Hari ini hari yang sangat menegangkan bagi Kia. Yaitu hari pembukaan Restoran cabang baru milik Kia. Banyak orang-orang yang penting bagi Kia berhadir di tempat itu, sosok suami tercintanya bersama putrinya semata wayangnya saat ini berdiri di sampingnya. Ini saat menegangkan bagi Kia. Kia memegang gunting yang berhiaskan pita.
Setelah pemuka agama selesai membaca do'a, Kia melapazkan kalimat bismillah, harapannya semoga usahanya membawa berkah bagi banyak orang dan juga baginya sekeluarga. Setelah pita Kia gunting, semua yang berhadir memanjatkan syukur dan memberi doa semoga usaha Kia sukses.
Tempat itu tidak hanya dipenuhi orang-orang namun juga terlihat banyak hadiah, dari bermacam kue, ucapan selamt atas usaha baru Kia, bahkan terlihat banyak bucket bunga.
"Maaf ya Kak ... aku baru datang."
Ucapan seorang wanita muda yang berusia 24 tahun itu menyita perhatian banyak tamu undangan, sebagian tamu menatap sinis pada wanita muda yang menyandang status sebagai janda satu anak itu.
"Nggak apa-apa Likha, terima kasih sudah datang ya," sambut Kia.
Sebagian besar yang mengenal siapa sosok Likha, mereka malas dekat dengan wanita itu, bagi mereka Likha calon bibit pelakor yang membahayakan rumah tangga mereka.
"Likha, yuk makan sama aku dan Rachel."
"Iya Luna, ayo."
Luna sendiri adalah adik Kia, Luna adalah sahabat Likha, mereka bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit yang sama.
"Ayok cepat Aunty Luna, Aunty Likha, aku sudah lapar ...." rengek Rachel.
Mau tak mau Likha segera mengikuti Luna dan Rachel.
Salah satu tamu mendekati Kia. "Kenapa sih kamu malah mengundang putrinya Eren si pelakor itu!"
"Dia teman dekat Luna bu, kami mengenal lama bahkan aku menganggap Likha seperti adikku," ucap Kia halus.
"Temenan kok sama bibit pelakor! Diembatnya lakimu tau rasa kau!"
"Memiliki wanita hebat seperti Kia, perempuan tercantik mana pun tidak akan ada wanita lain yang bisa menarik hati Davi." Salah satu tamu laki-laki datang bersama Davian, dan juga satu perempuan yang merupakan sahabat Kia.
"Indra benar ibu-ibu, Kia adalah wanita terbaik. Bagiku tidak ada yang bisa menggeser dia dari hatiku." Davian langsung menarik Kia kedalam pelukannya, mencium pipi Kia, di depan semua orang.
"Ya ampun ... kalian bikin aku iri deh ...." keluh wanita yang berdiri di samping Indra.
"Nabila, kamu sama Indra aja, kalian kan patner bisnis, cocok banget!" ucap Kia.
"Enggak mau kalau sama Indra, dia bukan typeku," potong Nabila.
Perhatian Kia kembali pada rekan bicaranya sebelumnya. "Kenapa ibu punya pemikiran seperti itu pada Likha? Likha orangnya baik kok."
"Ah aku susah percaya kalau dia baik, dari cara dia menatap suamimu, ku rasa Davian adalah target bibit pelakor itu!"
Davian tersenyum mendengar komentar salah satu tamu istrinya. "Maaf ya bu, yang Likha perhatikan itu Kia, bukan aku." Davian menatap pada Nabila dan Indra. "Kalian sependapat nggak, kalau Kia itu adalah inspirasi banyak wanita?"
"Setuju banget!" sahut Nabila dan Indra bersamaan.
"Yang Likha lihat itu Kia bu, kalau aku sendirian Likha mana pernah memandangiku," ucap Davian.
"Aku sependapat dengan Davi, karena sebagai wanita aku sangat mengagumi Kia, bentuk tubuhnya yang membuatku iri, kebaikannya dan banyak hal," ucap Nabila.
Tamu lainnya mendekati Kia dan rekan bicaranya. "Kami tau Kia istri baik dan wanita hebat, dan memang menjadi inspirasi banyak orang. Tapi tidak salahnya mengurangi pergaulan sama anaknya Eren itu."
"Terima kasih bu sarannya, tapi saya yakin Likha tidak akan sejahat itu, dia seperti saudara bagi aku dan Luna," sahut Kia lembut.
"Sebagai sesama perempuan hanya mengingatkan, kamu ambil langkah apa ya terserahmu. Asal kamu tau, ku dengar Likha diberhentikan di Rumah Sakit, katanya dia berusaha merayu salah satu dokter di sana, ya ... belum ada info jelas."
Kia berusaha tersenyum menghadapi 2 tamu yang tengah berbicara dengannya. Apalagi dia tahu, banyak orang yang tidak suka dengan Likha, karena kelakuan ibunya yang suka merebut suami orang. Bahkan saat ini ibunya baru menikah lagi dengan salah satu pengusaha, hal ini membuat kebencian orang-orang semakin besar.
Di tempat lain, Likha asyik berbicara dengan Luna, pandangannya sesekali tertuju pada Davian. Walau dia tidak mendengar obrolan mereka, tapi Likha merasa kalau dia menjadi pembahasan di sana, bahkan dia sadar kalau dirinya tidak diterima dilingkup ini.
Masa bodoh dengan perasaan orang, Likha tidak merasa bertanggung jawab atas perasaan dan ketidak sukaan orang padanya. Tetap berusaha fokus pada tujuannya, dia hanya ingin mendekati Davian suami Kia. Hanya dengan berbaur dengan keluarga Kia dia bisa mendekati Davi. Laki-laki itu susah didekati kalau bukan dilingkup keluarganya.
Banyak yang menyukai sosok Likha, namun dia hanya menginginkan Davian. Cinta yang datang pada Likha selalu Likha tolak, karena dia tidak butuh sekedar pendamping, dia butuh laki-laki mapan yang mampu memberi kemewahan pada hidupnya. Semua itu dia temukan pada sosok Davian.
Pernikahan pertama atas dasar cinta, tidak seindah yang Likha bayangkan. Menajalani rumah tangga yang dia banggakan karena cinta tak semabis impiannya. Kenyataan hidup seperti menggerus habis cinta yang dirasa. Tempo sewa rumah sudah batas terakhir, token listrik berteriak, perut keroncongan, sedang uang tidak ada, gajih suami tidak cukup untuk bertahan 1 bulan. Kepahitan ini membuat Likha mengubur rasa cinta.
Saat bertemu Luna, dia mendapat banyak bantuan dari Luna dan Kia. Likha terpesona dengan kehidupan indah yang Kia miliki. Mempunyai suami tampan seperti Davi, rumah besar, mobil mewah, ini menjadi impian baru bagi Likha.
Likha terus memandangi Davian dan Kia, dia membayangkan yang Davian gandeng saat ini adalah tangannya. Sebagian waktunya hanya memandangi Davian.
Keadaan mulai hening, beberapa tamu mulai meninggalkan tempat acara. Hanya tinggal beberapa orang saja di Restoran itu, tapi pandangan Likha masih terus tertuju pada Kia dan Davian.
"Likha ... sampai kapan kamu menolak ajakan aku?"
Lamunan kekaguman Likha pada Davian buyar karena pertanyaan itu. "Sehina itu aku di mata kamu Fa!" Likha sangat geram dengan sosok pemuda yang mendekatinya.
"Mending kamu terima tawaran aku, aku akan bayar mahal."
"Andai pekerjaanku menjual lendir pun, aku tetap tidak mau berbisnis denganmu!"
"Kenapa Likha ...."
"Karena kamu kekasih sahabat aku!"
Kamu bukan tujuanku, batin Likha.
"Kau dan aku bisnis Likha ... Luna tidak akan marah, dan kita main cantik."
"Jauhi aku Rafa! Aku tidak mau persahabatan aku dan luna jadi hancur karena kesalah fahaman Luna." Likha berusaha menjauhi Rafa.
Namun laki-laki itu malah menahan Likha, dengan memegang kuat pergelangan tangan Likha. "Jangan munafik!"
"Lepaskan aku Rafa!" Likha berontak, namun dia tidak mampu melepaskan cengkraman Rafa.
"Rafa ... lepaskan dia!"
Suara yang begitu gagah itu terasa menggetarkan hati Likha, Likha menatap dalam kearah laki-laki impiannya itu.
"Kamu jangan ikut campur, Davi!" bentak Rafa.
"Aku berhak ikut campur, aku ikut campur untuk hal ini untuk memastikan pasangan adik iparku adalah laki-laki baik!"
Davi memandang sinis pada Rafa, melihat Rafa memegang tangan Likha begitu kuat membuatnya mengerti satu hal. "Kau menginginkan bersama Luna atau Likha!?"
"Aku sama Luna bener-bener mau jadiin dia ratu, kalau sama dia." Rafa menatap sinis pada Likha. "Aku butuh dia buat senang-senang."
Davian langsung meraih tangan Likha yang lain, dan satu tangan lainnya melayangkan sebuah bogeman yang medarat di rahang Rafa. Membuat pemuda itu terhuyung, beruntung Davian sudah menarik Likha kearahnya, kalau Likha tidak dia pegang, wanita itu akan jatuh bersama Rafa.
"Ba-ji-ngan kau!" Rafa emosi, dia meraih kursi dan memukulkannya ke kepala Davian.
Davian tidak bisa mengelak dari serangan dadakan Rafa, benturan kursi besi itu membuat kepala Davian mengeluarkan cairan merah. Seketika Davian tersungkur ke lantai, tapi Rafa masih saja menendangi Davi.
"Rafa! Berhenti!" teriak Likha. Likha berusaha menarik Rafa menjauhi Davi, namun yang ada dirinya yang terlempar.
Melihat lantai ada noda merah, Rafa gemetaran, dia sangat takut dan lari dari tempat itu. Likha panik melihat Davian terluka, dia mengambil kain bersih dan menahan luka Davian dengan kain itu.
"Kak Kia! Luna! Siapa saja tolong ...."
"Tolong!"
Kia terus berteriak. Usahanya membuahkan hasil, terdengar suara langkah kaki cepat menuju kearahnya.
"Ya ampun, kak Davi!" jerit Luna.
"Davi kenapa sampai begini?"
"Apa yang terjadi?"
"Siapa yang melakukan ini?"
Bermacam pertanyaan tertuju pada Likha. Perhatian Likha tertuju pada Kia. "Kak Kia, panggil ambulan kak ...."
Kia masih membeku melihat kepala suaminya berdarah. Beruntung laki-laki yang berdiri di samping Kia, yang merupakan sahabat Kia segera memanggil ambulan. Davian pun dibawa ke Rumah Sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan.
Di depan ruang penanganan Davian, banyak wajah cemas yang mengkhawatirkan keadaannya.
"Apa yang terjadi, kenapa Davian bisa terluka seperti itu?" tanya Fuza, ibu Kia.
"Kalau ceritanya dari aku, aku takut kalian tidak bisa percaya, bagaimana kalau tunggu kak Davi sadar?" ucap Likha.
"Siapa yang melakukan itu pada Kak Davian?" tanya Luna.
"Ini terlalu sensitif, Luna. Tunggu kak Davi ya ...."
Semua orang berusaha menunggu penanganan Davian. Saat pria berjas putih keluar dari ruangan, Kia, kedua orang tuanya juga kedua mertuanya mengejar laki-laki berjas putih itu.
"Bagaimana dok, keadaan suami saya?" tanya Kia.
"Keadaanya membaik, tapi sebaiknya menjalani beberapa tes dulu, karena kepala bagian yang sangat vital."
"Terus bagaimana dok?" tanya ibu Davian.
"Untuk saat ini baik Nyonya, sebentar lagi pasien akan kami pindahkan ke ruang perawatan."
Davian dibawa ke ruang perawatan, semua keluarga masih setia menemaninya.
"Bapak, ibu ...." Kia memandangi kedua mertuanya. "Keadaan mas Davi baik-baik saja, sebaiknya kalian pulang saja, besok baru kemari lagi."
"Biar aku yang menemani Kak Kia," sela Luna.
"Besok kamu shift pagi kan di Rumah Sakit ini?"
"Iya, nanti aku pulang antar mama, sekalian ambil seragam aku," ucap Luna.
"Sebaiknya kamu pulang, bawa papa, mama, dan Rachel sama kamu."
"Rachel ingin nemenin Ayah aja bund ...." rengek Rachel.
Kia mengusap lembut kepala putrinya. "Besok Rachel sekolah, nanti Aunty Luna bantu Rachel dan anter Rachel, setelah pulang Sekolah Rachel baru temenin Ayah ya ...."
"Ibu juga ingin di sini menjaga putraku!" ucap ibu Davian.
"Aku mengerti kecemasan ibu, tapi bermalam di Rumah Sakit kurang baik untuk kesehatan ibu, demi kesehatan ibu, sebaiknya ibu pulang dulu ya ...." bujuk Kia pada mertuanya.
Semua orang ingin menemani Davi. Kia terus berusaha meyakinkan para orang tua itu, akhirnya mereka bersedia untuk pulang.
Di Rumah Sakit kini hanya Kia dan Likha yang menjaga Davian. Kia sengaja menahan Likha agar tetap bersamanya, dia masih penasaran dengan penyebab kejadian itu.
Mengetahui cerita menunggu suaminya sadar itu terlalu lama. Alasan Kia menahan Likha bersamanya dia berdalih karena Likha seorang perawat, hal ini berhasil meyakinkan keluarganya. Walau Luna juga seorang perawat, tapi Luna besok harus masuk shift pagi.
Kia memandangi suaminya, kepala suaminya dibalut perban, tangan kanan dan kaki kirinya juga dibalut perban. "Apa yang terjadi, Likha?"
"Andai orang lain yang bertanya aku tidak berani cerita, karena setelah mendengar cerita ini, orang pasti menuduhku yang bukan-bukan." Likha mulai menceritakan perseteruannya dengan Rafa yang merupakan kekasih Luna. Hingga kedatangan Davian yang berusaha melindunginya.
"Rafa yang melakukan semua ini?"
Likha mengangguk pelan.
"Seharusnya aku tidak ada dalam lingkup keluarga Kakak, jadi kejadian ini tidak akan terjadi, aku sumber masalah Kak. Apalagi status jandaku membuat orang-orang memandang buruk padaku."
Kia menarik Likha kedalam pelukannya. "Hanya 1 atau 2 orang janda yang melukai, namun masih banyak janda yang baik hati, janda hebat yang berjuang demi anaknya, aku yakin kamu salah satunya."
"Maafkan aku, karena menahanmu di sini," ucap Kia.
"Tidak masalah Kak, aku terbiasa bekerja di sini, hanya saja kejadian yang serupa seperti aku dan Rafa, membuatku diberhentikan dari Rumah Sakit ini, sebab itu aku tidak berani cerita sebelumnya, karena tidak ada yang percaya padaku."
Kia merasa sesak membayangkan posisi Likha, keadaan selalu menyudutkan Likha karena status janda dan dikenal sebagai anak pelakor. Kia mengusap punggung Likha berusaha menguatkan wanita itu. "Kamu harus kuat menghadapi ujianmu."
"Disaat semua orang menghindariku dan membenciku karena aku dianggap bibit pelakor karena status janda di usia muda yang aku sandang, tapi Kakak percaya padaku dan menolongku. Hanya Kak Kia dan keluarga Kakak yang tidak peduli dengan omongan orang terhadapku, terus memberiku cinta dan bantuan bahkan memberiku tempat tinggal, ini salah satu yang menguatkan aku untuk tetap meneruskan hidupku."
"Aku tidak akan pernah bisa mengganti kebaikan kalian."
"Jangan berpikir seperti itu, kami menolongmu karena kamu seperti saudara bagi Luna, dan itu membuatku merasa kau saudaraku juga." Kia berusaha menghibur Likha.
Kedatangan salah satu perawat membuat obrolan mereka terputus. Perawat itu memanggil Kia.
Kia menoleh pada Likha. "Titip mas Davi dulu ya, aku harus menemui dokter."
Likha mengangguk menanggapi ucapan Kia. Setelah Kia pergi, Likha segera mendekati Davian. Dia mengusap lembut wajah Davi.
Kamu adalah impianku, jika aku berhasil memelukmu, maka kamulah keberuntunganku, dan bagaimana pun caranya, kamu harus aku miliki. Batin Likha.
Likha terus mengusap wajah Davian, merasa situasi aman, dia mengecup bibir Davian dengan begitu rakus.
*
Saat Likha bercerai dengan suaminya, dia memutuskan untuk merantau dan menitipkan anaknya pada ibunya. Sesampainya di kota ini, dia tidak memiliki pekerjaan apalagi tempat tinggal. Dia tinggal di rumah Luna sahabatnya beberapa waktu, sehingga dia mengenal Kia dan Davian.
Likha sendiri dari lingkup keluarga kurang mampu, kedua orang tuanya bercerai. Kedua orang tuanya sudah membangun keluarga baru. Tidak kuat dengan kehidupan serba kekurangan membuat Likha nekat meninggalkan suaminya dan pergi merantau.
Saat berkunjung ke rumah Kia, Likha terpana dengan kediaman Kia. Rumah Kia merupakan unit khusus yang mana ukuran rumah itu lebih luas dari rumah sekitarnya. Kia mendapat keistimewaan itu, karena pemilik proyek perumahan itu milik Indra sahabatnya.
Pandangan Likha tertuju pada Dua buah mobil baru berjejer di depan rumah besar itu. Sehingga Davian menjadi target Likha untuk memperbaiki kehidupannya.
Kejadian yang Rafa ciptakan seakan membuka sebuah jalan untuknya semakin dekat dengan Davi, terbukti saat ini dia bisa mendekati Davian, bahkan dia saat ini bisa merasakan bibir laki-laki itu.
Di ruangan dokter.
Dokter menjelaskan keadaan Davian dari hasil pemeriksaan sementara, semua baik-baik saja. Hanya saja perlu seseorang yang mengawasi Davian Jika dia sudah keluar dari Rumah Sakit. Apalagi tangan dan kaki Davian cedera.
Keesokan harinya, keadaan ruang perawatan Davian kembali ramai, kedua orang tua Kia dan kedua orang tua Davi kembali berkunjung. Saat ini Davian juga sudah sadar. Davian menceritakan semua kejadian yang menimpanya. Kedua orang tua Davi memandang geram pada Likha.
"Ayah ibu, jangan salahkan Likha." Kia sangat faham makna tatapan tajam itu.
"Kia benar bu, Likha tidak salah. Bahkan Likha terus menolak, sebab itu Rafa marah," sela Davi.
Likha memandang sayu kearah Luna. "Maaf, aku berusaha menyembunyikan keburukannya demi persahabatan kita. karena rasa cintamu padanya begitu besar, mengatakan keburukan Rafa hanya memicu kebencianmu padaku. Percuma aku mengatakan semuanya, yang ada persahabatan kita hancur."
Luna sulit mempercayai semua ini, benar seperti yang Likha ucapkan, andai Likha yang mengatakan keburukan Rafa padanya, dia tidak akan terima dan dia akan menuduh Likha ingin menghancurkan hubungannya sengan Rafa. Tapi yang menceritakan semua ini adalah Kakak iparnya. Luna bingung, dia memilih pergi dengan alasan pekerjaannya masih banyak.
***
Luna masih tidak ingin percaya, namun mengingat Kakak iparnya berada di Rumah Sakit, membuat kebodohannya tidak bisa dia pegang. Luna duduk sendiri menikmati segelas kopi di kantin Rumah Sakit.
"Sayang ...."
Suara itu menarik perhatian Luna. Melihat sosok kekasihnya yang memanggilnya, Luna bangkit dan mempercepat langkahnya untuk menghindari Rafa.
"Sayang ... jangan percaya dengan yang Likha dan Davi ceritakan, mereka ada main, dan aku mereka korbankan agar rahasia mereka aman. Mereka takut karena aku menangkap basah mereka. Mereka memintaku bungkam, tapi aku tidak mau, Davi marah dan memukulku Aku membela diri sayang, lihat pipi aku biru karena bogeman dari Davian."
Luna menarik napasnya begitu dalam, dia terbayang ucapan Likha, kalau keadaan akan menyudutkannya jika dia yang mengatakan keburukan Rafa. Buktinya saat ini laki-laki itu malah memfitnah sahabatnya dan Kakak iparnya. Andai tidak ada kejadian ini, tentu Luna lebih mempercayai Rafa.
"Percaya sama aku sayang ...."
Plak!
Sebuah tamparan mendarat telak di pipi Rafa.
"Mulai detik ini, kita berdua tidak ada hubungan apa-apa, kita putus!" Tanpa mendengari pembelaan Rafa, Luna terus meninggalkan kantin.
*
Di ruangan lain.
Likha sudah tidak berada di ruangan Davi, Kia memintanya untuk pulang dan istirahat. Di ruangan itu hanya ada 5 orang, kedua orang tua Kia, kedua orang tua Davi dan Kia sendiri. Namun sesaat kemudian orang di ruangan bertambah karena kedatangan Sekretaris Davian.
"Ada apa Dharma?" tanya Kia.
"Hari ini ada rapat sangat penting, bagaimana Tuan?" tanya Dharma pada Davian.
"Aku masih sangat pusing, tubuhku juga lemas. Bagaimana bisa aku memimpin rapat?"
"Bagaimana kalau diwakilkan pada Nyonya Kia?" usul Dharma.
"Aku?" Kia menunjuk wajahnya sendiri. "Aku tidak memahami bisnis mas Davi, aku tidak bisa."
"Anda hanya perlu ada di ruangan, Nyonya. Sisanya biar saya bantu. Ada beberapa hal yang tidak bisa diwakilkan pada saya, Nyonya."
Kia sangat berat meninggalkan suaminya yang masih terbaring di ranjang Rumah Sakit, namun pekerjaan Davian juga seperti ruh bagi suaminya itu. Mau tak mau Kia setuju, dia harus melakukan pekerjaan Davian demi kelancaran urusan perusahaan suaminya.
Di kediaman Likha.
Likha masih terbayang saat dia menikmati bibir Davi. Jemari tangannya membelai bibirnya.
"Likha, kamu yakin ingin mendekati Davi?"
Pertanyaan itu membuat bayangan Likha akan ciuman manis itu buyar.
"Mama bikin kaget aja!"
"Mama hanya memastikan tujuanmu benar, Likha. Tadi papa cerita kalau yang hebat itu si Kia istri Davi. Perusahaan Davi tanpa bantuan Kia tak akan sesukses sekarang. Kamu tau sendiri mendekati laki-laki yang ternyata kesuksesan milik istrinya, semua itu tak berguna!"
"Davi target terbaik mama, aku sangat yakin bisa memperbaiki kehidupan jika berhasil menjadi simpanan Davi, atau istri keduanya."
*******
Malam menyapa, Kia baru selesai mengurus satu pekerjaan di Perusahaan Davian, saat dia kembali ke Rumah Sakit, di sana semua keluarga berkumpul.
"Bunda dari mana? Kenapa malam begini baru datang?" protes Rachel.
"Bunda bantuin pekerjaan Ayah, sayang. Ayah lagi sakit makanya bunda yang gantiin tugas Ayah," sela Davian.
"Ya ampun mas, pekerjaan kamu bener-bener menguras otak dan tenaga, pantes saja kamu sering begadang dan pulang larut malam." Kia baru menyadari betapa besarnya perjuangan suaminya.
Kia merasa beruntung, karena Dharma dan Indra ada di sana membantunya. Indra sendiri adalah seorang pengusaha yang memiliki banyak perusahaan, selain sahabat Kia, ibu Indra juga patner bisnis Kia dalam bisnis Restoran.
"Maafin aku, karena ku begini kamu jadi kerepotan," sesal Davian.
"Aku harusnya minta maaf, sebelum tahu bagaimana perjuangan kamu, aku hanya bisa protes kalau kamu nggak pulang untuk makan malam."
"Davi masih sakit, sedang Kia harus urus bisnis Davi dan bisnisnya sendiri, terus siapa yang menemani Davi?"
Pertanyaan mertuanya membuat Kia menyadari padatnya pekerjaan suaminya, dan urusan restorannya tidak mungkin baginya membuatnya juga mengurus Davi diwaktu yang sama. Sedang keadaan Davi membutuhkan perawatan.
"Bagaimana kalau kalian pindah ke rumah mama atau rumah Ibu Ingrid untuk sementara?" usul Fuza.
"Tidak perlu ma, di rumah ada bi Sarah dan ada supir juga, aku bisa di rumah sendirian," ujar Davi.
"Membiarkan kamu sendiri aku tidak bisa fokus mas, tentunya aku terus memikirkan kamu," ucap Kia.
"Jadi apa keputusan kamu?" tanya Ingrid.
Saat melihat perawat yang melintas, Kia teringat Likha yang tidak punya pekerjaan. "Aku ingin meminta Likha untuk menjaga mas Davian."
Sontak keinginan Kia ditolak kedua mertuanya.
"Apa tidak ada orang lain selain anak pelakor itu!" protes Ingrid.
"Sabar jeng Ingrid ...." ucap Fuza.
"Nggak rela aku, bagaimana kalau Davi terjerat anak pelakor itu? Nggak rela aku harta anakku diporotin anak si Eren pelakor itu!" protes Ingrid.
"Bu, percaya sama Kia," bujuk Davian.
"Bukan tidak ada perawat lain bu, hanya saja Likha temanku tidak punya pekerjaan, sedang dia seorang ibu yang harus membiayai anaknya, lagian dia juga seorang perawat," ucap Kia.
"Yang ada jadi suster keramas dia kalau dia yang jaga Davi!" protes Ingrid lagi.
"Bu! Mas Davi itu anak ibu, apa ibu tidak menaruh kepercayaan padanya? Aku percaya suamiku, andai Likha seperti yang ibu takutkan, tapi aku percaya mas Davi!"
"Aku sakit atas tuduhan ibuku sendiri, apa aku sehina itu di mata ibuku sendiri?" ucap Davian.
"Aku percaya padamu, tapi aku tidak bisa percaya pada anak pelakor itu! Ibu merasa dia mentargetan dirimu untuk mencapai mimpinya!" maki Ingrid.
Keadaan seketika hening, niat Kia untuk meminta Kia menjaga Davian terpaksa disetujui semua keluarga.
.
Davian masih dirawat di Rumah Sakit, saat Kia bekerja ada Likha yang menjaga Davi. Kia sangat sedih saat seperti ini dia tidak di sisi suaminya.
"Ehem!" Nabila berdeham, dia sangat memahami apa yang Kia pikirkan.
Saat Kia menoleh padanya, Nabila memberi kode agar Kia fokus pada rapat mereka. Setelah rapat selesai ruang rapat itu hanya ada Kia, Nabila, dan Indra.
"Semangat dong Kia ...." Nabila memahami kesedihan sahabatnya.
"Aku merasa jadi istri durhaka, suami sakit aku malah sibuk kerja!"
"Kamu istri berbakti kok, yang kamu kerjakan adalah pekerjaan suamimu." Indra menyemangati.
"Jadwal rapat masih padat, kalau misal Davian keluar dari Rumah Sakit, yang jaga Davi di rumah siapa?" tanya Nabila.
"Aku sudah meminta Likha untuk me jaga mas Davi selama aku pergi."
"Kenapa meminta Likha? Apa tidak ada perawat lain?" Nabila juga memiliki firasat buruk tentang Likha.
"Anggap bantu dia, dia kan nggak kerja, sedang dia ada anak yang harus dia nafkahi, jadi minta dia jaga mas Davi, sama juga membantu ekonomi dia," terang Kia.
"Kenapa nggak sewa perawat laki-laki aja?" usul Indra. "Bukan ngomporin, terlalu dekat laki-laki dan perempuan, takutnya terjadi hal yang tak diinginkan."
"Iya, sama-sama gajih juga, mending ambil jalan aman." Nabila menambahi.
"Kasian aja aku sama Likha, dia kena fitnah mulu, dia dipecat dari Rumah Sakit juga karena fitnah."
"Semoga kebaikanmu tertuju pada orang yang tepat," ucap Indra.
"Jadi, kalian sering 1 proyek sama mas Davi seperti ini ya?" Kia berusaha merubah pembicaraan mereka.
"Iya, tapi nggak ngopi kayak sekarang, kalau sama Davi abis rapat kami pergi," jawab Indra.
"Davi itu lucu, kalian sudah nikah 11 tahun, tapi dia tetep aja cemburu ke Indra."
"Mas Davi lupa kalau umur bininya sudah kepala tiga, masih aja dicemburuin." Kia menggeleng membayangkan kecemburuan Davi.
"Punya istri kayak kamu wajar dicemburui, karena rasanya seabad belum tentu ada sosok special sepertimu," ucap Indra.
"Special karet berapa ndra?" ledek Kia.
"Kang Galon curhat!" ledek Nabila pada Indra.
Di sisi lain.
Likha membantu Davi yang tengah menikmati makan siangnya. Likha sengaja memamerkan belahan dadanya pada Davi.
Likha pura-pura tidak tahu kalau Davi memandangi belahan dadanya. Dia pura-pura sibuk menatap layar handponenya.
Melihat Davi masih memandanginya, Likha teringat sosok Kia.
Wanita itu terlalu baik atau terlalu bodoh, sehingga tidak bisa melihat bahaya yang mengintainya?
Kia ... Kia! Aku tuh kesulitan mendekati suami kamu, kamu malah kasih jalan bagiku untuk dekat dengannya.
"Sudah selesai kak?" Likha basa-basi, dia segera mendekati Davi dan membereskan tempat makan Davi.
"Oh iya kak, maaf ada sisa makanan si sisi mulut Kakak" Likha mengisyarat dengan tangannya.
Namun Davi tidak tepat mengusapnya.
"Maaf ya Kak." Likha membersihkan sisa makanan pada wajah Davi.
Hal itu seakan membekukan waktu. Perlahan tapi pasti, tanpa Davi sadari dia telah masuk perlahan ke jebakan Kia.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu itu membuat keadaan itu mencair. Likha segera pergi kearah pintu dan Davi bingung akan perasaanya.
"Eh Luna." Likha sangat kesal karena momennya dirusak Luna.
"Bagaimana Kak Davi sudah makan?"
"Sudah, baru aja selesai," sahut Davi.
Hari pertama Likha menjaga Davi berjalan seperti yang dia mau. Dia segera pulang ke kediaman ibunya.
"Mama! Mama! Mama!" Likha sangat bahagia, dia memeluk ibunya begitu erat. Likha tidak bisa menahan luapan kebahagiaanya,
"Ada apa ini!?"
"Mama ... jalanku untuk mendekati Davian semakin mudah mama. Aku bekerja sebagai perawat dia." Likha menceritakan pekerjaan yang Kia beri padanya.
Mendengar cerita itu Eren sangat bahagia. Dia sangat berharap Likha bisa menikah dengan Davian. "Semoga usaha kamu berhasil sayang."
"Semoga mama."
Orang tua yang seharusnya menasihati anaknya jika salah, tidak berlaku bagi Eren. Dia mendukung penuh rencana putrinya untuk jadi duri dalam rumah tangga orang lain.
Ambisi keduanya ingin kaya dengan jalan instan, membuat hati mereka mati, tidak ada rasa sakit kala berhasil merobohkan istana yang dibangun orang-orang puluhan tahun hanya demi mendirikan istana kebahagiaan mereka sendiri. Bahkan tidak peduli dengan nasib anak-anak korban perceraian, padahal mereka sendiri sangat tahu bagaimana pedihnya di posisi itu.
Setelah seminggu di Rumah Sakit, Davian akhirnya boleh kembali ke rumah. Saat ini di rumah yang penuh kebahagiaan itu semua penghuni tengah menikmati makan malam.
Rachel merasa ada yang aneh, biasanya Likha selalu bersama Luna jika ke rumahnya. "Aunty Likha nggak sama Aunty Luna?" Rachel tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya.
"Anty Likha nginep di sini, karena tugas dia siang hari jagain Ayah selama bunda kerja," sela Kia.
"Asyik ... selama ada Aunty Likha, Rachel punya teman."
Hari pertama Likha menjaga Davian di rumah itu, dia bersikap selayaknya perawat pada umumnya, dia tidak bodoh, dia yakin di ruang tamu itu pasti ada kamera tersembunyi. Saat Davian ingin kembali ke kamarnya, Likha meminta supir pribadi yang mengantar jemput Rachel yang membopong Davian demi menghindari tatapan kecurigaan para pelayan di rumah besar ini.
Sore hari, Kia kembali ke rumah. Likha melaporkan keadaan Davian, dan kegiatan Davian selama di rumah. Kia merasa tenang, karena Likha menjaga Davian dengan baik.
Setelah makan malam, Likha membantu Rachel mengerjakan PR, dan sesaat bermain dengan gadis yang kini berusia 9 tahun itu. Melihat waktu, Likha mengingatan Rachel kalau ini waktu Rachel tidur, Likha pun kembali ke kamarnya. Saat dia ingin masuk kamar, suara Davian yang terus meminta Kia begini dan begitu menarik perhatiannya.
Likha berjalan mengendap mendekati kamar itu, pantas saja suara dari dalam terdengar keluar, ternyata pintu tidak tertutup sempurna. Saat dia sampai di depan pintu, dia melihat jelas Kia melakukan adegan menaiki kuda, dan di sana Davian yang menjadi kudanya.
Likha sangat menikmati pemandangan panas itu, membuat miliknya basah. Likha memuaskan dirinya sendiri, berfantasi kalau di posisi Kia itu adalah dirinya. Suara Davian yang meminta tambah kecepatan semakin membuat imajinasi Likha semakim liar dan menjadi. Di dalam kamar, dua orang itu saling memuaskan, sedang Likha terpaksa puas dengan prakaryanya sendiri.
Keesokan harinya.
Likha terus memandangi wajah Davi kala Davi dan Kia menuruni tangga bersama. Di sana Kia menjadi kekuatan Davi untuk berjalan.
"Non Likha mau sarapan apa?"
Imajinasi Likha akan Davian buyar saat mendengar pertanyaan bi Sarah. "Aku mau nasi goreng seperti Rachel bi."
Bi Sarah bersiap mengambilkan, namun Likha menahannya, dia mengambil sarapannya sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!