikut campur urusan orang."

"Ists, tunggu dulu gue mau loh yang kunci kelas dan gue tunggu di depan. Jangan membantah dan banyak bicara lakukan pekerjaanmu."

Ceklek, "nih kuncinya gue serahin lagi ke loh."

Keluarga Justin

"Tunggu gue kita sama jalan ke gerbang jangan pergi duluan gue takut sendirian katanya sekolah ini angker."

Ucap Justin sambil menarik tangan Maya yang berjalan duluan supaya bersama berjalan dengan Justin.

"Haha, dasar penakut tadinya sok coll mau duduk di kelas sendirian."

"Diam loh! ngak usah sok jadi pemberani di hadapan gue."

Di gerbang sekolah seorang pria tampan sedang berdiri sambil memegang buket bunga mawar yang berwarna merah.

"Hay," ucap Maya sambil melemparkan senyuman manis kepada cowok tersebut.

"Gue udah lama nunggu loh tadi disini sampai gue ngantuk." Ucapnya sambil tersenyum penuh arti di hadapan Maya.

"Ini bunga buat loh gue tadi sengaja mampir bentar ke toko bunga dan gue beliin. Semoga suka dan jangan menolak pemberian gue. Please! ucapnya sambil menunduk berharap Maya menolaknya lagi."

"Haha, kali ini gue terima bunganya dan gue bilang makasih banyak ya atas buketnya."

"Norak," ucap Justin ketus dihadapan Maya dan cowok tersebut.

"Gue cabut duluan yah," ucap Justin sambil membunyikan mobilnya dan melaju kencang meninggalkan sekolahnya.

"Hm, dia siapa?" tanya cowok yang memberinya dengan rasa penasaran.

"Owhk, dia ketua OSIS dan kebetulan satu kelas dengan gue. Ada apa emang?" tanya Maya lagi dengan rasa penasaran.

"Owhk, gitu gue kirain siapa?"

"Hm, ayo kita pulang ke rumah gue sudah lapar".

"Ok kita jalan sekarang dan gue harap loh ngak cari masalah lagi ke gue." Ucap Maya dengan suara yang kecil sambil memalingkan wajahnya.

"Pah, Mah! Justin pulang."

"Mah, Pah! mereka dimana sih?"

"Bi? Mama dan Papa mana ngak kelihatan dari tadi." Tanya Justin sambil mencari-cari dengan sorot mata yang melirik-lirik.

"Maaf, Tuan nyonya ngak ada di rumah sejak tuan pergi ke sekolah. Dan Tuan besar sudah pergi ke villa untuk melakukan tugas kantor disana."

"Ohk, gitu yah bi. Gue ke kamar dulu dan segera siapkan makan siang untukku." Ucapnya sambil menaiki anak tangga satu-persatu.

Di kamar yang luas dan indah Justin melemparkan tasnya dan membuka kancing seragam sekolahnya lalu merapikannya.

Ting........

Suara ponsel Justin berbunyi dan dengan sigap mengangkatnya.

"Ya, halo Mah"

"Justin, mama boleh minta tolong ngak?"

"Apa mah?"

"Kamu sekarang datang ke villa kita yah tapi kalau kamu mau sampai disana telpon mama dulu supaya mama bisa langsung menemui kamu."

"Hm, iya Mah. Aku otw yah, tunggu aja disana. Tanpa ada jawaban telepon tersebut langsung mati."

"Ada apa sih? tumben mama nyuruh aku ke villa biasanya hanya ke mall dan tempat arisan doang. Ahk sudahlah aku langsung datang aja."

Sesampainya di villa Justin langsung menelpon mamanya dan menanyakan keberadaannya.

Justin melangkah mengikuti instruksi yang sudah mamanya katakan padanya.

Setelah 10 menit Justin bertemu dengan mamanya di dapur dan dengan cepat mamanya langsung memeluk erat Justin sambil mengeluarkan air matanya.

"Ma,mamah kenapa?" tanya Justin heran dengan perlakuan mamanya.

"Papa kamu selingkuh Justin!. Dia selingkuh dengan perempuan lain di villa ini mama dengar sendiri tadi dan kamu tau ternyata mereka sudah lama menikah."

"Hah, dengan perasaan tidak percaya Justin mendorong pelan mamanya dan kembali bertanya bagaimana mungkin".

"Yah, mama liat sendiri mereka bermesraan dan sudah berbohong kepada mama dengan mengucapkan bahwa ada tender yang harus diselesaikan tetapi ternyata malah selingkuh. Dengan air mata yang kembali mengalir di wajahnya sambil memeluk putra semata wayangnya itu."

"Hm, Papa awas aja akan kubunuh habis-habisan dan tidak kubiarkan sedikitpun selamat."

"Mah, tunggu disini aku akan menghibur Papa sebentar sebelum aku menghabisinya." Ucap Justin yang membuat mamanya heran dan takut mendengar perkataan Justin.

"Wah, wah Papa menang banyak juga yah. Kalau dilihat-lihat Papa lebih jago daripada putra Papa."

"Hm, tante kenalin nama gue Justin putra satu-satunya papa gue."

"Btw tante cantik juga yah, tapi jauh lebih cantik mama gue sih. Cihk beda jauh juga kalau dipikir-pikir."

"Tante punya anak berapa? kalau boleh tau."

Dengan lantang selingkuhan Papanya menjawab pertanyaan Justin.

"Hm, dua satu perempuan dan satu cowok. Saya sekarang sedang berbisnis dengan Papa anda dan saya harap kamu jangan langsung baperan." Ucap selingkuhan Papanya Justin lagi.

"Owhk, Tante ternyata sadar diri juga yah. Lagian ngak mungkin juga Papa gue  jatuh cinta dengan tante yang cantiknya dibawah kkm."

"Dan Tante juga jangan terlalu lengket dengan Papa saya soalnya dia hanya seorang pebisnis yang diatur oleh mama saya." Ucap Justin sinis.

"Apa madsudmu? mengapa mengatakan hal seperti itu?"

"Haha, tante tidak tau kalau mama saya adalah pemilik saham perusahaan terbesar di kota ini dan hanya mama yang papa andalkan untuk mengusahakannya." Perjelas Justin lagi sambil menaikkan salah satu alisnya.

"Artinya Papa hanya menjalankan perintah dari mama bukan pemilik bisnis perusahaan ini."

"Jadi, jika tante ingin harta Papa saya pikirkan dulu baik-baik soalnya Papa saya ini kere." Justin meledek papanya Justin dan merendahkan harga dirinya.

"Justin jaga mulutmu!" tanpa sengaja Papanya memukul pipinya dengan sekali tamparan.

"Dasar anak sialan berani-beraninya kau mengucapkan hal seperti itu harga diriku kau injak-injak di hadapan sekretarisku."

"Owhk, gitu yah! dasar orang tua tidak tau diri berani-beraninya selingkuh tanpa punya uang sepeserpun."

"Jika kau selalu mengungkit hal yang tidak penting tutup mulutmu dan pulang ke rumah." Perintah Papanya Justin.

"Gue ngak mau pulang! kenapa emangnya heran kalau gue sudah berani melawan?" Tanya Justin penuh amarah.

"Sudah Papa katakan pulang dan jangan banyak bicara."

Perintah Papanya dengan suara yang keras.

"Kalau aku tidak mau Papa mau apa?"

"Memukuliku atau menamparku?" silahkan aku tidak takut.

"Sekarang kau semakin pembangkang kepada Papamu ini?"

"Kau akan tau akibatnya jika sudah berani melawan Papamu ini."

"Pah, aku minta maaf yah aku salah! Ngak akan gue minta maaf, gue muak dengan sifat busuk Papa yang ternyata sudah menikah dengan wanita tua ini."

"Papa pikir aku akan tinggal diam menyaksikan semuanya seperti orang bodoh? ngak mungkin dan tidak akan terjadi."

"Cikh, sesama sampah memang pantas dipungut oleh sampah. Hah? aneh tapi nyata. Ucap Justin lalu meninggalkan Papanya disana seperti orang gila mendengarkan perkataan anaknya yang begitu tajam."

Justin mengajak mamanya pergi dari sana dan tidak menggubris Papanya yang memanggil namanya.

"Kenapa anakmu begitu kejam berbicara? seperti tidak punya hati nurani sedikitpun."

"Mah, aku ngak mau kalau Papa terus selingkuh seperti ini dan aku mau Mama dan Papa cerai secepatnya."

"Ap, apa? kau ingin Mama hancur dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi di hidup Mama."

"Mama, ngak sanggup Justin Mama tidak bisa."

"Apa? Mama sudah tidak waras mengapa Mama tidak bisa ceraikan Papa?"

"Ayolah Mah, aku ngak mau Mama menderita seperti dan Mama juga sudah lama mengetahui hal ini tetapi Mama merahasiakannya dariku."

"Aku tidak mau tahu mama harus cerai dari Papa biarkan dia menikmati dunianya sendiri."

"Mah, ini demi kebaikan Mama dan aku mohon Mah, jangan menolakku ayolah Mah."

Diusir dari Rumah

"Mamah, suara Papanya Justin membuat seisi ruangan merasa heran dengan suara Papanya yang ribut."

"Apa? kenapa memanggilku?" tanya mamanya Justin heran dengan suaranya yang bising.

Prang......

Piring yang dibawakan pelayan melayang di hadapannya dengan sangat kencang.

"Ciahk, siapa lagi yang mencari keributan disana." Ucap Justin sambil berjalan mendekat.

Justin menuruni tangga satu- persatu dan melihat mamanya yang mematung di hadapan Papanya yang dianggapnya sebagai musuh terbesarnya.

"Pah, kenapa cari masalah dengan mama? lagian ini sudah larut malam kenapa harus pulang dari villa bukannya melayani wanita sialan itu?."

"Diam kau! ini urusanku dengannya jangan coba-coba ikut campur dan kau harus ingat satu hal kalau ini urusanku dengan istriku."

"Hah, Papa yakin? bukannya Papa sudah tidak mencintai mama lagi dan kalau saran gue yah mah mending ceraikan saja Papa."

"Ngak ada gunanya bersama orang yang sok munafik dan kau jangan pernah mencoba mencampuri urusanku dan satu hal yang kau bukan anak kandung kami. Kau hanya anak pungut bukannya bersyukur karena kami telah merawatmu dan apa yang aku terima kau malah menghinaku di depan sekretarisku."

"Kau tidak tahu dimana orang tuamu yang selama ini telah meninggalkanmu dan hanya aku yang menyayangimu karena telah kurawat tetapi kau membalasnya dengan menginjak harga diriku." Ucap Papanya Justin.

"Kau boleh memilih dua pilihan, kau tinggal disini tetapi kau tidak boleh memanggil kami dengan sebutan Papa dan Mama. Dan pilihan yang satu lagi kau angkat kaki dari rumah ini dan jangan berani menunjukkan diri di hadapanku. Mengerti!" sekarang kau pilih yang mana?

Justin terdiam mematung dan perlahan menatap Mamanya tapi lirikan Mamanya tidak menggubris Justin dan pergi meninggalkan Justin.

"Apa? kamu heran? kamu salah paham kau berniat untuk melindungi Mamamu tetapi kau sudah dibohongi olehnya karena apa? karena dia bukanlah istri sahku. Dan sekarang kamu harus tahu musuh itu pandai bermain api dan jika kamu tidak lihai mengetahuinya maka kau akan terbakar kedalam api tersebut."

"Jadi, kau pilih yang mana?" tanya Papanya Justin sambil menaikkan satu alisnya.

"Ak, aku akan pergi dari rumah ini." Jawab Justin dengan rasa percaya diri dan keras kepala.

Justin membalikkan badannya dan langsung menaiki tangga sambil mengambil kopernya dan langsung memasukkan seluruh pakaiannya tanpa ada yang tersisa.

Semua barangnya  disusun kembali dan tidak ada yang tinggal dan tanpa sengaja menabrak seorang wanita.

"Mama mohon sama kamu, kuharap jangan pergi Mama mohon jangan pergi."

"Hm, aku pamit sekarang." Ucap Justin sambil mengulurkan tangannya untuk menyalam mamanya.

Mamanya langsung menghambat langkah Justin yang menuruni tangga.

"Mama mohon jangan pergi please jangan pergi." Titah Mamanya Justin sambil mengatupkan kedua tangannya.

"Hm, ternyata kamu keras kepala juga dan Papa harap kamu jangan menunjukkan wajah di hadapan kami berdua."

"Kami pasti akan menganggapmu dan jangan lupa kalau Papa dan Mama adalah orang tuamu juga meskipun bukan kandung."

"Ini kunci mobilnya," ucap Justin mengulurkan kunci tersebut sambil berjalan berjauh meninggalkan rumah yang megah sambil menarik kopernya.

Di persimpangan Justin berdiri menunggu angkutan umum supaya mencari kos untuk tinggal sementara.

"Ciahk, sialan kenapa tidak ada angkutan umum?"

"Halo, Rik loh dimana bisa minta tolong ngak?"

"Justin, tumben loh minta tolong ke gue apaan emang?"

"Gue ngak tinggal dirumah lagi bisa ngak satu malam ini aja gue nginap di rumah loh?"

"Haha, bolehlah loh dimana emang supaya gue jemput."

"Gue dipersimpangan jalan tapi gue ngak tau namanya yang penting ada persimpangannya."

"Ohwk, tunggu aja disana gue datang sabar aja."

15 menit kemudian...

"Maaf gue hampir kesasar tadi nyari gue ngak tau dimana persimpangan akhirnya gue cuman mutar-mutar."

"Hm, gue ngak komen hari ini soalnya gue lagi banyak masalah."

"Gue tahu kalau loh sekarang sedang kesusahan, ayo buruan masuk jangan banyak bicara." Ucap Riki sambil membantu Justin membawa barang-barangnya ke dalam mobil.

"Ada masalah apaan sih loh sekarang? sampe bawa barang- barang sebanyak ini?"

"Gue baru tau kalau gue bukan anak kandung Mama dan Papa hanya karena gue belain Mama akhirnya Papa mengungkit semuanya. Dan kamu tau Rik, aku mati-matian belain Mama yang mengatakan padaku bahwa Papa selingkuh jadi aku belain Mama tapi aku malah sial."

"Sudahlah kita ngak perlu membahas masalah itu lagi. Nanti kamu tambah sedih lagi jika selalu di bahas lagi."

"Hm, btw loh udah makan belum?" tanya Riki khawatir dengan keadaan sahabatnya itu.

"Gue ngak lapar Rik, hanya saja aku ingin istirahat yang banyak."

"Owhk, gimana kalau sampai di rumah kita mabar yah?" ucap Riki mencoba menyemangati Justin yang mencoba tegar dan berusaha untuk melupakan masalahnya.

Sesampainya di rumah Riki, "haha akhirnya sampai juga kita di istana milikku." Ucap Riki bercanda mencoba menghibur Justin.

"Ayo masuk! jangan sungkan anggap rumah sendiri aja jika lapar makan dan sekali lagi ini adalah rumahku jadi kuharap jangan merasa sungkan."

"Iy, iya gue tahu tapi bisa ngak gue istirahat sekarang?" ucap Justin meminta pendapat dari Riki.

"Iyalah boleh ayo jangan malu-malu kamarnya di sebelah sini. Kamu istirahat saja besok kita membereskannya bersama. Dan kuharap kau tidak perlu pergi dari rumah ini aku kesepian jadi kumohon kita tinggal disini yah. Pinta Riki sambil mengatupkan kedua tangannya."

"Kamu yakin Rik? padahal tadi di sekolah aku nonjok kamu sampai merah." Ucapnya sambil menunduk, dan langsung minta maaf atas perbuatannya yang kasar.

"Gue ngak marah kok, udah lupain aja ngak perlu dibahas lagi kau sudah kuanggap sebagai saudaraku." Ucap Riki sambil mencubit kedua pipi Justin.

"Hm, gue lapar mau makan bareng ngak?"

"Boleh tapi gue segan karena gue udah numpang di rumah loh pengen makan gratis lagi. Ngak tau diri amat gue jadi orang."

"Haha, sudah lupain aja gue tau loh lapar yok makan bareng."

"Kita party malam ini mau ngak?" tanya Riki dengan perasaan bahwa Justin mau bermain dengannya.

"Kita pergi party kemana emang?" tanya Justin dengan suara serak.

"Dirumah," jawab Riki dengan santai.

"Apa? yakin party dirumah?" tanya Justin tidak percaya akan perkataan Riki.

"Hm, iyalah" ucap Riki.

"Kita akan merayakan hari ini dengan penuh kebahagiaan dan kesenangan."

"Riki menuangkan segelas wine dan sebungkus rokok yang masih utuh belum terbuka."

"Gue akan mengubah kehidupan loh dan jangan mencoba untuk menolak karena ini akan membawakan kebahagiaan sendiri di dalam hidup loh." Ucap Riki mengajak Justin party bersama.

Justin menghisap rokok tersebut dan menikmatinya sambil meneguk segelas wine.

"Akh, gue pengen mati aja" ucap Justin dengan suara keras yang membuat Riki spontan terdiam.

"Gue pengen loh bersemangat lagi Justin, hm ini winenya gue tambahin lagi." Ucap Riki dan langsung diteguk oleh Justin.

"Nanti kalau loh ngantuk langsung tidur aja di kasur gue ngak papa kok." Ucap Riki merasa iba melihat kondisi Justin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!